PROFIL PERILAKU SOSIAL PESERTA DIDIK DI SMK N 1 PAINAN
Afrima Utami1, Helma2, Yasrial Chandra2 1
Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat 2
Dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling STKIP PGRI Sumatera Barat
afrimautami04@gmail.com
ABSTRACT
The background of this research is there are various misbehaviors of student’s such as fighting, truant, being brashness and etc. The purpose of this research to know about student’s social behavior in SMK N 1 Painan which focused to: 1) being honor and respect to people rights 2) being obey to the rules and norm in group 3) be mature in doing social interaction 4) understanding the others. This research used qualitative descriptive research which describe about event, facts, and phenomena related to student’s’ social interaction at school. Its was chosen student’s and counselor as the informants. The instrument that used in this research is interview. The data was analized by date reduction, display and conclusion. The research fainding its showed that the student’s social interaction is not fully capable in 1)being honor and respect to people’s rights 2) being obey to the rules and norm in group 3) be mature in doing social interaction 4) understanding the others. It can be suggested to the family and related parties of students’, especially the parents to more paying attention of their children growth, and reminding, caring and affecting
through their children.
Keywords: Student’s, social behavior
PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan wahana pokok dan sebagai kunci utama bagi pengembangan sumber daya manusia yaitu untuk meningkatkan kualitas diri sebagai individu yang memiliki kemampuan, kepribadian dan keterampilan sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Pendidikan juga bertujuan untuk membantu
peserta didik mencapai perkembangan yang optimal dalam semua dimensi kehidupannya. Prayitno dan Amti (2013: 25) menerangkan bahwa “Pengembangan manusia seutuhnya hendaklah mencapai pribadi-pribadi yang kemandiriannya matang, kemampuan sosial menyejukkan, kesosialan yang tinggi, keimanan dan kelakuan yang mendalam”.
Menurut Yusuf dan Nurihsan (2006: 185) “Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal yang secara sistematis melaksanakan program bimbingan, pengajaran dan latihan dalam membantu peserta didik agar mampu mengembangkan potensinya, baik yang menyangkut aspek moral-spritual, intelektual, emosional, maupun sosial". Namun dilain sisi problema peserta didik yang sering terjadi yaitu mengenai problema perkembangan perilaku sosial, moralitas dan keagamaan. Dalam hal ini masa usia sekolah disebut juga masa kehausan sosial, ini ditandai dengan tumbuhnya keinginan bergaul dan diterima oleh anggota kelompoknya. Penolakan dari kelompok mereka dapat menimbulkan frustasi dan terisolasi bahkan merusak diri. Problem itu juga sering muncul pada dimensi moralitas dan keagamaan karena pada saat ini mereka sangat rentan kehilangan identitas.
Manusia sebagai makhluk sosial, senantiasa berhubungan dengan manusia lainnya dengan masyarakat. Sosialisasi pada awalnya merupakan
proses penyesuaian diri terhadap kehidupan sosial, yaitu bagaimana seseorang hidup di dalam kelompoknya, baik dalam kelompok primer (keluarga) maupun kelompok sekunder (masyarakat).
Menurut Ali dan
Muhammad(2011:85) Hubungan sosial individu berkembang karena adanya dorongan rasa ingin tahu terhadap segala sesuatu yang ada di dunia sekitarnya. Dalam perkembangannya setiap individu ingin tahu bagaimanakah cara melakukan hubugan secara baik dan aman dengan dunia sekitarnya, baik yang bersifat fisik maupun sosial.
Hubungan sosial ini mula-mula dimulai dari lingkungan rumah sendiri kemudian dilanjukan kepada lingkungan yang lebih luas lagi ke lingkungan sekolah, dan dilanjutkan kepada lingkungan yang luas lagi yaitu tempat berkumpulnya teman sebaya. Dalam hal ini kehadiran di sekolah merupakan perluasan lingkungan sosialisasinya dan sekaligus merupakan faktor lingkungan baru yang sangat
menantang atau bahkan mencemaskan dirinya. Para guru dan teman-teman sekelas membentuk suatu sistem yang kemudian menjadi semacam lingkungan norma bagi dirinya.
Menurut Ali dan Muhammad ( 2011:96) menyatakan: Ada empat tahap proses penyesuaian diri yang harus dilalui oleh anak selama membangun hubungan sosialnya, yaitu: a) anak dituntut agar tidak merugikan orang lain serta menghargai dan menghormati hak orang lain, b) anak dididik mentaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, c) anak dituntut untuk lebih dewasa di dalam melakukan interaksi sosial berdasarkan asas saling memberi dan menerima, d) anak dituntut untu memahami orang lain.
Keempat tahap proses penyesuaikan diri berlangsung dari proses yang sederhana ke proses yang semakin kompleks dan semakin menuntut penguasaan sistem respons yang lebih kompleks pula.
Keadaan emosi dan psikologis individu yang belum stabil juga akan
mempengaruhi hubungan sosialnya. Ada dua kemungkinan yang ditempuh oleh individu ketika berhadapan dengan nilai-nilai sosial tertentu yaitu menyesuaikan diri dengan nila-nilai tertentu atau tetap pada pendirian dengan segala akibatnya.
Berdasarkan hasil observasi yang penulis lakukan pada saat penulis melakukan Praktik Lapangan Bimbingan Konseling Sekolah (PLBK) di SMK N 1 Painan selama bulan Agustus 2016 , terdapat peserta didik yang sering mengabaikan dan melanggar peraturan-peraturan sekolah maupun norma-norma yang berlaku di dalam kehidupan bersosial seperti sering di panggil keruang BK karena terlibat perkelahian, bolos sekolah, sering terlambat dan keluyuran pada saat proses belajar mengajar berlangsung, tidak menghargai dan menghormati guru maupun temannya.
Kemudian berdasarkan hasil wawancara bersama koordinator BK pada tanggal 5 September 2016 maka diperoleh hasil bahwasannya hampir setiap hari guru BK menyelesaikan masalah siswa atau memanggil siswa
yang berkenaan dengan pelanggaran baik cara berpakaian, kedisiplinan, etika bicara, perkelahian antar geng kemudian berkaitan dengan mata pelajaran atau pun tugas-tugas sekolah. Dari uraian tersebut maka penulis tertarik untuk melaksanakan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul “Profil Perilaku Sosial Peserta Didik
di SMK N 1 Painan)”.
METODE PENELITIAN
jenis penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif yang menghasilkan kata-kata tertulis maupun lisan dengan orang yang diamati. Dalam penelitian ini yang diungkap oleh peneliti adalah deskripsi mengenai perilaku sosial peserta didik di SMK N 1 Painan. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 28 Juli sampai 07 Agustus 2017. SMK N 1 Painan di jadikan lokasi penelitian meningat bahwa peneliti menemukan banyaknya permasalahan yang ditemukan terkait dengan perilaku sosial peserta didik. Informan kunci dari penelitian ini
yaitu 2 orang peserta didik, informan tambahan yaitu peserta didik dan guru BK. Instrumen penelitian ini adalah wawancara, teknik yang digunakan dalam pengelolaan data melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran perilaku sosial peserta didik yang mengalami di SMK N 1 Painan dilihat dari kemampuan menghargai dan menghormati hak orang lain, mentaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, dewasa dalam melakukan interaksi sosial berdasarkan asas saling memberi dan menerima dan kemampuan memahami orang lain.
1. Menghargai dan menghormati hak orang lain
Berdasarkan hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan diketahui bahwa profil perilaku sosial peserta didik yang mengalami disfungsi keluarga dapat disimpulkan bahwa A maupun B belum sepenuhnya
mampu menghargai dan menghormati hak orang lain, karena dari jawaban-jawaban yang diberikan terlihat, yaitu: 1) mudah tersinggung dan cepat emosian, 2) mendongkol apabila ditegur, 3) tidak menghargai pendapat orang lain, 4) susah diberi nasehat.
Menurut Lestari (2012: 203-204) menjelaskan bahwa keluarga merupakan tempat utama bagi anak dalam menjalani proses tumbuh dan berkembang. Relasi orang tua-anak yang berkualitas memiliki peran penting dalam mencapai keberhasilan proses sosialisasi yang dijalankan orang tua. Kualitas relasi orang tua-anak tersebut dapat diketahui dari beberapa hal, yakni:
a. Kredibilitas orang tua.
Anak yang memandang orang tuanya sebagai figur yang kredibel, dalam arti dapat dipercaya karena perkataannya sesuai dengan tindakannya dan memberikan keteladanan dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-hari
membuat anak mau
mendengarkan nasehat-nasehat yang disampaikan orang tua.
b. Keterbukaan dalam berkomunikasi.
Suasana komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak juga mendukung keberhasilan proses sosialis asi. Keterbukaan tersebut dapat diwujudkan dengan membengun pola komunikasi timbal balik (dua arah) dalam keluarga.
c. Berorientasi pada kebutuhan anak dari pada kebutuhan orang tua.
Tanpa disadari memaksakan kehendak berarti juga mengambil hak anak untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensinya.
d. Kepercayaan pada anak. Memberikan
kesempatan pada anak untuk mengambil keputusan merupakan salah satu wujud
dari kepercayaan orang tua pada anak. Pengakuan terhadap eksistensi penting bagi anak agar terbangun perasaan berharga pada dirinya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan tempat utama bagi anak dalam menjalani proses tumbuh dan berkembang, dalam keluarga anak akan belajar bagaimana cara penanaman nilai-nilai sosial yang akan membentuk perilaku sosial pada anak, namun keluarga yang orang tuannya memberikan teladan tetapi tidak memiliki hubungan yang dekat dengan anak maka perilaku yang dicontohkannya tersebut tidak akan ditiru oleh anak. Tetapi peneladanan anak pada orang tua terjadi pada keluarga yang orang tuanya memiliki kedekatan secara psikologis dengan anak.
2. Mentaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok
Berdasarkan hasil temuan peneliti melalui wawancara di
lapangan diketahui bahwa profil perilaku sosial peserta didik di SMK N 1 Painan dapat disimpulkan bahwa A maupun B belum sepenuhnya mampu mentaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, karena dari jawaban-jawaban yang diberikan terlihat bahwa, yaitu: 1) bolos sekolah, 2) meribut di dalam kelas, 3) marah apabila diberi sanksi, 4) suka berbicara kasar dengan teman.
Makmum 2003 (Agung 2015: 63) menjelaskan bahwa perilaku sosial individu dilihat dari kecendrungan peranan (role
disposition) dapat dikatakan
memadai, manakala menunjukkan ciri-ciri respons interpersonal sebagai berikut:
a. Yakin akan kemampuannya dalam bergaul secara emosional. b. Memiliki pengaruh yang kuat
terhadap teman sebaya.
c. Mampu memimpin teman-teman dalam kelompok.
d. Tidak mudah terpengaruh oleh orang lain dalam bergaul.
Sebaliknya perilaku sosial individu dikatakan kurang atau tidak memadai manakala menunjukkan ciri-ciri respon interpersonal sebagai berikut: a. Kurang mampu bergaul secara
sosial.
b. Mudah menyerah dan tunduk pada perlakuan orang lain. c. Pasif dalam mengelolah
kelompok.
d. Tergantung pada orang lain bila akan melakukan suatu tindakan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk bentuk-bentuk perilaku sosial merupakan hasil tiruan dan adaptasi dari pengaruh kejadian masa lampau.
3. Dewasa dalam melakukan interaksi sosial berdasarkan asas saling memberi dan menerima
Berdasarkan hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan diketahui bahwa profil perilaku sosial peserta didik di SMK N 1 Painan dapat disimpulkan bahwa A maupun B belum sepenuhnya mampu dewasa dalam
melakukan interaksi sosial berdasarkan asas saling memberi dan menerima, karena dari jawaban-jawaban yang diberikan terlihat bahwa, yaitu: 1) marah ketika tidak dengan orang lain, 2) netral dalam berteman, 3) enggan untuk menolong 4) memilih diam ketika ada masalah.
Selanjutnya Shaw 1976 (Ali dan Muhammad 2011: 88) membedakan interaksi menjadi 3 yaitu:
1. Interaksi verbal terjadi apabila dua orang atau lebih melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat-alat artikulasi. Prosesnya terjadi dalam bentuk saling tukar percakapan satu sama lain.
2. Interaksi fisik terjadi menakala dua orang melakukan kontak dengan menggunakan bahasa-bahasa tubuh, misalnya ekspresi wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, dan kontak mata.
3. Interaksi emosional terjadi manakala individu melakukan kontak satu sama lain dengan
melakukan curahan perasaan, misalnya mengeluarkan air mata sebagai tanda sedih, atau bahkan terlalu bahagia.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi mengandung pengertian hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang terlibat di dalamnya memainkan perannya secara aktif, interaksi yang baik maka akan menimbulkan hubungan yang baik juga, dan dalam hal ini kondisi keluargalah yang merupakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan sosialisasi anak, dimana proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak ditentukan oleh keluarga.
4. Kemampuan memahami orang lain
Berdasarkan hasil temuan peneliti melalui wawancara di lapangan diketahui bahwa profil perilaku sosial peserta didik di SMK N 1 Painan dapat disimpulkan
bahwa A maupun B belum sepenuhnya mampu memahami orang lain, karena dari jawaban-jawaban yang diberikan terlihat bahwa, yaitu: 1) acuh tak acuh, 2) Tidak peka dengan teman di sekitarnya.
Menurut Saefullah (2012: 350-351) menyatakan bahwa dalam perkembangan menuju kematangan sosial, individu mewujudkan dalam bentuk interaksi sosial diantaranya sebagai berikut :
a. Pembangkangan (negativisme)
atau bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak.
b. Agresi (agresion). Perilaku menyerang balik secara fisik (non verbal) ataupun kata-kata (verbal). Ageresi merupakan bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhinya kebutuhan atau keinginannya).
c. Berselisih (bertengkar). Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku orang lain. d. Menggoda (teasting). Menggoda
merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
e. Persaingan (rivaly). Keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorang oleh orang lain. f. Kerja sama (cooperation). Sikap
bekerja sama dengan orang lain. g. Tingkah laku berkuasa
(ascendant behavior). Tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap “ngebos”. Wujud dari sikap ini adalah memaksa,
meminta, menyuruh,
mengancam, dan sebagainya. h. Mementingkan diri sendiri
(selffishness). Sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya.
i. Simpati (sympati). Sikap emosioal yang mendorong individu untuk menaruh perhatian pada orang lain yang mendekati atau bekerja sama dengan dirinya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulakan bahwa keberfungsian keluarga merupakan faktor utama dalam membentuk kepribadian serta perilaku sosial bagi anak. Selain itu keluarga juga merupakan sumber kasih sayang serta tempat perlindungan bagi anak, sikap pembangkang, agresif, berselisih, menggoda, persaingan, kerja sama, tingkah laku berkuasa, mementingkan diri sendiri, dan simpati bisa muncul tergantung bagaimana
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian mengenai Profil Perilaku Peserta Didik (Studi Deskrptif terhadap Peserta Didik yang Mengalami Disfungsi Keluarga Di SMK NN 1 Painan) Kabupaten Pesisir Selatan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Profil perilaku sosial peserta didik dapat dikatan belum sepenuhnya mampu menghargai dan menghormati hak orang lain, karena dari jawaban-jawaban yang diberikan terlihat bahwa perilaku sosial peserta didik menampilkan sikap yaitu: 1) mudah tersinggung dan cepat emosian, 2) mendongkol apabila ditegur, 3) tidak menghargai pendapat orang lain, 4) susah diberi nasehat.
2. Profil perilaku sosial peserta didik dapat dikatakan belum sepenuhnya mampu mentaati peraturan-peraturan dan menyesuaikan diri dengan norma-norma kelompok, karena dari jawaban-jawaban yang diberikan terlihat bahwa perilaku sosial peserta didik menampilkan sikap yaitu: 1) bolos sekolah, 2) meribut di dalam kelas, 3) marah apabila diberi sanksi, 4) suka berbicara kasar dengan teman. 3. Profil perilaku sosial peserta didik
dapat dikatakan belum sepenuhnya mampu dewasa dalam melakukan interaksi sosial berdasarkan asas saling memberi dan menerima,
karena dari jawaban-jawaban yang diberikan terlihat bahwa perilaku sosial peserta didik menampilkan sikap yaitu: 1) marah ketika tidak dengan orang lain, 2) netral dalam berteman, 3) enggan untuk menolong, 4) memilih diam ketika ada masalah.
4. Profil perilaku sosial peserta didik dapat dikatan belum sepenuhnya mampu memahami orang lain, karena dari jawaban-jawaban yang diberikan terlihat bahwa perilaku sosial peserta didik yang mengalami disfungsi keluarga menampilkan sikap yaitu: 1) acuh tak acuh, 2) Tidak peka dengan teman di sekitarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Agus Rahman.2013. Psikologi
Sosial: Integrasi Pengetahuan Wahyu dan Pengetahuan Empirik.. Jakarta: PT Raja
Grapindo Persada.
Lestari, Sri. 2012. Psikologi Keluarga
Penanaman Nilai dan
Penanganan Konflik dalam Keluarga. Jakarta : Kencana
Makmum, Abin Syamsuddin. 2012.
Psikologi Kependidikan :
Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Prayitno, dan Erman Amti. 2013.
Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka
Cipta.
Saefullah. 2012. Psikologi
Perkembangan dan
Pendidikan. Bandung. CV
Pustaka Setia.
Yusuf, Syamsu L.N dan Juntika Nurishan. 2006. Landasan
Bimbingan dan Konseling.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Yusuf, Syamsu L.N dan Nani M
Sugandhi. 2011.
Perkembangan Peserta Didik.