• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu mengenai motivasi, pengawasan dan disiplin terhadap kinerja diantaranya dapat dilihat sebagai berikut :

Hernowo (2008) penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Motivasi, dan Disiplin Kerja terhadap Kinerja Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri”. Jumlah sampel sebagai responden sebanyak 44 orang pegawai. Analisis data menggunakan metode regresi linear berganda (multiple regression). Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi dan disiplin kerja ke dalam model sudah tepat dalam menjelaskan variabel kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri. Variabel Disiplin memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap kinerja pegawai Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Wonogiri.

Penelitian yang dilakukan Etykawaty (2008) dengan judul, “Pengaruh Motivasi dan Kedisiplinan terhadap Kinerja Petugas Pemasyarakatan” (Studi kasus di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta). Populasi penelitian ini adalah petugas rumah tahanan kelas I Surakarta yang berjumlah 207 orang. Dalam penelitian ini diambil sampel yang akan mewakili populasi yaitu 110 petugas. Alat uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Regresi Linier Berganda. Hasil penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang positif dan signifikan secara parsial dari motivasi dan disiplin terhadap kinerja pegawai pemasyarakatan di Rumah Tahanan Negara kelas I Surakarta. Serta adanya

(2)

disiplin paling berpengaruh terhadap kinerja pegawai pemasyarakatan di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta.

Penelitian yang dilakukan Riyanto (2007) dengan judul, “Pengaruh Kepemimpinan, Motivasi, Lingkungan Kerja, Disiplin Kerja, dan Pengawasan Terhadap Kinerja Pegawai Dinas Perindustrian, Perdagangan, Penanaman Modal, dan Koperasi Kabupaten Karanganyar” (Studi kasus pada Dinas Perindustrian Perdagangan Penanaman Modal dan Koperasi Kabupaten Karanganyar). Penelitian ini menganalisis tentang pengaruh kepemimpinan, motivasi, lingkungan kerja, disiplin kerja dan pengawasan baik secara parsial maupun secara simultan terhadap kinerja pegawai dinas perindustrian perdagangan penanaman modal dan koperasi kabupaten karanganyar. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 81 orang. Penelitian ini merupakan penelitian sensus. Alat analisis yang digunakan adalah Analisis Regeresi Linier Berganda. Hasil penelitian secara Parsial menunjukkan bahwa variabel Kepemimpinan, Motivasi, Lingkungan kerja, Disiplin kerja dan Pengawasan mempunyai pengaruh yang positif terhadap Kinerja Pegawai. Hasil penelitian Secara Simultan menunjukkan bahwa variabel Kepemimpinan, Motivasi, Lingkungan kerja, dan Pengawasan mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap kinerja pegawai, hanya variabel Disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai.

Penelitian yang dilakukan Mardiana (2009) dengan judul,”Pengaruh motivasi dan Kedisiplinan terhadap Kinerja Petugas Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan wanita Medan”. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 76 orang dan sampel yang diambil sebanyak 43 orang. Alat uji Statistik yang digunakan

(3)

menunjukkan bahwa motivasi dan kedisiplinan secara parsial berpengaruh positif terhadap kinerja petugas pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan wanita Medan. Sedangkan secara simultan motivasi dan kedisiplinan berpengaruh positif terhadap kinerja , variabel motivasi lebih dominan pengaruhnya terhadap kinerja petugas pemasyarakatan di lembaga pemasyarakatan wanita Medan.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Motivasi

a. Pengertian Motivasi

Istilah motivasi berasal dari bahasa latin, yakni movere yang berarti “menggerakan”. Motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada di dalam diri seorang manusia, yang dapat dikembangkan sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang pada intinya berkisar sekitar imbalan moneter dan non moneter, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negatif, hal mana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan (Winardi, 2001). Menurut Hasibuan (2005), motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif, dan terintegrasi dalam segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan.

Motivasi merupakan pemberian motif atau penimbulan motif sehingga pengertian motivasi kerja adalah suatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja (As’ad : 2003). Semangat atau dorongan timbul pada diri pegawai karena adanya suatu harapan yang lebih baik. Peningkatan motivasi kerja pegawai

(4)

cukup pegawai akan termotivasi untuk melakukan sesuatu karena mereka mengerti tindakan tersebut mempunyai arti bagi mereka.

Ada tiga dimensi motivasi yang dapat diuraikan secara singkat (As’ad : 2003) sebagai berikut :

1. Motif adalah suatu perangsang keinginan dan daya penggerak kemauan bekerja diantaranya pemenuhan kebutuhan, peningkatan karir, pengakuan orang lain dan pekerjaan itu sendiri.

2. Harapan adalah kemungkinan mencapai sesuatu dengan aksi tertentu diantaranya kemungkinan pengembangan, kesempatan berprestasi, status, dan hubungan kerja.

3. Insentif adalah salah satu motivasi yang dilihat dari besar gaji yang diterima dan frekuensi kualitas memperoleh insentif diantaranya gaji, jaminan kesehatan, jaminan keselamatan dan jaminan hari tua.

Pada teori di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk meningkatkan motivasi, maka seorang pimpinan harus :

1. Mengakui bahwa setiap pegawai memiliki kebutuhan yang berbeda dan preferensi yang berbeda pula. Tidak ada dua orang yang benar-benar memiliki kebutuhan yang sama.

2. Memahami kebutuhan utama seorang karyawan, merupakan prilaku atasan yang di cintai bawahan.

3. Membantu seorang pegawai menentukan upaya mencapai kebutuhannya melalui prestasi. Hal ini tidak sulit jika di lakukan dengan ketulusan, bukan pamrih.

(5)

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah dorongan yang menggerakan seseorang baik karena faktor dari dalam dirinya ataupun faktor luar, dapat berupa imbalan atas hasil kerjanya, serta situasi dan kondisi yang dihadapi yang akan mempengaruhi kinerja seseorang.

b. Teori Motivasi

A. Teori Hirarki kebutuhan dari Abraham Maslow

Model Maslow Ini sering disebut dengan model hierarki kebutuhan. Karena menyangkut kebutuhan manusia, maka teori ini digunakan untuk menunjukkan kebutuhan seseorang yang harus dipenuhi agar individu tersebut termotivasi untuk kerja, yang dapat dilihat pada gambar 2.1 :

Sumber : Arep Ishak dan Tanjung Hendri (2003)

Gambar 2.1

Maslow’s Need Hierarchy

Maslow mengemukan bahwa manusia termotivasi untuk memenuhi kebutuhan yang ada didalam hidupnya, diantaranya :

a). Kebutuhan fisiologi yaitu, pakaian, perumahan, makanan, seks (disebut kebutuhan paling dasar)

(6)

b). Kebutuhan keamanan, keselamatan, perlindungan, jaminan pensiun, asuransi kecelakaan, dan asuransi kesehatan.

c). Kebutuhan sosial, kasih sayang, rasa memiliki, diterima dengan baik, persahabatan.

d). Kebutuhan penghargaan, status, titel, simbol-simbol, promosi.

e). Kebutuhan aktualisasi diri, menggunakan kemampuan, skill, dan potensi.

B. Teori Dua Faktor dari Frederick Herzberg

Menurut teori ini ada dua faktor yang mempengaruhi kondisi pekerjaan seseorang, yaitu faktor pemuas (motivation factor) yang disebut juga dengan

satisfier atau instrinsic motivation dan faktor kesehatan (hygienes) yang juga

disebut disatisfier atau ekstrinsic motivation. Teori Herzberg ini melihat ada dua faktor yang mendorong karyawan termotivasi yaitu faktor intrinsik yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari organisasi tempatnya bekerja.

Menurut Herzberg faktor ekstrinsik tidak akan mendorong minat para pegawai untuk berforma baik, akan tetapi jika faktor-faktor ini dianggap tidak memuaskan dalam berbagai hal seperti gaji tidak memadai, kondisi kerja tidak menyenangkan, faktor-faktor itu dapat menjadi sumber ketidakpuasan potensial. Sedangkan faktor intrinsik merupakan faktor yang mendorong semangat guna mencapai kinerja yang lebih tinggi. Jadi pemuasan terhadap kebutuhan tingkat

(7)

dari pada pemuasan kebutuhan lebih rendah, Leidecker dan Hall dalam Timpe (2002).

Dari teori Herzberg tersebut, uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan dari para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi karena pekerjaan itu dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka.

Penelitian oleh Schwab, De Vitt dan Cuming tahun 1971 telah membuktikan bahwa faktor ekstrinsik dapat berpengaruh dalam memotivasi performa tinggi, Grensing dalam Timpe (2002).

C. Teori ERG ( Existence, Relatednes, Growth ) dari Alderfer

Menurut teori ERG dari Clayton Alderfer ini ada 3(tiga) kebutuhan pokok manusia yaitu :

a). Existence (eksistensi);Kebutuhan akan pemberian persyaratan keberadaan

materiil dasar kita (kebutuhan psikologis dan keamanan).

b). Relatednes (keterhubungan);Hasrat yang kita miliki untuk memelihara

hubungan antar pribadi (kebutuhan sosial dan penghargaan).

c). Growth (pertumbuhan);Hasrat kebutuhan instrik untuk perkembangan

pribadi (kebutuhan aktualisasi diri).

D. Teori Prestasi dari McClelland

Hal-hal yang memotivasi seseorang menurut Mc.Clelland dalam Hasibuan (2005) adalah : a). kebutuhan akan prestasi (need for achievement = n Ach).

(8)

b). kebutuhan akan kekuasaan (need for power = n Pow). c). kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation = n Af). E. Teori harapan ( Expectancy Theory )

Pencetus pertama dari teori dari harapan ini adalah Victor H. Vroom dan merupakan teori motivasi kerja yang relatif baru. Teori ini berpendapat bahwa orang-orang atau petugas akan termotivasi untuk bekerja atau melakukan hal-hal tertentu jika mereka yakin bahwa dari prestasinya itu mereka akan mendapatkan imbalan besar. Seseorang mungkin melihat jika bekerja dengan giat kemungkinan adanya suatu imbalan, misalnya kenaikan gaji, kenaikan pangkat dan inilah yang menjadi perangsang seseorang dalam bekerja giat.

F. Teori pembentukan prilaku (Operant Conditioning)

Menurut teori pembetukan perilaku, perilaku pegawai dipengaruhi kejadian kejadian atau situasi masa lalu. Apabila konsekuensi perilaku tersebut positif, maka pegawai akan memberikan tanggapan yang sama terhadap situasi lama, tetapi apabila konsekuensi itu tidak menyenangkan, maka pegawai cendrung mengubah perilakuya untuk menghindar dari konsekuensi tersebut.

G. Teori Keadilan ( Equity Theory )

Teori motivasi ini didasarkan pada asumsi bahwa pegawai akan termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, apabila ia diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya. Inti dari teori ini adalah pegawai membandingkan usaha mereka terhadap imbalan yang diterima pegawai lainnya dalam situasi kerja yang relatif sama. Selain itu juga membandingkan imbalan dengan pengorbanan

(9)

yang diberikan. Apabila mereka telah mendapatkan keadilan dalam bekerja, maka mereka termotivasi untuk meningkatkan produktivitas kerjanya.

c. Manfaat Motivasi Kerja

Manfaat motivasi yang utama adalah menciptakan gairah kerja, sehingga produktivitas kerja meningkat. Sementara itu, manfaat yang diperoleh karena bekerja dengan orang-orang yang termotivasi adalah pekerjaan dapat diselesaikan dengan tepat. Artinya pekerjaan diselesaikan sesuai standar yang benar dan dalam skala waktu yang sudah ditentukan, serta orang senang melakukan pekerjaannya.

Sesuatu yang dikerjakan karena ada motivasi yang mendorongnya akan membuat orang senang mengerjakannya. Orang pun akan merasa dihargai/diakui, hal ini terjadi karena pekerjaannya itu betul-betul berharga bagi orang yang termotivasi, sehingga orang tersebut akan bekerja keras. Hal ini dimaklumi karena dorongan yang begitu tinggi menghasilkan sesuai target yang mereka tetapkan. Kinerjanya akan dipantau Oleh individu yang bersangkutan dan tidak akan membutuhkan terlalu banyak pengawasan serta semangat juangnya akan tinggi (Arep dan Tanjung, 2003).

d. Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi

Faktor-faktor motivasi yang digunakan dalam penelitian ini dikutip dari teori motivasi dua faktor Herzberg. Adapun yang merupakan faktor-faktor motivasi menurut Herzberg dalam Hasibuan (2005) yang disebut faktor intrinsik meliputi :

1) Tanggung jawab (Responsibility). Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang berpotensi, dan pengakuan ini akan

(10)

menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar.

2) Prestasi yang diraih (Achievement). Setiap orang menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan. Pencapaian prestasi dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan untuk melakukan tugas-tugas berikutnya.

3) Pengakuan orang lain (Recognition). Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari kompensasi.

4) Pekerjaan itu sendiri (The work it self). Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berforma tinggi, Leidecker dan Hall dala Timpe (2002).

5) Kemungkinan Pengembangan (The possibility of growth). Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursus dan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana karirnya yang akan mendorongnya lebih giat dalam bekerja, Rivai (2008).

6) Kemajuan (Advancement). Peluang untuk maju merupakan pengembangan potensi diri seorang pagawai dalam melakukan pekerjaan, karena setiap pegawai menginginkan adanya promosi kejenjang yang lebih tinggi,

(11)

mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalaman dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat bagi pegawai untuk bekerja lebih baik.

Sedangkan yang berhubungan dengan faktor ketidak puasan dalam bekerja menurut Herzberg dalam Luthans (2003) dihubungkan oleh faktor ekstrinsik antara lain :

1) Gaji

Menurut Robert W Braid dalam Timpe (2002) tidak ada satu organisasi pun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi yang realitis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai. 2) Keamanan dan keselamatan kerja

Kebutuhan akan keamanan dapat diperoleh melalui kelangsungan kerja Maslow dalam Robbins (2007).

3) Kondisi kerja

Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan yang memadai, karyawan akan merasa betah dan produktif dalam bekerja sehari-hari.

4) Hubungan kerja

Pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik haruslah didukung oleh suasana atau hubungan kerja yang harmonis antara sesama pegawai maupun atasan dan bawahan. Robbins, (2007).

(12)

Keadilan dan kebijakasanaan dalam mengahadapi pekerja, serta pemberian evaluasi dan informasi secara tepat kepada pekerja juga merupakan pengaruh terhadap motivasi pekerja.

6) Status

Status adalah posisi atau peringkat yang ditentukan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau anggota kelompok dari orang lain Status pekerja mempengaruhi motivasinya dalam bekerja. Status pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya antara lain ditunjukkan oleh klasifikasi jabatan, hak-hak istimewa yang diberikan serta peralatan dan lokasi kerja yang dapat menunjukkan statusnya Myers dalam Robin (2007).

2.2.2. Pengawasan

a. Pengertian Pengawasan

Pengawasan yang efektif akan memberikan suatu jaminan yang mengikat bagi seluruh pegawai untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya dan penuh tanggung jawab. Sistem pengawasan yang diterapkan kepada bawahan didasarkan pada suatu keinginan untuk menghindari terjadinya penyimpangan pada masalah-masalah yang sangat penting dalam tugas yang sedang atau selesai dikerjakan.

Pengawasan dapat dirumuskan sebagai proses penentuan apa yang harus dicapai, yaitu standar, apa yang sedang dilakukan, yaitu pelaksanaan sesuai dengan standar. Untuk mengefektifkan pegawai dalam segi pengawasan. Untuk itu perbandingan jumlah yang harus diawasi oleh pengawas yang bekerja pada suatu pekerjaan yang ada, tidak akan dapat dipaksakan sama dengan jumlah

(13)

bawahan yang diawasi oleh seorang pengawas dengan pekerjaan berbeda (Sutarto, 2000). Para ahli teori, maupun para eksekutif praktik sependapat, bahwa manajemen yang baik memerlukan pengawasan yang efektif. Kombinasi antara sasaran yang terencana baik kepemimpinan yang beribawa, motivasi, kecil kemungkinan akan mencapai keberhasilan, kecuali bila ada sistem pengawasan yang memadai.

Menurut Robbins dan Coulter (2005) pengawasan terdiri dari empat dimensi yaitu: standars, measurements, comparison dan Action. Keempat dimensi-dimensi pengawasan yang merupakan acuan atau grand theory yang mendasari dalam penelitian, lebih jelasnya ini akan diuraikan lebih lanjut.

1. Menetapkan standar (Standards)

Penetapan patokan (target) atau hasil yang diinginkan, untuk dapat dilakukan sebagai perbandingan hasil ketika berlangsungnya kegiatan organisasi. Standar juga merupakan batasan tentang apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan dan target organisasi.

2. Pengukuran (measurement)

Pengukuran kinerja merupakan proses yang berulang-ulang dilakukan dan terus menerus dan benar, baik intensitasnya dalam bentuk pengukuran harian, mingguan, atau bulanan sehingga tampak yang diukur antara mutu dan jumlah hasil.

(14)

Membandingkan hasil yang dicapai dengan target atau standar yang telah ditetapkan, mungkin kinerja lebih tinggi, atau lebih rendah atau sama dengan standar.

4. Melakukan tindakan (action)

Keputusan mengambil tindakan koreksi-koreksi atau perbaikan. Bilamana telah terjadi penyimpangan (deviasi) antara strandar dengan realisasi perlu melakukan tindakan Follow-Up berupa mengoreksi penyimpangan yang terjadi. Proses Follow-Up atau tindakan ini dapat dilakukan apakah dengan merubah standar, ukuran atau norma.

Dari definisi yang dikemukakan diatas maka pengawasan merupakan sesuatu yang dilakukan dalam kegiatan manajerial melalui suatu proses yang telah disusun secara lengkap serta pengambilan tindakan perbaikan bila diperlukan sehingga tidak terjadi penyimpangan untuk menyesuaikan hasil pekerjaan dengan standar yang telah ditentukan.Teori yang digunakan dalam penelitian ini yang paling cocok adalah teori yang dikemukakan oleh Robbins dan Coulter, karena responden dalam penelitian ini adalah para pegawai yang dalam bekerja memiliki standar pekerjaan dan pekerjaannya dapat dinilai.

b. Tipe-tipe Pengawasan

1. Pengawasan Pendahuluan ( Freedforward Control )

Bentuk pengawasan kerja ini dirancang untuk mengantisipasi masalah yang menyimpang dari standar atau tujuan dan memungkinkan korelasi dibuat sebelum tahap tertentu diselesaikan. Jadi, pendekatan ini lebih aktif dan agresif, dengan mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum masalah terjadi.

(15)

2. Pengawasan bersamaan pelaksanaan kegiatan (Concurrent Control ) Pengawasan ini dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu dari dari suatu prosedur disetujui terlebih dahulu sebelum kegiatan-kegiatan dilanjutkan atau menjadi semacam peralatan “Double Check” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.

3. Pengawasan umpan balik (feedback control)

Mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana atau standar yang telah ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegiatan serupa dimasa yang akan datang. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi (Handoko, 2003).

c. Karakteristik Pengawasan yang Efektif

Agar dapat efektif setiap pengawasan kerja harus memenuhi kriteria tertentu, yaitu :

1) Informasi yang akan diukur harus akurat.

2) Pengawasan harus dilakukan tepat waktu disaat penyimpangan diketahui. 3) Sistem Pengawasan yang dipergunakan harus mudah dimengerti oleh orang. 4) Pengawasan harus dititik beratkan pada kegiatan-kegiatan strategis.

5) Harus bersifat ekonomis, artinya biaya pengawasan harus lebih kecil dibandingkan dengan hasilnya.

(16)

7) Harus sesuai dengan arus kerja atau sesuai dengan sistem dan prosedur yang dilaksanakan dalam organisasi.

8) Harus luwes dalam menghadapi perubahan-perubahan yang ada. 9) Bersifat memerintah dan dapat dikerjakan oleh bawahan.

10) Sistem pengawasan harus dapat diterima dan dimengerti oleh semua anggota organisasi (Ranupandojo, Hedjrachman dan Suad, 2002)

2.2.3. Disiplin

a. Pengertian Disiplin

Menurut Hasibuan (2005), menyatakan bahwa “Disiplin adalah kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku”. Sedangkan menurut Sutrisno (2009) menyatakan “Disiplin menunjukkan suatu kondisi atau disiplin hormat yang ada pada diri karyawan terhadap peraturan dan ketepatan perusahaan”.

Selanjutnya, menurut Wursanto (2000) menyatakan bahwa “Disiplin adalah suatu ketaatan karyawan terhadap suatu aturan atau ketentuan yang berlaku dalam perusahaan atas dasar adanya suatu kesadaran atau keinsyafan bukan adanya unsur paksaan”. Kemudian menurut Sinungan (2003) menyatakan bahwa “Disiplin adalah sebagai disiplin mental yang tercermin perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa ketaatan (obedience) terhadap peraturan-peraturan atau ditetapkan pemerintah atau etika, norma, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat untuk tujuan tertentu”.

(17)

Menurut Nitisemito (1995), “Disiplin adalah suatu disiplin, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan peraturan dari organisasi baik secara tertulis maupun tidak tertulis”.

Dimensi disiplin kerja menurut Nitisemito (1995) meliputi: 1. Disiplin waktu

Disiplin waktu dapat dilihat dari kepatuhan pegawai dari tingkat kehadiran pegawai di kantor pada hari kerja dari kerajinan pegawai masuk kerja, ketepatan waktu masuk kerja, ketepatan jam pulang kerja dan kerajinan mengikuti upacara/apel pada saat datang dan pulang.

2. Disiplin Peraturan

Disiplin peraturan yaitu ketaatan pegawai dalam mengikuti peraturan dan cara kerja yang telah ditentukan. Hal ini dapat dilihat dari ketaatan pada peraturan/tata tertib yang ada, kepatuhan terhadap instruksi atasan, ketaatan menggunakan kelengkapan pakaian seragam sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3. Disiplin Tanggung Jawab

Disiplin tanggung jawab dapat dilihat dari menggunakan fasilitas peralatan kerja sesuai prosedur kerja yang telah ditentukan, dan memelihara fasilitas/peralatan kerja sesuai prosedur kerja yang telah ditentukan serta menyelesaikan pekerjaan yang dibebankan sesuai dengan ketentuan.

Dari beberapa pendapat para ahli tersebut di atas, terlihat jelas faktor– faktor terpenting dari disiplin kerja adalah disiplin dan perilaku yang taat dan tunduk pada peraturan yang ada dengan penuh kesadaran.

(18)

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin

Menurut Hasibuan (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai suatu organisasi diantaranya :

1. Tujuan dan Kemampuan

Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan pegawai. Tujuan yang akan dicapai harus jelas dan ditetapkan secara ideal serta cukup menantang bagi kemampuan karyawan. Hal ini berarti bahwa tujuan (pekerjaan) yang dibebankan kepada pegawai harus sesuai dengan kemampuan pegawai bersangkutan, agar pegawai bekerja dengan sungguh-sungguh dan disiplin dalam mengerjakannya.

2. Teladanan Pimpinan

Teladanan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus memberikan contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatannya. Dengan keteladanan pimpinan yang baik, kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. 3. Balas Jasa

Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan pegawai karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan pegawai terhadap organisasi atau pekerjaannya. Jika kecintaan pegawai semakin baik terhadap kedisiplinan pegawai yang baik, organisasi harus memberikan balas jasa yang relatif besar. Berperan Kedisiplinan pegawai tidak mungkin baik apabila balas jasa yang pegawai terima kurang

(19)

memuaskan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta keluarga. Jadi, balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan pegawai. 4. Keadilan

Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai, karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa dirinya penting dan minta diperlakukan sama denganmanusia lainnya. Keadilan yang dijadikan dasar kebijaksanaan dalam memberikan balas jasa (pengakuan) atau hukuman akan merangsang terciptannya kedisiplinan pegawai yang baik.

5. Waskat

Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai organisasi. Dengan pengawasan melekat berarti atasan langsung harus aktif dan langsung mengawasi perilaku, moral, disiplin, gairah kerja, dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu hadir ditempat kerja agar dapat mengawasi dan memberikan petunjuk, jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam menyelasaikan tugasnya. Waskat efektif merangsang kedisiplinan dan moral kerja pegawai. Pegawai merasa mendapat perhatian, bimbingan, pengarahan, petunjuk, dan pengawasan dari atasannya. Dengan waskat, atasan secara langsung dapat mengetahui kemampuan dan kedisiplinan setiap individu bawahannya, sehingga kondute setiap bawahan dinilai objektif. Jadi waskat menuntut adanya kebersamaan aktif antara pimpinan dan pegawai dalam mencapai tujuan organisasi.

(20)

Sanksi hukuman berperan penting dalam memeihara kedisiplinan pegawai. Dengan sanksi hukuman yang semakin berat, pegawai akan semakin takut melanggar peraturan-peraturan organisasi, disiplin, dan prilaku indisipliner pegawai akan berkurang. Berat / ringan saksi hukuman yang akan diterapkan ikut mempengaruhi baik buruknya kedisiplinan pegawai. Sanksi hukuman harus ditetapkan berdasarkan pertimbangan logis, masuk akal, dan diinformasikan secara jelas kepada semua pegawai.

7. Ketegasan

Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan pegawai. Pimpinan harus berani dan tegas untuk menghukum setiap pegawai yang indispliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi pegawai indisipliner akan akan disegani dan diakui kepemimpinanya oleh bawahan.

c. Tingkat dan Jenis Sanksi Disiplin Kerja

Tujuan utama pengadaan sanksi disiplin kerja bagi para pegawai yang melanggar norma-norma organisasi adalah memperbaiki dan mendidik pegawai yang melakukan pelanggaran disiplin. Pada umumnya sebagai pegangan pimpinan meskipun tidak mutlak, tingkat dan jenis sanksi disiplin kerja yang dikemukakan Sastrohadiwiryo (2003) menyatakan “Sanksi disiplin terdiri atas sanksi disiplin berat, sanksi disiplin sedang, sanksi disiplin ringan”.

1. Sanksi Disiplin Berat

(21)

a. Demosi jabatan yang setingkat lebih rendah dari jabatan atau pekerjaan yang diberikan sebelumnya.

b. Pembebasan dari jabatan atau pekerjaan untuk dijadikan sebagai pegawai biasa bagi yang memegang jabatan.

c. Pemutusan hubungan kerja dengan hormat atas permintaan sendiri tenaga kerja yang bersangkutan.

d. Pemutusan hubungan kerja tidak dengan hormat sebagai tenaga kerja di organisasi atau perusahaan.

2. Sanksi Disiplin Sedang

Sanksi disiplin sedang misalnya :

a. Penundaan pemberian kompensasi yang sebelumnya telah dirancangkan sabagaimana tenaga kerja lainnya.

b. Penurunan upah atau gaji sebesar satu kali upah atau gaji yang biasanya diberikan harian, mingguan atau bulanan.

c. Penundaan program promosi bagi tenaga kerja yang bersangkutan pada jabatan yang lebih tinggi.

3. Sanksi Disiplin Ringan

Sanksi disiplin ringan misalnya :

a. Teguran lisan kepada tenaga kerja yang bersangkutan. b. Teguran tertulis

c. Pernyataan tidak puas secara tertulis

Selanjutnya, menurut Handoko (2001) menyatakan bahwa ada 3 (tiga) jenis kegiatan pendisiplinan yaitu:

(22)

1. Disiplin preventip

Kegiatan yang dilaksanakan untuk medorong para pegawai agar mengikuti berbagai standar dan aturan, sehingga penyelewengan- penyelewengan dapat dicegah.

2. Disiplin korektif

Kegitan yang diambil untuk menangani pelanggaran terhadap aturan-aturan dan mencoba untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran lebih lanjut. Dan bertujuan untuk memperbaiki pelanggaran, untuk menghalangipara pegawai yang lain melakukan kegiatan yang serupa, untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif. 3. Disiplin Progresif

Suatu kebijakan disiplin yang memberikan hukuman- hukuman yang lebih berat terhadap pelanggaran-pelanggaran yang berulang. Disiplin progresif ditunjukkan sebagai berikut:

a) Teguran secara lisan kepada penyelia

b) Teguran tertulis, dengan catatan dalam file personalia c) Skorsing dari pekerjaan satu sampai tiga hari

d) Skorsing satu minggu atau lebih lama e) Diturunkan pangkatnya

f) Dipecat

Penetapan jenis sanksi disiplin yang akan dijatuhkan kepada pegawai yang melanggar hendaknya dipertimbangkan dengan cermat, teliti, dan seksama bahwa sanksi disiplin yang akan dijatuhkan tersebut setimpal dengan tindakan dan perilaku yang diperbuat. Dengan demikian, sanksi disiplin tersebut dapat diterima

(23)

dengan rasa keadilan. Kepada pegawai yang pernah diberikan sanksi disiplin dan mengulangi lagi pada kasus yang sama, perlu dijatuhi sanksi disiplin yang lebih berat dengan tetap berpedoman pada kebijakan pemerintah yang berlaku.

2.2.4. Kinerja

a. Pengertian Kinerja

Irham (2010) mengemukakan kinerja adalah hasil yang diperoleh oleh suatu organisasi baik organisasi tersebut bersifat profit oriented dan non profit

oriented yang dihasilkan selama satu priode waktu. Kinerja adalah hasil kerja

yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tangungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan sacara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Amstrong dan Baron dalam Wibowo (2007) mengemukakan kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi.

Wibowo (2007) menyatakan bahwa, “Kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya”.

Menurut Mangkunegara (2005) “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan/pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Dengan demikian kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk

(24)

melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggung jawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan”.

Uraian beberapa teori di atas tentang kinerja, maka kinerja pegawai Balai Latihan Pendidikan Teknik Dinas Pendidikan Sumatera Utara secara konseptual dalam penelitian ini diartikan sebagai hasil kerja seorang pegawai dalam mengelola dan melaksanakan tugas yang diembannya, didasarkan atas tanggung jawab yang dimilikinya sesuai dengan ukuran yang berlaku bagi pekerjaannya pada suatu periode waktu yang telah ditetapkan oleh Balai Latihan Pendidikan Teknik Dinas Pendidikan Sumatera Utara.

b. Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan suatu proses manajemen untuk menilai kinerja pegawainya. Tujuan dilakukannya penilaian kinerja secara umum adalah untuk memberikan umpan balik kepada pegawai dalam upaya memperbaiki kinerjanya dan meningkatkan produktivitas organisasi, khususnya yang berkaitan dengan kebijaksanaan terhadap pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji, pendidikan dan latihan.

Menurut Umar dalam Mangkunegara (2005) untuk mengukur kinerja pegawai dapat dilihat dari aspek-aspek antara lain :

1). Mutu pekerjaan, 2). Kejujuran, 3). Inisiatif, 4). Kehadiran,

(25)

5). Disiplin, 6). Kerjasama, 7). Kehandalan,

8). Pengetahuan tentang pekerjaan, 9). Tanggung jawab,

10).Pemanfaatan waktu.

Penilaian kinerja (performance appraisal, PA) adalah proses evaluasi seberapa baik karyawan mengerjakan, ketika dibandingkan dengan satu set standar dan kemudian mengkomunikasikannya dengan para karyawan (Mathis dan Jackson, 2002). Penilaian kinerja dapat terjadi dalam dua cara, secara informal dan secara sistimatis (Mathis dan Jackson, 2002). Penilaian informal dapat dilaksanakan setiap waktu dimana pihak atasan merasa perlu. Hubungan sehari-hari antara manajer dan karyawan memberikan kesempatan bagi kinerja karyawan untuk dinilai. Penilaian sistimatis digunakan ketika kontak antara manajer dan karyawan bersifat formal,dan sistemnya digunakan secara benar dengan melaporkan kesan dan observasi manajerial terhadap kinerja karyawan.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja merupakan bagian integral dari proses penilaian yang meliputi : penerapan sasaran kinerja yang spesifik, terukur, memiliki tingkat perubahan, terbatas waktu, adanya pengarahan dan dukungan atasan. Karyawan bersama atasan masing-masing dapat menetapkan sasaran dan standar kinerja yang harus dicapai dalam kurun waktu tertentu. Peningkatan kinerja karyawan perseorangan pada gilirannya akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan.

(26)

c. Tujuan Penilaian Kinerja

Menurut Nasution (2005) tujuan penilaian kinerja adalah :

1). Untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan selama periode waktu tertentu (dibandingkan dengan standar).

2). Untuk mengetahui tentang diri karyawan (baik disiplin, watak, kekuatan, maupun kelemahannya), sehubungan dengan pekerjaannya di perusahaan. 3). Untuk mengetahui apakah karyawan mempunyai potensi untuk menduduki

jabatan lain (dengan/tanpa training lebih lanjut).

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Tiffin dan Cormick (dalam Novitasari, 2003) ada dua variabel yang dapat mempengaruhi kinerja, yaitu:

1. Variabel individual, meliputi: disiplin, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pcndidikan, serta faktor individual lainnya.

2. Variabel situasional:

a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdin dari; metode kerja, kondisi dan desain perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperatur, dan fentilasi)

b. Faktor sosial dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi, sifat organisasi, jenis latihan dan pengawasan, sistem upah dan lingkungan sosial.

(27)

2.2.5. Hubungan Motivasi, Pengawasan, Disiplin dan Kinerja

Masalah motivasi bukanlah masalah yang mudah, baik memahaminya apalagi menerapkannya, tidak mudah karena berbagai alasan dan pertimbangan. Akan tetapi yang jelas ialah bahwa dengan motivasi yang tepat para pegawai akan terdorong untuk berbuat semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya karena meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, kepentingan-kepentingan pribadi para anggotanya tersebut akan terpelihara juga.

Pegawai memiliki sikap dan prilaku yang berbeda, oleh karena itu sistem pengawasan sebaiknya di terapkan untuk lebih mengoptimalkan pekerjaan pegawai sehingga kinerja yang dihasilkan akan lebih baik. Ada pegawai yang melaksanakan pekerjaan tanpa harus di awasi oleh atasan, mereka mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan baik, namun ada juga pegawai yang harus selalu di pandu oleh atasannya, karna kalau tidak di awasi, pegawai tersebut sering melakukan kesalahan, sehingga peran atasan dalam pengawasan sangat penting.

Manusia tidak ada yang sempurna, luput dari kekhilafan dan kesalahan. Oleh karena itu, setiap organisasi perlu memiliki berbagai ketentuan yang harus di taati oleh anggotanya. Disiplin merupakan tindakan manajemen untuk mendorong para pegawai memenuhi tuntutan berbagai ketentuan tersebut. Pendisiplinan pegawai adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai sehingga para pegawai tersebutsecara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para pegawai yang lain serta dapat meningkatkan kinerjanya.

(28)

2.3. Kerangka Konseptual

Menurut Wibowo (2007: 7) kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Dengan demikian, kinerja adalah tentang melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Dan kinerja adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas maupun kualitas dalam suatu organisasi.

Kinerja dapat merupakan penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di dalam organisasi. Penilaian kinerja secara reguler yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan kinerja setiap personel. Tindakan ini akan membuat personel untuk senantiasa berorientasi terhadap tujuan yang hendak dicapai (Yaslis, 2005).

Menurut Yaslis (2005) salah satu yang mempengaruhi kinerja adalah Supervisi atau pengawasan, sedangkan Wexley dan Yukl (2000) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja pegawai antara lain adalah disiplin kerja dan motivasi kerja.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan kerangka pemikiran konseptual penelitian yang dimana adanya keterkaitan Variabel bebas (indenpedent) adalah motivasi (X1), pengawasan (X2), dan disiplin kerja (X3) pada akhirnya

(29)

menghasilkan Variabel terikat (depedent) adalah kinerja (Y) yang secara diagram adalah sebagai berikut :

Sumber: (Yaslis, 2005 dan Wexley dan Yukl, 2000)

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual

2.4. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka konseptual maka hipotesis yang di ajukan adalah sebagai berikut :

1. Motivasi, Pengawasan dan Disiplin secara simultan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai.

2. Motivasi, Pengawasan dan Disiplin secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Pegawai.

Motivasi

Pengawasan Kinerja

Pegawai Disiplin

Referensi

Dokumen terkait

(1) Kepala Sub Bagian Perencanaan, Evaluasi dan Pelaporan mempunyai tugas mengumpulkan dan mengkoordinasikan bahan penyusunan program kerja, evaluasi dan pelaporan

Kinerja Individu pengguna Core Banking System di Bank BPD Bali. Hal ini berarti semakin tinggi faktor kemanfaatan Core Banking System maka menghasilkan kinerja individu yang

Sasaran penerapan sistem administrasi pajak modern menurut Pandiangan ( 2008 ) , adalah: (1) Maksimalisasi penerimaan pajak; (2) Kualitas pelayanan yang mendukung kepatuhan

Mata pelajaran membuat pola busana materi membuat macam-macam pola gaun ini siswa dapat membuat pola gaun sesuai dengan model yang diinginkan, mengetahui alat

Inilah titik sentral uraian ini, yakni ingin melihat berbagai tantangan yang muncul dan akan dihadapi oleh dunia pendidikan, khususnya perguruan tinggi dan lebih

Hasil dari uji t pada regresi data panel dengan metode REM menunjukkan bahwa terjadi hubungan yang berlawanan antara inklusi keuangan yang diproxykan dengan rasio

 V : Vital, obat-obatan yang harus ada dan penting untuk kelangsungan hidup, yang masuk golongan obat-obat ini adalah obat penyelamat (life saving drug), obat-obatan

Proses penelusuran informasi dalam temu kembali bahan pustaka sangat berperan penting bagi pemustaka untuk memperoleh bahan pustaka yang dibutuhkan oleh pemustaka di