• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Mengenali Peluang (Opportunity Recognition) Pengertian Kemampuan Mengenali Peluang (Opportunity

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Mengenali Peluang (Opportunity Recognition) Pengertian Kemampuan Mengenali Peluang (Opportunity"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka

2.1.1. Kemampuan Mengenali Peluang (Opportunity Recognition) 2.1.1.1 Pengertian Kemampuan Mengenali Peluang (Opportunity

Recognition)

Menurut Baharuddin (dalam Maemunah 2004:27) bahwa seorang wirausahawan adalah seorang yang mempunyai kemampuan untuk menciptakan, mencari dan memanfaatkan peluang dalam menuju apa yang diinginkan sesuai dengan tujuan yang diterapkan.

Peluang yang dalam bahasa Inggris di sebut dengan opportunity memiliki arti sesuai dengan KBBI adalah kesempatan. Secara sederhana peluang diartikan sebagai kesempatan muncul atau terjadi pada satu peristiwa. Menurut Hendro (2011:133), peluang dalam bahasa inggris adalah opportunity yang berarti sebuah atau beberapa kesempatan yang muncul dari sebuah kejadian atau “moment”. Jadi, asal dari peluang itu adalah kesempatan yang terjadi dan berkembang menjadi ide bagi seseorang.

Hendro (2011:141) menyatakan bahwa ada empat langkah untuk menjadikan peluang sebagai peluang emas, yaitu:

1. Tentukan Sumber Peluang

Sumber peluang yang paling potensial adalah diri sendiri dan salah satu pijakan awalnya adalah minat. Setelah mengetahui pijakan awal, amaka

(2)

mulailah melakukan riset dan trial untuk menemukan kekuatan peluang di segmen yang tepat.

2. Temukan Sektor Bisnis

Kekuatan peluang itu bertumpu pada kekuatan sektor bisnis yang tepat sehingga harus benar-benar memilih yang sesuai dengan minat dan kekuatan sebuah bisnis yang tepat adalah kekosongan pasarnya.

3. Berdayakan Kekuatan Produk Agar Mempunyai Nilai Jual

Jika peluang yang bagus dan tepat untuk mengisi kekosongan pasar tidak mempunyai nilai jual yang tinggi, maka peluang itu hanyalah sekedar impian. Karena produk itu tidak akan laku dip saran (tidak memenuhi kebutuhan dan tren pasar). Hal ini merupakan sebuah proses yang sangat penting dari tahapan ini.

4. Evaluasi dan Berdayakan Peluang Menjadi Produk

Sebagai langkah terakhir untuk memanfaatkan peluang dengan mengevaluasi dan menganalisa faktor keberhasilan dan faktor kegagalan peluang bisnis dan kembangkan menjadi sebuah produk untuk memulai bisnis yang potensial.

MenurutSuhartini, (2011) Peluangadalah kesempatan usaha yang dimiliki seseorang untuk melakukan apa yang dinginkannya atau yang menjadi harapannya. Pendapat ini didukung oleh Stoltz (2000) setiap kesulitan merupakan rintangan, setiap rintangan merupakan suatu peluang dan setiap peluang harus disambut.

(3)

Menurut Hunter (2013) peluang bergantung pada individu yang mengenal, menemukan atau membangun pola dan konsep yang dapat dibentuk menjadi ide. Lebih lanjut ia menegaskan bahwa yang dihasilkan intuisi, visi, wawasan, penemuan, atau penciptaan adalah sebuah ide yang mungkin pada evaluasi menjadi peluang. Namun ia mengklaim bahwa kemampuan ini tidak merata di seluruh masyarakat, sebagai orang memiliki orientasi yang berbeda terhadap ruang dan waktu. Kemampuan melihat peluang merupakan keterampilan tersendiri, yang untuk mengusainya tentu saja, diperlukan latihan secara terus menerus. (Susanto, 2009:47).

Jaja (2007) menyatakan bahwa seorang pengusaha harus melihat atau mengalami kondisi yang melibatkan peluang bisnis dan kemudian segera mengambil peluang itu. Jika seorang pengusaha merasakan atau memahami kesempatan atau ide baru untuk meningkatkan usahanya atau untuk memulai yang baru dan tidak bertindak cepat, kesempatan akan hilang untuk dia dan orang lain akan merebutnya.

Kemampuan mengenali peluang (opportunity recognition) digambarkan sebagai mengamati kemungkinan untuk menciptakan bisnis baru atau secara signifikan meningkatkan posisi bisnis yang ada dengan potensi keuntungan. (Christensen et al, 1989). Kemampuan mengenali peluang (opportunity recognition) adalah penemuan ide untuk menciptakan bisnis baru dan pencarian informasi mengenai pasar dan teknologi yang memungkinkan. Pengenalan peluang dapat menjadi proses inkremental (Kirzner, 1979), atau proses transformasi (Drucker, 1985:10 ). Hills dan Lumpkin (1997) menyatakan bahwa

(4)

"mengidentifikasi peluang benar-benar memerlukan beberapa langkah dari waktu ke waktu, bukan kejadian satu kali. "Baru-baru ini, Baron (2003) mendefinisikan kemampuan mengenali peluang melibatkan ide-ide yang "baru", "layak", "berharga", dan "legal" dan memiliki "potensi keuntungan".

Peluang menawarkan diri untuk orang yang sebanding dengan kemampuan mereka, keinginan mereka untuk bertindak, kekuasaan mereka dari visi, pengalaman mereka dan pengetahuan mereka tentang bisnis. Peluang ini harus diambil dan dimanfaatkan untuk keuntungan bisnis.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan mengenali peluang adalah mengamati kesempatan dalam hal menemukan ide baru kemudian mengembangkan ide tersebut sehingga menciptakan bisnis baru.

2.1.1.2. Dimensi Kemampuan Mengenali Peluang (Opportunity Recognition) Menurut Hunter (2013) peluang menampakkan diri dalam cara yang berbeda dan dapat dikategorikan demikian. Salah satu cara paling sederhana dalam bentuk pemetaan peluang adalah dengan lokus dari perubahan mereka yang memanifestasikan ke lingkungan. Berikut adalah tipologi dari peluang:

1. Peluang Berbasis Meniru (Imitation-based Opportunities)

Wirausaha mulai meniru ide-ide orang lain, dan terkadang melakukan sedikit inovasi pada produknya. misalnya: memulai usaha barunya diawali dengan meniru usaha orang lain, dalam menciptakan jenis barang yang dihasilkan meniru yang sudah ada.

(5)

2. Peluang Berbasis Alokatif (Allocative-based Opportunities)

Peluang alokatif terjadi ketika ada ketidaksesuaian penawaran dan permintaan, sumber daya yang langka di daerah-daerah tertentu, individu atau perusahaan memiliki monopoli sumber daya, atau demografi perubahan memerlukan produk tertentu dan layanan untuk memenuhi kebutuhan yang muncul dan keinginan.

3. Peluang Berbasis Penemuan (Discovery-based Opportunities)

Peluang berbasis penemuan dapat terjadi ketika adanya perubahan teknologi, peraturan, kondisi ekonomi dan kebutuhan konsumen,. Sebenarnya kebutuhan akan suatu produk tersebut sudah ada, hanya saja belum ada pelaku usaha yang menyadarinya. (David dan Wina, 2015:65). 4. Peluang Berbasis Penciptaan (Construction-based Opportunities)

Beberapa peluang tidak ada sampai mereka dibangun oleh seseorang. Peluang baru dapat muncul melalui entrepreneur yang memiliki pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Penciptaan peluang adalah proses yang dari jalan mana seorang pengusaha dapat belajar apa yang berhasil dan apa yang tidak berhasil seperti proses pengembangan sebuah usaha yang sedang berlangsung.Proses penciptaan atau disebut proses inovasi dan kreasi yang diawali dengan teknik produksi baru, mencari bahan baku baru, organisasi usaha baru, dan metode pemasaran baru. seperti halnya proses inovasi. (Schumpeter, 1934).

(6)

2.1.2 Jaringan (Networking)

2.1.2.1 Pengertian Jaringan (Networking)

Membentuk jaringan sosial dapat diartikan sebagai proses dua arah di mana di antara dua orang atau lebih melakukan pertukaran informasi dan sumber daya untuk saling mendukung kegiatan masing-masing. Dengan membentuk jaringan sosial maka semua kesempatan bisnis yang ada, permasalahan modal kerja, teknologi produksi, informasi bisnis, investasi, perubahan kebijakan dan peraturan, dan lain-lain dapat dibagi sehingga usaha akan lebih efektif dan efisien dan mengurangi resiko usaha.

Steel (dalamIndarti et al. 2008)menyatakan bahwa wirausaha membutuhkan jaringan sosial yang kuat selain informasi, modal, ketrampilan, tenaga kerja untuk memulai usaha. Steel (dalamIndarti et al. 2008) jaringan sosial ini bisa berupa jaringan profesional, teman-teman, rekan-rekan kerja sebelumnya mulai dari dalam organisasi, kumpulan perusahaan, atau orang-orang yang membantu menjalankan dan mendirikan usaha.

Menurut Suryana dan Bayu (2013:176), seorang wirausaha tidak dapat hidup sendiri dalam menjalankan usahanya, namun ada keterkaitan dengan pihak luar baik sebagai pemasok, pelanggan, maupun pedagang perantara. Oleh karena itu, diperlukan suatu jaringan usaha agar usaha yang kita jalankan berkelanjutan.

Untuk bertahan dalam dunia yang penuh persaingan, penting sekali untuk mengembangkan sebuah entrepreneurial dan jaringan sosial dari informasi dan lainya. Jaringan usaha memiliki peran penting dalam mendukung eksportir dan mengembangkan kontak global dan internasional dan hubungan perdagangan,

(7)

menjadikan dunia sebagai negeri global (Carsrud dan Brannback, 2007). Menurut Flynn (2010:3) jaringan adalah seni yang sangat diperlukan dalam membangun relasi timbal-balik jangka panjang dengan orang yang tepat.

Davidsson and Honig (dalamMarshall 2005) menemukan hubungan yang kuat antara kewirausahaan dan kepemilikan orang tua yang mempunyai bisnis. Dalam studi itu ditemukan bahwa dukungan teman dekat atau tetangga di dalam usaha juga mempunyai pengaruh positif pada minat kewirausahaan seseorang.

Sarana (2002:21) jaringandapat artikan sebagai suatu bentuk organisasi di bidang ekonomi yang dimanfaatkan untuk mengatur koordinasi serta mewujudkan kerjasama antar unsur dalam organisasi. Unsur-unsur tersebut pada umumnya berupa unit usaha. Dapat juga berupa non unit usaha, tetapi merupakan unsur dalam rangkaian yang memfasilitasi penyelenggaraan unit usaha. Organisasi yang dimaksud dapat bersifat formal maupun non informal.

MenurutAima (2014:42) jaringan adalah sebuah himpunan orang yang dihubungkan dengan orang yang lain sehingga orang tersebut dapat saling komunikasi, bertukar informasi dan lain-lain.

Jaringan terdiri atas keluarga dan teman yang menuju pada perpindahan dalam lingkaran yang sama sebagai pengusaha, sumber daya ini tdak mungkin ditawarkan di luar jangkauan pengusaha (Anderson et al. dalam M. Reza Azmi, 2015).

Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa jaringan usaha adalah suatu hubungan yang mengikat yang terbentuk di level antar perseorangan dan antar organisasi.

(8)

2.1.2.2 Dimensi Jaringan Usaha (Networking)

Menurut Taormina dan Kin Lao (2007) untuk mencapai tujuan personal maupun perusahaan digunakan:

a. Building Personal Relationship

Di dalam bisnis, membangun hubungan yang baik antar individu maupun dengan organisasi sering dilihat sebagai cara yang tepat untuk mencapai tujuan perusahaan (Neergaard et al, 2005). Hoang and Antoncic (2003) mengatakan bahwa kunci utama dari building personal relationship untuk proses kewirausahaan adalah meningkatkan informasi dan saran yang diterima. Pengusaha sering mengandalkan building personal relationship untuk informasi bisnis, saran yang berhubungan dengan bisnis dan pemecahan masalah. Juga untuk mencegah terjadinya resiko yang tidak terduga.

b. Having a Favorable Attitude

Having a favorable attitude terhadap entrepreneurial networking diperlukan sebelum menggunakanya untuk tujuan dan kepentingan bisnis. Ekspektasi pada hubungan prilaku-sikap didasarkan oleh Fishbein dan Ajzen (1975)” Theory of reasoned action” dan Ajzen (1991) “ Theory of planned behavior” keduanya adalah teori motivasi. Ringkasan dari teori tersebut adalah satu keyakinan mempengaruhi satu perilaku, satu perilaku mempengaruhi satu tujuan perilaku dan satu tujuan perilaku mempengaruhi perilaku.

(9)

2.1.3 Minat Berwirausaha

2.1.3.1. Pengertian Minat Berwirausaha

Minat adalah rasa lebih suka dan rasa ketertarikan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar dirinya. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, maka semakin besar minatnya (Djaali, 2008). Jika seseorang telah melaksanakan kesungguhannya kepada suatu objek maka minat ini akan menuntun seseorang untuk memperhatikan lebih rinci dan mempunyai keinginan untuk ikut atau memiliki objek tersebut.

Menurut Hutagalung dkk (2010 : 26) wirausahawan adalah “orang-orang yang mempunyai kemampuan melihat dan menilai kesempatan bisnis, mengumpulkan sumber daya yang dibutuhkan guna mengambil keuntungan daripadanya dan mengambil tindakan yang tepat guna memastikan sukses”.

Mudjiarto dan Wahid (2005: 42) menyatakan bahwa bahwa umumnya orang berminat membuka usaha sendiri karena beberapa alasan berikut ini:

1. Mempunyai kesempatan untuk memperoleh keuntungan. 2. Memenuhi minat dan keinginan pribadi.

3. Membuka diri untuk berkesempatan menjadi bos bagi diri sendiri. 4. Adanya kebebasan dalam manajemen.

Subandono (2007:18), minat wirausaha adalah kecenderungan hati dalam diri subjek untuk tertarik menciptakan suatu usaha yangkemudian mengorganisir, mengatur, menanggung risiko dan mengembangkan usaha yang diciptakannya tersebut.

(10)

Menurut Fuadi (2009:93), “Minat berwirausaha adalah keinginan, ketertarikan, serta kesediaan untuk bekerja keras atau berkemauan keras untuk berusaha secara maksimal untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa merasa takut dengan resiko yang akan terjadi, serta berkemauan keras untuk belajar dari kegagalan.”

Menurut Rusdarti dan Kusmuriyanto (2008 : 185) seorang wirausaha haruslah memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Keberanian mengambil resiko.

2. Memiliki daya kreasi, imajinasi, dan kemampuan untuk menyesuaikan dengan keadaan.

3. Memiliki semangat dan kemajuan untuk mengatasi kesulitan, mengutamakan efisiensi, serta memiliki analisis yang tepat.

Dari berbagai pendapat tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa minat merupakan aspek psikis yang berperan sangat dominan dalam menimbulkan tingkah laku. Minat merupakan rasa ketertarikan pada suatu objek karena didasari oleh rasa suka sehingga timbul perhatian yang mengakibatkan ingin terlibat dengan objek tersebut sekaligus menjadi pendorong yang kuat untuk berhubungan lebih dekat, aktif dan mendalam secara wajar, spontan dan selektif.

2.1.3.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Minat Berwirausaha

Suryana (2001), mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kewirausahaan dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor dari dalam individu itu sendiri, sedangkan faktor

(11)

eksternal merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungannya. Faktor-faktor yang mempengaruhi kewirausahaan antara lain:

a. Faktor internal, meliputi:

1) Kebutuhan akan Kebebasan (Need for Independence)

Hisrich dan Peters (2000: 71) menjelaskan lebih lanjut bahwa seorang wirausahawan diharuskan untuk melakukan sesuatu berdasarkan caranya sendiri, sehingga memiliki kebutuhan akan kebebasan yang tinggi. Kebutuhan akan kebebasan berarti kebutuhan individu untuk mengambil keputusan sendiri, menentukan tujuan sendiri serta melakukan tindakan untuk mencapai tujuan dengan caranya sendiri. 2) Nilai-nilai Pribadi

Nilai-nilai pribadi sangat penting bagi para wirausahawan, Suryana (2001: 34). Hisrich dan Peters (2000: 72) serta Hunter (2003: 5) menyatakan beberapa penelitian menunjukkan bahwa wirausaha mempunyai sifat dasar mengenai proses manajemen dan bisnis secara umum yang membantu individu menciptakan dan mempertahankan bisnis yang dirintis. Sifat dasar meliputi nilai kemenangan bagi individu yang berarti berhasil mengaktualisasikan dirinya. Nilai pribadi akan menjadi dasar bagi individu pada saat mengambil keputusan dalam membuat perencanaan untuk mencapai kesuksesan. Nilai pribadi yang dianut seringkali berbeda dengan nilai yang dimiliki orang lain, oleh karena itu nilai pribadi harus disampaikan sehingga tidak menimbulkan konflik yang mendasar ketika suatu hubungan

(12)

sedang berjalan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kompetensi sosial yang dimiliki akan membantu individu untuk bersikap tenang, hangat dan ramah serta mudah diajak bicara. Individu akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk diterima dalam lingkungannya. b. Faktor eksternal, meliputi:

1) Bentuk peranan (Role model)

Merupakan faktor penting yang mempengaruhi individu dalam memilih kewirausahaan sebagai karir. Orang tua, saudara, guru atau wirausahaan lain dapat menjadi bentuk peranan (role model) bagi individu. Individu membutuhkan dukungan dan nasehat dalam setiap tahapan dalam merintis usaha, bentuk peranan (role model) berperan juga akan meniru perilaku yang dimunculkan oleh bentuk peranan (role model). Pentingnya role model dalam mempengaruhi pilihan karir didukung oleh penelitian Jacobowitz dan Vidler (dalam Riyanti, 2003: 38) yang menunjukkan bahwa 72% wirausahawan negara Atlantik memiliki orang tua atau saudara wirausahawan. Individu berwirausaha dengan cara meniru orang tua atau saudara yang berwirausaha.

2) Dukungan keluarga dan teman

Dukungan dari orang dekat akan mempermudah individu sekaligus menjadi sumber kekuatan ketika menghadapi permasalahan.Dukungan dari lingkungan terdekat akan membuat individu mampu bertahan menghadapi permasalahan yang terjadi.

(13)

3) Pendidikan

Pendidikan formal berperan penting dalam kewirausahaan karena memberi bekal pengetahuan yang dibutuhkan dalam mengelola usaha terutama ketika menghadapi suatu permasalahan. Sekolah atau Universitas sebagai tempat berlangsungnya pendidikan formal yang mendukung kewirausahaan akan mendorong individu untuk menjadi seorang wirausaha.

2.1.3.3. Dimensi Minat Berwirausaha

Dalam literatur kewirausahaan, faktor terpenting yang membentuk minat berwirausaha adalah faktor psikologis. Faktor-faktor psikologis menjelaskan pola bertindak melalui minat seseorang dalam memilih berwirausaha sebagai karir (Sagiri dan Appolloni, 2009). Faktor-faktor psikologis ini terdiri atas Penentuan Nasib Sendiri (self-determination), Kemampuan Menghadapi Resiko (risk-bearing ability), serta Kepercayaan dan Sikap (belief and attitude).

1. Penentuan Nasib Sendiri (Self-determination)

Menurut Spreitzer (1997) penentuan nasib sendiri (self-determination) merupakan keyakinan seseorang bahwa orang tersebut mempunyai kebebasan atau otonomi dan kendali tentang bagaimana mengerjakan pekerjaannya. Self determination merupakan anggapan bahwa suatu pekerjaan tidak membutuhkan satu perasaan seseorang yang memiliki peluang untuk menggunakan inisiatif dan mengatur tingkah laku dalam mengerjakan pekerjaan mereka Dalam pandangan humanistik,

(14)

self-determination (penentuan diri) merupakan sesuatu yang aktif yang mana terdapat self aware ego dan memiliki kesadaran diri (self consciousness). 2. Kemampuan Menghadapi Resiko (Risk bearing ability)

Risiko adalah sesuatu yang selalu dikaitkan dengan kemungkinan terjadinya keadaan yang merugikan dan tidak diduga sebelumnya bahkan bagi kebanyakan orang tidak menginginkannya. Risk bearing ability atau dikenal juga sebagai risk taking propensity merupaan salah satu faktor penting dalam menciptakan usaha baru. Risiko yang dihadapi oleh wirausaha dapat berbentuk risiko psikologis, finansial, maupun sosial. Seorang wirausaha harus mampu mengatasi berbagai risiko yang dihadapi agar dapat memperoleh imbalan atas usaha-usaha yang telah dilakukannya, terutama imbalan finansial yang sering di identifikasikan sebagai wujud kesuksesan seorang wirausaha. Dengan kata lain, risk bearing ability merupakan kemampuan seorang wirausaha untuk mengatasi berbagai risiko yang dihadapi dalam upaya mencapai kesuksesan usahanya.

3. Kepercayaan dan Sikap (Belief and attitude)

Belief and attitude memegang peran penting dalam menentukan tindakan seseorang. Terkait dengan minat berwirausaha, belief and attitude berperan penting dalam diri seseorang saat mengambil pilihan berwirausaha sebagai karir yang akan ditekuni. Faktor ini juga dapat diterjemahkan sebagai persepsi individu atas keinginan pribadi untuk melakukan tindakan-tindakan berwirausaha seperti menciptakan usaha baru (Krueger et al., 2000).

(15)

2.2 Penelitian Terdahulu Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu No Peneliti (Tahun) Judul Variabel

Penelitian Hasil Penelitian 1. Akinbola Olufemi Amos et al . (2015) Influence of Contextual Factors on Entrepreneurial Intention of University Students The Nigerian Experience. 1. Educational Support 2. Structural Support 3. Informal Network 4. Formal Network 5. Entrpreneurial Intention Hasil penelitian menyatakan bahwa memiliki jaringan informal berpengaruh signifikan terhadap niat kewirausahaan mahasiswa untuk memulai usaha. 2. Eliana Marizka Hade Putri dan Lieli Suharti (2015) Pengaruh Karakteristik Individu, Lingkungan dan Kepemilikan Jaringan Sosial terhadap Keputusan Berwirausaha Bagi Lulusan Perguruan Tinggi 1. Karakteristik Individual 2. Lingku ngan 3. Kepemilikan Jaringan Sosial 4. Keputusan Berwirausaha

Hasil penelitian ini menunjukkan

karakteristik individual,

lingkungan dan kepemilikan jaringan

sosial secara signifikan berpengaruh terhadap keputusan berwirausaha. 3. Norziani Dahalan, Mastura Jaafar dan Siti Asma’ Mohd Rosdi, (2015) Attitude and Entrepreneurial

Intention among Rural Community: The Mediating Role of Entrepreneurial Opportunity Recognition. 1. Attitude 2. Entrepreneurial Intention 3. Entrepreneurial Opportunity Recognition

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua sikap (sikap terhadap uang, sikap terhadap memulai bisnis) berpengaruh terhadap niat berwirausaha. Hubungan antara sikap terhadap memulai bisnis dan niat berwirausaha itu

dimediasi oleh kemampuan mengenali peluang. 4. Yuliawan, Eko dan Mbayak Ginting (2012) Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruh Minat Berwirausaha Mahasiswa 1. Kepribadian 2. Lingkungan Sosial 3. Demografi 4. Ketersediaan Informasi Kewirausahaan 5. Kepemilikan Jaringan Sosial 6. Akses Modal Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepribadian, lingkungan sosial, demografi, ketersediaan informasi kewirausahaan, kepemilikan jaringan sosial dan akses modal, dapat menjelaskan minat siswa STMIK Mikroskil Medan menjalankan

(16)

5. Jahangir Yadollahi Farsi (2012) The Impact of Opportunity Recognition Skills Training On Entrepreneurial Intention of Female Nursing Students 1. Opportunity Recognition 2. Entrepreneurial Intention Hasil penelitisn menunjukkan bahwa kemampuan mengenali pe;uang secara signifikan berpengaruh terhadap niat berwirausaha mahasiswa keperawatan. 6. Kevin Hindle dan Kim Klyver (2006) Exploring The RelationShip Between

Media Coverage and Participation in Entrepreneurship:

Initial Global Evidence

and Research Implication. 1. Networking 2. Alertness 3. Competence 4. Risk-willingness 5. Uniform living standards 6. Status perception 7. Opportunity search activity 8. Young business activity

Sejumlah orang yang mempunyai keahlian dan pengetahuan untuk memulai segala bisnis berhubungan secara signifikan dengan seluruh variable dependen .

Sumber: data diolah peneliti (2016)

2.3 Kerangka Konseptual

Kemampuan melihat peluang merupakan keterampilan tersendiri, yang untuk mengusainya tentu saja, diperlukan latihan secara terus menerus. (Susanto, 2009:47). Jaja (2007) menyatakan bahwa seorang pengusaha harus melihat atau mengalami kondisi yang melibatkan peluang bisnis dan kemudian segera mengambil peluang itu. Peluang dapat muncul melalui pemikiran, teman, lingkungan, hasil pengamatan, ide, hobi, kreativitas, membaca majalah, internet, koran. Ide-ide yang ada berinteraksi dengan dunia nyata serta kreativitas kewirausahaan pada suatu titik waktu. (Hutagalung dkk. 2010).

Hasil dari interaksi ini adalah sebuah peluang dimana perusahaan baru dapat didirikan. Menurut Sunyoto (2013:88) “Peluang adalah kesempatan yang harus diambil oleh seseorang wirausaha untuk mewujudkan atau melaksanakan

(17)

suatu usaha dengan keberanian mengambil risiko. Begitu pentingnya untuk mengamati perubahan situasi lingkungan sehingga kebiasaan untuk senantiasa melakukan pengamatan merupakan hal yang sangat baik.

Sumber daya bisnis dan kemampuan kewirausahaan adalah tujuan dan penting untuk proses keberhasilan kewirausahaan. apa yang bisa mempengaruhi niat kewirausahaan bukanlah sepenuhnya dari sumber daya maupun kemampuan pengusaha,melainkan penilaian subjektif orang dari sumber daya dan kemampuan(Krueger, dkk 2000). Ketika menilai sumber daya yang sama, beberapa orang akan berpikir banyak, sedangkan yang lain akan percaya bahwa itu adalah langka. Hal itu sama berlakunya untuk persepsi dari orang tentang kemampuan mereka. Orang yang beranggapan positif tentang sumber daya dan kemampuan menganggap kewirausahaan sebagai kemampuan mengenali peluang daripada sebagai risiko, dan mereka cenderung menunjukkan minat kewirausahaan yang kuat daripada mereka yang berfikiran negatif (Wilson, dkk 2007).Bergmann (2011) menyatakan bahwa kemampuan mengenali peluang berpengaruh terhadap minat dan pengusaha baru.

Sarana (2002:21) “Jaringan dapat dijelaskan sebagai suatu bentuk organisasi di bidang ekonomi yang dimanfaatkan untuk mengatur koordinasi serta mewujudkan kerjasama antar unsur dalam organisasi. Unsur-unsur tersebut pada umumnya berupa unit usaha. Dapat juga berupa non unit usaha, tetapi merupakan unsur dalam rangkaian yang memfasilitasi penyelenggaraan unit usaha. Organisasi yang dimaksud dapat bersifat formal maupun non informal. Menurut Bird (1988) intensi (minat) dapat didefinisikan sebagai keadaan pikiran yang mengarahkan

(18)

perhatian seseorang, pengalaman dan tindakan ke arah tujuan tertentu atau jalan untuk mencapai sesuatu. Hal ini juga dapat dikatakan sebagai keadaan pikiran ketika orang ingin untuk membuat perusahaan baru atau penggerak nilai baru dalam sebuah organisasi yang ada. Didalam penelitian ini, niat kewirausahaan dipersempit ke niat untuk memulai perusahaan atau menjadi wirausahawan.

Juga jaringan terdiri dari hubungan formal dan informal antara pelaku utama dan pendukung dalam satu lingkaran terkait dan menggambarkan jalur bagi wirausaha untuk mendapatkan akses kepada sumber daya yang diperlukan dalam pendirian, perkembangan dan kesuksesan usaha. (Kristianten dkk 2003). Jaringan yang luas sangat diperlukan, agar usaha mendapatkan bantuan dan jalan yang lebih mudah untuk berkembang. Jaringan berperan sebagai katalitik dalam banyak aspek yang muncul dari organisasi. kontak sosial bermanfaat jika mereka ada mereka akan memberikan manfaat yang berguna untuk mendapatkan informasi baru dan ini juga meningkatkan minat. (Nicolaou et al, 2003).

Mazzarol dalam Indarti et al. (2008) menyatakan bahwa jaringan mempengaruhi minat kewirausahaan. Menurut Gregoire et al. (dalamGadar dan Yunus 2009), jaringan sosial merupakan faktor yang paling berpengaruh pada wirausaha. Penelitian oleh Gadar dan Yunus (2009) menemukan bahwa jaringan sosial merupakan faktor penting pada wirausaha wanita di Malaysia.

Subandono (2007:18) menyatakan bahwa minat wirausaha adalah kecenderungan hati dalam diri subjek untuk tertarik menciptakan suatu usaha yang kemudian mengorganisir, mengatur, menanggung risiko dan mengembangkan usaha yang diciptakannya tersebut.Untuk memulai menjadi

(19)

seorang wirausaha, maka seseorang haruslah memiliki keinginan untuk berwirausaha. Keinginan tidak timbul dengan sendirinya, namun dipengaruhi oleh berbagai hal seperti kemampuan mengenali peluang maupun jaringan.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka kerangka konseptual untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:

Sumber: Bird (1988), Kristiansen (2003), Jaja (2007), Wilson, dkk(2007),Yunus (2009), Susanto, (2009), Bergann(2011), Sunyoto (2013).

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual 2.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah dipaparkan, maka peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Kemampuan mengenali peluang (opportunity recognition) dan jaringan (networking) berpengaruh positif dan signifikan terhadap minat berwirausaha.

Kemampuan Mengenali Peluang (Opportunity Recognition) (X1)

Jaringan (Networking) (X2)

Gambar

Gambar 2.1  Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian Ross (1998) mendefinisikan bahwa Suplly Chain Management adalah filosofi manajemen yang secara terus menerus mencari sumber-sumber fungsi bisnis yang

Ditinjau dari kualitas kesehatan mental, dapat dikemukakan hasil kelompok ahli dari WHO (Hardywinoto, 2005) yang menyatakan bahwa mental yang sehat atau mental health

Sifat- sifat lain yang dimiliki oleh minyak atsiri antara lain, mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam, memberi rasa hangat atau panas atau dingin

Model Pembelajaran Financial Literacy untuk membangun karakter non konsumerisme dan jiwa wirausaha pada sekolah dasar, adalah suatu model pembangunan karakter yang

Mempunyai sifat ulet,elastis, tidak bereaksi dengan sebagian besar bahan kimia dan mempunyai dimensi yang lebih stabil. Dilihat dari struktur kimianya epoxy

Karena sistem manajemen mutu ISO 9001:2000 merupakan sistem manajemen mutu yang berfokus pada proses dan pelanggan, maka pemahaman terhadap persyaratan-persyaratan

Bahan yang dapat digunakan sebagai kitosan harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu mempunyai kemampuan untuk mendukung pertumbuhan sel, mempunyai sifat mekanik

Sri (2006) mempunyai pendapat yang hampir serupa yang menyatakan kepuasan pelanggan merupakan bentuk evaluasi dari pelanggan terhadap produk yang telah mereka dapatkan, sudah