• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Transparency International korupsi adalah the abuse of public

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Menurut Transparency International korupsi adalah the abuse of public"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Menurut Transparency International korupsi adalah “the abuse of public

office for private gain”. Definisi dari TI tersebut telah banyak digunakan sebagai

acuan dalam studi-studi tentang korupsi. Dalam beberapa kasus, sebenarnya kata „private‟ dalam pengertian tersebut seringkali berarti keluarga, partai, teman, dan sebagainya (Tanzi, 1998). Menurut Ertimi dan Saeh (2013) juga Sandholtz dan Koetlze (2000), definisi korupsi ternyata berbeda-beda di setiap negara, dan terpengaruh faktor budaya, sosial, moral dan hukum di masing-masing negara.

Korupsi adalah gejala yang terjadi hampir di semua negara. Dalam laporan Transparency International (TI) tentang indeks persepsi korupsi, bahkan negara „terbersih‟ pun tidak mempunyai skor sempurna yakni 1001

. Itu artinya, semua negara di dunia pasti menghadapi korupsi. Mantan Sekjen PBB, Kofi Annan, menegaskan bahwa Korupsi adalah tindak kejahatan ekonomi, namun demikian dampak negatif korupsi berimbas pada berbagai aspek kehidupan, melemahkan sendi-sendi kebangsaan, menghancurkan pilar-pilar hukum, etika dan norma sosial, dan bahkan merupakan kejahatan kemanusiaan (Pradiptyo et

al., 2015).

Ada banyak faktor penyebab terjadinya korupsi. Beberapa di antaranya disebutkan oleh Tanzi (1998), Seldadyo dan Haan (2006), dan Saha et al.

1

Menurut laporan Transparency International 2015, negara dengan indeks persepsi korupsi terbaik adalah Denmark dengan skor 91 dengan skala skol 0 – 100 (www.transparency.org), diakses 15 Februari 2016.

(2)

2 (2009). Tanzi (1998) menyebutkan ada dua faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi, yakni faktor langsung dan tidak langsung. Faktor langsung contohnya adalah regulasi, kebijakan belanja negara, kebijakan keuangan partai-partai serta pengadaan barang dan jasa pemerintah yang di bawah harga pasar. Di sisi lain, faktor tidak langsung contohnya seperti kualitas birokrasi, tingkat upah pegawai pemerintahan, dan penegakan hukum. Sementara itu, Seldadyo dan Haan (2006) membagi faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi menjadi empat kategori, 1) faktor ekonomi dan institusi ekonomi; 2) Faktor politik; 3) Faktor Legal dan Birokratis; dan 4) Faktor sosio-kultural. Saha et al. (2009) menyatakan bahwa penyebab korupsi adalah kurangnya kompetisi. Fokus dari kata „kurangnya kompetisi‟ dan dampaknya terhadap korupsi ada dua perspektif, yakni liberalisasi politik atau demokrasi dan liberalisasi ekonomi. „Kompetisi‟ dalam politik pemerintahan merefleksikan demokratisasi sistem tata negara yang mencakup hak-hak politik, kebebasan sipil, dan kebebasan press (media), sedangkan „kompetisi‟ dalam ekonomi mendorong liberalisasi yang merefleksikan sejauh mana intervensi pemerintah dalam mengatur ekonomi, khususnya sektor swasta.

Korupsi sangat erat hubungannya dengan keadaan politik dan sistem pemerintahan di suatu negara—demokrasi atau autokrasi (Nur-Tegin dan Czap, 2012). Demokrasi dan korupsi, dua hal yang sering mengemuka akhir-akhir ini, setelah melihat fakta maraknya kasus korupsi di negara manapun yang dilakukan oleh aparat Pemerintah/birokrat, para politisi, bahkan oknum penegak hukum. Banyaknya kasus korupsi di tengah-tengah proses demokrasi yang sedang

(3)

3 dibangun, memicu satu pertanyaan, “apakah demokrasi yang tengah ditumbuhkembangkan ini menghasilkan mental yang korup?”

Secara teoritis, Hanan (2013) menjelaskan bahwa demokrasi menuntut adanya kedaulatan rakyat. Setiap orang dalam negara demokrasi punya hak menyuarakan kepentingannya dan mengontrol jalannya pemerintahan. Dengan kata lain, sistem demokrasi mensyaratkan adanya transparansi mengenai apa yang dikerjakan negara dan atau pemerintah. Kebijakan-kebijakan yang dijalankan pemerintah, termasuk sumber daya dan anggaran yang digunakan, harus diketahui dan dilaporkan kepada rakyat. Maka demokrasi, secara teoritis, tidak memberi tempat bagi korupsi dan koruptor.

Fondasi teoritis dalam studi tentang korupsi adalah teori tentang faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan kriminal, dimana individu yang rasional mempertimbangkan biaya dan manfaat dari suatu tindakan kejahatan (Becker, 1968). Kemungkinan manfaat yang akan diterima para koruptor—pemberi suap misalnya—adalah semakin pendeknya rantai birokrasi sehingga memungkinkan semakin cepatnya proses izin (Guriev, 2004).

Dalam beberapa penelitian, demokrasi dan kesejahteraan atau kemakmuran ekonomi menjadi faktor standar yang mempengaruhi korupsi. Logikanya, discount rate dari para „calon koruptor‟ (potential corruptor) dari suatu negara yang lebih sejahtera dan makmur akan semakin kecil, sehingga membuat potential corruptor memliki keingingan yang lebih kecil untuk melakukan korupsi (Ades et al., 1999; Jain, 2001; Serra, 2006; Lambsdorff, 2006).

(4)

4 Penelitian tentang determinan korupsi juga banyak menggunakan

economic freedom2 (kebebasan ekonomi) sebagai variabel penjelas (Goel dan Nelson, 2004; Billger dan Goel., 2009; Saha et al., 2009). Secara teori, semakin tinggi kebebasan ekonomi (economic freedom) yang diberikan pemerintah kepada sektor swasta—kontrol dari pemerintah semakin longgar—maka akan mengurangi kesempatan bagi oknum pejabat birokrasi untuk melakukan korupsi, misalnya dengan pemerasan untuk mendapatkan izin usaha (Billger dan Goel., 2009).

Diskusi tentang bagaimana pengaruh demokrasi terhadap tingkat korupsi masih menemui perdebatan. Billger dan Goel. (2009) menghasilkan kesimpulan bahwa demokrasi berpengaruh positif, artinya semakin tinggi demokrasi, maka akan membuat indeks korupsi lebih baik atau tingkat korupsi rendah, sedangkan Saha et al. (2009) menyatakan bahwa demokrasi mempengaruhi korupsi tergantung interaksinya dengan Kebebasan Ekonomi. Semakin demokratis suatu negara akan membuat korupsi rendah namun hanya pada level Kebebasan Ekonomi yang tinggi, tetapi jika level Kebebasan Ekonomi rendah, justru semakin demokratis maka semakin tinggi korupsinya.

Berdasarkan laporan TI mengenai indeks persepsi korupsi global 20153 dan indeks demokrasi menurut Freedom House4 secara umum memberikan

gambaran hubungan negatif antara demokrasi dan korupsi. Di antara 10 negara yang dianggap paling bersih dari korupsi (10 peringkat teratas), 9 adalah negara

2

Indeks Economic Freedom yang sering digunakan adalah indeks dari Heritage Foundation dalam situs www.heritage.org/index

3

www.transparency.org, diakses 15 Februari 2016

4

(5)

5 berkategori demokrasi.5 Hanya satu negara, yakni Singapura, yang masuk kategori paling bersih dari korupsi, tetapi tidak tergolong negara demokrasi. Sebaliknya, 10 negara yang menduduki peringkat terbawah atau dianggap paling korup, semuanya tergolong negara bukan demokrasi.

Tabel 1.1 Peringkat Teratas Dan Terbawah Indeks Persepsi Korupsi, 2015

NEGARA INDEKS PERSEPSI KORUPSI1) STATUS DEMOKRASI2)6 1 0 PERING KAT T E R AT AS DENMARK FINLANDIA SWEDIA SELANDIA BARU BELANDA NORWEGIA SWISS SINGAPURA KANADA JERMAN 9.1 9.0 8.9 8.8 8.7 8.7 8.6 8.5 8.3 8.1 Free Free Free Free Free Free Free Partly free Free Free 1 0 PERING KAT T E R B A W AH GUINEA-BISSAU VENEZUELA IRAK LIBYA ANGOLA SUDAN SELATAN SUDAN AFGHANISTAN KOREA UTARA SOMALIA 1.7 1.7 1.6 1.6 1.5 1.5 1.2 1.1 .8 .8 Not free Not free Not free Not free Not free Not free Not free Not free Not free Not free

Sumber: 1) Transparency International ; 2) Freedom House (data diolah).

Dari tabel 1.1 terlihat bahwa satu-satunya negara Asia Tenggara, bahkan Asia, yang masuk 10 besar negara paling baik indeks korupsinya menurut TI

5

Status demokrasi didapatkan dari 2 kategori indeks, yakni civil liberties (kebebasan sipil) dan political rights (Hak politik) dengan skala 1-7 (semakin besar indeks, demokrasi semakin buruk), (www.freedomhouse.org), diakses 16 februari 2016.

Civil liberties (kebebasan sipil) dan political rights (Hak politik) merupakan dua aspek demokrasi yang diperkenalkan oleh Barro (1999).

6

Not Free = skor 0 – 3.3 Partly Free = skor 3.4 – 6.6 Free = Skor 6.7 – 10

(6)

6 hanyalah Singapura. Untuk negara-negara ASEAN lainnya, indeks korupsinya masih berada di urutan 50 ke atas, dengan tidak ada satu negara pun yang status demokrasinya free menurut Freedom House (FH).

Tabel 1.2 Indeks Persepsi Korupsi dan Status Demokrasi ASEAN (Skor Indeks), 2015

NEGARA INDEKS PERSEPSI KORUPSI1) STATUS DEMOKRASI2) KEBEBASAN EKONOMI3) SINGAPURA MALAYSIA THAILAND INDONESIA FILIPINA VIETNAM LAOS KAMBOJA 8.4 5.0 3.8 3.6 3.5 3.1 2.5 2.1 Partly Free (5.1) Partly Free (4.7) Not Free (3.3) Partly Free (6.4) Partly Free (6.3) Not Free (2) Not Free (1.2) Not Free (3) 8.9 7.2 6.5 6.2 6.5 5.0 5.4 6.2 Sumber: 1) Transparency International ; 2) Freedom House 3) Heritage Foundation(data diolah).

Dari tabel 1.2 bisa disimpulkan bahwa sebagian negara ASEAN yang status demokrasinya lebih baik juga memiliki indeks persepsi korupsi yang lebih baik. Hanya pengecuailan bagi Thailand yang status demokrasinya Not Free dengan skor 3,3 justru indeks persepsi korupsinya lebih baik dari Indonesia dan Filipina yang lebih demokratis. Namun, jika diruntut dari tahun-tahun sebelumnya, Thailand sebenarnya memiliki status demokrasi Partly Free. Hanya saja, adanya perubahan regulasi dan undang-undang yang terjadi di Thailand seiring terjadinya demo besar-besaran dan kudeta militer yang terjadi pada tahun 2014, membuat status demokrasinya berubah.7

Billger (2009) menyatakan bahwa semakin tinggi kebebasan ekonomi, akan mengurangi tingkat korupsi. Yang menarik dari data pada tabel 1.2 tersebut

7

Laporan tahunan Freedom House ‘Freedom In The World 2015’, (www.freedomhouse.org), diakses 16 Februari 2016.

(7)

7 adalah, salah satu contohnya, fakta bahwa Singapura, Malaysia, dan Thailand memiliki Indeks Persepsi Korupsi (IPK) lebih baik dari Indonesia meskipun demokrasi di negara-negara tersebut tidak lebih baik dari Indonesia. Namun demikian dilihat dari kebebasan ekonomi-nya, Singapura, Malaysia dan Thailand lebih baik. Namun dibandingkan dengan Filipina, Laos, dan Kamboja, IPK Indonesia lebih baik karena demokrasinya juga lebih baik. Fakta lainnya, kebebasan ekonomi Filipina lebih baik dari Indonesia, tetapi IPK-nya lebih rendah dari Indonesia.

Oleh karena itu, di ASEAN berlaku juga teori dan hasil empiris dari penelitian Saha et al. (2009) bahwa demokrasi berpengaruh terhadap korupsi dengan batasan-batasan kebebasan ekonomi tertentu. Begitu juga sebaliknya, kebebasan ekonomi berpengaruh terhadap korupsi dengan batasan-batasan demokrasi tertentu.

Pada tahun 2007, para pemimpin ASEAN telah menandatangani deklarasi Ekonomi ASEAN untuk mendirikan suatu lingkungan masyarakat ASEAN yang dikenal dengan ASEAN Economic Community (AEC)—atau dalam bahasa Indonesia disebut Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Persaingan bebas dalam lingkup regional tersebut tentunya menuntut persiapan tidak hanya dari aspek ekonomi, tetapi juga dari aspek kelembagaan, yakni kualitas pemerintahan yang baik (Good Governance) yang salah satunya adalah masalah korupsi. Senada dengan hal tersebut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Indonesia, Yuddy Chrisnandi, menyatakan bahwa Good Governance berguna untuk meningkatkan daya tarik

(8)

8 investasi demi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi suatu negara dalam rangka menghadapi MEA, karena MEA ditandai dengan pasar tunggal berbasis produksi. Aliran modal dan terbukanya kesempatan berinvestasi tanpa batas serta persaingan tenaga kerja yang berkompeten.8

1.2. Rumusan Masalah

Demokrasi secara teoritis dapat mempengaruhi korupsi di suatu negara, karena dalam negara demokrasi, mensyaratkan adanya transparansi mengenai apa yang dikerjakan negara dan atau pemerintah. Beberapa penelitian tentang pengaruh demokrasi terhadap korupsi telah banyak dilakukan, namun dengan unit analisis negara-negara seluruh dunia.

Penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi korupsi dalam skala lingkup regional ASEAN menarik dilakukan karena good governance menjadi salah satu faktor penting bagi setiap negara ASEAN untuk menghadapi persaingan dalam MEA khususnya, dan persaingan dengan kawasan regional lain seperti Uni Eropa. Sebagai kawasan regional dengan tingkat demokrasi dan kebebasan ekonomi yang berbeda di setiap negara anggotanya dan fakta bahwa kebebasan ekonomi dan demokrasi masing-masing tidak selalu berpengaruh positif terhadap IPK, maka ASEAN akan sangat menarik diteliti untuk menguji bagaimana pengaruh demokrasi terhadap korupsi di kawasan regional tersebut dan interaksinya dengan kebebasan ekonomi.

8

Orasi Ilmiah Menpan-RB pada wisuda Universitas Muhammadiyah Prof. Hamka di JCC Senayan, 20 Desember 2015, ( www.antaranews.com/berita/536138/menpan-rb-reformasi-manajemen-asn-ntuk-hadapi-mea), diakses 15 Februari 2016.

(9)

9

1.3. Pertanyaan Penelitian

1) Di manakah posisi negara-negara ASEAN berdasarkan tingkat korupsi, demokrasi, dan kebebasan ekonomi, 2005-2014?

2) Apakah interaksi antara demokrasi dan kebebasan ekonomi mempengaruhi korupsi di ASEAN, 2005-2014?

1.4. Tujuan Penelitian

1) Mengetahui posisi negara-negara ASEAN berdasarkan tingkat korupsi, demokrasi, dan kebebasan ekonomi, 2005-2014.

2) Menganalisis pengaruh interaksi antara demokrasi dan kebebasan ekonomi terhadap korupsi di ASEAN, 2005-2014.

1.5. Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

Dengan pemilihan variabel dan data yang berbeda dengan penelitian sebelumnya penelitian ini akan menambah studi empiris mengenai hubungan antara tingkat korupsi dan demokrasi serta kebebasan ekonomi, khususnya di ASEAN yang belum pernah ada yang meneliti. 2) Manfaat Praktis

Penelitian ini bisa dijadikan sebagai bahan masukan bagi pemerintah masing-masing negara ASEAN dalam upaya untuk menghadapi persaingan dalam MEA melalui perbaikan good governance.

(10)

10

1.6. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini hanya akan memakai data dari 8 negara anggota ASEAN yakni Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Vietnam, Kamboja, dan Laos. Adapun Brunei Darussalam dan Myanmar tidak diikutsertakan karena data dari beberapa variabel tidak tersedia. Selain itu, data time series yang digunakan hanya 10 tahun dari 2005 sampai 2014 karena beberapa variabel belum ada sampai tahun 2015.

1.7. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini akan mengantar pembaca untuk mempermudah memahami isi penelitian ini. Peneliti membagi penelitian ini menjadi lima bab sebagai berikut:

Pada penelitian ini, untuk lebih memudahkan para pembaca dalam memahami runtutan isinya maka peneliti memulainya dengan bab I tentang pendahuluan yang akan mengulas mengenai latar belakang masalah, debat literatur, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Berikutnya dalam bab II akan menjelaskan mengenai tinjauan pustaka di antaranya akan menjelaskan mengenai kajian teori tentang kriminalitas dan hubungannya dengan perekonomian, serta bagaimana ilmu ekonomi memandang fenomena kriminalitas, dan juga penelitian terdahulu yang pernah dilakukan.

Pada pembahasan selanjutnya yaitu bab III akan menjelaskan tentang bagaimana metode penelitian yang akan digunakan oleh peneliti, dengan beberapa uraian tentang variabel penelitian, jenis dan sumber data, model

(11)

11 penelitian, serta alat analisis apa saja yang digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian.

Selanjutnya, bab IV berisi paparan hasil dari penelitian serta diskusi dan pembahasan dari hasil penelitian yang telah dipaparkan dengan menggunakan alat-alat analisis yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Yang terakhir, pada bab V keseluruhan hasil serta diskusi dalam penelitian ini disimpulkan dan juga berisi tentang saran-saran penelitian.

Gambar

Tabel 1.2 Indeks Persepsi Korupsi dan Status Demokrasi ASEAN (Skor Indeks), 2015

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian yang didapat, pimpinan Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah dalam upaya membentuk motivasi kerja bawahan menggunakan Gaya

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan manajemen kelas dalam pembelajaran Sains di SDIT Sabilul Huda telah terlaksana dengan baik, walaupun masih harus

tanah harus diperhitungkan terhadap keadaan air normal dan pada saat air banjir.. 5.2.4.1 Kontrol Stabilitas Pada Keadaan

JASINDO Kantor Cabang Medan sebagai salah satu perusahaan jasa, maka pendapatan yang diperoleh perusahaan dalam suatu periode akuntansi berasal dari penjualan produk-produk

Hal yang sangat krusial dalam kompleksitas dan kerumitan penggunaan lahan adalah pengabaian hak, identitas, social, ekonomi dan cultural masyarakat; bahkan terjadi

Sistem kerja kolam olakan tipe ini sama dengan sistem kerja kolam olakan tipe III, akan tetapi penggunaannya yang paling cocok adalah untuk aliran dengan tekanan hidrostatis

Di samping itu pula, penulis meyakini mampu menggambarkan bentuk kampanye dan upaya upaya Partai Golkar dalam menarik simpati rakyat di Kabupaten Dairi agar mendapatkan

Seperti halnya pada masyarakat Kabupaten Pati khususnya masyarakat Desa Suwatu yang juga memperlihatkan eksistensi dirinya dengan ikut serta berpartisipasi dalam kegiatan