• Tidak ada hasil yang ditemukan

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007: Peluang dan Tantangan Bagi Pustakawan 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007: Peluang dan Tantangan Bagi Pustakawan 1"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007:

Peluang dan Tantangan Bagi Pustakawan

1

Arif Surachman, S.IP.2

Pendahuluan

Pada suatu perjalanan di Bima, NTB, penulis menyempatkan diri untuk mencari dan melihat perpustakaan sekolah di sana. Sayang pencarian itu sedikit berakhir dengan kegalauan. Hal ini karena yang ditemukan adalah sebuah ruangan ‘kelas’ yang dipenuhi dengan buku-buku berserakan hampir menutupi seluruh ruangan. Kegalauan hati ini mendorong penulis bertanya kepada salah seorang Guru di sekolah tersebut. Guru itu memberikan informasi bahwa perpustakaan itu lama terbengkalai karena beberapa hal yakni; tidak ada tenaga perpustakaan yang mengurusinya; kurangnya perhatian dari pimpinan sekolah; kurangnya perhatian pemerintah setempat terhadap kondisi perpustakaan di sekolah; ketiadaan dana pengelolaan dan sebagainya. Sebuah ‘alasan klasik’ yang banyak ditemukan di Indonesia.

Kondisi dan alasan yang hampir sama muncul juga ketika penulis berkesempatan bertemu dengan beberapa guru, pustakawan maupun tenaga perpustakaan sekolah/pesantren di Aceh dan Yogyakarta. Terakhir, pada sebuah mailing-list seorang rekan menceritakan tentang kondisi perpustakaan kota di Kediri yang cukup memperihatinkan. Perpustakaan ini ditangani oleh seorang kepala perpustakaan yang ketika ditanya berbagai hal hanya berujar bahwa ia hanya sekedar diangkat dan tidak tahu banyak mengenai perpustakaan yang dikelolanya. Sungguh tentu ini suatu ironi yang sangat memprihatinkan.

Cerita di atas cukup memberikan gambaran mengenai kondisi perpustakaan dan pustakawan di Indonesia. Sebuah harapan datang pada akhir tahun 2007 ketika diterbitkannya Undang-undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan (UU Perpustakaan) pada 1 Nopember 2007. UU Perpustakaan merupakan undang-undang yang

1

Makalah disampaikan dalam Final Lomba Pustakawan Berprestasi Terbaik tingkat Propinsi DIY, 29 Juni 2009 di Gedung Kagama, Yogyakarta

(2)

memberikan dasar hukum dan harapan perubahan bagi kondisi perpustakaan dan pustakawan di Indonesia.

Garis Besar Undang-Undang Perpustakaan

UU Perpustakaan dikeluarkan setidaknya mempunyai 4 buah pertimbangan mendasar yakni; (1) perpustakaan sebagai wahana belajar sepanjang hayat mengembangkan potensi masyarakat agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab dalam mendukung penyelenggaraan pendidikan nasional; (2) perpustakaan merupakan wahana pelestarian kekayaan budaya bangsa; (3) dalam rangka mendukung gerakan gemar membaca, perpustakaan merupakan sumber informasi yang berupa karya tulis, karya cetak, dan / atau karya rekam; (4) penyelenggaraan perpustakaan masih bersifat parsial dalam berbagai peraturan. Keempat pertimbangan di atas memperlihatkan bagaimana pemerintah menyadari pentingnya peran perpustakaan dalam kehidupan masyarakat Indonesia, terutama sebagai bagian dalam pembelajaran sepanjang hayat.

Undang-undang ini terdiri dari 15 bab dan 54 pasal yang secara garis besar berisi ketentuan umum, hak, kewajiban dan kewenangan, standar nasional perpustakaan, koleksi perpustakaan, layanan perpustakaan, pembentukan, penyelenggaraan, serta pengelolaan dan pengembangan perpustakaan, jenis-jenis perpustakaan, tenaga perpustakaan, pendidikan dan organisasi profesi, sarana dan prasarana, pendanaan, kerjasama dan peran serta masyarakat, dewan perpustakaan, pembudayaan kegemaran membaca, ketentuan sanksi, dan ketentuan penutup.

Terlihat bahwa UU Perpustakaan mengatur cukup lengkap berbagai hal yang menyangkut pengembangan perpustakaan, posisi pustakawan dan keterlibatan masyarakat serta tanggungjawab pemerintah dalam proses mencerdaskan kehidupan berbangsa seperti yang diamanatkan dalam UUD 1945. Hanya memang sangat disayangkan bahwa UU Perpustakaan belum dapat dilaksanakan sepenuhnya karena peraturan pemerintah sebagai petunjuk pelaksanaannya belum ada. Namun demikian Wiranto (2009) dalam tulisannya menyebutkan bahwa Tim Kerja Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perpustakaan

(3)

sudah terbentuk dan menyerahkan RPP kepada Mendiknas. Sehingga saat ini RPP menunggu pengesahan dari Presiden Republik Indonesia untuk dapat segera dibuatkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya.

Peluang dan Tantangan Pustakawan

Merujuk pada berbagai pasal yang ada dalam UU Perpustakaan, keberadaan pustakawan secara nyata diakui keberadaannya. Tawwaf (2007) dalam tulisannya juga mencermati bahwa UU perpustakaan menjamin perpustakaan dikelola oleh orang-orang yang professional dalam hal ini pustakawan. Bahkan dalam bab satu ayat 8 menyebutkan dengan jelas bahwa;

“pustakawan adalah seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui

pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan…”

Hal ini tentu semakin menjelaskan bahwa saat ini dan ke depan pustakawan mempunyai peran strategis dalam mewujudkan perpustakaan yang baik, terutama dalam rangka upaya mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentunya ini akan berdampak pada kesempatan atau peluang pustakawan untuk mengembangkan karirnya dan juga sekaligus tantangan bagi pustakawan untuk memberikan yang terbaik bagi bangsa dan negara. Berikut ini beberapa penjelasan pasal menyangkut peluang dan tantangan pustakawan.

Pertama, pada pasal 1 ayat (8) menyebutkan bahwa pustakawan adalah orang yang memiliki kompetensi, artinya adalah pustakawan yang mempunyai kecakapan, ketrampilan dan pengetahuan guna memberikan yang terbaik bagi pemustaka. Kompetensi menjadi kunci bagi pustakawan untuk lebih berperan dalam meningkatkan pelayanan perpustakaan. Artinya pustakawan dituntut untuk memiliki kecakapan, ketrampilan dan pengetahuan yang cukup dalam pengelolaan dan pelayanan perpustakaan, serta menguasai teknologi informasi dan komunikasi.

Kedua, pada pasal 3 disebutkan bahwa perpustakaan merupakan wahana pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan rekreasi untuk meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa. Kemudian dilanjutkan pasal 4 yang menyebutkan peran perpustakaan dalam meningkatkan kegemaran membaca, memperluas wawasan dan pengetahuan. Hal ini mengandung makna bahwa sebagai pengelola perpustakaan,

(4)

pustakawan harus mampu menciptakan dan merealisasikan perpustakaan sebagai wahana meningkatkan kecerdasan dan keberdayaan bangsa serta mampu mendukung program gemar membaca. Hal ini jelas sebuah tantangan bagi pustakawan dalam menjalankan tugas dan perannya di masyarakat.

Ketiga, pada pasal 5 tentang hak masyarakat dijelaskan bagaimana masyarakat dimanapun dan berlatar belakang apapun mempunyai hak untuk mendapatkan layanan perpustakaan, melakukan pengawasan, dan mendirikan perpustakaan. Pasal ini ‘menuntut’ peran aktif pustakawan dalam lingkungan masyarakat manapun untuk memberikan layanan perpustakaan yang terbaik yang merupakan hak masyarakat secara luas.

Keempat, pada pasal 7 ayat (1), pasal 8, pasal 11, dan pasal dalam bab tujuh (VII) yang menjelaskan mengenai kewajiban pemerintah, standar nasional perpustakaan dan jenis-jenis perpustakaan menunjukkan jaminan oleh pemerintah, institusi atau pengambil kebijakan untuk menyelenggarakan perpustakaan dan layanan perpustakaan yang baik, serta membina profesionalisme pustakawan. Hal ini membuka peluang diakuinya pustakawan dan perannya di segala lapisan masyarakat mulai dari desa, kota, sekolah, perguruan tinggi, dan bagian lain. Pasal di atas diperkuat dalam pasal 52 tentang ketentuan sanksi bagi yang tidak melaksanakan pasal-pasal di atas. Ini tentunya semakin menjamin posisi perpustakaan dan peran pustakawan di berbagai daerah dan wilayah.

Kelima, pada pasal 14 menjelaskan mengenai layanan prima, standar nasional perpustakaan, pengembangan layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi, kerjasama antarperpustakaan, layanan perpustakaan terpadu, yang semua itu berorientasi kepada kepentingan pemustaka. Pasal ini menjelaskan bagaimana pentingnya pustakawan memberikan pelayanan secara baik, melakukan berbagai inovasi dan pengembangan termasuk didalamnya memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa pustakawan dituntut untuk selalu berpikir strategis dan menguasai teknologi informasi dan komunikasi. Tuntutan yang sama juga kembali dijelaskan pada pasal 32 tentang kewajiban tenaga perpustakaan.

Keenam, pada bab delapan tentang tenaga perpustakaan, pendidikan dan organisasi profesi memperlihatkan bagaimana pengakuan terhadap posisi dan profesi pustakawan.

(5)

Bahkan dalam bab ini terdapat jaminan bahwa perpustakaan harus dipimpin oleh pustakawan atau oleh tenaga ahli di bidang perpustakaan. Ini merupakan peluang besar bagi pustakawan untuk semakin menunjukkan peran di bidang dan profesinya. Selain itu pustakawan berkesempatan untuk mengaktualisasi diri, meningkatkan karir, dan menjalin kerjasama dalam organisasi profesi.

Bercermin pada kondisi dan UU Perpustakaan di atas, maka saat ini peran yang dapat diberikan oleh pustakawan diantaranya adalah mensosialisasikan keberadaan UU Perpustakaan ke segala lapisan masyarakat, secara proaktif melakukan pengembangan diri dan kompetensi, mengaktualisasikan dalam organisasi profesi, serta berperan aktif dalam masyarakat terutama dalam program-program yang mendukung pembelajaran sepanjang hayat.

Penutup

Keberadaan UU Perpustakaan secara langsung dan tidak langsung akan memberikan suatu perkembangan dan perbaikan bagi kondisi perpustakaan dan kepustakawanan di Indonesia. Harapannya kondisi beberapa tahun lalu dan saat ini seperti yang diilustrasikan dalam cerita di awal tulisan ini dalam beberapa tahun ke depan tidak akan terjadi lagi. Hal ini seiring dengan semakin mantapnya posisi perpustakaan dimana pustakawan mempunyai peran penting dalam pelaksanaan undang-undang tersebut.

Daftar Pustaka

Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007

tentang Perpustakaan. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.Diambil dari

http://www.pnri.go.id tanggal 1 Juni 2009

Tawwaf, Muhammad. 2008. Lahirnya UU Perpustakaan No. 43 Tahun 2007. Payung

Hukum Bagi Perpustakaan, Pustakawan dan Pemustaka. Diambil dari

http://www.uinsuska.info/perpustakaan/attachments/025_UU%20PERPUS%20(Drs .%20Muhammad%20Tawwaf,%20M.Si.pdf tanggal 26 Juni 2009.

Wiranto, FA. 2009. UU Perpustakaan Memasuki Tahun Kedua: Menunggu Terbitnya Peraturan Pemerintah. Genta Pustaka, Vol. III Nomor 14, Januari-Juni 2009. Semarang: Unika Soegijapranata.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah secara keseluruhan spiral bevel gear lebih kuat daripada straight bevel gear pada dimensi dan beban yang sama jika

PEMILU TERAKHIR YANG MEMENUHI AMBANG BATAS PEROLEHAN SUARA DARI JUMLAH SUARA SAH SECARA NASIONAL, DITETAPKAN SEBAGAI PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU PADA PEMILU BERIKUTNYA”..

Ketika pemerintah China menunjukkan sikap positif terhadap kepemimpinanKim Jong Un untuk meningkatkan hubungan antara kedua belah pihak dengan makanan yang

Ketiga spesimen terdapat bentuk korosi uniform yang ditunjukan anak panah merah, kemudian juga terjadi korosi batas butir yang ditandai dengan adanya intergranular

Dalam rangka penyerahan sebagian urusan pemerintahan kepada desa sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 tentang Tata Cara Penyerahan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh dari partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial dengan self efficacy sebagai variabel

9 Wawancara pra penelitian dengan siswa, selasa 8 mei 2018.. فادهلأا اذه فى ةثحابلا اهديرت تىلا فادهلااامأ يهف ثحبلا : أ) ةيدممح

Goodinson dan Singleton (O’Connor, 2004) mengemukakan defenisi kualitas hidup sebagai derajat kepuasan atas penerimaan suasana kehidupan saat ini. Tidak adanya