• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

32

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Rancangan Penelitian

Penellitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif (Notoadmodjo, 2010), dengan menggunakan pendekatan studi kasus yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai Analisis perencanaan obat public dan perbekalan kesehatan berdasarkan analisis ABC indeks kritis.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di dinas kesehatan Kabupatan Aceh Barat pada bulan Juli 2012

3.3.Populasi dan Sampel 3.3.1. Informan

Informan dalam penelitian ini adalah sebanyak 1 orang yaitu kepala gudang farmasi yang mengetahui program perencanaan obat public dan perbekalan kesehatan .jika pada saat penelitian informasi yang di dapat dirasa kurang mendukung maka akan dilakukan wawancara dengan pegawai yang terlibat dalam perencanaan obat.

3.3.2. Responden

Responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 10 orang. Responden terdiri dari dokter yang merupakan pihak yang terlibat langsung dalam menuliskan resep obat public, yaitu dokter dari pukesmas yang ada di lingkungan

(2)

33 dinas kesehatan Kabupaten Aceh Barat, diantaranya Puskesmas Johan Pahlawan, Puskesmas Suak Ribee, Puskesmas Meureubo, Puskesmas Peureume, Puskesmas Samatiga, Puskesmas Kajeung, Puskesmas Meutulang dan Puskesmas Kuta Padang Layung.

3.4. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara:

a. Melakukan wawancara dengan Kepala Gudang Farmasi untuk mengetahui mengenai perencanaan obat publik.

b. Memberikan kuisioner kepada 10 orang dokter yang paling banyak mengeluarkan resep untuk mendapatkan nilai kritisnya

Selanjutnya untuk mendapatkan data sekunder diperoleh dengan cara melihat data perencanaan obat publik dan perbekalan kesehatan di Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Aceh Barat mulai Januari 2011-Desember 2011.

3.5. Metode Pengolahan Data

Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menghitung tingkat pemakaian, tingkat biaya dan tingkat kekritisan dari obat publik dan perbekalan kesehatan sehingga didapatkan penggolongan obat publik dan perbekalan kesehatan berdasarkan hasil analisis ABC indeks kritis. Penggolongan akan terdiri dari kelompok A, kelompok B, kelompok C.

(3)

34 3.6 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data mengenai jumlah pemesanan optimal yang ekonomis untuk obat publik dan perbekalan kesehatan kelompok A, dengan melihat biaya perencana, pengadaan dan penyimpanan. Dengan mengetahui jumlah pemesanan yang efektif dan ekonomis, maka dapat diketahui frekuensi pemesanan. Dalam melakukan analisis ini diperlukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Data dari obat publik dan perbekalan kesehatan dikelompokkan berdasarkan jumlah pemakaian. Dimana kelompok A dengan pemakaian 70% dari seluruh pemakaian, kelompok B dengan pemakaian 20% dari seluruh pemakaian dan kelompok C dengan pemakaian 10% dari seluruh pemakaian.

b. Langkah kedua dibuat pengelompokkan berdasarkan nilai investasi. Kelompok A dengan nilai investasi 70% dari seluruh jumlah investasi, kelompok B dengan investasi 20% dari seluruh nilai investasi dan kelompok C dengan jumlah investasi 10% dari seluruh investasi.

c. Dibuat kuisioner untuk mendapatkan nilai kritis barang, dan diberikan kepada dokter. Dokter yang diberikan kuisioner ditentukan dengan pertimbangan bahwa dokter tersebut mengetahui perencanaan kebutuhan obat publik dan perbekalan kesehatan. Doter tersebut diminta untuk membuat klasifikasi obat kelompok obat publik dan perbekalan kesehatan yang telah dibuatkan daftarnya, kriteria klasifikasi adalah sebagai berikut: 1. Kelompok X: merupakan obat yang tidak boleh diganti, dan harus selalu

(4)

35 2. Kelompok Y: merupakan obat yang dapat diganti walaupun tidak memuaskan karena tidak sesuai dengan barang yang asli, dan kekosongan kurang dari 48 jam masih bisa ditoleransi.

3. Kelompok Z: merupakan obat yang dapat diganti dan kekosongan lebih dari 48 jam dapat ditoleransi.

4. Kelompok O: adalah obat yang dapat diklasifikasikan dalam kelompok X, Y dan Z

Setiap kelompok barang di beri bobot sebagai berikut X=3, Y=2, Z=1 dan O=0. Nilai kritis setiap jenis barang didapat dengan menjumlahkan nilai bobot dari semua responden dan selanjutnya di bagi dengan jumlah responden.

d. Untuk mendapatkan analisis indek kritis ABC adalah dengan menggabungkan ketiga nilai yaitu: nilai pemakaian, nilai investasi dan kritis. masing masing nilai mepunyai 3 (tiga) yaitu kelompok A, kelompok B, kelompok C. Kemudian ketiga nilai di gabungkan menjadi;

Indeks kritis =W1+W2+W3 Dimana:

W1: nilai kritis, dengan bobot 2 W2: nilai investasi, dengan bobot 1 W3: nilai pemakaian, dengan bobot 1

e. Kemudian di buat perkiraan kebutuhan obat Januari- Juli 2012 untuk obat yang termakasud kelompok A dalam analisis indeks kritis ABC, dengan menggunakan ``times series forecasting``. Data yang digunakan merupakan

(5)

36 data pemakaian obat public dan perbekalan kesehatan dari Januari sampai dengan Desember 2011.

f. Hasil perhitungan perkiraan kebutuhan bulan Januari–Juli 2012 yang dilakukan dibandingkan uji statistic untuk melihat perbedaan yang dilakukan peneliti dan dinas kesehatan.

g. Menghitung jumlah kebutuhan optimum obat public dan perbekalan kesehatan kelompok A.

h. Menghitung jumlah obat public dan perbekalan kesehatan kelompok A dimana saat harus memesan obat tersebut .

3.7.Definisi operasioanal Tabel 3.1. Definisi Operasional

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Perencanaan kebutuhan obat publik dan pembekalan kesehatan Dokumen yang berisi daftar semua jenis dan jumlah setiap item obat publik untuk PKD yang direncanakan Wawancara Daftar pernyataan 1. Sesuai ABC 2. Tidak sesuai ABC Ordinal Data Pemakaian Jumlsh obat publik dan perbekalan kesehatan yang digunakan untuk \PKD Telaah dokumen Daftar Check list

Dalam Rupiah Nominal

Data harga Jumlah uang yang harus dibayarkan untuk membeli Telaah dokumen Daftar Check List

Dalam Rupiah Nominal

Data pengguna Jumlah obat yang digunakan oleh puskesmas untuk pasien Telaah dokumen Daftar Check List

(6)

37 Data item Nilai-nilai yang

diberikan dokter tentang kategori obat, yaitu X,Y dan O Telaah dokumen Daftar check list 1. Sesuai ABC 2. Tidak sesuai ABC Ordinal

Obat Publik Semua jenis obat yang tercantum dalam daftar obat publik dan perbekalan kesehatan untuk PKD yang sesuai ketentuan Direktur Bina Kefarmasian dan alat kesehatan departemen kesehatan RI yang masih berlaku pada saat pelaksanaan penelitian - - - -

(7)

38 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Aceh Barat setelah pemekaran terletak pada geografis 040 06’-040 47 Lintang Utara dan 950 52’-960 30’ Bujur Timur dengan luas wilayah 2.927.95 Km2 (292.795 Hektar). Kabupaten Aceh Barat terdiri dari 12 Kecamatan dan berbatasan dengan:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie b. Sebelah Timur berbatasan dengan Aceh Tengah dan Nagan Raya,

c. Sebelah Barat dan Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia dan Kabupaten Nagan Raya

Dinas Kesehatan Kabupaaten Aceh Barat beralamat di jalan Imam Bonjol No.101 Kecamatan Johan Pahlawan, Kabupaten Aceh Barat. Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat mempunyai visi ”Menjadi Dinas Kesehatan yang mampu memimpin usaha mencapai Aceh Barat Sehat 2015”. Sedangkan misi dari Dinas Kesehatan Aceh Barat adalah sebagai berikut:

1. Mengerakkan pembangunan daerah yang berwawasan kesehatan.

2. Mendoromg kemandirian masyarakat untuk meningkatkan kesehatan untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan yang bermutu, merata dan menjangkau.

(8)

39 4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan

masyarakat serta lingkungan sekitar.

Adapun di Dinas Kesehatan Aceh Barat juga terdapat beberapa Puskesmas, di antaranya: Puskesmas Johan pahlawan, Puskesmas Suak Ribee, Puskesmas Meureubo, Puskesmas Drien Rampak, Puskesmas Peureume, Puskesmas Samatiga, Puskesmas Kajeung, Puskesmas Metulang dan Puskesmas Kuta Padang Layung. Dalam pembangunan kesehatan, Pemerintah menyediakan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau yang berkualitas. Demikian perlu disediakan tenaga kesehatan yang berkualitas, biaya operasional kegiatan, sarana fisik dan peralatan kesehatan, obat-obatan, perbekalan kesehatan dan kebutuhan lainnya, untuk mendukung kegiatan program kesehatan yang berpihak kepada masyarakat. Oleh karena itu Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat melakukan penjabaran program kesehatan sebagai berikut:

1. Program Pengadaan Obat dan Perbekalan Kesehatan 2. Program Upaya Kesehatan Masyarakat

3. Prgram Pengawasan Obat dan Makanan

4. Program Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat 5. Program Perbaikan Gizi Masyarakat

6. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit Menular

7. Program Pengadaan, Peningkatan dan Perbaikan Sarana dan Prasarana Puskesmas, Puskesmas Pembantu dan Jaringannya.

8. Program peningkatan Pelayanan Kesehatan Lansia

(9)

40 10. Program Peningkatan Kesehatan Ibu Melahirkan dan Anak

4.2 Hasil Penelitian

4.2.1 Proses Perencanaan Kebutuhan Obat

Perencanaan kebutuhan obat publik ini dilakukan di Dinas Kesehatan Aceh Barat. Tahap pertama dari perencanaan ini adalah melakukan telaah dokumen dibagian farmasi mengenai pemakaian obat publik dari bulan Januari 2011-Desembar 2011. Dari data tersebut didapat kelompok obat publik kelompok A, kelompok B, dan kelompok C berdasarkan nilai pemakaian.

Tahap selanjutnya dimasukkan data harga obat dan pemakaian. Data ini dimasukkan ke dalam komputer program Excel sehingga didapatkan Analisis ABC berdasarkan investasi. Selanjutnya adalah dengan memasukkan indeks kritis ke dalam komputer program Excel. Data ini akan didapatkan obat publik kelompok A, kelompok B, dan kelompok C berdasarkan indeks kritis.

Data dari indeks pemakaian, indeks investasi dan indeks kritis digabungkan dalam program Excel sehingga didapatkan nilai indeks kritis kelompok A yang mempunyai nilai antara 9,5-12, kelompok B yang mempunyai nilai indeks kritis antara 6,4-9,4 dan kelompok C dengan nilai indeks kritis antara 4,0-6,4.

Untuk mendapatkan nilai kritis peneliti membagikan kuisioner kepada responden yang terdiri dari dokter-dokter di Puskesmas di lingkungan kerja Dinas Kesehatan Aceh Barat yang terdiri dari 10 orang dokter

Kendala yang terjadi dalam perencanaan kebutuhan obat public ini adalah dalam menentukan kekritisannya menjadi kelompok X, Y, Z dan oleh dokter

(10)

41 sebagai pemakai, timbul kesulitan bagi para dokter karena sulit untuk dibedakan sesuai pengelompokan tersebut. Akan ada peradaban yang sangat signifikan antara setiap puskesmas karena obat yang dipakai di Puskesmas-Puskesmas tersebut ada yang sangat spesifik sedangkan di pukesmas yang lain dianggap kurang penting karena sangat jarang digunakan.

Selama ini perencanaan obat yang dilakukan di bidang Farmasi Dinas Kesehatan Aceh Barat belum dilakukan dengan pengelompokan, seluruh obat diperlakukan sama tanpa melihat dari jumlah pemakaiannya ataupun investasinya. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan tentang perencanaan obat adalah sebagai berikut :

“Untuk 2013 dilakukan dari 2012. Pembelian dilakukan akhir tahun yang bersangkutan misalnya pada bulan Oktober tahun tersebut. Pembelian dilakukan melalui Kimia Farma, yang menang tender. Yang terlibat dalam perencanaan seluruh bidang, berdasarkan laporan kebutuhan dari puskesmas. Kendalanya ada obat-obat yang dibutuhkan tidak tersedia lagi dipasaran untuk biaya tahun 2012 adalah 1 miliyar lebih dan setiap tahun berubah-ubah. Pihak pemerintah terlibat dalam urusan tender namun tidak terlibat langsung dalam perencanaan. Pengadaannya dilakukan sesuai kebutuhan satu tahun kedepan.”

Dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa perencanaan obat dilakukan setahun sebelum obat tersebut dibeli. Dalam melakukan perencanaan melibatkan seluruh seksi di bawah bidang farmasi dinas kesehatan Aceh Barat, setelah sebelumnya menerima laporan kebutuhan obat dari puskesmas-puskesmas yang menjadi unit kerja Dinas Kesehatan Aceh Barat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat siklus perencanaan pembelian obat di bawah ini.

(11)

42

Gambar 4.1 siklus pembelian obat di Bidang Farmasi Dinkes Aceh Barat

Berdasarkan siklus tersebut dapat dilihat bahwa yang sangat berperan dalam pembelian obat adalah di bidang farmasi namun tetap dikendalikan oleh kepala dinkes untuk disetujui. Bagian rumah tangga berperan dalam pengadaan obat untuk memesan obat ke pemasok. Adapun kendala yang ditemui dalam perencanaan obat public di Dinkes Aceh Barat adalah

4.2.2 Hasil analisis berdasarkan ABC berdasarkan pemakaian

Hasil analisis berdasarkan nilai pemakain di dapatkan hasil sebagai berikut: 1. Kelompok A terdapat 22 jenis obat publikyang merupakan keseluruhan jenis

dengan pemakaian sebanyak 93.622 (55,89% dari pemakain keseluruhan). BIDANG FARMASI penerimaan pengiriman Pesanan ke pemasuk Bagian keuangan direktur

Bagian rumah tangga Pemesanan obat

(12)

43 2. Kelompok Bterdiri dari 25 jenis obat publik yang merupakan keseluruhan

jenis dengan dengan pemakaian sebanyak 35.222 (21,03% dari pemakaian keseluruhan).

3. Kelompok C terdiri dari 68 jenis obat publik yang merupakan keseluruhan jenis dengan pemakaian 38.650 (23,08% dari pemakaian keseluruhan).

Hasil penelitian pemakaian obat publik yang terdapat di dinkes Aceh Barat dapat dilihat dalam tebel 4.1 berikut

Table 4.1 pengelompokan obat publik dengan analisis ABC berdasarkan jumlah pemakaian Periode Januari 2011-Desember 2011

kelompok Jumlah item Jumlah pemakaian % pemakaian

A 22 93.622 55,89

B 25 35.222 21,03

C 68 38.650 23,08

total 115 167.494 100,00

Sumber : Dinkes Aceh Barat (2012)

4.2.3. Hasil analisis ABC berdasarkan nilai investasi terhadap obat publik

1. Kelompok A dengan nilai investasi 70,92% dengan biaya Rp 586.751.818 (lima ratus delapan puluh enam juta tujuh ratus delapan belas rupiah) dengan jumlah item 22.

2. Kelompok B dengan nilai investasi 19,39% dengan biaya 160.411.843 (seratus enam puluh juta empat ratus sebelas ribu delapan ratus empat puluh tiga rupiah) dengan jumlah item 25.

3. Kelompok C dengan nilai investsi 9,69% dengan biaya Rp.80.082.793 (delapan puluh juta delapan puluh dua ribu tujuh ratus sembilan puluh tiga rupiah) dengan jumlah item 68

(13)

44 Hasil penelitian pemakaian obat publik yang terdapat di bidang farmasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2 hasil pengelompokan obat publikan dengan analisis ABC berdasarkan nilai investasi periode Januari 2011- Desember 2011 kelompok Jlh item Jlh investasi % investasi

A 22 586.751.818 70,92

B 25 160.411.843 19,39

C 68 80.082.793 9,69

total 115 827.246.454 100,00

Sumber : Dinkes Aceh Barat (2012)

Dari analisis ABC berdasarkan investasi didapatkan kelompok A sebanyak 70,92%, kelompok B 19,39%, kelompok C 9,69%. Ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh sanderson (1982) yaitu 70-20-10.

Penanganan obat-obatan yang termasuk kelompok A harus diperhatikan dengan ketat dimana diperlukan langkah-langkah yang dalam pelaksanaanya. Karena uang yang berputar untuk item-item obat publik ini sangat berperan untuk Dinkes maka sangat diharapkan harus dipantau pelaksanaannya sehingga tidak terjadi kekurangan yang dapat mengakibatkan terlambatnya pelayanan di bidang farmasi.

4.3 Pembahasan

Perencanaan obat merupakan satu tahap awal yang penting dalam menentukan keberhasilan tahap selanjutnya, sebab tahap perencanaan berguna untuk menyesuaikan antara kebutuhan pengadaan dengan dana yang tersedia untuk menunjang pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tujuan perencanaan obat

(14)

45 adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah obat yang sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan kesehatan dirumah sakit (Nabila, 2012).

Perencanaan obat sangat mempengaruhi ketersediaan obat di bidang farmasi Dinas Kesehatan Aceh Barat, sebab perencanaan bertujuan untuk menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan kesehatan di puskesmas se-Kabupaten Aceh Barat agar tidak terjadi kosongan maupun kelebihan obat. Apabila kebutuhan obat tidak direncanakan dengan baik maka terjadi kekosongan yang akan mempengaruhi pelayanan serta kenyamanan pasien dan kelebihan obat akan menyebabkan kerusakan obat dan merugikan anggaran yang dipakai untuk obat tersebut. Hal inilah yang mendasari perlunya dilakukan evaluasi dari perencanaan yang telah dibuat.

Evaluasi disini berdasarkan analisis ABC sehingga perencanaan obat dan yang harus diadakan adalah obat yang sangat dibutuhkan Karena penggunaannya banyak dan dapat memberikan nilai investasi tinggi bagi Dinas Kesehatan Kabupten Aceh Barat.

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan informan yaitu kepala gudang farmasi di Dinas Keshatan Kabupaten Aceh Barat tentang perencanaan yang ada yaitu perencanaan dilakukan untuk menentukan jenis dan jumlah kebutuhan obat. Perencanaan obat dibuat oleh petugas gudang farmasi di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat setiap bulan yang didasarkan pada kebutuhan obat periode sebelumnya, dengan melihat pola penyakit dan jumlah kunjungan yang ada setiap puskesmas.

(15)

46 Data sekunder yang diperoleh berupa profil rumah sakit, profil intalasi farmasi dan data pemakaian obat publik tahun 2012 berserta harga belinya yang diperlukan dalam pengelolaan data analisa ABC. Data yang di gunakan untuk membuat analisa ABC adalah data pemakaian obat publik selama periode bulan Januari-Desember 2011. Dengan analisa ABC, jenis obat ini dapat diidentifikasikan, untuk dilakukan evaluasi lebih lanjut. Untuk mendapatkan nilai indeks kritis dari obat tesebut peneliti membagikan kusioner kepada responden yang terdiri dokter–dokter di pukesmas di lingkungan kerja Dinas Kesehatan Aceh Barat yang terdiri dari 10 orang dokter .

Berdasarkan data yang di peroleh untuk hasil analisa ABC berdasarkan pemakaian diperoleh yang termasuk dalam kelompok A terdapat 22 jenis obat publik dengan nilai pemakaian sebanyak 96.622. kelompok B terdiri dari 25 jenis obat publik dengan nilai pemakaian sebanyak 35.222, dan obat yang termasuk dalam kelompok C terdiri dari 68 jenis obat publik dengan nilai pemakaian 38.650.

Sedangkan untuk analisis ABC berdasarkan nilai investasi diperoleh yang termasuk dalam kelompok A terdapat 22 jenis obat publik dengan nilai investasi sebanyak Rp.586.751.818,kelompok B terdiri dari 25 jenis obat yang termasuk dalam kelompok C terdiri dari 68 jenis obat publik dengan nilai investasi sebanyak Rp.80.082.793.

Perencanaan obat yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Aceh Barat ini dilakukan dengan melakukan stok opname setiap bulan belum dilakukan dengan pengelompokan, semua obat di perlukan sama tanpa membedakan apakah obat

(16)

47 tersebut biaya investasinya tinggi atau rendah. Oleh karena itu di Dinas Kesehatan Aceh Barat jumlah obat yang di pesan tidak jauh berbeda antara kelompok A, B, dan C.

Adapun waktu pemesanan kembali obat publik oleh Dinas Kesehatan Aceh Barat dilakukan setiap minggu dengan waktu tunggu dua hari dan stok pengamanan sebanyak 20% sehingga jarang terjadi kekosongan obat.

(17)

48 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisi data dan pembahasan maka dapat di ambil kesilpulan yaitu.

1. Dari hasil penelitian diperoleh hasil analisi ABC berdasarkan pemakaian yaitu kelompok A terdiri dari 22 jenis obat publik dengan nilai pemakaian 93.622, kelompok B terdiri dari 25 jenis obat publik dengan nilai pemakaian 38.650. 2. Dari hasil penelitian diperoleh hasil analisis abc berdasarkan nilai investasi

yaitu kelompok A terdiri dari 22 jenis obat public dengan nilai investasi Rp.586.751.818, kelompok B terdiri dari 25 jenis obat publik dengan nilai investasi Rp.160.411.843, dan kelompok C terdiri dari 68 jenis obat publik dengan nilai investasi Rp.80.082.793.

3. Perencanaan obat yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Aceh Barat dilakukan dengan melakukan stok opname setiap bulan dan belum dilakukan dengan pengelompokan, semua obat diperlukan sama tanpa membedakan apakah obat tersebut biaya investasinya tinggi atau rendah.

4. Setelah dilakukan analisis ABC dan indeks krits terhadap 115 item obat didapatkan obat publik yang jumlah investasinya besar, pemakaiannya banyak sehingga kritis dalam persediannya. Obat publik harus menjadi perhatian adalah yang kritis pemakaian, kritis secara investasi dan kritis menurut pemakai obat publik tersebut.

(18)

49 5. Dinas Kesehatan Aceh Barat melakukan pemesanan obat setiap minggu dengan waktu tunggu dua hari dan stok pengaman sebanyak 20% sehingga jarang terjadi kekosongan obat.

6. Dari 115 obat hanya 5 item yang harus di perhatikan dalam perencanaannya, obat ini harus terjaga stoknya sehingga terjadi kekosongan akan sangat merugikan dinas kesehatan.

7. Dari keseluruhan penelitian ini ternyata apabila diterapkan dinas kesehatan akan dapat mengurangi anggaran dan tenaga, tetapi akan ada keterbatasan dimana dalam melakukan nilai kritis oleh pemakai dengan item obat yang demikian banyak dapat terjadi ketidaktepatan dalam menentukan kritis oleh pemakai karena dokter yang berasal dari beragam puskesmas dan menganggap obat yang biasanya dipakai di klinik tersebut penting sehingga perbedaan antara pukesmas yang satu dengan yang lain nilai kritisnya berbeda.

5.2. Saran

1. Perencanaan obat Dinas Kesehatan Aceh Barat sebaiknya dilakukan dengan pengelompokan sehingga tidak akan memakan waktu,tenaga dan menghemat anggaran.

2. Dalam penentuan jenis obat di dinas kesehatan yang berperan adalah dokter dangan apoteker sehingga obat yang dibutuhkan di pukesmas selalu ada, dan obat yang disediakan tidak akan terbuang percuma karena tidak digunakan. 3. Dari analisis ABC dan indeks kritis ABC rata-rata pergerakan obat sudah

(19)

50 perhatian agar investasi yang dilakukan tidak mengganggu pelayan kesehatan dan tempat penyimpanan obat di gudang farmasi.

4. Dalam hal pemesanan obat telah dilakukan dengan baik tetapi disarankan agar dinas kesehatan memperhatikan stok minimal sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekosongan obat.

5. Agar dilakuakan penelitian lebih lanjut mengenai anggaran yang dapat dihemat jika perencanaan dengan menggunakan metode ABC sehingga efektif dari metode ini beguna bagi dinas kesehatan.

(20)

51 DAFTAR PUSTAKA

Azrul, Azwar. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara.

Depdikbud. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Depkes RI.2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI nomor :1426/Menkes

/SK/XI/2002 tanggal 21 Nopember 2002 tentang Pedoman Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan.

Depkes 2002. Keputusan Menteri Kesehatan RI.No.128/SK/II/2004 tgl 10 Februari 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Depkes 2004. Pedoman Pengelolaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Di

Pukesmas. Jakarta ; Ditjen Yanfar dan Alkes.

Depkes 2005. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1330/Menkes /SK/IX/2005 tanggal 8 September 2005 tentang Pedoman Pelaksanaan Program Pelayanan Kesehatan Di Pukesmas, Rujukan Rawat Jalan Dan Rawat Inap Kelas III Rumah Sakit Dijamin Pemerintah.

Dinkes Kabupaten Aceh Barat 2012. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat. Meulaboh; Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat .

Ditjen Yanfar Dan Alkes 2005 . Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1412/Menkes/SK/XI/2012 tanggal 20 November 2002 tentang Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik Dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar. (PKD)

Erna, Kristin .o3 Agustus 2002 .Dasar –Dasar Perencanaan Kebtuhan Obat.(Makalah Seminar) Yogjakarta : Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedoteran UGM.

Faiq, Bahfen ,2006. Peraturan dalam Produksi dan Peredaran Obat. Jakarta: Hecca Mitra Utama.

Gede AA, Muninjaya.2004. Manajemen Kesehatan . Penerbit buku kedokteran EGC Universitas Udayana.

Hani. Handoko .2003. Manajemen, Yogyakarta;UGM.

Hasbullah.Thabrany.2005. Pedoman Kesehatan dan Alternatif mobilisasi Dana Kesehatan di Indonesia. Jakarta; Raja Grafindo Persada.

(21)

52 Henny. Listiani.o3 Agustus 2002. Implementasi Strategi Perencanaan Kebutujan Obat Di Kabupaten / Kota Dalam Era Otonomi .(Makalah Seminar). Yogyakarta ; Pusat Manajemen Pelayanan Kesehatan Fakultas Kedokteran UGM.

Malayu SP. Hasibuan .2003 . Manajemen Dasar , Penggertian Dan Masalah, Jakarta: Bumi Aksara.

pusat manajemen pelayanan kesehatan fakultas kedokteran UGM.

Moh,anief.2003.apa yang perlu diketahui tentang obat .yogyakarta:Gadjah mada university press.

Notoatmodjo,s.2002.metodelogi penelitian kesehatan .jakarta;Rineka cipta. Notoatmodjo, 2007.kesehatan masyarakat ilmu dan seni .jakarta:Rineka cipta. Notoatmodjo.2007. promosi kesehatan dan ilmu perilaku .jakarta:Rineka cipta Rangkuti,F.1997.manajemen persedian .jakarta :Raja Grafindo persada.

Soewarno,handayaningrat .1996.pengantar studi ilmu administrasi dan manajemen .jakarta ;Gunung Agung.

Sri, suryawati.1997. perencanaan kebutuhan obat. Yogyakarta :program pengembangan ekskultif .magister manajemen rumah sakit bekerja sama dengan pusat studi farmakologklinik dan keijakn obat Universitas Gadjah mada.

Susi,sucianti, Adisasmito BB wiku.2006. analisis perencanaan obat berdasarkan ABC indeks kritis di instalasi farmasi (jurnal).manajemen pelkes Vol.09 /No.01 /maret 2006:19-26.

Gambar

Gambar 4.1 siklus pembelian obat di Bidang  Farmasi Dinkes Aceh Barat
Table 4.1  pengelompokan    obat    publik  dengan  analisis  ABC  berdasarkan  jumlah pemakaian Periode Januari 2011-Desember 2011
Tabel  4.2 hasil  pengelompokan  obat    publikan    dengan    analisis  ABC  berdasarkan nilai investasi periode  Januari 2011- Desember 2011  kelompok  Jlh item  Jlh investasi  % investasi

Referensi

Dokumen terkait

Tidak akan ada sukses tanpa ada sebuah pengetahuaan dasar untuk bisnis yang baik, belajar sambil bekerja, turut kerja dahulu selama1-2 tahun untuk dapat mempelajari dasar –

Kematian post-natal adalah kematian yang terjadi pada bayi yang berumur 1 bulan sampai dengan kurang dari 1 tahun per 1.000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu..

participants in the chain can access the data in real time and can validate which increases trust between parties, our blockchain & IoT based food supply chain system

Sebagai perbandingan bangunan fasilitas cottage, ada beberapa kawasan wisata dengan fasilitas akomodasinya yang memanfaatkan lingkungan sekitarnya sehingga fasilitas wisata

Kendali mutu (Quality Control) radiologi diharapkan akan dapat mengendalikan persoalan yang berkaitan dengan kualitas gambar dan eksposi yang diterima

Hasil yang diperoleh pada Tabel 5 menunjukkan variabel independen yang signifikan mempengaruhi pembentukan model regresi logistik multinomial antara lain nilai rata- rata raport,

bahwa dalam rangka mewujudkan penegakan hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang yang menyangkut tindak pidana bidang penataan ruang, telah ditetapkan Peraturan Menteri

Apabila kepuasan total yang diperoleh dari mengkonsumsi kedua barang tersebut ditunjukkan dengan persamaan TU = 2 X2 + y2 , maka untuk memperoleh kepuasan total (total utility)