• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Acyclovir

Acyclovir, 9-[(2-Hidroksietoksi)metil]guanin, adalah derivat guanosin asiklik yang menunjukkan penghambatan selektif terhadap replikasi virus herpes dengan aktivitas antiviral yang poten secara klinis terhadap herpes simpleks dan virus Varicella zoster. Acyclovir merupakan senyawa polar dan larut dalam media berair dan praktis tidak larut dalam kebanyakan pelarut organik (Bahrami dkk, 2005).

1. Monografi Acyclovir

Struktur kimia :

Gambar 1. Rumus bangun acyclovir (Martindale, 2009)

C8H11N5O3(BM = 225,20) (USP 32ndEd.,2008)

2-amino-1,9-dihidro-9[(2-hidroksietoksi)metil]-6H-purin-6-on(USP32ndEd., 2008) Pemerian : merupakan serbuk kristal berwarna putih

Kelarutan : sedikit larut dalam air, tidak larut dalam alkohol, dan mudah larut dalam alkali hidroksida dan asam mineral (Martindale 36thEd., 2008).

(2)

2. Mekanisme Kerja

-deoksiguanosin. Acyclovir adalah suatu prodrug yang baru memiliki efek antivirus setelah dimetabolisme menjadi

acyclovir trifosfat. Langkah yang penting dari proses ini adalah pembentukan acyclovir monofosfat yang dikatalisis oleh timidin kinase pada sel hospes yang terinfeksi oleh virus herpes atau Varicella zoster atau oleh fosfotransferase yang dihasilkan oleh sitomegalovirus. Kemudian enzim seluler menambahkan gugus fosfat untuk membentuk acyclovir difosfat dan acyclovir trifosfat. Acyclovir -deoksiguanosin trifosfat sebagai substrat DNA polimerase virus. Jika acyclovir

-deoksiguanosin) yang masuk ke tahap replikasi DNA virus, maka sintesis akan terhenti. Inkorporasi acyclovir monofosfat ke DNA virus bersifat ireversibel karena enzim eksonuklease tidak dapat memperbaikinya. Pada proses ini, DNA polimerase virus menjadi inaktif (Istiantoro dkk, 2007).

3. Indikasi

Indikasi HSV-1 dan HSV-2 baik lokal maupun sistemik (termasuk keratitis herpetik, herpes ensefalitis, herpes genitalia, herpes neonatal dan herpes labialis) dan infeksi VZV (Varisela dan Herpes zoster). Karena kepekaan acyclovir terhadap VZV kurang dibandingkan dengan HSV, maka dosis yang diperlukan untuk terapi kasus varicella dan zoster jauh lebih tinggi daripada terapi infeksi HSV (Istiantoro dkk, 2007)

(3)

4. Dosis

Untuk herpes genital adalah lima kali sehari 200 mg tablet, sedangkan untuk herpes zoster adalah empat kali sehari 400 mg sehari. Penggunaan topikal untuk keratitis herpetik adalah dalam bentuk krim ophtalmic 3% dan krim 5% untuk herpes labialis. Untuk herpes ensefalitis, HSV berat lainnya dan infeksi VZV digunakan acyclovir intravena 30 mg/kgBB per hari (Istiantoro dkk, 2007).

5. Efek samping

Acyclovir pada umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Acyclovir topikal dalam pembawa polietilen glikol dapat menyebabkan iritasi mukosa dan rasa terbakar yang sifatnya sementara jika dipakai pada luka genitalia. Acyclovir oral, walaupun jarang, dapat menyebabkan mual, diare, ruam atau sakit kepala, dan sangat jarang dapat menyebabkan insufisiensi renal dan neurotoksisitas (Istiantoro dkk, 2007).

B. Gel

1. Definisi Gel

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi (Ansel, 1989). Zat-zat pembentuk gel digunakan sebagai pengikat dalam granulasi, koloid pelindung dalam suspensi, pengental untuk sediaan oral dan sebagai basis supositoria. Secara luas sediaan gel banyak digunakan pada produk obat-obatan, kosmetik dan makanan juga pada beberapa proses industri.

(4)

Pada kosmetik yaitu sebagai sediaan untuk perawatan kulit, sampo, sediaan pewangi dan pasta gigi (Herdiana, 2007).

Gel merupakan sediaan semipadat digunakan pada kulit, umumnya sediaan tersebut berfungsi sebagai pembawa pada obat-obat topikal, sebagai pelunak kulit, atau sebagai pembalut pelindung atau pembalut penyumbat (oklusif) (Lachman dkk, 1994).

Gel didefinisikan sebagai suatu sistem setengah padat yang terdiri dari suatu dispersi yang tersusun baik dari partikel anorganik yang kecil atau molekul yang besar dan saling diresapi cairan (Ansel, 1989).

2. Sifat gel

Penampilan gel adalah transparan atau berbentuk suspensi partikel koloid yang terdispersi, dimana dengan jumlah pelarut yang cukup banyak membentuk gel koloid yang mempunyai struktur tiga dimensi. Terbentuknya gel dengan struktur tiga dimensi disebabkan adanya cairan yang terperangkap, sehingga molekul pelarut tidak dapat bergerak. Sifat gel yang sangat khas (Agoes dan Darijanto, 1993) yaitu :

a. Dapat mengembang karena komponen pembentuk gel dapat mengabsorsi larutan yang mengakibatkan terjadi penambahan volume.

b. Sineresis, suatu proses yang terjadi akibat adanya kontraksi dalam masa gel. Gel bila didiamkan secara spontan akan terjadi pengerutan dan cairan dipaksa keluar dari kapiler meninggalkan permukaan yang basah.

(5)

c. Bentuk struktur gel resisten terhadap perubahan atau deformasi atau aliran viskoelastis. Struktur gel dapat bermacam-macam tergantung dari komponen pembentuk gel.

3. Dasar gel

Dasar gel yang umum digunakan adalah gel hidrofobik dan gel hidrofilik. a. Dasar gel hidrofobik

Dasar gel hidrofobik umumnya terdiri dari partikel-partikel anorganik, bila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase. Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 1989).

b. Dasar gel hidrofilik

Dasar gel hidrofilik umumnya terdiri dari molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Umumnya daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik. Sistem koloid hidrofilik biasanya lebih mudah untuk dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 1989). Gel hidrofilik umummnya mengandung komponen bahan pengembang, air, humektan dan bahan pengawet (Voigt, 1971).

4. Keuntungan sediaan gel

Beberapa keuntungan sediaan gel (Voigt, 1971) adalah sebagai berikut : a. Kemampuan penyebarannya baik pada kulit

(6)

b. Efek dingin, yang dijelaskan melalui penguapan lambat dari kulit c. Tidak ada penghambatan fungsi rambut secara fisiologis

d. Kemudahan pencuciannya dengan air yang baik e. Pelepasan obatnya baik

5. Zat pembentuk gel

Zat pembentuk gel yang ideal untuk sediaan farmasi dan kosmetik ialah inert, aman dan tidak bereaksi dengan komponen farmasi lain. Pemilihan bahan pembentuk gel dalam setiap formulasi bertujuan membentuk sifat seperti padatan yang cukup baik selama penyimpanan yang dengan mudah dapat dipecah bila diberikan daya pada sistem. Misalnya, dengan pengocokan botol, memencet tube atau selama aplikasi topikal (Agoes dan Darijanto, 1993).

Klasifikasi gel didasarkan pada pertimbangan karakteristik dari masing-masing kedua fase gel dikelompokkan pada gel organik dan anorganik berdasarkan sifat fase koloidal. Magma bentonit merupakan contoh dari gel anorganik, sedangkan gel organik sangat spesifik mengandung polimer sebagai pembentuk gel. Selanjutnya dibagi-bagi berdasarkan sifat-sifat kimia molekul organik yang terdispersi. Kebanyakan gom alam seperti gom arab, karagen dan gom xantan adalah polisakarida anionik sejumlah selulosa yang merupakan hasil sintesa, merupakan pembentuk gel yang efektif seperti hidroksipropil selulosa dan metilhidroksipropil selulosa. Sifat pelarut akan menentukan apakah gel merupakan hidrogel (dasar air) atau organo gel (dengan pelarut bukan air). Sebagai contoh adalah magma bentonit dan gelatin merupakan hidrogel, sedangkan organo gel adalah plastibase yang merupakan polietilen berbobot

(7)

molekul rendah yang dilarutkan dalam minyak mineral dan didinginkan secara cepat. Gel padat dengan konsentrasi pelarut rendah dikenal sebagai xero gel, sering dihasilkan dengan cara penguapan pelarut, sehingga menghasilkan kerangka gel (Agoes dan Darijanto, 1993).

Sejumlah polimer digunakan dalam pembentukan struktur berbentuk jaringan (jala) yang merupakan bagian penting dari sistem gel. Termasuk dalam kelompok ini adalah: gom alam, turunan selulosa, dan karbomer.

a. Gom alam

Gom yang digunakan sebagai pembentuk gel dapat mencapai sasaran yang diinginkan dengan cara dispersi sederhana dalam air (misal tragakan) atau melalui cara interaksi kimia (misal Na.alginat dan kalsium). Secara keseluruhannya, keberadaan gel disebabkan karena ikatan sambung silang yang mengikat molekul polisakarida sesamanya, sedangkan sisanya tersolvasi. Beberapa gom alam yang digunakan sebagai pembentuk gel antara lain: alginat, karagen, tragakan, pektin, gom xantan, dan gelatin (Agoes dan Darijanto, 1993).

b. Carbomer

Carbomer membentuk gel pada konsentrasi 0,5%. Dalam media air, yang diperdagangkan dalam bentuk asam, pertama-tama didispersikan terlebih dahulu. Sesudah udara terperangkap keluar sempurna, gel akan terbentuk dengan cara netralisasi dengan basa yang sesuai. Pemasukan muatan negatif sepanjang rantai polimer menyebabkan kumparan lepas dan berekspansi (Agoes dan Darijanto, 1993).

(8)

c. Turunan selulosa

Turunan selulosa mudah terurai karena reaksi enzimatik dan karena itu harus terlindung dari kontak dengan enzim. Sterilisasi dari sistem dalam air atau penambahan pengawet merupakan cara yang lazim untuk mencegah penurunan viskositas yang disebabkan karena terjadi depolimerisasi akibat pengaruh enzim yang dihasilkan oleh mikroba. Turunan selulosa yang dapat digunakan untuk membentuk gel adalah metilselulosa, Na CMC, hidroksietilselulosa dan hidroksipropilselulosa (larut dalam cairan polar organik) (Agoes dan Darijanto, 1993).

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi bahan obat dari sediaannya kedalam kulit :

1. Sifat kulit, yaitu kondisi kulit, jenis kulit, dan perlakuan kulit.

2. Sifat dan pengaruh bahan obat, yaitu konsentrasi, kelarutan didalam basis, ukuran molekul, daya difusi, kecepatan pelarutan, daya disosiasi, distribusi antara fase basis, situasi distribusi antara sediaan dan kulit (koefisien distribusi), kelarutan dan lemak kulit, ikatan pada protein kulit, dan ukuran butiran dan distribusi butiran.

3. Sifat dan pengaruh sediaan obat, yaitu sifat pembawa (hidrofil, lipofil, jenis emulsi), tingkat keteraturan fase pembentuk perancah (ketergantungan dari teknik pembuatan), komposisi pembawa (pembawa sorpsi), pembasahan kulit oleh pembawa (penambahan tensed), viskositas pembawa, perubahan pembawa pada kulit (penguapan), perubahan kulit akibat pembawa

(9)

(peningkatan hidratasi), dan penyebaran pada kulit (bidang pelindung, tebal lapisan) (Voigt, 1971).

C. Kulit

1. Definisi kulit

Kulit merupakan suatu organ besar yang berlapis-lapis, menutupi permukaan lebih dari 20.000 cm2yang mempunyai bermacam-macam fungsi dan kegunaan. Merupakan jaringan pelindung yang lentur dan elastis, melindungi seluruh permukaan tubuh dan mempunyai berat 5% dari total berat badan. Secara anatomi, kulit terdiri dari banyak lapisan jaringan, tetapi pada umumnya kulit dibagi dalam tiga lapisan jaringan yaitu: epidermis, dermis dan hipodermis (Lachman dkk, 1994).

a. Lapisan Epidermis

Epidermis merupakan bagian terluar yang dibentuk oleh epitelium dan terdiri dari sejumlah lapisan sel yang disusun atas dua lapisan yang jelas tampak, yaitu selapis lapisan tanduk dan selapis zona germinalis. Pada epidermis tidak ditemukan pembuluh darah, sehingga nutrisi diperoleh dari transudasi cairan pada dermis karena banyaknya jaringan kapiler pada papila (Lachman dkk, 1994).

(10)

Gambar 2. Penampang Kulit

b. Lapisan Dermis

Dermis atau korium tersusun atas jaringan fibrus dan jaringan ikat yang elastik. Pada permukaan dermis tersusun papila-papila kecil yang berisi pembuluh darah kapiler. Tebal lapisan dermis kira-kira 0,3-1,0 mm. Dermis merupakan jaringan penyangga berserat yang berperan sebagai pemberi nutrisi pada epidermis (Junqueira dan Kelley, 1997).

c. Lapisan Hipodermis

Hipodermis yaitu bukan merupakan bagian dari kulit, tetapi batasnya tidak jelas. Kedalaman dari hipodermis akan mengatur kerutan-kerutan dari kulit (Junqueira dan Kelley, 1997).

2. Fungsi kulit

Kulit menutupi dan melindungi permukaan tubuh dan bersambung dengan selaput lendir yang melapisi rongga-rongga dan lubang-lubang masuk. Kulit mempunyai banyak fungsi yaitu di dalamnya terdapat ujung saraf peraba,

(11)

membantu mengatur suhu dan mengendalikan hilangnya air dari tubuh, juga mempunyai sedikit kemampuan ekstori, sekretori dan absorbsi (Pearce, 2004).

3. Derajat keasaman (pH) kulit

Kulit merupakan organ terbesar yang meliputi bagian luar dari seluruh tubuh dan juga membentuk pelindung tubuh terhadap lingkungan. Bagian luar yang kuat dan kering menandakan sifat fisik kulit. Morfologi dan ketebalan kulit berbeda pada setiap bagian tubuh. Kulit mempertahankan karakterisasi fisikokimia seperti struktur, suhu, pH dan keseimbangan oksigen dan karbondioksida. Sifat asam dari kulit ditemukan pertama sekali oleh Heuss pada tahun 1982 dan kemudian disahkan oleh Schade dan Marchionini pada tahun 1928, yang dianggap bahwa keasaman digunakan sebagai pelindung dan n beberapa literatur saat ini menyatakan bahwa pH permukaan kulit sebagian besar asam antara 5,4 dan 5,9. Sebuah variasi permukaan pH kulit terjadi pada setiap orang karena tidak semua permukaan kulit orang terkena kondisi yang sama seperti perbedaan cuaca. Banyak penelitian menyatakan bahwa pH kulit alami adalah pada rata-rata 4,7 dan sering dilaporkan bahwa pH kulit antara 5,0 dan 6,8. pH permukaan kulit tidak hanya bervariasi di lokasi yang berbeda, tetapi juga dapat mempengaruhi profil pH di stratum korneum (Ansari, 2009).

4. Kerusakan kulit

Kerusakan pada kulit dapat disebabkan oleh beberapa hal, salah satu di antaranya adalah akibat virus. Virus yang kerap menimbulkan penyakit kulit adalah Virus Herpes Simplek (HSV). Infeksi herpes simpleks ditandai dengan

(12)

episode berulang dari lepuhan-lepuhan kecil di kulit atau selaput lendir, yang berisi cairan dan terasa nyeri. Herpes simpleks menyebabkan timbulnya erupsi pada kulit atau selaput lendir. Erupsi ini akan menghilang meskipun virusnya tetap ada dalam keadaan tidak aktif di dalam ganglia (badan sel saraf), yang mempersarafi rasa pada daerah yang terinfeksi. Secara periodik, virus ini akan kembali aktif dan memulai berkembangbiak, seringkali menyebabkan erupsi kulit berupa lepuhan pada lokasi yang sama dengan infeksi sebelumnya. Virus juga bisa ditemukan di dalam kulit tanpa menyebabkan lepuhan yang nyata, dalam keadaan ini virus merupakan sumber infeksi bagi orang lain

5. Pemberian obat melalui kulit

Tujuan umum penggunaan obat pada terapi dermatologi adalah untuk menghasilkan efek terapetik pada tempat-tempat spesifik di jaringan epidermis. Absorbsi perkutan didefinisikan sebagai absorbsi yang dapat menembus lapisan stratum korneum (lapisan tanduk) dan berlanjut menembus lapisan di bawahnya dan akhirnya masuk ke sirkulasi darah (Lachman dkk, 1994).

Absorbsi perkutan suatu obat umumnya disebabkan oleh penetrasi obat melalui stratum korneum yang terdiri dari kurang lebih 40% protein (pada umumnya keratin) dan 40% air dengan lemak berupa trigliserida, asam lemak bebas, kolesterol dan fosfat lemak. Stratum korneum sebagai jaringan keratin akan berlaku sebagai membran buatan yang semi permiabel, dan molekul obat mempenetrasi dengan cara difusi pasif, jadi jumlah obat yang pindah menyebrangi lapisan kulit tergantung pada konsentrasi obat atau airnya. Bahan-bahan yang mempunyai sifat larut dalam keduanya, minyak dan air, merupakan bahan yang

(13)

baik untuk difusi melalui stratum korneum seperti juga melalui epidermis dan lapisan-lapisan kulit (Ansel, 1989).

Prinsip absorbsi obat melalui kulit adalah difusi pasif yaitu proses dimana suatu substansi bergerak dari daerah suatu sistem ke daerah lain dan terjadi penurunan kadar gradien yang diikuti bergeraknya molekul. Difusi pasif merupakan bagian terbesar dari proses trans-membran bagi umumnya obat. Daya dorong untuk difusi pasif ini adalah perbedaan konsentrasi obat pada kedua sisi membran sel. Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi, viskositas dan ketebalan membran. Disamping itu difusi pasif dipengaruhi oleh koefisien partisi, yaitu semakin besar koefisien partisi maka semakin cepat difusi obat (Martin dkk, 1993).

D. Uraian Bahan 1. Tragakan

Tragakan adalah eksudat gom kering yang diperoleh dengan penorehan batang Asragalus gummifer Labill dan spesies Astragalus lain. Tragakan memiliki kemampuan membentuk gel, maka tragakan lebih baik daripada akasia sebagai pengental. Digunakan dalam bentuk serbuk atau musilago atau campuran serbuk Tragakan BP untuk mensuspensikan serbuk yang sukar berdifusi (Drutama, 2012).

Tragakan menghasilkan musilago yang kurang lengket dibandingkan dengan akasia, karena itu lebih cocok untuk penggunaan obat luar, seperti : jelly, lotion, pasta, krim. Tragakan yang tidak larut terhidratasi agak lambat oleh karena itu lebih baik jika didiamkan dahulu

(14)

selama beberapa hari sebelum digunakan untuk meningkatkan viskositasnya. Untuk mempercepat hidratasi, maka bentuk granul tragakan harus dititrasi dalam mortir (Drutama, 2012).

Kelarutan dari tragakan yaitu agak sukar larut dalam air, tetapi mengembang menjadi massa yang homogen, lengket dan seperti gelatin. Jika dikocok dengan berlebih, massa ini akan membentuk campuran yang seragam , tetapi jika didiamkan satu atau dua hari akan terjadi pemisahan yang akan memberikan bagian yang terlarut pada lapisan supernatan. Tragakan praktis tidak larut dalam alkohol (Drutama, 2012).

Sifat fisikanya 1 g serbuk ditambahkan dalam 50 ml air akan mengembang menjadi bentuk yang halus, hampir seragam, berbentuk musilago yang bening, 0,5% larutan menunjukkan range viskositas 120-600 cps tergantung kepada tipe tragakan. Musilago tragakan memiliki pH 5-6 untuk 1% b/v dispersi. Tragakan membentuk larutan yang kental atau gel dengan adanya air. Kekentalan tergantung pada konsentrasi yang digunakan (Drutama, 2012).

2. Na CMC

Natriumkarboksimetilselulosa (Na CMC) merupakan garam natrium dari asam selulosaglikol dan dengan demikian berkarakter ionik. Sediaan dengan 7-10% zat bersifat mudah disebarkan, konsistensinya plastis. Untuk membuat salap, serbuknya digerus dengan bahan penahan lembab, ke dalamnya ditambahkan air sebagian demi sebagian dan dibiarkan membengkak. Proses pembengkakannya hanya sambil diaduk

(15)

kontinyu, sedikit tergantung dari suhu. Na CMC bisa larut baik di dalam air dingin maupun air panas. Larutan dalam airnya stabil terhadap suhu dan tetap stabil dalam waktu lama pada suhu 100o C, tanpa mengalami koagulasi (Voigt, 1971).

Gambar 3. Struktur Na CMC (Rowe dkk. 2003)

Na CMC digunakan secara luas untuk formulasi sediaan farmasi oral dan topikal, terutama karena tingkat viskositas yang dimilikinya. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, biasanya 3-6 %, digunakan sebagai basis dalam pembuatan gel dan pasta, glikol sering kali dimasukkan untuk mencegah penguapan. Bobot molekul Na CMC adalah 90.000-700.000 (Rowe dkk, 2003).

Tabel I. Fungsi CMC Na (Rowe dkk, 2003)

Fungsi Konsentrasi (%)

Zat pengemulsi 0,25 1,0

Zat pembentuk gel 3,0 6,0

Injeksi 0,05 0,75

Sediaan oral 0,1 1,0

Pengikat tablet 1,0 6,0

3. Trietanolamin

Trietanolamin mengandung tidak kurang dari 99.0% dan tidak lebih dari 107,4% dihitung terhadap zat anhidrat sebagai trietanolamin.

(16)

Dengan pemerian cairan kental, tidak berwarna hingga kuning pucat, bau lemah mirip amoniak, higroskopik. Kelarutannya yaitu mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P, larut dalam kloroform. Fungsinya sebagai zat tambahan dan membantu stabilitas gel dengan basis carbopol (Anonim, 1979).

Trietanolamin memiliki pH 10,5 dan larut dalam air, methanol, karbon tetraklorida dan aseton. Khasiat sebagai penetral pH carbopol agar terbentuk larutan jernih, sehingga gel transparan (Rowe dkk, 2003). Trietanolamin ditambahkan untuk mengentalkan gel setelah basis karbomer didispersikan. Trietanolamin akan menetralisir resin basis karbomer yang mengandung etanol hingga 50%. Netralisasi yang berlebihan (pH optimal 5-10) akan menghasilkan penurunan viskositas, yang tidak dapat balik dengan penambahan asam. pH sangat penting dalam menentukan viskositas gel basis karbomer (Allen, 2002). Penggunaan TEA yang disarankan adalah 2-4% (Rowe dkk, 2003).

Gambar 4. Rumus struktur trietanolamin

4. Propilenglikol

Pemerian propilenglikol adalah cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis dan higroskopik. Kelarutan: dapat campur dengan air dan dengan etanol (95%) (Anonim, 1979).

(17)

Propilenglikol banyak digunakan sebagai pelarut dan pembawa dalam pembuatan sediaan farmasi dan kosmetik, khususnya untuk zat-zat yang tidak stabil atau tidak dapat larut dalam air. Propilenglikol adalah cairan bening, tidak berwarna, kental, dan hampir tidak berbau. Memiliki rasa manis sedikit tajam menyerupai gliserol. Dalam kondisi biasa, propilenglikol stabil dalam wadah yang tertutup baik dan juga merupakan suatu zat kimia yang stabil bila dicampur dengan gliserin, air atau alkohol. Propilenglikol juga digunakan sebagai penghambat pertumbuhan jamur. Data klinis telah menunjukkan reaksi iritasi kulit pada pemakaian propilenglikol dibawah 10% dan dermatitis dibawah 2% (Loden, 2009).

5. Metil paraben

Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Anonim, 1979).

Gambar 5. Rumus Bangun Metil Paraben (Rowe dkk, 2003).

Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi serta digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain ataupun dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet

(18)

pada kisaran pH yang luas dan memiliki aktivitas antimikroba yang kuat. Metil paraben meningkatkan aktivitas antimikroba dengan panjangnya rantai alkil, namun dapat menurunkan kelarutan terhadap air, sehingga paraben sering dicampur dengan bahan tambahan yang berfungsi meningkatkan kelarutan. Kemampuan pengawet metil paraben ditingkatkan dengan penambahan propilenglikol (Rowe dkk, 2003).

6. Aquadest

Aquadest adalah cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Kegunaan aquadest adalah sebagai pelarut. Penyimpanannya dalam wadah yang tertutup baik (Anonim, 1979).

E. KERANGKA PEMIKIRAN

Acyclovir merupakan salah satu obat yang efektif untuk infeksi Herpes Simpleks Virus yang terdapat dalam bentuk topikal, intravena, dan oral yang kesemuanya berguna untuk mengatasi infeksi primer. Sediaan topikal yang ada di pasaran adalah berupa sediaan krim acyclovir 5%. Dalam pemanfaatannya belum banyak tersedia bentuk sediaan topikal lain untuk zat aktif acyclovir yang dapat digunakan oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, tersirat pemikiran untuk membuat suatu sediaan gel dengan acyclovir sebagai bahan aktifnya.

Dalam penelitian ini akan dibuat bentuk sediaan berupa gel dari acyclovir. Sediaan gel adalah sediaan semipadat yang jernih, tembus cahaya dan mengandung zat aktif, merupakan dispersi koloid mempunyai kekuatan yang disebabkan oleh jaringan yang saling berikatan pada fase terdispersi. Pembuatan gel diperlukan suatu zat pembentuk gel dalam setiap formulasinya yang bertujuan

(19)

untuk membentuk sifat seperti padatan yang cukup baik selama penyimpanan yang dengan mudah dapat dipecah bila diberikan daya pada sistem. Dalam penelitian ini dilakukan perlakuan yaitu perbedaan jenis basis pembentuk gel dimana yang digunakan adalah basis tragakan dengan Na CMC secara terpisah.

Penelitian ini menguji basis gom alam dengan turunan selulosa terhadap sifat fisika kimia serta stabilitas sediaan gel acyclovir selama penyimpanan. Dalam penelitian ini menggunakan tragakan dari basis gom alam dan Na CMC dari turunan selulosa. Tragakan menghasilkan musilago yang kurang lengket, karena itu lebih cocok umtuk penggunaan obat luar. Na CMC digunakan secara luas untuk formulasi sediaan farmasi oral dan topikal, terutama karena tingkat viskositas yang dimilikinya. Tragakan dan Na CMC memiliki persamaan mudah terdispersi oleh air pada suhu dingin maupun panas, akan tetapi kedua basis ini juga memiliki beberapa perbedaan, diantaranya yaitu tragakan praktis tidak larut dalam alkohol, sedangkan Na CMC praktis larut dalam aseton, etanol 95%, eter dan toluene.

Dalam penelitian ini mengambil 2 perbedaan basis dengan kemungkinan basis gel terbaik yang dapat menjaga kestabilan serta sifat fisika kimia gel acyclovir adalah Na CMC. Basis ini dianggap dapat menghasilkan gel yang paling stabil karena Na CMC memiliki karakteristik yang lebih mudah di dispersikan dalam air dibandingkan dengan tragakan dan tingkat viskositas yang dimiliki Na CMC dapat digunakan luas untuk formulasi sediaan farmasi baik oral maupun topikal.

(20)

F. HIPOTESIS

a. Zat aktif acyclovir dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan gel dengan perbedaan jenis basis tragakan dan Na CMC.

b. Perbedaan jenis basis gel tragakan dengan Na CMC mempengaruhi karakter fisika kimia dan kestabilan sediaan gel acyclovir

c. Basis gel terbaik yang digunakan sebagai gelling agent terhadap karakter fisika kimia dan kestabilan gel acyclovir adalah Na CMC

Gambar

Gambar 1.  Rumus bangun acyclovir (Martindale, 2009)
Gambar 2. Penampang Kulit
Gambar 3. Struktur Na CMC (Rowe dkk. 2003)
Gambar 4. Rumus struktur trietanolamin
+2

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghindari unsur subjektif dalam melakukan penyeleksian penerima beasiswa, maka tujuan dari penelitian ini yaitu menghasilkan suatu aplikasi sistem pendukung keputusan yang

Kesimpulan yang dapat diambil mengenai pengetahuan yang seharusnya dimiliki oleh Pengusaha Restoran untuk patuh terhadap Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 20

Efek berkelanjutan (multilier effect) dari pembentukan karakter positif anak akan dapat terlihat, seperti yang digambarkan oleh Jan Wallander, “Kemampuan sosial dan

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Sundyah (1997) yang menggunakan rasio keuangan pada industri manufaktur pada tahun1993-1995

Penelitian ini berjudul “Pengaruh Gaya kepemipinan dan Iklim Komunikasi terhadap Motivasi kerja Pegawai di LPP TVRI Sumatera Utara” Tujuan penelitian ini adalah

Akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perancangan Sistem Informasi Manajemen Jadwal Mata Kuliah Program Studi Teknik Informatika di Universitas

Oleh karena itu penelitian yang berjudul Prinsip Kesantunan Berbahasa Pembawa Acara Bukan Empat Mata di stasiun televisi Trans7 Bulan Juni penting untuk dilakukan..

ü Atas dasar kegiatan pe meriksaan pendahuluan disiapkan ikhtisar temuan hasil peme riksaan pendahuluan yang akan disertakan pada program pemeriksaan lanjutan. Ikhtisar te muan has