• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI PERHITUNGAN RINCI PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VI PERHITUNGAN RINCI PERENCANAAN SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

PERHITUNGAN RINCI PERENCANAAN

SISTEM DISTRIBUSI AIR BERSIH

6.1 Umum

Perencanaan suatu sistem distribusi air bersih meliputi :

1. perhitungan kebutuhan air bersih di daerah perencanaan 2. perhitungan dimensi perpipaan

3. pemilihan alternatif jaringan distribusi terbaik 4. profil hidrolis

5. perhitungan jumlah kebutuhan air untuk sistem pemadam kebakaran 6. perhitungan volume reservoir distribusi

Perhitungan yang dilakukan akan didasarkan dari kriteria teknis sistem jaringan distribusi air bersih yang digunakan dengan berpegangan pada dasar-dasar perencanaan yang telah dilakukan sebelumnya.

6.2 Dasar Perencanaan di Bandung Selatan

Berdasarkan dasar perencanaan dilanjutkan kemudian perencanaan sistem jaringan distribusi. Pada perencanaan kali ini akan dibuat 3 alternatif jaringan menggunakan

software EPANET. Kemudian akan dilakukan pemilihan alternatif terbaik. Dasar utama

perencanaan yang telah dibuat adalah proyeksi penduduk dan jumlah beban kebutuhan air bersih di daerah perencanaan.

6.2.1 Proyeksi Penduduk

Metode yang digunakan sebagai acuan untuk proyeksi penduduk adalah Metode Logaritmik karena menunjukkan nilai korelasi yang kuat dan standar deviasi paling kecil. Hasil proyeksi penduduk selama periode perencanaan dengan menggunakan metode logaritmik ditunjukkan oleh tabel berikut :

(2)

Tabel 6.1 Proyeksi Jumlah Penduduk di Kota Bandung dengan Metode Logaritmik

Tahun Proyeksi Penduduk (jiwa)

1996 341133 1997 386100 1998 412405 1999 431068 2000 445544 2001 457372 2002 467373 2003 476036 2004 483677 2005 490512 2006 496695 2007 502340 2008 507533 2009 512340 2010 516816 2011 521003 2012 524936 2013 528644 2014 532152 2015 535480 2016 538645 2017 541663 2018 544547 2019 547308 2020 549956 2021 552500 2022 554949 2023 557308 2024 559585 2025 561784 Sumber : Hasil perhitungan

Berdasarkan hasil analisa proyeksi penduduk dengan Metode Logaritmik, jumlah penduduk pada akhir periode perencanaan adalah 561.784 jiwa. Jumlah penduduk ini diperkirakan tidak akan melampaui kapasitas wilayah perencanaan berdasarkan RTRW dengan adanya pengembangan perumahan secara vertikal untuk wilayah kecamatan dan atau kawasan padat penduduk dengan memperhatikan ketersediaan prasarana yang ada. Selain itu, pengembangan perumahan di wilayah Gedebage dapat dilakukan dengan memanfaatkan lahan yang masih cukup banyak tersedia.

(3)

6.2.1 Beban Kebutuhan Air Bersih

Proyeksi jumlah kebutuhan air bersih dilakukan dengan menggunakan dasar rencana dari tata guna lahan di masa yang akan datang dan proyeksi jumlah penduduk hingga akhir periode perencanaan. Setelah diketahui jumlah total penduduk hingga tahun 2025 adalah sebesar 561.784 jiwa maka dapat diperoleh jumlah kebutuhan air domestik. Sedangkan tata guna lahan digunakan untuk menentukan fasilitas umum kota sehingga diperoleh beban per area kebutuhan air bersih non-domestik. Dari kedua dasar rencana ini akan diperoleh beban kebutuhan air bersih per area. Berikut adalah tabel kebutuhan air domestik dan non-domestik di Bandung Selatan :

Tabel 6.2 Jumlah Kebutuhan Air Bersih di Bandung Selatan

Kebutuhan Domestik (L/detik) Non-domestik (L/detik) Lain-lain (L/detik) Total 627 143 30 800

Sumber : Hasil perhitungan

Setelah menentukan beban per area maka beban per titik sadap (tapping) dapat ditentukan di dalam pembuatan alternatif jaringan distribusi. Gambar sebaran beban kebutuhan air bersih tahun 2025 di Bandung Selatan dapat dilihat pada Gambar 6.1.

6.3 Sistem Distribusi Eksisting

Pelayanan Air bersih di Bandung Selatan sampai saat ini masih kurang. Berdasarkan data yang diperoleh dapat diketahui bahwa pengaliran air bersih ke Bandung Selatan adalah sebesar 64,31 L/detik yang berasal dari IPAM BadakSinga, dengan 36 titik sadap yang tersebar di sepanjang Jalan Sukarno-Hatta, Pasir Koja, Moh.Toha, Kopo, dan Cileunyi. Gambar sistem distribusi eksisting Kota Bandung dapat dilihat pada Gambar 6.2. Sedangkan secara keseluruhan peta jaringan pipa induk PDAM Kota Bandung ditunjukkan oleh Gambar 6.3.

(4)

Dari peta (Gambar 6.3) terlihat bahwa daerah Bandung Selatan belum memiliki jaringan distribusi yang memadai. Jika dibandingkan dengan daerah Bandung Kota, dapat disimpulkan bahwa perencanaan jaringan air bersih baru harus menjadi prioritas pembangunan infrastruktur. Hal ini akan mendukung perkembangan Bandung Selatan, khususnya Gedebage untuk menjadi inti pusat kota kedua.

Pada kenyataannya, masyarakat di daerah perencanaan telah mengusahakan pemenuhan air bersih secara mandiri. Hal ini dilakukan salah satunya dengan pembuatan sumur. Oleh karena itu diperlukan penyesuaian sambungan langsung air bersih dari PDAM. Penyesuaian ini dapat dilakukan pada tahap pembangunan jaringan pipa tersier. Namun, untuk perencanaan jaringan distribusi kali ini, akan menggunakan beban kebutuhan air bersih per area seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.

6.4 Perhitungan Dimensi Perpipaan

Perhitungan dimensi perpipaan sistem distribusi air bersih ini menggunakan software EPANET. Nilai demand yang dimasukkan pada setiap titik sadap adalah debit (Q) berdasarkan hasil perhitungan beban kebutuhan yang telah dilakukan. Estimasi jumlah kebutuhan air bersih di suatu daerah disesuaikan dengan luas area yang dilayani oleh titik sadap tersebut. Selain itu, jumlah kebutuhan ini dipengaruhi oleh fasilitas yang ada di area yang dilayani.

Perencanaan sistem distribusi ini meliputi perletakan pipa primer dan sekunder. Pada pipa primer, air bersih tidak dapat langsung disadap. Sedangkan dari pipa sekunder, air dapat langsung disadap ataupun dialirkan terlebih dahulu melalui pipa tersier untuk kemudian sampai kepada konsumen (sambungan langsung ataupun hidran umum).

Koefisien kekasaran pipa (C=100) didasarkan pada jenis pipa yang dipilih. Diameter pipa yang digunakan bervariasi sehingga jenis pipa yang dipilih adalah Polyvinyl Chloride Pipe (PVC) untuk pipa berdiameter 50-700 mm dan DCIP untuk pipa berdiameter 800 mm. Besar kemiringan pipa dapat diperoleh langsung dari beda ketinggian tiap segmen (node) dibandingkan terhadap jarak horizontal tiap segmen (L).

(5)

Secara sederhana prosedur perhitungan dimensi perpipaan adalah sebagai berikut :

1. Menentukan satuan dimensi yang akan digunakan saat pengerjaan sistem jaringan perpipaan distribusi air bersih.

2. Membuat jaringan perpipaan dengan pertama kali menentukan titik-titik junction pada jaringan perpipaan dan kemudian dilanjutkan dengan menghubungkan tiap titik junction dengan link atau pipa.

3. Selain menempatkan junction dan link, maka diperlukan juga menambahkan reservoir pada jaringan perpipaan. Bila memungkinkan, dapat ditambahkan pula perlengkapan perpipaan lainnya seperti pompa, valve, dan lain-lain. Untuk setiap perlengkapan perpipaan tersebut, perlu dimasukkan data-data yang diperlukan tergantung dari jenis perlengkapannya.

4. Menentukan blok-blok pelayanan dan besar kebutuhannya yang direncanakan akan disuplai dari tiap junction (tapping) pada jaringan perpipaan.

5. Pada junction akan dimasukkan data-data diantaranya elevasi ketinggian, kebutuhan air yang akan disuplai, serta kurva fluktuasi faktor pemakaian puncak tiap jam.

6. Pada link akan dimasukkan data-data seperti panjang pipa, diameter pipa, serta koefisien kekasaran Hazen-Williams.

7. Untuk reservoir, data yang dimasukkan adalah tinggi level muka air di reservoir. 8. Setelah semua data-data yang diperlukan telah dimasukkan, maka EPANET akan

melakukan running dan memberikan hasilnya.

9. Bila running tidak berhasil dilakukan atau running berhasil tapi hasilnya tidak sesuai dengan kriteria hidrolis yang telah ditentukan, maka data masukan dapat diubah. Data yang diubah ini diantaranya adalah besarnya diameter pipa pada jaringan maupun tinggi level muka air pada reservoir. Besar diameter pipa yang dimasukkan merupakan trial and error hingga didapat hasil running yang sesuai dengan kriteria hidrolis.

10. Beberapa kriteria teknis yang perlu diperhatikan diantaranya adalah diameter pipa induk minimal adalah 150 mm dengan mempertimbangkan juga diameter pipa yang tersedia di pasaran, kecepatan aliran dalam pipa yaitu antara 0,6-5 m/detik,

headloss yang terjadi dalam pipa maksimal adalah 10 m/km, dan sisa tekan

(6)

6.5 Perencanaan Jaringan Distribusi Air Bersih di Bandung Selatan

Daerah pelayanan jaringan distribusi di Bandung Selatan memanjang dari barat (Jalan Moh.Toha) ke timur (Cileunyi) yang dibatasi oleh Jalan Sukarno-Hatta di utara dan tol Padaleunyi di selatan. Variasi elevasi tanah di daerah ini tidak besar, berkisar pada 665-697 m dpl. Perubahan elevasi di ujung barat dan timur daerah ini cukup besar, sedangkan di daerah tengah tidak. Berdasarkan karakteristik muka tanah ini, maka pola jaringan terbaik adalah dengan pola cabang.

Namun, pola loop dapat dipilih mengingat daerah pelayanan merupakan daerah yang akan mengalami pengembangan yang cukup berarti di masa depan. Dengan pola loop dapat dilakukan pengembangan pola jaringan lebih besar lagi untuk melayani kebutuhan air bersih setelah tahun 2025.

Dengan karakteristik muka tanah yang berbentuk cekungan, maka diperlukan pemompaan untuk mengalirkan air ke daerah dengan elevasi yang lebih tinggi. Pompa yang digunakan dipilih sesuai dengan kebutuhan. Daya pompa yang semakin kecil akan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan.

Daerah pelayanan tidak memiliki jalan yang terhubung satu sama lain dan di beberapa daerah dipisahkan oleh sungai sehingga penggunaan pola jaringan loop tidak efektif. Selain itu, berdasarkan RTRW Kota Bandung 2013 daerah ini tidak akan mengalami perubahan tata guna lahan yang signifikan. Kecuali untuk daerah Gedebage yang direncanakan akan menjadi inti pusat kota kedua.

(7)

+ 665 – 697 m dpl Daerah pelayanan Pipa distribusi + 775 m dpl + 1000 m dpl Intake Lamajan IPAM Cimenteng+reservoir Pipa transmisi

(8)

Sumber air berasal dari IPAM Cimenteng, Kabupaten Banjaran yang berada pada 775 m dpl dialirkan menuju daerah pelayanan dengan menggunakan sistem pengaliran gravitasi. Air dialirkan langsung dari IPAM Cimenteng menuju daerah pelayanan. Sedangkan sumber air baku berasal dari hulu Sungai Cisangkuy dan limpasan PLTA Lamajan yang berada pada 1000 m dpl.

6.5.1 Alternatif Sistem Distribusi

Untuk memperoleh sistem distribusi terbaik, maka dibuat tiga skenario alternatif jaringan distribusi. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan keuntungan lebih banyak dalam memutuskan alternatif terbaik. Ketiga alternatif ini memiliki kelebihan dan kekurangan, sehingga dibutuhkan metode khusus dalam memilih. Dengan metode ini diharapkan alternatif terbaik yang dipilih memiliki kelebihan yang paling baik, secara teknis maupun ekonomis.

Daerah pelayanan dibagi menjadi beberapa sistem. Hal ini dimaksudkan untuk mendistribusikan tekanan secara merata sehingga mencukupi hingga daerah pelayanan terjauh. Selain itu, dengan membagi daerah pelayanan menjadi beberapa sistem sehingga daya pompa yang dibutuhkan lebih kecil dibandingkan untuk satu sistem. Tabel berikut adalah deskripsi umum mengenai perbedaan ketiga alternatif. Sedangkan seluruh gambar alternatif jalur beserta profil muka dari jalur terpanjang untuk masing-masing alternatif dapat dilihat pada gambar 6.5 – 6.10.

Tabel 6.3 Deskripsi Ketiga Alternatif

Deskripsi Keuntungan Kerugian

1

Dibagi menjadi 3 sub-sistem. Namun, pembagian wilayah tidak merata. Pemisahan dilakukan di daerah Buah Batu.

Pemenuhan kriteria teknis baik karena pola loop banyak digunakan. Selain itu karena menggunakan 3 sub-sistem, daya pompa yang dibutuhkan tidak terlalu besar.

Dibutuhkan 3 buah pompa dan jalur pipa yang panjang sehingga memiliki starting up

cost paling besar.

2

Dibagi menjadi 2 sub-sistem namun wilayah timur 2 kali lebih besar. Pemisahan dilakukan di Kopo.

Dibutuhkan 2 buah pompa. Pemenuhan kriteria teknis cukup baik. Jalur pipa adalah yang terpendek dan memiliki

starting up cost terkecil.

Daya pompa untuk wilayah timur 3 kali lebih besar.

3

Dibagi menjadi 2 sub-sistem, pemisahan dilakukan di Buah Batu. Pembagian 2 wilayah sama besar.

Dibutuhkan 2 pompa dengan daya yang sama. Pemenuhan kriteria teknis cukup baik. Jalur pipa sebagian besar loop.

Daya pompa yang dibutuhkan cukup besar.

Starting up cost cukup

(9)

Pada alternatif 1 yang dapat dilihat pada Gambar 6.5, pola yang digunakan adalah pola gabungan pada tiga sistem. Sub-sistem ini terbagi untuk daerah timur, tengah, dan barat. Pada masing-masing sub-sistem digunakan sebuah pompa dengan daya yang berbeda-beda. Sub-sistem barat melayani 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Bojongloa Kidul, dan Astana Anyar. Pompa A1 berdaya rata-rata 240,66 kWH difungsikan selama 14 jam, yaitu dari pukul 6 pagi hingga 8 malam. Pada sub-sistem ini digunakan reservoir tambahan. Elevated reservoir ini ditempatkan di Jln. Sukarno-Hatta (Caringin) dengan kapasitas 3000m3.

Pada sistem ini terdapat 5 area industri dengan total kebutuhan air rata-rata 93 L/detik. Air untuk area industri ini dialirkan 24 jam dan memenuhi sisa tekan minimum yang dibutuhkan. Selain itu terdapat 3 area perdagangan dengan total kebutuhan air 50 L/detik dan sisanya pemukiman dengan kebutuhan air sebanyak 204 L/detik. Sehingga total kebutuhan air untuk sistem ini adalah 347 L/detik. Sistem barat ini menggunakan pola loop dengan diameter pipa bervariasi dari 50mm hingga 650 mm dengan elevasi daerah pelayanan antara 675-693m dpl.

Sisa tekan pada node no.3 merupakan nilai terendah yaitu 8,44m pada jam ke-5. Sedangkan nilai tertinggi adalah 59,98m untuk node no.105 pada jam ke-23. Penambahan pipa no. 32, 33, dan 150 menyebabkan pola loop sehingga distribusi tekanan ke tiap node lebih merata.

Pada sistem tengah digunakan pompa A2 berdaya rata-rata 148,47kWH dan melayani 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Regol, Bandung Kidul, dan Margacinta. Sistem ini didominasi oleh pemukiman yang memiliki total kebutuhan air sebesar 200 L/detik dan untuk 1 area perdagangan sebesar 18 L/detik. Sehingga total kebutuhan air untuk sistem ini adalah 218 L/detik.

Sistem ini menggunakan pola gabungan yang sebagian besar adalah dead-end dan di daerah pemukiman Margacinta menggunakan loop. Pola gabungan dipilih karena di sebagian besar daerah tidak memiliki jalan yang terhubung satu sama lain. Diameter pipa yang digunakan bervariasi antara 100-600mm dengan variasi elevasi daerah 657-675m dpl.

(10)

Sisa tekan pada node no.72 merupakan nilai terendah yaitu 14,27m pada jam ke-9. Sedangkan nilai tertinggi adalah 66,03 m untuk node no. 39 pada jam ke-23.

Sedangkan untuk sistem timur digunakan pompa A3 berdaya rata-rata 145,93kWH dan melayani 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Rancasari, Ujung Berung, dan Cibiru. Sistem ini didominasi oleh pemukiman yang memiliki total kebutuhan air sebesar 108 L/detik dan untuk area pengembangan Gedebage sebesar 127 L/detik. Sehingga total kebutuhan air untuk sistem ini adalah 235 L/detik. Sistem ini menggunakan pola loop. Pola ini dipilih karena di daerah ini memiliki jalan yang terhubung satu sama lain. Diameter pipa yang digunakan bervariasi antara 100-600mm dengan variasi elevasi daerah 660-695m dpl. Pada sistem ini pola jaringan yang digunakan adalah gabungan. Pola loop digunakan di sebagian besar daerah mulai dari Gedebage hingga Cileunyi, selanjutnya pola dead end digunakan pada daerah sisanya karena tidak memiliki jalan yang saling terhubung. Sisa tekan pada node no.98 merupakan nilai terendah yaitu 12,55m pada jam ke-5. Sedangkan nilai tertinggi adalah 81,39m untuk node no.84 pada jam ke-16.

Dari Gambar 6.6 dapat dilihat bahwa terdapat penurunan HGL yang sangat besar, yaitu dari 743,32 pada node 85 Æ 734,42 pada node 86 Æ 721,11 pada node 87. Hal ini dikarenakan terdapat perbedaan elevasi yang besar yaitu dari 662m dpl ke 683m dpl. Selain itu juga dikarenakan perbedaan demand yang besar yaitu dari 8L/detik menjadi 20L/detik. Sedangkan untuk node lainnya pada gambar tersebut bersifat wajar. Yaitu terjadi penurunan HGL karena penurunan tekanan hingga ke akhir jalur. Namun, karena elevasi yang semakin membesar maka tekanan pada node yang terdekat dengan pompa menjadi besar (>50m).

Air dari IPAM Cimenteng langsung didistribusikan melalui pipa induk utama dengan diameter 800mm dan kecepatan 2,18 m/detik pada jam puncak. Pipa ini menghubungkan Cimenteng langsung dengan Buah Batu. Pipa induk utama berada di sebelah selatan, yaitu di sepanjang Tol-Purbaleunyi. Total panjang pipa yang dibutuhkan untuk alternatif ini adalah 100,114 km dengan variasi dimensi pipa antara 50-800mm.

(11)

Pada jam puncak, yaitu jam ke-17 sisa tekan seluruh node memenuhi persyaratan dari 116

node dan aliran air dalam 66 buah pipa kurang dari 0,6 m/detik dari total 134 pipa. Selain

itu, pipa yang memiliki headloss >10m/km sebanyak 4 pipa.

Gambar alternatif 2 dapat dilihat pada Gambar 6.7. Alternatif ini menggunakan dua sistem terpisah. Sistem barat menggunakan satu buah pompa yang terletak di Kopo. Pompa B1 ini digunakan selama 24 jam dengan daya rata-rata 242,67kWH. Sistem ini melayani 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Bandung Kulon, Babakan Ciparay, dan Bojongloa Kaler. Total kebutuhan air untuk daerah ini adalah sebesar 272 L/detik, yaitu 85 L/detik untuk 4 area industri, 50 L/detik untuk 3 area perdagangan dan sisanya untuk pemukiman.

Pada sistem ini pola jaringan yang digunakan adalah gabungan. Pola loop digunakan di sebagian besar daerah mulai dari Pasir Koja hingga Kopo, selanjutnya pola dead end digunakan pada daerah Moh.Toha dan Pasir Luyu. Diameter pipa yang dibutuhkan bevariasi antara 50-600mm dengan variasi elevasi antara 668-690m dpl. Sisa tekan pada

node no.4 merupakan nilai terendah yaitu 5,03m pada jam ke-15. Sedangkan nilai tertinggi

adalah 71,19m untuk node no.18 pada jam ke-23.

Sedangkan untuk sistem timur digunakan satu buah pompa dan elevated reservoir di daerah Cileunyi. Pompa B2 digunakan selama 24 jam, dengan daya rata-rata 723,41kWH. Pompa ini diletakkan di Gedebage. Sistem ini melayani 8 kecamatan lainnya dengan total kebutuhan air sebesar 528 L/detik, yaitu 8 L/detik untuk 1 area industri, 30 L/detik untuk 2 area perdagangan dan sisanya untuk pemukiman. Dimeter pipa yang dibutuhkan bevariasi antara 50-600mm dengan variasi elevasi antara 657-695m dpl.

Penambahan elevated reservoir dilakukan agar mencukupi sisa tekan pada jam-jam dimana pompa dihentikan. Penambahan reservoir mempengaruhi pompa yang harus digunakan. Dengan adanya reservoir, pompa yang dipilih berdaya lebih kecil dibandingkan tanpa penambahan reservoir. Selain itu penambahan reservoir dapat memperkecil diameter pipa yang digunakan karena beban air yang dialirkan berkurang. Beban ini berkurang karena reservoir mengalirkan air tambahan yang diperlukan pada jam puncak. Sehingga diameter pipa yang dibutuhkan tidak harus disesuaikan dengan kebutuhan air pada jam puncak.

(12)

Pada sistem ini pola jaringan yang digunakan adalah pola loop yang digunakan mulai dari Buah Batu hingga daerah Cileunyi. Penambahan pipa no.40 dan 77 sangat membantu pengaliran, terutama pada jam puncak. Agar mencukupi sisa tekan pada titik sadap terjauh maka ditambahkan elevated reservoir di sekitar Jln. Sukarno-Hatta (Cileunyi) dengan kapasitas 1700 m3.

Sisa tekan pada node no. 94 merupakan nilai terendah yaitu 1,56m pada jam ke-17. Sedangkan nilai tertinggi adalah 61,35m untuk node no.62 pada jam ke-9. Penambahan diameter pipa akan menurunkan nilai kecepatan aliran air dalam pipa namun akan menambahkan sisa tekan di node akhir pipa tersebut. Hal inilah yang menyebabkan beberapa kecepatan aliran tidak memenuhi kriteria.

Pada gambar profil muka jalur terpanjang untuk alternatif 2, yaitu gambar 6.8, tidak ditemukan hal yang tak wajar. Hanya pada awal jalur, yaitu dari node 14 ke 18 terjadi penurunan HGL yang cukup besar yaitu dari 727,29 menjadi 718,20. Hal ini dikarenakan terdapat pebedaan demand yang cukup besar yaitu dari 0 menjadi 19L/detik.

Air dari IPAM Cimenteng langsung didistribusikan melalui pipa induk utama dengan diameter 750mm dan kecepatan 2,33 m/detik pada jam puncak. Pipa ini menghubungkan Cimenteng langsung dengan Kopo. Pipa induk utama berada di sebelah selatan, yaitu di sepanjang Tol-Purbaleunyi. Total panjang pipa yang dibutuhkan adalah 91,644 km dengan variasi diameter pipa antara 50-750mm.

Pada jam puncak, yaitu jam ke-17 sisa tekan di 3 titik sadap tidak memenuhi dari 93 titik sambungan dan aliran air dalam 52 pipa tidak memenuhi dari 114 pipa. Selain itu, pipa yang memiliki headloss >10m/km sebanyak 12 pipa.

Pada Gambar 6.9 alternatif 3 digunakan dua sistem terpisah. Sistem barat menggunakan satu buah pompa C1 yang digunakan selama 18 jam dengan daya rata-rata 628,83kWH. Pompa ini diletakkan di Cibaduyut. Sistem ini melayani 7 kecamatan, yaitu Kecamatan Bandung Kulon, Babakan Ciparay, Bojongloa Kaler, Astana Anyar, Bojongloa Kidul, Regol, dan Bandung Kidul. Total kebutuhan air untuk daerah ini adalah sebesar 428

(13)

L/detik, yaitu 93 L/detik untuk 5 area industri, 80 L/detik untuk 5 area perdagangan dan sisanya untuk pemukiman.

Pada sistem ini pola jaringan yang digunakan adalah gabungan. Pola loop digunakan di sebagian besar daerah mulai dari Pasir Koja hingga Buah Batu, selanjutnya pola dead end digunakan pada sebagian daerah Moh.Toha. sedangkan diameter pipa yang dibutuhkan bevariasi antara 50-750mm dengan variasi elevasi antara 662-693m dpl.

Sisa tekan pada node no.7 merupakan nilai terendah yaitu 12,96m pada jam ke-1, sedangkan nilai tertinggi adalah 79,32m untuk node no.47 pada jam ke-16. Penambahan diameter pipa akan menurunkan nilai kecepatan aliran air dalam pipa namun akan menambahkan sisa tekan di node akhir pipa tersebut. Hal inilah yang menyebabkan beberapa kecepatan aliran tidak memenuhi kriteria.

Sistem timur menggunakan satu buah pompa C2 yang digunakan selama 18 jam dari pukul 3 pagi hingga 9 malam, dengan daya rata-rata 669,7kWH. Sistem ini melayani 4 kecamatan lainnya dengan total kebutuhan air sebesar 372 L/detik, yaitu 127 L/detik untuk area pengembangan Gedebage dan sisanya untuk pemukiman. Dimeter pipa yang dibutuhkan bevariasi antara 100-700mm dengan variasi elevasi antara 657-695m dpl. Sistem ini menggunakan pola jaringan loop di seluruh daerah. Penambahan pipa no.1 dan 40 di daerah Cileunyi menghubungkan daerah kritis dimana tekanan berkurang. Daerah ini memiliki elevasi lebih tinggi dibanding lainnya. Oleh karena itu dengan pembuatan pola

loop pada daerah ini dapat mendistribusikan tekanan. Sisa tekan pada node no.92

merupakan nilai terendah yaitu 5,88 m pada jam ke-14. Sedangkan nilai tertinggi adalah 72,44 m untuk node no. 85 pada jam ke-16.

Pada gambar profil muka jalur terpanjang untuk alternatif 3, yaitu Gambar 6.10, tidak ditemukan hal yang tak wajar. Hanya pada awal jalur, yaitu dari node 47 ke 85 terjadi penurunan HGL yang cukup besar yaitu dari 740,32 menjadi 733,44. Hal ini dikarenakan terdapat pebedaan demand yang cukup besar yaitu dari 0 menjadi 8L/detik.

(14)

Air dari IPAM Cimenteng langsung didistribusikan melalui pipa induk utama dengan diameter 750mm dan kecepatan 2,35 m/detik pada jam puncak. Pipa ini menghubungkan Cimenteng langsung dengan Buah Batu. Pipa induk utama berada di sebelah selatan, yaitu di sepanjang Tol-Purbaleunyi. Total panjang pipa yang dibutuhkan adalah 97,461km dengan variasi diameter pipa antara 50-750mm.

Pada jam puncak, yaitu jam ke-17 sisa tekan di 4 titik sadap tidak memenuhi dari 101 titik sambungan dan aliran air dalam 42 pipa tidak memenuhi dari 123 pipa. Selain itu, pipa yang memiliki headloss >10m/km sebanyak 17 pipa.

6.5.2 Perbandingan Alternatif

a. Perbandingan berdasarkan Kriteria Teknis

Sisa tekan yang tidak mencukupi akan menyebabkan aliran air yang keluar dari kran pada sambungan rumah tidak memenuhi kriteria. Dengan kata lain aliran air yang sampai kepada konsumen kecil. Kemudian aliran air <0,6m/detik akan menimbulkan endapan yang berefek negatif, yaitu mengurangi luas area pipa dan tumbuhnya mikroorganisme. Hal ini dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas air.

Nilai headloss >10m/km akan mempercepat kerusakan pipa, oleh karena itu untuk menanggulanginya perlu dipilih pipa dengan kekuatan memadai. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah tekanan di node. Jika tekanan >30m maka akan mempercepat kerusakan pipa. Oleh karena itu dibutuhkan Pressure Reducing Valve (PRV) untuk mengurangi tekanan.

Pada alternatif 1, sistem distribusi terbagi dimana air bersih dari pipa induk didistribusikan ke 3 daerah pelayanan. Sedangkan pada alternatif 2 dan 3 hanya digunakan 2 sistem yang terpisah di daerah Kopo untuk alternatif 2 dan daerah Buah Batu untuk alternatif 3. Perbedaannya terletak pada pembagian beban di tiap sub-sistem.

Pada alternatif 1 pembagian daerah cukup merata berdasarkan beban air bersih yaitu 347 L/detik untuk sub-sistem barat, 218 L/detik untuk tengah, dan 235 L/detik untuk timur. Sedangkan pada alternatif 2 beban sub-sistem timur sebesar 528 L/detik, 2 kali lebih besar dari barat yaitu 272 L/detik. Terakhir, pada alternatif 3 kedua sub-sistem memiliki beban

(15)

yang cukup seimbang yaitu 428 L/detik untuk barat dan 372 L/detik untuk timur. Perbedaan beban air ini akan mempengaruhi daya pompa yang dibutuhkan. Berikut adalah tabel yang menunjukkan hubungan tersebut :

Tabel 6.3 Pengaruh Beban Air terhadap Daya Pompa

Alternatif Sub-sistem Beban air (L/detik) Daya Pompa (kWH) Barat 347 240,66 Tengah 218 148,47 1 Timur 235 145,93 Barat 272 242,67 2 Timur 528 723,41 Barat 428 669,7 3 Timur 372 628,83

Pola jaringan yang digunakan pada seluruh alternatif adalah gabungan. Namun, sebagian besar menggunakan pola loop pada seluruh alternatif. Pola jaringan pada alternatif 1 adala

loop kecuali pada daerah Pasir Luyu, Buah Batu dan sebagian Gedebage. Hal ini

dikarenakan tidak ada jalan yang terhubung.

Pola jaringan pada alternatif 2 adalah loop kecuali pada daerah Moh. Toha dan Pasir Luyu. Sedangkan pada alternatif 3 digunakan pola loop pada hampir seluruh daerah kecuali daerah Karasak. Pemilihan pola jaringan tergantung pada karakteristik atau profil muka daerah perencanaan. Pola gabungan adalah yang paling sesuai untuk daerah perencanaan karena merupakan daerah yang sedang berkembang, jalan tidak terhubung satu sama lain (dipisahkan oleh sungai kecil), terdapat daerah pelayanan terpencil (seperti daerah Cileunyi), dan elevasi muka tanah yang cukup bervariasi.

Walaupun begitu, pembuatan pola jaringan loop dilakukan pada daerah Cileunyi meskipun tidak memiliki jalan terhubung. Hal ini dilakukan karena pola ini memberikan keuntungan dalam pendistribusian tekanan hingga ke ujung daerah. Jika menggunakan pola cabang tekanan tidak mencukupi hingga akhir daerah pelayanan. Untuk itu daya pompa harus diperbesar. Pembuatan pola loop dipilih karena lebih menguntungkan untuk pengaliran ke daerah berelevasi tinggi (Cileunyi).

(16)

Namun, dari ketiga alternatif ini memiliki kesamaan, yaitu pola jaringan di daerah Gedebage dibuat dengan pola loop. Hal ini dipilih karena elevasi tanah yang relatif datar di daerah tersebut dan merupakan daerah yang akan mengalami perkembangan pesat pada tahun 2013. Sehingga pola jaringan loop diharapkan dapat memenuhi pertumbuhan kebutuhan air bersih yang pesat. Pola ini merupakan pola yang fleksibel dimana arah aliran dapat berubah sesuai perubahan tekanan (buka-tutup valve oleh konsumen) dan tidak memiliki titik mati.

Kesamaan dari ketiga alternatif ini adalah penggunaan pompa namun dengan spesifikasi yang berbeda-beda. Daya pompa terbesar dibutuhkan untuk alternatif 3 dan terkecil untuk alternatif 1. Perbedaan ini disebabkan pula oleh penambahan elevated reservoir. Alternatif 3 tidak menggunakan resrvoir, sedangkan alternatif 1 dan 2 masing-masing menggunakan 1 reservoir. Reservoir pada alternatif 1 diletakkan di daerah Jln. Sukarno-Hatta (Caringin) dengan kapasitas 3000m3. Sedangkan pada alternatif 2 reservoir berada di Jln. Sukarno-Hatta (Cileunyi) dengan kapasitas 1700 m3. Sehingga dapat dilihat bahwa penambahan reservoir dapat mengurangi beban kerja pompa. Karena reservoir berfungsi sebagai pengekualisasi aliran dan tekanan sehingga tidak dibutuhkan daya pompa terlalu besar terutama pada jam puncak.

Tipe reservoir yang digunakan pada alternatif 1 dan 2 adalah elevated reservoir dengan bentuk silinder karena memiliki keuntungan. Keuntungan yang didapat adalah pereduksian kebutuhan pompa dan biaya pemompaan dan pereduksian tekanan puncak selama pemompaan sehingga penghentian pompa untuk beberapa waktu tidak mempengaruhi tekanan sistem secara signifikan.

Variasi diameter pipa pada alternatif 1 berkisar antara 50-800mm, sedangkan alternatif 2 dan 3 berkisar antara 50-750mm. Perbedaan ini dikarenakan perbedaan pemilihan jalur dan pola jaringan. Dari penjelasan tiap alternatif diperoleh data sebagai berikut :

1. alternatif 1 : Pada jam puncak, yaitu jam ke-17 sisa tekan seluruh node memenuhi persyaratan dari 116 node dan aliran air dalam 66 buah pipa kurang dari 0,6 m/detik dari total 134 pipa. Selain itu, pipa yang memiliki headloss >10m/km sebanyak 4 pipa.

(17)

2. alternatif 2 : Pada jam puncak, yaitu jam ke-17 sisa tekan di 3 titik sadap tidak memenuhi dari 93 titik sambungan dan aliran air dalam 52 pipa tidak memenuhi dari 114 pipa. Selain itu, pipa yang memiliki headloss >10m/km sebanyak 12 pipa. 3. alternatif 3 : Pada jam puncak, yaitu jam ke-17 sisa tekan di 4 titik sadap tidak

memenuhi dari 101 titik sambungan dan aliran air dalam 42 pipa tidak memenuhi dari 123 pipa. Selain itu, pipa yang memiliki headloss >10m/km sebanyak 17 pipa. Dari penjelasan di atas diperoleh bahwa pada seluruh alternatif, sisa tekan memenuhi hampir 95% dari titik sadap yang ada. Sehingga seluruh alternatif dapat mengalirkan air dengan kuantitas sangat baik kepada konsumen. Kecepatan aliran pada alternatif 1 dan 2 yang bernilai di bawah 0,6 m/detik pada jam puncak dimiliki oleh hampir 50% aliran dalam pipa, sedangkan pada alternatif 3 hanya 30%. Sehingga kualitas ketersampaian air bersih kepada konsumen cukup namun membutuhkan peralatan tambahan (blow-off ) pada pipa dengan aliran <0,3m/detik.

Nilai headloss >10m/km terbanyak dimiliki oleh alternatif 3, sebanyak 17 pipa atau sekitar 13%. Sedangkan pada alternatif 2 dan 3 hanya 3% dan 10%. Hal ini menunjukkan bahwa untuk alternatif 3 dibutuhkan pipa dengan kekuatan lebih besar dibanding alternatif lainnya.

Pada alternatif 1, sisa tekan pada node no.3 merupakan nilai terendah yaitu 8,44m pada jam ke-5. Sedangkan nilai tertinggi adalah 81,39m untuk node no.84 pada jam ke-16. Pada alternatif 2, sisa tekan pada node no.94 merupakan nilai terendah yaitu 1,56m pada jam ke-17. Sedangkan nilai tertinggi adalah 71,19m untuk node no.18 pada jam ke-23. Pada alternatif 3, sisa tekan pada node no.92 merupakan nilai terendah yaitu 5,88 m pada jam ke-14, sedangkan nilai tertinggi adalah 79,32m untuk node no.47 pada jam ke-16.

Dari ketiga alternatif di atas terlihat bahwa sisa tekanan terendah berkisar mulai 1,5m hingga 8,4m. Hal ini akan mempengaruhi kuantitas air yang sampai kepada konsumen. Namun hal ini dipengaruhi pula oleh pemilihan diameter pipa yang kemudian mempengaruhi kecepatan aliran dan tekanan. Selain itu hal ini dipengaruhi pula oleh daya pompa yang digunakan.

(18)

Pompa digunakan untuk menambahkan tekanan pada titik akhir daerah pelayanan yang merupakan titik kritis. Daerah pelayanan Bandung Selatan memiliki titik akhir pada elevasi yang lebih tinggi sehingga diperlukan daya pompa yang cukup besar. Namun, hal ini berpengaruh pada tekanan di titik sadap yang berdekatan dengan pompa tersebut. Dari penjelasan dapat dilihat bahwa tekanan terbesar berkisar pada 70m hingga 80m. Padahal kekuatan maksimum tekanan yang mampu ditolerir pipa distribusi air pada umunya hanya berkisar 50m. Oleh karena itu dibutuhkan peralatan tambahan pada titik yang berdekatan dengan pompa yaitu penambahan pressure reducing valve (PRV). Jika tidak dilengkapi PRV maka usia pakai pipa menjadi lebih pendek.

b. Analisis Kelayakan Ekonomi

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, terdapat hubungan antara diameter pipa dan daya pompa. Dengan semakin besarnya diameter pipa maka tekanan akan semakin besar. Dengan begitu daya pompa yang dibutuhkan menjadi lebih kecil, begitupun sebaliknya. Oleh karena itu berikut akan dilakukan analisis ekonomi terhadap kedua perbedaan tersebut.

Analisis ekonomi dilakukan dengan mencari dan membandingkan Break Event Point (BEP) dari masing-masing alternatif. Ketiga alternatif yang telah dibuat dibandingkan terhadap tiga alternatif lainnya yang merupakan modifikasi dari alternatif sebelumnya. Modifikasi ini antara lain pembesaran diameter pipa induk dan pengecilan daya pompa yang kemudian dinilai secara ekonomis. Berikut adalah tabel perbandingan untuk tiap alternatif :

Tabel 6.4 Perbandingan Diameter dan Daya Pompa untuk Tiap Alternatif

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Perbandingan A B A B A B Diameter (mm) 600-800 800-900 600-750 800-850 550-750 850 Daya Pompa (kWH) 240,66 148,47 145,93 64,20 13,69 35,27 242,67 723,41 128,00 23,77 669,70 628,83 208,94 186,93

Parameter ekonomi yang diperlukan untuk melakukan analisis adalah pengeluaran dan pemasukan. Biaya pengeluaran yang tediri dari starting up cost, biaya O&M (maintenance

(19)

pemasukan adalah retribusi air bersih dari konsumen setiap bulan. Namun, diasumsikan terjadi pengurangan debit air yang sampai kepada konsumen setiap tahun karena sistem distribusi mengalami penurunan performa. Selain itu diasumsikan retribusi air bersih sama untuk setiap tahun. Analisis kelayakan ekonomi dilakukan untuk lima tahun. Secara sederhana diagram pembuatan analisis kelayakan ekonomi adalah sebagai berikut:

Gambar 6.11 Diagram Analisis Kelayakan Ekonomi

Sedangkan berikut ini adalah tabel perbandingan pembiayaan untuk seluruh alternatif : Tabel 6.5 Perbandingan Pembiayaan untuk Seluruh Alternatif

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3 Biaya (Milyar)

A B A B A B

Starting up cost 15,3 16,2 12,4 13,7 13,5 16,3

Pengeluaran per tahun 34,7 32,6 32,3 29,3 33,7 30,9

Pemasukan per tahun Sama untuk seluruh alternatif

Tahun ke-1 39,9 Tahun ke-2 37,4 Tahun ke-3 34,9 Tahun ke-4 32,4 Tahun ke-5 29,9 Sumber : Perhitungan

(20)

Dari data di atas dilakukan perhitungan nilai present worth of cost (PWC) investasi dan biaya proyek yang dihitung sebagai nilai saat ini, present worth of benefits (PBC) nilai keuntungan selama masa penggunaan proyek yang telah disesuaikan dengan nilai saat ini, dan rasio B/C. Penilain didasarkan pada rasio B/C yang merupakan perbandingan antara nilai keuntungan dan investasi yang harus dikeluarkan serta untuk melihat waktu BEP. Berikut adalah rasio B/C untuk setiap alternatif.

Tabel 6.6 Rasio B/C untuk Setiap Alternatif

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3

A B A B A B

Rasio B/C 0,913 0,959 0,995 1,074 0,949 1,005

Sumber : Perhitungan

Jika dilakukan pengurutan mulai dari nilai rasio B/C terbesar maka akan diperoleh alternatif 2B sebagai alternatif terbaik karena memiliki nilai investasi terkecil. Namun, karena terdapat banyak alternatif, maka dilakukan analisis incremental sehingga diperoleh kesimpulan bahwa alternatif 2B adalah alternatif terbaik berdasarkan analisis kelayakan ekonomi. Perhitungan lebih lengkap dapat dilihat pada Lampiran.

Pada prinsipnya sebagian besar alternatif tidak layak, karena nilai rasio B/C (perbandingan keuntungan dan investasi) kurang dari 1. Berarti investasi tersebut merugi dan tidak mendapatkan keuntungan. Hanya alternatif 2B dan 3B yang memiliki nilai rasio B/C lebih dari 1. Namun hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. karena proyek ini adalah proyek publik sektor, sehingga yang dipentingkan adalah bagaimana pemerintah dapat menyediakan sarana yang layak bagi masyarakat. 2. analisis ini hanya dilakukan untuk masa penggunaan 5 tahun, padahal biasanya

proyek sarana seperti ini baru akan balik modal (BEP) setelah lebih dari 7-10 tahun. Sehingga kemungkinan besar jika analisis dilakukan untuk masa penggunaan yang lebih lama nilai rasio B/C akan menjadi positif.

Analisis kelayakan ekonomi proyek dapat diterima sebagai sebuah investasi yang menguntungkan jika nilai return of invesment (RoI) berkisar antara 14-17% per tahun. Oleh karena itu, asumsi bahwa retribusi air bersih per tahun adalah sama tidak bisa berlaku. Meskipun air bersih merupakan public goods, dalam rangka menumbuhkan

(21)

tingkat investasi di masa depan terhadap pengadaan sistem penyediaan air bersih, kenaikan retribusi (income) bisa jadi merupakan solusi. Sehingga dengan perhitungan yang sama akan diperoleh nilai BEP yang memenuhi.

Analisis ini hanya digunakan untuk mengetahui perbandingan antara alternatif A (diameter pipa kecil dan daya pompa besar) dengan alternatif B (diameter pipa besar dan daya pompa kecil). Dari analisis di atas dapat terlihat bahwa alternatif B lebih baik dari alternatif A. Hal ini dapat dilihat dari nilai rasio B/C alternatif B lebih besar dibanding A.

Namun, dalam pemilihan alternatif jaringan distribusi terbaik menggunakan alternatif A. Hal ini dipilih karena pemilihan diameter pipa pada alternatif B tidak ada di pasaran (diameter 850mm). Meskipun begitu, tidak ada perbedaan yang signifikan antara alternatif A dan B untuk masing-masing jalur. Sehingga penggunaan alternatif A dianggap tidak kontradiksi dengan analisis kelayakan ekonomi yang telah dibuat.

6.5.3 Pemilihan Alternatif Jaringan Distribusi

Dalam menentukan alternatif jaringan terbaik, maka dilakukan penilaian bobot kriteria. Pemilihan alternatif berdasarkan metode ini dilakukan dengan bantuan matriks ‘pilihan berpasangan’. Seluruh kriteria yang menentukan dalam memilih alternatif terbaik dikumpulkan dan dibuat bagan matriks ‘pilihan berpasangan’. (Kelly, P. Keith, 1999)

Dalam matriks ‘pilihan berpasangan’, masing-masing kriteria akan dipasangkan dengan kriteria lain untuk menentukan tingkat relatif penting dari kriteria yang satu terhadap kriteria lainnya. Dari masing-masing pasangan akan dihasilkan satu pilihan sebagai kriteria yang paling menentukan dalam pemilihan alternatif terbaik.

Kriteria yang digunakan dalam pemilihan alternatif terbaik adalah: 1. kriteria 1→ sisa tekan di titik sadap minimum 10m

2. kriteria 2→ kecepatan alir dalam pipa, antara 0,6-3m/s 3. kriteria 3→ nilai headloss <10m/km

4. kriteria 4→ panjang pipa terpendek 5. kriteria 5→ biaya starting up cost terkecil

(22)

Tabel 6.7 Matriks ‘pilihan berpasangan’ Kriteria Pemilihan Kriteria 1 (1) Kriteria 2 (2) Kriteria 3 (3) Kriteria 4 (4) Kriteria 5 (5) Bobot Kriteria 1 (1) 1 1 1 5 3 Kriteria 2 (2) 1 3 4 5 0 Kriteria 3 (3) 1 3 3 5 2 Kriteria 4 (4) 1 4 3 5 1 Kriteria 5 (5) 5 5 5 5 4 Bobot 3 0 2 1 4

Pada kolom di atas setiap kriteria dibandingkan satu sama lain. Kriteria satu dibandingkan dengan kriteria 2, 3, 4, 5, dan 6 kemudian menuliskan angka. Angka yang dituliskan pada kolom tersebut menunjukkan kriteria yang terpilih dan dianggap lebih penting dibandingkan dengan kriteria lainnya. Bagian diagonal berwarna abu-abu menunjukkan bahwa satu kriteria tidak dapat dibandingkan dengan kriteria itu sendiri.

Pada pembobotan ini, hasil yang didapat tidak konsisten karena masih berupa objektif. Untuk menentukan hasil yang pembobotan yang lebih akurat, uji konsistensi dapat dilakukan. Uji dilakukan dengan menjumlahkan poin yang menunjukkan kriteria tersebut lebih penting, yang berada pada kolom paling kanan dan baris paling bawah pada bagian matriks ’pilihan berpasangan’.

Kemudian untuk masing-masing kriteria dan hasilnya ditulis dalam bentuk persen. Nilai persen tersebut merupakan nilai bobot kriteria. Hasil yang didapat adalah sebagai berikut :

Tabel 6.8 Penentuan Nilai Bobot Kriteria

Kriteria Angka pembobotan Nilai bobot kriteria

1 3 30%

2 0 0%

3 2 20%

4 1 10%

5 4 40%

Selanjutnya dilakukan teknik penilaian alternatif, yaitu alat untuk membantu dalam membuat keputusan yang digunakan untuk memilih berbagai alternatif dengan menggunakan kriteria yang telah didefenisikan sebelumnya.

(23)

Pertama-tama skala penilaian digunakan untuk membandingkan berbagai alternatif dengan masing-masing kriteria. Masing-masing alternatif dibandingkan dengan kriteria yang digunakan untuk menentukan skala penilaian. Skala penilaian yang digunakan adala 0 s.d 10. Angka 10 untuk nilai tertinggi dan diberikan pada alternatif yang memiliki hasil penilaian terbaik terhadap kriteria tertentu, sedangkan angka 0 untuk nilai terendah.

Setelah itu bobot pada masing-masing kriteria dikalikan dengan nilai pada masing-masing alternatif. Nilai yang dihasilkan pada setiap alternatif dijumlahkan seluruhnya. Nilai akhir total yang dihasilkan dibandingkan dengan seluruh alternatif yang ada. Alternatif terpilih memiliki nilai akhir total tertinggi. Proses pemilihan alternatif dapat dilihat pada Tabel 6.9 hingga Tabel 6.11.

Tabel 6.9 Rekapitulasi Penjelasan Alternatif Jalur

Kriteria Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3

Pola jaringan Gabungan, dibagi menjadi 3 sub-sistem. Gabungan, dibagi menjadi 2 sub-sistem. Gabungan, dibagi menjadi 2 sub-sistem.

Sisa tekan di titik sadap, minimum 10m 0 titik tidak memenuhi dari 116 titik 3 titik tidak memenuhi dari 93 titik 4 titik tidak memenuhi dari 101 titik

Kecepatan alir dalam pipa, antara 0,6-3m/s Aliran dalam 66 pipa tidak memenuhi dari 134 pipa. Aliran dalam 52 pipa tidak memenuhi dari 114 pipa. Aliran dalam 42 pipa tidak memenuhi dari 123 pipa. Headloss <10m/km 4 pipa tidak memenuhi dari 134 pipa. 12 pipa tidak memenuhi dari 114 pipa. 17 pipa tidak memenuhi dari 123 pipa. Panjang pipa 100114m 91644m 97461m Jumlah pompa 3 2 2 Jumlah elevated reservoir 1 (3000m3) 1 (1700m3) - Starting up cost 15,3 M 12,4 M 13,5 M

Tabel 6.10 Penilaian terhadap Alternatif Jalur

Kriteria Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3

Sisa tekan di titik sadap minimum 10m 10 5 0

Kecepatan alir dalam pipa, antara 0,6-3m/s 0 5 10

Nilai headloss <10m/km 10 5 0

Panjang pipa terpendek 0 10 5

(24)

Tabel 6.11 Nilai Akhir Alternatif Jalur

Bobot Kriteria 1 2 3

30% Sisa tekan di titik sadap minimum 10m 3 1,5 0

0% Kecepatan alir dalam pipa; 0,6-3m/s 0 0 0

20% Nilai headloss <10m/km 2 1 0

10% Panjang pipa terpendek 0 1 0,5

40% Starting up cost terkecil 0 4 2

Nilai Akhir 5 7,5 2,5

Alternatif jalur 2 memiliki nilai akhir terbesar, maka alternatif 2 dipilih sebagai jalur distribusi air bersih di Bandung Selatan. Pada alternatif 2, sistem pengaliran secara gravitasi dari IPAM Cimenteng kemudian dipisah menjadi 2 sub-sistem di daerah Kopo. Setelah itu di masing-masing sub-sistem, barat dan timur digunakan 1 buah pompa dengan daya rata-rata sebesar 242,67kWH dan 723,41kWH.

Sub-sistem barat melayani 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Bandung Kulon, Babakan Ciparay, dan Bojongloa Kaler. Total kebutuhan air untuk daerah ini adalah sebesar 272 L/detik, yaitu 85 L/detik untuk 4 area industri, 50 L/detik untuk 3 area perdagangan dan sisanya untuk pemukiman. Sedangkan sub-sistem timur melayani 8 kecamatan lainnya dengan total kebutuhan air sebesar 528 L/detik, yaitu 8 L/detik untuk 1 area industri, 30 L/detik untuk 2 area perdagangan dan sisanya untuk pemukiman.

(25)

Pola gabungan merupakan pola yang paling sesuai dengan profil wilayah Bandung Selatan karena karena merupakan daerah yang sedang berkembang, jalan tidak terhubung satu sama lain (dipisahkan oleh sungai kecil), terdapat daerah pelayanan terpencil (seperti daerah Cileunyi), dan elevasi muka tanah yang cukup bervariasi. Namun, sebagian besar menggunakan pola loop karena keuntungan yanglebih besar dari segi teknik meskipun panjang perpipaan yang dibutuhkan menjadi lebih besar.

Pemanfaatan elevasi untuk melakukan pengaliran secara gravitasi berhubungan dengan perletakan reservoir yang tepat. Namun, dengan profil muka tanah daerah pelayanan dimana pada kedua ujung barat dan timur memiliki elevasi lebih tingggi maka dibutuhkan 2 buah pompa. Pompa hanya digunakan selama 16 jam, dari pukul 4 pagi hingga 8 malam. Di luar itu, pengaliran dilakukan secara gravitasi.

Kriteria pemilihan alternatif beserta bobot penilaiannya, yaitu sisa tekan di titik sadap minimum 10m (30%), kecepatan alir dalam pipa, antara 0,6-3m/s (0%), nilai headloss <10m/km (20%), panjang pipa terpendek (10%), dan starting up cost terkecil (40%) menunjukkan bahwa kriteria teknis berbanding dengan kriteria ekonomis. Hal ini selain dikarenakan perencanaan sistem distribusi mengedepankan kualitas pelayanan dan kontinuitas suplai air bersih kepada konsumen juga kelayakan ekonomi.Kriteria ekonomis yang berkaitan dengan analisis kelayakan ekonomi proyek menjadi sebuah peluang investasi yang baik untuk pihak luar (di luar pemerintah kota). Oleh karena itu analisis kelayakan ekonomi menjadi syarat penting. Karena pembangunan infrastruktur merupakan investasi utama bagi keberlanjutan hidup sebuah kota besar seperti Bandung.

Kriteria teknis yang tidak memenuhi syarat harus diiringi dengan perlakuan khusus. Berikut adalah rekapitulasi jaringan alternatif 2 yang tidak memenuhi kriteria teknis.

Tabel 6.12 Rekapitulasi Kriteria Teknis Jaringan Alternatif 3

Kriteria Teknis Tidak memenuhi

Sisa tekan di titik sadap minimum 10m 3 titik dari 93 titik Kecepatan alir dalam pipa, antara 0,6-3m/s 52 pipa dari 114 pipa

Nilai headloss <10m/km 12 pipa dari 114 pipa

Akibat dari sisa tekan di titik sadap yang tidak memenuhi akan menyebabkan kecepatan air yang keluar dari kran kecil. Sedangkan akibat dari nilai headloss >10m/km adalah

(26)

percepatan kerusakan pipa sehingga perlu ditambahkan PRV. Selain itu harus menggunakan pipa dengan kekuatan penahan tekanan yang memadai. Selain itu, akibat dari aliran dalam pipa yang tidak memenuhi kriteria akan terjadi pengendapan sehingga harus ditambahkan blow-off karena. Pengendapan mineral akan terjadi jika kecepatan air dalam pipa kurang dari 0,3m/detik.

Pada alternatif ini digunakan sistem pengaliran pemompaan karena tekanan tidak mencukupi hingga akhir daerah pelayanan. Hal ini dikarenakan elevasi daerah akhir perencanaan lebih besar (Cileunyi dan Pasir Koja) daripada jalur pipa distribusi utama (Buah Batu). Pompa yang digunakan adalah sebanyak 2 buah ditambah ground reservoir dan elevated reservoir. Pada Gambar 6.13 diperlihatkan skema aliran air. Penggunaan

ground reservoir adalah untuk mengekualisasi aliran air agar pemompaan air dapat

dilakukan. Pola pemakaian air yang fluktuatif menyebabkan debit yang disalurkan berbeda-beda. Pemompaan tidak dapat dilakukan ketika debit air yang tersedia tidak mencukupi. Oleh karena itu digunakan reservoir. Selain itu, untuk memenuhi kebutuhan pada jam-jam puncak, maka digunakan pula elevated reservoir.

6.6 Profil Hidrolis

Profil hidrolis adalah gambar yang menunjukkan posisi ketinggian pipa dan garis hidrolisnya pada titik di suatu jalur perpipaan. Perhitungan HGL dilakukan pada jalur pipa terpanjang pada jam puncak, yaitu jam ke-1, dapat dilihat pada Tabel 6.13.

Tabel 6.13 Profil Hidrolis Jalur Pipa Terpanjang-Barat pada Jam Puncak

Node Elevasi muka tanah (m) Jarak (m) HGL Tekanan Reservoir 775 775 14 666 13111 727,29 61,29 18 669 637 718,20 49,2 19 684 1071 712,78 28,78 25 677 614 709,04 32,04 30 681 1322 699,21 18,21 31 677 299 698,22 21,22 33 679 356 696,51 17,51 35 679 1008 695,09 16,09 36 678 206 694,59 16,59 37 678 223 694,16 16,16 38 676 391 693,10 17,1 39 673 271 692,11 19,11 40 670 531 690,20 20,2

(27)

Tabel 6.14 Hasil Perhitungan Hidrolis Alternatif Jalur 2 menggunakan EPANET pada Jam Puncak ke-17 Node Results at 17:00 Hrs:

--- Node Demand Head Pressure Quality

ID LPS m m --- 2 10.40 707.05 17.05 0.00 4 7.80 706.36 16.36 0.00 5 11.70 706.82 21.82 0.00 6 18.20 709.84 36.84 0.00 9 6.50 707.30 17.30 0.00 10 6.50 708.27 18.27 0.00 11 6.50 708.99 18.99 0.00 12 6.50 710.43 21.43 0.00 13 9.10 708.83 20.83 0.00 15 9.10 714.58 41.58 0.00 16 19.50 715.56 42.56 0.00 17 19.50 717.04 47.05 0.00 18 24.70 718.19 49.19 0.00 19 13.00 712.77 28.77 0.00 20 13.00 711.32 21.32 0.00 21 13.00 715.45 32.45 0.00 22 18.20 712.24 27.24 0.00 23 15.60 710.03 25.03 0.00 24 7.80 709.48 19.48 0.00 25 18.20 709.03 32.03 0.00 26 19.50 705.92 34.92 0.00 27 23.40 704.56 34.56 0.00 28 20.80 702.08 34.08 0.00 29 10.40 703.00 32.00 0.00 30 10.40 699.20 18.20 0.00 31 9.10 698.22 21.22 0.00 32 6.50 697.80 20.80 0.00 33 19.50 696.50 17.50 0.00 34 28.60 693.98 21.98 0.00 35 5.20 695.09 16.09 0.00 36 5.20 694.59 16.59 0.00 37 10.40 694.15 16.15 0.00 38 10.40 693.09 17.09 0.00 39 10.40 692.11 19.11 0.00 40 9.10 690.19 20.19 0.00 42 15.60 687.93 13.93 0.00 43 16.90 688.56 14.56 0.00 44 10.40 696.54 24.54 0.00 45 10.40 699.46 28.46 0.00 46 10.40 703.63 40.63 0.00 47 5.20 728.53 58.53 0.00 48 5.20 710.00 51.00 0.00 49 6.50 711.02 54.02 0.00 50 5.20 709.34 47.34 0.00 51 3.90 714.77 52.77 0.00 52 11.70 711.89 44.89 0.00 53 13.00 717.92 53.92 0.00 55 5.20 712.01 42.01 0.00 56 7.80 712.26 41.26 0.00 57 7.80 715.69 44.69 0.00 58 10.40 716.20 45.20 0.00 59 13.00 714.71 44.71 0.00 60 9.10 714.64 49.64 0.00 61 9.10 716.73 56.73 0.00 62 10.40 721.26 60.26 0.00 63 10.40 719.88 55.88 0.00 64 9.10 718.88 54.88 0.00

(28)

65 6.50 716.35 53.35 0.00 66 6.50 714.88 49.88 0.00 67 10.40 713.13 44.13 0.00 68 5.20 711.78 42.78 0.00 70 13.00 711.28 39.28 0.00 71 23.40 709.80 37.80 0.00 72 13.00 706.74 32.74 0.00 73 7.80 704.74 34.74 0.00 74 10.40 710.06 39.06 0.00 75 6.50 708.43 37.43 0.00 76 10.40 699.57 24.57 0.00 77 10.40 703.75 32.75 0.00 78 7.80 703.30 33.30 0.00 79 16.90 697.75 22.75 0.00 80 19.50 695.32 20.32 0.00 81 19.50 696.97 22.97 0.00 83 9.10 707.09 44.09 0.00 84 10.40 711.35 51.35 0.00 85 10.40 707.49 46.49 0.00 86 26.00 701.74 39.74 0.00 87 10.40 700.13 17.13 0.00 88 13.00 701.04 39.04 0.00 89 18.20 697.51 36.51 0.00 90 22.10 691.59 30.59 0.00 91 27.30 684.90 18.90 0.00 92 6.50 683.83 3.83 0.00 93 15.60 688.97 8.97 0.00 94 23.40 686.57 1.57 0.00 101 0.00 710.12 22.12 0.00 14 0.00 727.29 61.29 0.00 41 0.00 727.29 61.29 0.00 3 0.00 728.53 58.53 0.00 Cimenteng,+775m -1028.76 775.00 0.00 0.00 Reservoir 8 -11.24 700.13 17.13 0.00 Tank Link Results at 17:00 Hrs: --- Link Flow VelocityUnit Headloss Status

ID LPS m/s m/km --- 7 3.70 0.21 0.68 Open 8 10.31 0.58 4.55 Open 9 13.19 0.75 7.18 Open 11 4.09 0.52 5.91 Open 13 29.51 0.94 7.86 Open 17 2.69 0.34 2.72 Open 18 9.19 0.52 3.68 Open 19 30.00 0.61 2.73 Open 20 12.05 0.68 6.07 Open 21 16.99 0.54 2.83 Open 22 3.55 0.20 0.63 Open 23 60.25 0.85 4.09 Open 24 20.54 0.42 1.35 Open 25 29.09 0.59 2.58 Open 26 4.45 0.57 6.90 Open 27 17.45 0.56 2.97 Open 28 53.11 0.75 3.24 Open 31 259.19 1.32 5.06 Open 34 453.70 2.31 14.28 Open 36 74.10 0.77 2.83 Open 37 23.40 0.74 5.11 Open

(29)

38 10.40 0.59 4.62 Open 39 20.80 1.18 16.69 Open 42 114.40 0.91 3.30 Open 43 6.50 0.37 1.94 Open 44 98.80 1.03 4.82 Open 45 28.60 0.58 2.50 Open 48 45.50 0.64 2.43 Open 49 40.30 0.57 1.94 Open 50 29.90 0.61 2.71 Open 51 19.50 0.62 3.65 Open 52 9.10 0.51 3.61 Open 55 0.42 0.21 2.58 Open 57 17.32 0.98 11.89 Open 58 42.90 0.87 5.30 Open 59 53.30 1.09 7.92 Open 63 7.58 0.24 0.63 Open 64 2.38 0.13 0.30 Open 65 51.62 1.05 7.46 Open 66 2.14 0.27 1.78 Open 67 63.70 1.30 11.01 Open 68 7.34 0.42 2.42 Open 69 15.14 0.86 9.27 Open 70 60.94 1.24 10.15 Open 72 23.94 0.49 1.80 Open 73 10.94 0.22 0.42 Open 74 13.54 0.77 7.53 Open 76 42.14 0.60 2.11 Open 78 51.24 0.53 1.43 Open 79 171.18 0.87 2.35 Open 81 34.26 1.09 10.35 Open 82 16.90 0.54 2.80 Open 83 3.64 0.46 4.77 Open 84 64.16 0.91 4.59 Open 85 17.80 0.57 3.08 Open 87 10.46 0.59 4.67 Open 89 12.60 0.71 6.60 Open 90 92.36 1.31 9.02 Open 91 98.86 1.40 10.23 Open 92 10.68 0.60 4.85 Open 93 267.89 1.36 5.38 Open 94 47.34 0.67 2.61 Open 95 57.74 0.46 10.58 Open 96 5.14 0.29 1.25 Open 97 73.28 0.76 2.77 Open 98 257.65 1.31 5.01 Open 99 134.69 1.07 4.47 Open 100 112.56 0.90 3.20 Open 101 17.24 0.35 10.50 Open 102 2.26 0.29 8.30 Open 104 42.76 0.44 1.02 Open 105 102.16 1.06 5.13 Open 107 78.03 0.81 3.11 Open 109 55.61 1.13 8.57 Open 116 23.69 0.75 5.23 Open 117 4.22 0.54 6.27 Open 121 6.21 0.35 1.78 Open 122 33.51 1.07 9.94 Open 108 1028.73 2.33 9.02 Open 118 31.74 0.65 3.03 Open 123 120.36 0.76 2.04 Open 125 217.10 1.37 6.09 Open 2 14.50 0.46 2.11 Open 3 132.86 0.68 1.47 Open 6 11.31 0.64 5.40 Open 10 169.81 0.86 2.31 Open 30 124.80 1.30 7.43 Open 32 50.70 0.53 1.40 Open

(30)

33 4.10 0.23 0.82 Open 35 3.81 0.49 5.19 Open 1 0.29 0.15 1.26 Open 4 0.00 0.00 0.00 Closed 5 0.00 0.00 0.00 Open 12 15.18 0.86 9.31 Open 16 15.38 0.49 2.35 Open 29 32.88 1.05 9.60 Open 54 13.84 0.78 7.84 Open 56 2.86 0.36 3.05 Open 61 2.66 0.34 2.67 Open 62 10.86 0.61 5.01 Open 71 1.14 0.14 0.55 Open 75 16.88 0.54 2.79 Open 77 35.07 1.12 10.81 Open 40 8.56 0.48 3.22 Open 41 91.03 0.72 2.16 Open 47 0.00 0.00 0.00 Closed 53 0.00 0.00 0.00 Open 88 575.03 2.03 9.11 Open 106 569.83 2.02 8.96 Open 110 5.31 0.68 9.60 Open 111 57.63 0.82 3.76 Open 46 11.27 0.06 0.01 Open 14 453.70 0.00 -70.60 Open Pump 15 575.03 0.00 -156.94 Open Pump

6.7 Perhitungan Jumlah Kebutuhan Air untuk Sistem Pemadam Kebakaran

Besarnya debit aliran yang diperlukan untuk daerah perkotaan dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan di bawah, yaitu : (Al-Layla, 1980)

) 01 , 0 1 ( 3860 P P Q= −

dimana P= jumlah penduduk (ribuan)

(31)

Perhitungan dilakukan berdasarkan jumlah air yang dibutuhkan dan waktu pemadaman kebakaran. Jumlah debit yang harus tersedia untuk 1 buah hidran adalah 12 L/detik dengan waktu pemadaman 5 jam. Perhitungan kapasitas reservoir Cimenteng adalah sebagai berikut : ) 01 , 0 1 ( 3860 P P Q= − Q = 3860 √561,784(1-0,01√561,784) Q = 79915,06 L/menit ≅ 1332 L/detik

Jumlah hidran, N = Q/12 L/detik = 1332 / 12 ≅ 111 buah

Jumlah air yang akan disediakan untuk cadangan kebakaran ini adalah jumlah air yang diperlukan saat hydran kebakaran dioperasikan. Saat kebakaran terjadi, tidak seluruh

hydran kebakaran dipergunakan pada saat yang bersamaan karena volume cadangan air

akan menjadi terlalu besar dibandingkan dengan kebutuhan air kota sehingga

hydran-hydran akan dioperasikan secara bergantian (Melati,2005).

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum Republik Indonesia No.10/KPTS/2000 tanggal 1 Maret 2000 tentang Ketentuan Teknis Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan, dijelaskan bahwa besarnya suplai air untuk hydran halaman minimal adalah sebesar 38 L/detik dan dapat mengalirkan air minimal selama 30 menit. Untuk perencanaan sistem pemadam kebakaran di Kota Baru Gedebage, Melati pada tahun 2005 menggunakan asumsi suplai air untuk hydran sebesar 38 L/detik. Oleh karena itu, untuk Bandung Selatan akan digunakan 4x38 L/detik dengan asumsi bahwa luas total daerah perencanaan 4 kali lebih besar dibanding Kota Baru Gedebage. Sehingga akan dioperasikan hydran secara bergantian sebanyak:

hydran ik L ik L x / det / 12 det / 38 4 = ≈ 16 hydran

Maka bila hydran-hydran tersebut harus dapat mengalirkan air minimal selama 30 menit, maka jumlah air yang harus tersedia pada tiap sistem adalah:

Jumlah air yang harus tersedia =12L/detik/hidran×16hidran×30×60 = 345600 L = 345,6 m3

(32)

Selain itu direncanakan pula waktu yang dibutuhkan untuk memadamkan kebakaran yaitu selama 5 jam. Maka jumlah air yang harus tersedia sebagai cadangan pemadam kebakaran menjadi: Jumlah air 5 60 3456 30 6 , 345 3 = × × = jam menit m m3

Volume air untuk pemadam kebakaran menggunakan satuan bulanan. Oleh sebab itu volume cadangan air pemadam kebakaran yang dibutuhkan dalam satuan harian adalah:

V1 = 3456/ 30 = 115,2 m3

Langkah berikutnya adalah merencanakan jaringan distribusi pemadam kebakaran. Pola jaringan yang dipilih adalah pola gabungan dengan sistem pemompaan (3 buah pompa). Sistem pemompaan tetap diperlukan untuk mencapai sisa tekan yang diinginkan pada

hydran yaitu sebesar 3,5 bar atau sama dengan 35 m kolom air. Gambar jaringan distribusi

dapat dilihat pada Lampiran.

6.8 Perhitungan Volume Reservoir Distribusi

Dalam sistem distribusi diperlukan reservoir yang berfungsi sebagai tempat cadangan air untuk melayani fluktuasi pemakaian air dimana debit yang masuk merupakan debit rata-rata, sedangkan debit yang keluar berfluktuasi. Reservoir distribusi berjumlah 2 buah untuk 2 sub-sistem dengan spesifikasi ground reservoir dan berbentuk segiempat ditambah

elevated reservoir (+18m) dan berbentuk silinder.

Penggunaan dua buah reservoir untuk setiap sub-sistem diperlukan karena menggunakan sistem pengaliran pemompaan. Ground reservoir berfungsi sebagai bak penampung sebelum pemompaan dan elevated reservoir berfungsi sebagai pensuplai ketika jam puncak. Skema penggunaan reservoir dan pompa dapat dilihat pada Gambar 6.14.

Ke daerah distribusi Pompa

Dari IPAM Cimenteng

(33)

Perhitungan ground reservoir dapat dilihat pada Tabel 6.15. Sedangkan perhitungan volume elevated reservoir membutuhkan pola pemakaian air yang dapat dilihat pada Tabel 6.16. Pola ini digunakan untuk menghitung fluktuasi pemakaian air sehingga diperoleh volume yang dapat dilihat pada Tabel 6.17.

Tabel 6.15 Suplai Air pada Ground Reservoir

Rata-rata Pompa Suplai (%) Jam ke- (%) (%) (+) (-) 1 4,17 2,84 -1,33 2 4,17 2,84 -1,33 3 4,17 2,84 -1,33 4 4,17 3,60 -0,57 5 4,17 3,60 -0,57 6 4,17 3,60 -0,57 7 4,17 4,92 0,75 8 4,17 4,92 0,75 9 4,17 4,92 0,75 10 4,17 4,92 0,75 11 4,17 4,92 0,75 12 4,17 4,92 0,75 13 4,17 4,92 0,75 14 4,17 4,92 0,75 15 4,17 4,92 0,75 16 4,17 4,92 0,75 17 4,17 4,92 0,75 18 4,17 4,92 0,75 19 4,17 4,92 0,75 20 4,17 3,79 -0,38 21 4,17 3,79 -0,38 22 4,17 2,84 -1,33 23 4,17 2,84 -1,33 24 4,17 2,84 -1,33 Total 99,43 9,81 -10,45 Sumber: Perhitungan

Penentuan Volume Ground Reservoir

0 1 2 3 4 5 6 1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 Jam ke-% P em ak aian rata-rata pemompaan Sumber : Perhitungan

(34)

Suplai reservoir per jam adalah sebesar 100%24 = 4,17% dari pengaliran 1 hari sehingga aliran masuk dianggap konstan tiap jam. Persentase pemompaan menunjukkan pola pengambilan air dalam reservoir ini. Sehingga volume reservoir minimal yang dibutuhkan dapat dihitung sebagai total persentase suplai (+) atau (-). Dari Tabel 6.15 diperoleh volume ground reservoir untuk sub-sistem 1 (Q=528L/detik) adalah :

Vol = 10,5%x528L/detikx86400/1000 = 4790 m3

Sedangkan volume ground reservoir untuk sub-sistem 2 (Q=272L/detik) adalah : Vol = 10,5%x272L/detikx86400/1000 = 24567,58 m3

Setelah mengetahui volume ground reservoir maka dengan menggunakan pola pemakaian air tiap jam dapat ditentukan volume elevated reservoir. Perhitungan ini menggunakan konsep yang sama.

Tabel 6.16 Pola Pemakaian Air Tiap Jam

Waktu Pemakaian Air

00.00-01.00 01.00-02.00 02.00-03.00 03.00-04.00 04.00-05.00 05.00-06.00 06.00-07.00 07.00-08.00 08.00-09.00 09.00-10.00 10.00-11.00 11.00-12.00 12.00-13.00 13.00-14.00 14.00-15.00 15.00-16.00 16.00-17.00 17.00-18.00 18.00-19.00 19.00-20.00 20.00-21.00 21.00-22.00 22.00-23.00 23.00-24.00 2,50 2,50 2,92 3,33 3,75 4,38 4,79 5,00 5,04 5,00 4,92 4,92 5,00 5,00 5,13 5,21 5,42 5,21 4,58 4,17 3,75 2,92 2,50 2,08

(35)

Tabel 6.17 Fluktuasi Pemakaian Air

Pemakaian Pompa Suplai (%) Jam ke- (%) (%) (+) (-) 1 2,50 2,84 0,34 2 2,50 2,84 0,34 3 2,92 2,84 -0,08 4 3,33 3,60 0,27 5 3,75 3,60 -0,15 6 4,38 3,60 -0,78 7 4,79 4,92 0,13 8 5,00 4,92 -0,08 9 5,04 4,92 -0,12 10 5,00 4,92 -0,08 11 4,92 4,92 0,01 12 4,92 4,92 0,01 13 5,00 4,92 -0,08 14 5,00 4,92 -0,08 15 5,13 4,92 -0,20 16 5,21 4,92 -0,28 17 5,42 4,92 -0,49 18 5,21 4,92 -0,28 19 4,58 4,92 0,34 20 4,17 3,79 -0,38 21 3,75 3,79 0,04 22 2,92 2,84 -0,08 23 2,50 2,84 0,34 24 2,08 2,84 0,76 Total 100 2,57 -3,14 Sumber : Perhitungan

Penentuan Volume Elevated Reservoir

0 1 2 3 4 5 6 1 6 11 16 21 Jam ke-% P e ma k a ia n

pola pemakaian air pemompaan

Gambar 6.16 Grafik Pemakaian Air Tiap Jam

Dari Tabel 6.17 diperoleh volume elevated reservoir untuk sub-sistem 1 (Q=528L/detik) adalah : Vol = 3,2%x528L/detikx86400/1000 = 1459,81 m3

Sedangkan volume ground reservoir untuk sub-sistem 2 (Q=272L/detik) adalah : Vol = 13,2%x272L/detikx86400/1000 = 752,02 m3

(36)

Perhitungan dimensi ground reservoir 1 adalah sebagai berikut : V = 4790 m3

Direncanakan kedalaman, H = 8 m

Berdasarkan kriteriaÆ panjang : lebar = 1,5:1 Maka, A=V/H=4790/10=479m2

P=1,5l Æ A=pxl=1,5l2 Æ l=√(479/1,5≈20m , p≈30m

Untuk reservoir didapat volume aktual=PxLxT=30x20x8=4800 m3. Untuk perpipaan pada reservoir distribusi ini adalah sebagai berikut:

− Debit yang masuk = 528 L/detik. Qinlet = 528 L/detik = 0,53 m3/detik.

Berdasarkan kriteria teknis sistem jaringan perpipaan, telah ditentukan bahwa besarnya kecepatan aliran di dalam pipa antara 0,3-3 m/detik. Direncanakan kecepatan di dalam pipa inlet yaitu 3 m/detik.

A= Qo / v = 0,53 / 3 = 0,18 m2

D= (4 A / П)1/2 = (4 (0,18) / П)1/2 = 0,48 m ≈ 20 inchi

Jadi untuk pipa inlet ke reservoir akan digunakan pipa dengan diameter 20 inchi.

− Debit outlet (Qo):

Qo = 0,53 m3/dtk, dengan faktor puncak = 1,3

Direncanakan akan dibuat satu buah pipa outlet yang kemudian dihubungkan dengan pipa induk distribusi.

Kecepatan desain outlet = 3 m/dtk Luas pipa masing-masing outlet (A):

A= Qo / v = 0,689 / 3 = 0,23 m2

D= (4 A / П)1/2 = (4 (0,23) / П)1/2 = 0,54 m ≈ 22 inchi Jadi untuk outlet digunakan pipa dengan diameter 22 inchi. − Pipa penguras

Tinggi pengurasan (dp) = 1 m

Volume pengurasan reservoir (V) = 2000 m3

(37)

Kecepatan pengurasan = 5 m/dtk Debit pengurasan (Qd):

Qd = Volume / t = 2000 / (60 x 15) = 2,22 m3/dtk

Direncanakan memakai 3 pipa penguras, maka debit tiap pipa penguras (Qd’):

Qd’ = 2,22 / 2 = 1,11 m3/dtk

A = Qd’/ v = 1,11 / 5 = 0,22 m2

D = (4 A / П)1/2 = (4 (0,22) / П)1/2 = 0,53 m ≈22 inchi

Jadi untuk pipa penguras digunakan 3 buah pipa dengan diameter 22 inchi. − Pipa Ventilasi

Debit yang melalui pipa ventilasi (Qv)

Qv = Qo – Qi = 0,689-0,53 = 0,16 m3/dtk

Direncanakan menggunakan 2 buah pipa, maka debit tiap pipa (Qv’) adalah :

Qv’ = 0,16 / 2 = 0,08 m3/dtk

Kecepatan ventilasi yang didesain (vv) = 3 m/dtk

A = Qo / v = 0,08 / 3 = 0,026 m2

D = (4 A / П)1/2 = (4 (0,026) / П)1/2 = 0,18 m ≈ 8 inchi

Jadi untuk ventilasi digunakan 2 buah pipa dengan diameter 8 inchi. Perhitungan dimensi elevated reservoir 2 adalah sebagai berikut :

V = 752,02m3

Direncanakan kedalaman, H = 6 m Maka, A=V/H=752,02/6=125,34m2

A=0,25πd2Æd=√(125,34/0,25π)=12,6m≈13m

(38)
(39)
(40)

Gambar

Tabel 6.1 Proyeksi Jumlah Penduduk di Kota Bandung dengan Metode Logaritmik  Tahun  Proyeksi Penduduk (jiwa)
Gambar 6.4 Skema Umum Distribusi Air
Tabel 6.3 Deskripsi Ketiga Alternatif
Tabel 6.3  Pengaruh Beban Air terhadap Daya Pompa  Alternatif Sub-sistem  Beban air
+7

Referensi

Dokumen terkait

.Uji stabilitas sangat penting untuk mengetahui keadaan suatu obat tersebut aman atau tidak, dapat bertahan lama atau tidak sehingga dapat disimpan dalam jangka waktu

Data yang dicari dalam penelitian ini adalah gambaran umum perusahaan, struktur organisasi perusahaan, dan data-data yang berhubungan dengan biaya operasi khususnya biaya

Hasil analisis statistik nilai volume hasil estimasi dibandingkan dengan volume sesungguhnya hasil pencelupan tajuk tanaman menunjukkan bahwa tidak terdapat beda nyata pada kedua

Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan yang bertujuan untuk menentukan spesifikasi ekstraksi Cu(II) dengan APDC sebagai pengompleks melalui kondisi optimum

Pada langkah merumuskan masalah di dalam LKPD disajikan sebuah permasalahan yang dekat dengan kehidupan yang mengandung teka-teki untuk diselesaikan oleh peserta

Analisis lebih jauh dengan metoda granulometri (Lampiran C, Analisis Granulometri) yang dilakukan pada conto batuan pada lokasi 07-EY-107-STW (Lampiran D-1, Peta Lintasan)

(2008) di Jepang, mendapatkan bahwa TNF-α meningkatkan sekresi dari VCAM-1 dan RANTES oleh fibroblast yang berasal dari polip hidung yang kaya eosinofil (phE)

Dari kedua tokoh tersebut, khususnya Ahmad Dahan, studi ini menemukan cara-cara tindakan positif sebagai perlawanan nirkekerasan dalam menghadapi kebencian dan kekerasan