• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 11

PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Masih rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum yang ada antara lain disebabkan karena penegakan hukum di Indonesia masih dirasakan belum optimal. Tidak dapat dipungkiri bahwa penegakan hukum merupakan suatu indikator yang sangat penting untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan hukum pada suatu negara. Baik buruknya penegakan hukum akan berpengaruh terhadap tingkat persepsi masyarakat terhadap supremasi hukum.

I. PERMASALAHAN YANG DIHADAPI

Dalam rangka penanganan kasus korupsi di Indonesia beberapa permasalahan yang sampai saat ini masih dihadapi khususnya oleh instansi penegak hukum antara lain yang menyangkut peraturan perundang-undangan yang belum memberikan kemudahan dalam penanganan kasus korupsi, masih terbatasnya baik kualitas maupun kuantitas dari sumber daya manusia (SDM) penegak hukumnya, serta budaya masyarakat yang masih permisif terhadap praktek korupsi khususnya yang terkait dengan pelayanan umum. Permasalahan yang menyangkut dengan peraturan perundang-undangan antara lain

(2)

menyangkut ketentuan tentang kewenangan untuk melakukan pengangkatan tenaga penyidik yang hanya berasal dari kejaksaan dan kepolisian sebagaimana diatur dalam UU No. 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi tidak memberikan kewenangan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengangkat sendiri tenaga penyidik untuk kebutuhannya sendiri. Adanya ketentuan mengenai kerahasiaan bank, menyebabkan kesulitan dalam penyelidikan terhadap seseorang mempunyai indikasi melakukan tindak pidana korupsi karena pihak bank tidak mau menyerahkan data dan informasi yang terkait dengan seseorang sebelum dinyatakan sebagai tersangka. Adanya kesulitan yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam mencari alat bukti di persidangan menyebabkan penanganan perkara korupsi seringkali membutuhkan waktu yang cukup lama dan seringkali menghasilkan putusan pengadilan yang membebaskan terdakwa kasus korupsi tersebut. Hal tersebut antara lain karena belum adanya undang-undang mengenai pembuktian terbalik.

Permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam kaitannya dengan penghormatan dan penegakan hak asasi manusia (HAM) adalah masih banyaknya praktek diskriminasi dan ketidak adilan, rasialisme, dan konflik-konflik yang sarat dengan nuansa kekerasan. Adanya pemberian impunitas pada pelaku kasus-kasus pelanggaran HAM menimbulkan kesan tidak tuntasnya penyelesaian kasus-kasus tersebut.

Dalam rangka penegakkan hukum keimigrasian beberapa permasalahan yang dihadapi antara lain berupa adanya pemalsuan dokumen keimigrasian seperti paspor. Hal ini disebabkan antara lain karena sistem yang ada memberikan kemungkinan peluang adanya pemalsuan identitas diri di samping juga karena kurang profesionalnya aparat yang ada. Dalam rangka untuk mencegah masuknya pelaku kejahatan yang sifatnya transnasional dan mencegah larinya tersangka kasus pidana ke luar negeri maka kantor imigrasi merupakan instansi terdepan yang menyelenggarakan fungsi cegah tangkal. Permasalahan yang dihadapi dalam sistem ini adalah masih kurang tegasnya instansi yang mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan surat perintah cegah tangkal tersebut selain itu juga belum adanya sistem jaringan

(3)

yang on line baik di dalam maupun luar negeri dan data identitas orang yang dikenakan pencegahan/penangkalan tidak lengkap.

II. LANGKAH-LANGKAH KEBIJAKAN DAN HASIL-HASIL YANG DICAPAI

Penghormatan, pengakuan dan penegakan hukum dan HAM di arahkan pada kebijakan untuk mendorong terciptanya penegakan dan kepastian hukum yang konsisten khususnya dalam rangka pemberantasan korupsi dan perlindungan HAM melalui pemajuan perlindungan, penegakan, pemenuhan dan penghormatan HAM, menegakan hukum secara adil, konsekuen, tidak diskriminatif dan memihak pada rakyat kecil.

Sebagai salah satu upaya untuk mempercepat pemberantasan korupsi di Indonesia maka telah dikeluarkan Inpres No. 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi dimana salah satu diktumnya mengamanatkan disusunnya Rencana Aksi Nasional Pemberantasan Korupsi (RAN PK) tahun 2004–2009 dalam rangka penyusunan dokumen RAN PK telah dilakukan dengan melibatkan instansi-instansi pemerintah pusat dan selanjutnya dilakukan kampanye publik ke beberapa daerah seperti Padang, Medan, Makassar, Menado, Banjarmasin, Surabaya, dan Bali. Dokumen RAN PK disepakati sebagai living document, sehingga proses kampanye publik yang dilakukan tersebut di samping untuk sosialisasi kepada pemangku peran (stakeholders) yang ada di daerah juga dimaksudkan untuk menjaring masukan terhadap dokumen tersebut.

KPK sebagai salah satu lembaga penegak hukum di bidang pemberantasan korupsi telah melakukan kegiatan berupa pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi. Pada tahun 2005 telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebanyak 595 buah dan sampai dengan Mei 2006 telah menerima 307 SPDP. Di samping itu terkait dengan tindak lanjut terhadap pengaduan dari masyarakat, maka telah dilaksanakan kegiatan koordinasi kerjasama dengan beberapa instansi terkait seperti Kepolisian Daerah, Kejaksaan Tinggi, BPK, dan BPKP di 22 (dua puluh dua) wilayah provinsi. Dalam rangka penanganan perkara korupsi, pada tahun 2005 KPK telah melaksanakan penyelidikan terhadap 31 (tiga puluh satu)

(4)

kasus korupsi di mana dari jumlah tersebut 19 (sembilan belas) kasus telah masuk dalam proses penyidikan, dari kasus tersebut 9 (sembilan) perkara dalam tahap penuntutan di pengadilan tingkat pertama, 5 (lima) perkara dalam tahap penuntutan di pengadilan tingkat banding, dan 5 (lima) perkara lainnya sudah mendapatkan putusan hukum yang tetap. Sementara itu sampai dengan bulan Mei 2006 telah dilakukan penanganan terhadap 18 (delapan belas) perkara yang terdiri dari 9 (sembilan) perkara dalam tahap penuntutan di pengadilan tingkat pertama, 7 (tujuh) perkara dalam tahap penuntutan di tingkat banding, 1 (satu) perkara di tingkat kasasi, dan 1 (satu) perkara masih dalam tahap penuntutan untuk persidangan. Di samping itu, Kejaksaan Agung sebagai instansi penyidikan dan penuntutan juga mempunyai peran yang sangat penting dalam rangka pemberantasan kasus-kasus korupsi, sepanjang tahun 2005 Kejaksaan Agung beserta jajaran di bawahnya telah menangani 700 perkara korupsi dan selanjutnya sampai dengan bulan Mei 2006 telah dilakukan pelimpahan perkara korupsi ke pengadilan sebanyak 350 (tiga ratus lima puluh) perkara. Dari jumlah tersebut beberapa perkara korupsi yang menarik perhatian masyarakat telah dilakukan eksekusi antara lain korupsi yang menyangkut para mantan Direktur BI yaitu Hendro Budiyanto, Paul Sutopo Tjokronegoro, dan Heru Supraptomo. Terhadap perkara korupsi yang melibatkan mantan Kabulog/Menperindag, Rahardi Ramelan juga telah dieksekusi. Di samping itu, terhadap kasus korupsi yang melibatkan pihak swasta seperti kasus korupsi dana reboisasi oleh H. Probosutedjo, dan David Nusa Wijaya als Ng Tjuen Wei juga telah dieksekusi. Sebagai upaya untuk lebih meningkatkan kinerja kejaksaan dalam rangka penanganan kasus korupsi, telah dilakukan pembenahan intern kejaksaan untuk lebih mempercepat penanganan kasus korupsi. Adapun terobosan yang dilakukan adalah penentuan indikator kinerja penanganan kasus korupsi seperti semua kasus korupsi yang ditangani oleh Kejati dan Kejari agar dituntaskan dalam kurun waktu tiga bulan, perkara korupsi yang menyangkut pejabat negara, legislatif, eksekutif, atau tokoh masyarakat agar diutamakan penyelesaiannya. Sebagai bagian dari upaya untuk melakukan penanganan yang lebih intensif terhadap kasus korupsi, di lingkungan Kejaksaan Agung telah dibentuk Tim Tastipikor. Tim ini telah menerima 10 (sepuluh) kasus yang merupakan laporan dari masyarakat kepada Presiden. Dari 10 (sepuluh) kasus tersebut 2 (dua)

(5)

kasus telah diputus di pengadilan, 1 (satu) kasus dalam proses persidangan dan 6 (enam) kasus dalam tahap penyidikan, serta 1 (satu) kasus masih dalam tahap penyelidikan. Tim Tastipikor juga telah menerima 4 (empat) kasus laporan dari Kementerian Negara BUMN, dimana semuanya masih dalam proses penyelidikan. Di samping itu, Tim Tastipikor juga sedang menangani 2 (dua) kasus yang merupakan temuan dari tim ini sendiri dan sudah memasuki tahap persidangan. Adapun tim ini telah berhasil menyelamatkan kerugian Negara sebagai akibat adanya korupsi sebesar Rp653.679.843.727,44 dan US$11,000.00 serta nilai asset dalam penyitaan sebesar Rp2.000.000.000.000.

Dalam rangka perlindungan HAM, Komnas HAM sebagai salah satu lembaga independen yang mempunyai fungsi antara lain untuk menjamin adanya penegakan hukum atas HAM di Indonesia sepanjang tahun 2005 sampai dengan Juni 2006 telah melakukan kegiatan pemantauan terhadap beberapa kasus yang mempunyai indikasi adanya pelanggaran HAM seperti peristiwa Talangsari; peristiwa Ahmadiyah; dan permasalahan yang terkait dengan pemberian suaka oleh Pemerintah Australia kepada 43 (empat puluh tiga) orang yang berasal dari Provinsi Papua. Di samping itu, pemantauan juga dilakukan di Aceh setelah adanya penandatanganan kesepakatan antara Pemerintah Indonesia dengan GAM. Sebagai bagian dari upaya penyelesaian sengketa yang terkait dengan hak ekonomi sosial dan budaya, Komnas HAM telah melakukan fungsi mediasi untuk beberapa kasus ketenagakerjaan seperti dalam kasus Ikatan Awak Kabin Garuda Indonesia (IKAGI), kasus PHK di PT. Internasional Nickel Indonesia. Terkait dengan sengketa pertanahan juga telah dilakukan upaya penyelesaian secara mediasi dalam kasus antara PT Putra Surya Abadi dengan masyarakat di Kecamatan Tambusai Timur, Provinsi Riau. Di samping itu, juga diselenggarakan mediasi dalam kasus masyarakat adat Colol. Dalam kaitannya dengan fungsi Komnas HAM sebagai lembaga panyelidik pada pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000, pada bulan maret 2002 Komnas HAM telah menyerahkan hasil penyelidikan kepada Kejaksaan Agung sebagai lembaga penyidik menyangkut peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Namun karena adanya pernyataan DPR bahwa pada peristiwa tersebut tidak terjadi pelanggaran HAM berat, maka Komnas HAM pada saat ini

(6)

telah mengajukan peninjauan kembali kepada Pimpinan DPR RI terhadap kasus-kasus tersebut. Sehubungan dengan permasalahan HAM di Papua, Komnas HAM telah melakukan penyelidikan pelanggaran HAM yang berat, peristiwa Wasior 2001–2002 dan peristiwa Wamena 2003. Hasil penyelidikan tersebut telah diserahkan kepada Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti dengan tahap penyidikan dan penuntutan. Menyangkut penyelidikan terhadap penghilangan orang secara paksa yang terjadi pada periode tahun 1997–1998, Komnas HAM telah membentuk Tim Ad Hoc Pelanggaran HAM berat untuk penyelidikan kasus ini. Pada bulan September 2006 diharapkan penyelidikan projustisia terhadap peristiwa tersebut dapat diselesaikan. Terhadap pelanggaran HAM berat di Timor Timur Kejaksaan Agung telah melakukan eksekusi terhadap terpidana Eurico Guterres.

Dalam rangka penegakan hukum keimigrasian telah dilakukan penanganan terhadap warga negara asing yang menjalankan usaha wisata tanpa disertai surat izin usaha di Pulau Mengkudu. Di samping itu, juga telah dilakukan operasi terpadu penegakan hukum dengan menahan 107 (seratus tujuh) orang warga asing (Srilanka) yang telah melakukan pemalsuan surat izin masuk (visa). Dalam rangka untuk membantu proses penegakan hukum dengan melakukan pengawasan terhadap lalu lintas orang baik yang masuk ke wilayah RI maupun ke luar negeri maka telah dilakukan perbaikan terhadap sistem cegah tangkal sebagaimana diatur dalam UU No. 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian. Mulai bulan September 2005 pencegahan dan penangkalan tidak lagi dicetak dalam bentuk buku, akan tetapi direkam secara elektronik ke dalam compact disk dan up dating data dilakukan setiap hari untuk diteruskan ke seluruh Perwakilan RI dan Kantor Imigrasi/TPI. Sementara terkait dengan bencana alam di Yogyakarta dan daerah sekitarnya, pihak keimigrasian telah memberikan bantuan kemudahan kepada WNA baik individu maupun LSM yang akan memberikan bantuan kemanusiaan ke daerah bencana tersebut. Bantuan tersebut antara lain dengan pengajuan usulan kepada Menteri Keuangan tentang bebas biaya visa kunjungan saat kedatangan (VOA).

(7)

III. TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN

Untuk mengatasi permasalahan ke depan dalam rangka penegakan hukum untuk pemberantasan korupsi maka beberapa langkah yang perlu dilakukan adalah melakukan pembenahan terhadap peraturan perundang-undangan yang mendorong upaya penegakan hukum di bidang korupsi, melanjutkan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan untuk kasus tindak pidana korupsi yang bersekala besar dari segi nilai kerugian negara. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan RAN PK maka perlu ditindaklanjuti dengan penyusunan Rencana Aksi Instansi; Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi (RAD PK) dan penyusunan action plan daerah.

Dalam rangka untuk mengatasi permasalahan yang terkait dengan perlindungan dan penegakan HAM, maka upaya yang perlu dilakukan antara lain adalah dengan memperkuat kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi untuk penghormatan dan pengakuan atas HAM di Indonesia. Di samping itu, juga mendorong adanya kerjasama antara semua pihak termasuk peningkatan peran masyarakat dalam rangka pelaksanaan HAM dan mendorong instansi penegak hukum untuk menindaklanjuti hasil temuan Komnas HAM ke dalam proses hukum yang ada.

Permasalahan yang dihadapi dalam rangka untuk melakukan pengawasan di bidang keimigrasian perlu segara ditangani terutama untuk mencegah meluasnya praktek kejahatan yang sifatnya transnasional dan menghindari larinya orang yang sedang dalam proses hukum di Indonesia. Upaya yang akan dilakukan antara lain dengan pembangunan enhanced cekal system (ECS) yang dimaksudkan untuk mempermudah proses pencarian data ke seluruh wilayah Indonesia terhadap orang-orang yang perlu diwaspadai. Di samping itu, bekerja sama dengan instansi terkait lainnya seperti Bea cukai dan Ditjen Perhubungan Udara dan BNN akan mulai memanfaatkan system passanger name record (PNR) melalui passanger analysis unit (PAU) di mana sistem ini memungkinkan mendapatkan data penumpang langsung dari perusahaan penerbangan untuk dianalisa sesuai kebutuhan.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukan bahwa indikator good corporate governance (ukuran dewan komisaris dan kepemilikan manajerial), karakteristik perusahaan (ukuran perusahaan dan

Melakukan diskusi cara menggunakan operasi hitung tambah, kurang, kali atau bagi dalam menyelesaikan masalah sehari-hari yang berkaitan dengan bilangan bulat.. 

Menurut Effandi Zakaria (1998), Pembelajaran koperatif adalah satu strategi pengajaran dan pembelajaran di mana pelajar-pelajar saling bantu membantu di antara satu sama lain

At the same time, Bank Indonesia shared that it may maintain the benchmark rate at 7.5%, this would trigger more selling activity as market will start to

Dari hasil simulasi daya tampung beban cemaran BOD pada debit maksimum yang dibandingkan dengan baku mutu BOD PP Nomor 82 Tahun 2001 didapatkan bahwa Sungai

Berdasarkan pada masalah di CV Rifanta yaitu pengunci pintu yang masih manual, pengaktifan beban berupa lampu, kipas dan lainnya masih menggunakan tenaga manual

Kesimpulan hasil penelitian tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan tentang faktor risiko persalinan dengan tingkat kecemasan menghadapi persalinan pada

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menganalisis kinerja keuangan perusahaan di sektor pertanian yang tercatat di BEI dengan menggunakan metode EVA, MVA,