DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK
PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU
AGUS SOFYAN
Direktorat Perluasan Areal
Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Pertanian Jl. Margasatwa No 3, Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan
ABSTRAK
Departemen Pertanian telah menetapkan Program Kecukupan daging tahuin 2010 sebagai tindaklanjut dari Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan yang telah dicanangkan Presiden RI. Salah satu kebijakan yang ditempuh untuk mewujudkan program tersebut adalah pengembangan usaha budidaya ternak ruminansia melalui pengembangan kawasan peternakan. Kawasan peternakan yang telah dikembangkan saat ini infrastrukturnya tidak terpelihara dan kegiatannya berkurang atau bahkan tidak ada karena kurangnya dukungan kebijakan dan anggaran yang berkelanjutan. Sementara itu, kawasan peternakan yang infrastruktur-nya telah memadai semakin terdesak untuk kepentingan lain di luar usaha peternakan. Perlu upaya agar kawasan peternakan yang telah berkembang dioptimalkan pemanfaatannya dan dikembangkan sehingga mampu mengundang investasi baru untuk mengembangkan budidaya ternak ruminansia. Beberapa komponen yang sangat berpengaruh dan perlu dioptimalkan dalam menunjang keberhasilan pengembangan kawasan peternakan, diantaranya adalah lahan, pakan, penyediaan air, infrastruktur jalan, peternak, ternak, sarana dan prasarana pendukung. Dalam pemantapan pengembangan kawasan, fasilitasi kegiatan pengelolaan lahan dan air (PLA) ditekankan kepada prioritas komoditas strategis/unggulan nasional dengan memperhatikan keterkaitan yang sinergis antara subsistem hulu, budidaya, hilir serta jasa-jasa penunjang. Fokus kegiatan PLA diarahkan sepenuhnya untuk mendukung pembanguna kawasan peternakan sapi diantaranya melalui pembukaan lahan padang penggembalaan dan lahan hijauan makanan ternak, penyediaan sumber air serta pembangunan infrastruktur jalan menuju kawasan peternakan.
Kata kunci : Kawasan ternak, pengembangan ternak, pengelolaan lahan dan air PENDAHULUAN
Di Indonesia konsumsi daging pada tahun 2005 mencapai 2,1 juta ton, namun baru dapat dipenuhi oleh produk daging ruminansia lokal (sapi potong, kerbau serta kambing dan
domba) sebesar 703 ribu ton (33,2%) (Tabel 1). Kebutuhan daging itu disuplai dari ternak lokal sebanyak 1,5 juta ekor sapi lokal setiap tahun, dan tambahan dari sapi impor sebanyak kurang lebih 400 ribu ekor per tahun.
Tabel 1. Produksi dan konsumsi daging ternak ruminansia nasional (2001-2005)
Tahun (ribu ton) Produk ternak
2001 2002 2003 2004 2005
Sapi potong 336 330 370 380 464
Kerbau 44 42 41 48 49
Kambing dan domba 94 127 145 154 190
Babi 160 165 177 186 195
Unggas 923 1.104,6 1.137,9 1.164,4 1.349,8
Total produksi 1.559 1.708,6 1.870,9 1.932,54 2.247,8
Konsumsi daging 1.601,6 1.808,4 1.910,5 1.970,50 2.113,0
Sumber: PPSKI (2005)
Jika dilihat dari neraca kebutuhan khusus daging sapi, jumlah konsumsi daging sapi mencapai 597 ribu ton tahun 2005 dan baru terpenuhi oleh sapi lokal sekitar 464 ribu ton
(Gambar 1). Dengan demikian masih terdapat kekurangan suplai daging sapi yang besarnya mencapai 133 ribu ton pada tahun yang sama.
Gambar 1. Neraca kebutuhan dan suplai daging sapi tahun 1997 – 2005 (Data: PPSKI, 2005)
Sebagai tindaklanjut Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan Presiden RI pada tanggal 11 Juni 2006 di Jatiluhur, Jawa Barat, Departemen Pertanian telah menetapkan program menuju kecukupan daging sapi pada tahun 2010 agar ketergantungan pada impor daging maupun sapi bakalan semakin kecil dan dapat menghemat devisa yang cukup signifikan.
Salah satu bentuk kebijakan yang ditempuh untuk mewujudkan keinginan tersebut, antara lain melalui pengembangan usaha budidaya ternak ruminansia melalui pengembangan kawasan peternakan, fasilitasi permodalan dan kemitraan usaha, pembinaan kelompok dan koperasi, pengembangan model-model usaha peternakan spesifik lokasi dan budaya lokal, mendorong tumbuhnya investasi bidang peternakan.
Melalui program pengembangan kawasan peternakan, maka kawasan peternakan akan ditata sedemikian rupa agar kawasan peternakan: 1). lokasinya sesuai dengan agroekosistem dan alokasi sesuai dengan tata ruang wilayah, 2) berbasis komoditas ternak unggulan/strategis, 3). memiliki infrastruktur yang baik (pasar, jalan, sumber air, dll), 4). didukung dengan ketersediaan teknologi dan jaringan kelembagaan yang berakses ke hulu dan hilir serta berpeluang dikembangkan. Program pengembangan kawasan peternakan menjadi sangat penting untuk segera diim-plementasikan, karena kawasan peternakan
yang seharusnya menjadi titik sentral semua aktifitas pengembangan budidaya peternakan yang dilakukan oleh peternak.
Saat ini kawasan peternakan yang telah dikembangkan selama ini infrastrukturnya tidak terpelihara, kegiatannya cenderung berkurang bahkan sama sekali tidak ada kegiatannya yang disebabkan berkurangnya dukungan kebijakan dan anggaran yang berkelanjutan. Sedangkan kawasan peter-nakan yang infrastrukturnya sudah memadai semakin terdesak (konversi lahan) untuk kepentingan lain diluar usaha peternakan.
Berkenaan dengan itu maka upaya yang perlu dilakukan antara lain, agar kawasan peternakan yang telah berkembang di daerah perlu dioptimalkan pemanfaatannya dan dikembangkan (ketersediaan lahan maupun infrastrukturnya) agar mampu menumbuhkan/ mengundang investasi baru (terutama dari pihak swasta) untuk mengembangkan budi-daya ternak ruminansia (sapi potong). Lahan sebagai basis ekologi pendukung pakan dan lingkungan budidaya ternak harus dioptimal-kan pemanfaatannya untuk pengembangan kawasan peternakan.
Mengingat demikian strategisnya peran kawasan peternakan dalam upaya mendukung keberhasilan swasembada daging 2010, Pemerintah melalui Perpres No.10 tahun 2005 telah menetapkan pembentukan Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air, pertanian termasuk didalamnya dibentuk
-200,000 -100,000 0 100,000 200,000 300,000 400,000 500,000 600,000 700,000
Demand Daging Sapi (ton) 385,958 355,743 327,099 397,265 379,843 373,174 406,800 556,700 597,700 Supply ex Sapi Lokal (ton) 262,380 332,639 279,254 280,411 283,848 246,695 275,703 423,500 464,100 Kekurangan (ton) (123,577) (23,103) (47,845) (116,854) (95,995) (126,479) (131,097) (133,200) (133,600)
Direktorat Perluasan Areal Pertanian yang mandatnya antara lain merumuskan dan melaksanakan kebijakan perluasan kawasan peternakan.
PRINSIP DASAR KAWASAN PETERNAKAN Pengertian
Kawasan peternakan adalah kawasan yang secara khusus diperuntukkan untuk kegiatan peternakan atau terpadu sebagai komponen usahatani (berbasis tanaman pangan, hortikul-tura, perkebunan atau perikanan) dan terpadu sebagai komponen ekosistem tertentu (kawasan hutan lindung atau suaka alam).
Ciri-ciri kawasan peternakan
1) Lokasi sesuai dengan agroekosistem dan alokasi tataruang wilayah,
2) Dibangun dan dikembangkan oleh masyarakat dalam kawasan itu sendiri dan sesuai dengan biofisik dan social ekonomi,
3) Berbasis komoditas ternak unggulan dan atau komoditas ternak strategis,
4) Sebagian besar masyarakat tersebut pendapatannya berasal dari usaha peternakan,
5) Memiliki peluang pengembangan/ diversivikasi produk yang tinggi,
6) Didukung oleh kelembagaan keuangan, pasar, teknologi serta berakses ke hulu dan hilir.
Komponen kawasan peternakan
Beberapa komponen yang sangat berpengaruh dalam menunjang keberhasilan pengembangan kawasan peternakan antara lain:
1) Lahan
Lahan merupakan faktor yang sangat penting sebagai basis ekologi pendukung pakan dan lingkungan budidaya ternak. Dalam rangka pengembangan kawasan
peternakan perlu diidentifikasi kesesuaian lahan, agroklimat dan daya tampung lahan yang akan digunakan sebagai kawasan, serta penetapannya sebagai lokasi kawasan perlu disinkronkan dengan tata ruang wilayah (RUTR), serta dapat memberikan kepastian hukum melalui surat keputusan Bupati.
2) Pakan
Hijauan merupakan komponen pakan utama bagi peternakan. Kelangkaan hijauan makanan ternak (HMT) terutama selama musim kemarau akan sangat menghambat perkembangan peternakan di kawasan tersebut.
3) Penyediaan air
Peternakan hanya akan diusahakan dan berkembang bila sejak awal telah tersedia sumber air yang dapat dimanfaat-kan di kawasan yang bersangkutan sepanjang tahun. Oleh karena itu bila terjadi perubahan iklim yang sangat ekstrim yang membawa akibat terjadinya musim kemarau panjang, maka kelang-kaan air dapat menjadi kendala utama bagi peternakan yang berada di kawasan tersebut.
4) Infrastruktur jalan
Berkembangnya kawasan peternakan sangat ditentukan oleh tersedianya infrastruktur kawasan terutama jalan, agar mudah akses terhadap pemasaran dan sarana produksi.
5) Peternak
Peternak sebagai subjek pelaksana kegiatan usaha peternakan di kawasan peternakan harus memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mengembangkan usaha peternakannya, agar pendapatan dan kesejahteraanya meningkat.
6) Ternak
Ternak sebagi objek usaha, harus ditingkatkan produksi dan produktivitas-nya. Oleh karena itu jenis ternak yang akan dikembangkan harus sesuai dan mampu beradaptasi dengan ekologi kawasan peternakan tersebut serta
menghasilkan keuntungan yang ekonomis bagi peternak.
7) Sarana dan prasarana pendukung
Sarana dan prasarana pendukung yang perlu tersedia dalam mendukung pengembangan kawasan peternakan antara lain: industri pakan, obat/vaksin, alat dan mesin pertanian, Pos Keswan, Pos IB, Rumah Potong Hewan (RPH), Industri pengolah susu, daging, Holding ground, pasar hewan dll.
KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KAWASAN
PETERNAKAN Penataan kawasan peternakan
Berdasarkan pengamatan di lapangan, diperoleh gambaran bahwa kawasan peternakan yang telah dikembangkan selama ini infrastrukturnya sudah tidak terpelihara lagi, kegiatannya cenderung berkurang bahkan sama sekali tidak ada kegiatanya yang disebabkan berkurangnya dukungan kebijakan dan anggaran yang berkelanjutan. Sedangkan kawasan peternakan yang infrastrukturnya sudah memadai semakin terdesak (konversi
lahan) untuk kepentingan lain diluar usaha
peternakan.
Padang penggembalaan umum (common
grazingland) sebagai sumber pakan ternak dan
tempat perkawinan alam bersama, yang dahulu berkembang di perdesaan, hampir 78% telah beralih fungsi. Sisanya pada umumnya dalam keadaan rusak atau digarap secara liar oleh penduduk setempat. Padang penggembalaan sangat penting untuk dikembangkan bagi peternakan rakyat agar dapat mengurangi biaya produksi (zero cost) terutama pakan ternak ruminansia.
Hijauan Makanan Ternak (HMT) ber-kualitas baik merupakan komponen pakan utama bagi peternakan. Namun demikian ketersediaanya sangat terbatas di daerah, terutama pada saat musim kemarau. Pada sisi lain potensi lahan untuk pengembangan pakan ternak (kebun HMT dan padang peng-gembalaan) masih sangat besar.
Melalui program pengembangan kawasan peternakan, maka kawasan peternakan akan
ditata sedemikian rupa agar kawasan peternakan: 1). lokasinya sesuai dengan agroekosistem dan alokasi sesuai dengan tata ruang wilayah, 2) berbasis komoditas ternak unggulan/strategis, 3). memiliki infrastruktur yang baik (pasar, jalan, sumber air, dll), 4). didukung dengan ketersediaan teknologi dan jaringan kelembagaan yang berakses ke hulu dan hilir serta berpeluang dikembangkan.
Konsepsi penataan kawasan peternakan akan dilakukan melalui 3 (tiga) model pendekatan seperti terlihat pada Gambar 1.
Fokus kegiatan pembangunan infrastruktur kawasan peternakan
Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air yang salah satu tugasnya membangun infrastruktur kawasan peternakan mempunyai 3 direktorat teknis yakni Direktorat Pengelolaan Air, Direktorat Pengelolaan Lahan dan Direktorat Perluasan Areal, bekerja secara simultan dan sinergis dalam mendukung pembangunan kawasan peternakan, dengan kegiatan masing-masing untuk TA. 2006 sebagai berikut:
(1) Direktorat Peluasan Areal
Salah satu subdit yang mendukung pengembangan kawasan peternakan di Direktorat ini adalah Subdit Perluasan Areal Kawasan Peternakan, dengan kegiatan utama seperti:
a. Perluasan areal di bidang peternakan dilakukan melalui pembukaan lahan HMT dengan maksud untuk menambah luas kawasan peternakan/sentra produksi ternak dengan memanfaatkan lahan kosong/terlantar. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membantu peternak/kelompok peternak dalam rangka meningkatkan produksi dan produktivitas ternaknya melalui penyediaan HMT yang berkualitas baik.
b. Dalam TA. 2006, direncanakan dilakukan pembukaan lahan HMT seluas 3.233 ha yang tersebar di 22 propinsi dan 112 kabupaten.
Gambar 2. Model Pendekatan Penataan Infrastruktur Kawasan Peternakan Keterangan:
Model 1 : Penataan infrastruktur dilakukan pada kawasan peternakan yang sudah exist Bila infrastruktur lahan dan airnya sudah tersedia tetapi perlu di perbaiki maka
PLA akan berupaya mengaturnya. Tetapi bila belum tersedia maka PLA akan mendukung pembangunan infrastrukturnya.
Model 2 : Penataan dilakukan pada kawasan peternakan yang infrastrukturnya sudah tersedia dengan baik.
Bila kawasan peternakan tersebut memungkinkan untuk perluasan, maka PLA akan mendukung pembangunan infrastruktur di wilayah perluasan kawasan tersebut.
Model 3 : Penataan infrastruktur dilakukan pada kawasan pembukaan lahan baru.
PLA akan mendukung pembangunan infrastruktur kawasan tersebut, apabila sangat prospektif dan mendapat dukungan dari semua instansi yang terlibat.
(2) Direktorat Pengelolaan Air
Pada Direktorat Pengelolaan Air, tidak ada subdit khusus yang menangani kawasan peternakan, tetapi seluruh subdit dimungkinkan mendukung pembangunan kawasan peternakan. Untuk TA. 2006 beberapa kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan adalah antara lain sebagai berikut: a. Embung; kegiatan menampung air
dalam bentuk reservoar yang akan digunakan untuk menyiram tanaman dan sumber air minum ternak. b. Sumur resapan; Sumur yang
di-buat untuk menampung air didalam permukaan air tanah, yang akan disedot dengan pompa pada saat musim kemarau.
c. Dam parit; kegiatan menampung air dalam bentuk reservoar dalam saluran air atau parit, yang akan digunakan untuk menyiram tanaman dan sumber air minum ternak.
d. Irigasi tanah dangkal; irigasi yang sumber air berasal dari pantek, yang akan digunakan untuk menyiram tanaman dan sumber air minum ternak.
e. Irigasi bertekanan, salah satu jenis irigasi bertekanan yang terdiri dari irigasi springkler atau pancar atau tetes.
f. Pengadaan pompa air; diper-untukkan untuk penanggulangan kekurangan air waktu musim kemarau.
(3) Direktorat Pengelolaan Lahan
Sama halnya dengan Direktorat Pengelolaan Air, di Direktorat Pengelolaan Lahan, tidak ada subdit yang khusus menangani kawasan peternakan, tetapi seluruh subdit dimungkinkan mendukung pembangun-an kawaspembangun-an peternakpembangun-an. Untuk TA. 2006 beberapa kegiatan pembangunan yang akan dilaksanakan adalah antara lain sebagai berikut:
a. Jalan produksi; ditujukan untuk meningkatkan akses menuju kawasan peternakan. Perbaikan jalan ini dilaksanakan dengan cara pengerasan permanen menggunakan batu dan sirtu, serta dilakukan dengan pemadatan.
b. Konservasi lahan; ditujukan terhadap lahan yang baru, maupun yang lama dengan tujuan menjaga keberlangsungan fungsi lahan baik secara fisik maupun kimia tanah. c. Rehabilitasi lahan; ditujukan
terhadap lahan yang baru, maupun yang lama dengan tujuan mem-perbaiki lahan yang sudah rusak, seperti bekas pertambangan, lahan kritis, untuk diusahakan sebagai kawasan peternakan.
d. Jalan usaha tani (JUT); terbatas pada lokasi kawasan peternakan, tetapi belum tersedia jalan usaha tani. Jalan ini merupakan per-panjangan jalan produksi dengan lebar dan kualitas jalan yang lebih kecil dan sederhana.
e. Sertifikasi; kegiatan pemberian sertifikat tanah per persil di lokasi kawasan peternakan baik yang baru maupun yang lama. Ke depan diharapkan sertifikat akan dapat dijadikan agunan untuk penambahan populasi ternak.
f. Optimasi lahan; kegiatan yang bertujuan untuk mengoptimalkan lahan melalui penanaman HMT.
Rencana pembangunan infrastruktur kawasan peternakan tahun 2006-2007 (1) Rencana pembangunan infrastruktur
TA. 2006
Prioritas Kegiatan kerja Pembangunan Pengelolaan Lahan dan Air tahun aggaran 2006 dalam mendukung produksi peternakan terefleksi dari berbagai aspek sebagai berikut:
a. Aspek perluasan areal
Pembukaan lahan hijauan makanan ternak (HMT)
Pembuatan Padang Penggembalaan
b. Aspek pengelolaan lahan Optimasi lahan
Konservasi dan rehabilitasi lahan Pengendalian lahan
c. Aspek pengelolaan air
Pengembangan sumber air (irigasi air tanah dalam, Irigasi air tanah dangkal, irigasi air permukaan)
Bangunan konservasi air irigasi (sumur resapan, embung, dam parit)
Pemberdayaan kelembagaan (P3AT)
Rekapitulasi rencana kegiatan Pengelolaan Lahan dan air mendukung pembangunan infra-struktur kawasan peternakan Tahun Anggaran 2006 adalah seperti terlihat pada Tabel 2.
(2) Rencana pembangunan infrastruktur TA. 2007
1. Sasaran
Dalam TA. 2007, direncanakan dilakukan pembukaan lahan pembangunan padang penggembalaan seluas 1925 ha tersebar di 23 propinsi dan 52 kabupaten, serta pembukaan lahan untuk pembangun-an kebun HMT seluas 1.053 ha ypembangun-ang tersebar di 29 propinsi dan 75 kabupaten.
Batasan kebijakan pengembangan areal kawasan peternakan adalah sebagai berikut:
a. Perluasan kawasan peternakan diprio-ritaskan pada kegiatan pembangunan infrastruktur di wilayah baru atau wilayah perluasan sentra ternak ruminansia.
b. Kegiatan pembangunan infrastruktur diprioritaskan pada pembukaan
kebun/lahan HMT (termasuk bibit ternak), pembangunan sumber air, jalan (tanpa ganti rugi lahan).
c. Pembukaan lahan HMT diprioritaskan untuk pembangunan padang penggembalaan (satu hamparan min 20 ha). Bagi daerah yang lahannya terbatas, padat ternak tapi kekurangan HMT disarankan membangun kebun HMT dgn luas hamparan min 5 ha. Tabel 2. Rencana pembangunan infrastruktur kawasan peternakan tahun anggaran 2006
No. Direktorat Kegiatan Volume
1. 2. 3. Perluasan areal Pengelolaan lahan Pengelolaan air
- Pembukaan lahan HMT (ha) - JUT (km)
- Jalan produksi (km) - Optimasi lahan (ha) - Konservasi lahan (ha) - Rehabilitasi lahan (ha) - Sertifikasi (persil) - JITUT (ha) - Tata air mikro (ha) - Irigasi desa (ha) - Embung (unit) - Sumur resapan (unit) - Dam parit (unit)
- Irigasi tanah dangkal (unit) - Irigasi tanah dalam (unit) - Irigasi sprinkler (unit) - Irigasi tetes (unit) - Pompa (unit) 3.233 212 53 1.492 664 1.349 22.863 23.651 460 19.415 229 61 30 605 30 12 2 656
3. Kriteria penentuan lokasi kabupaten/ kota dan komoditi
Untuk menentukan kabupaten/kota dan komoditi yang perlu didukung kegiatan pengelolaan lahan dan air pada tahun 2007 ditetapkan kriteria sebagai berikut:
a. Kabupaten/kota dan komoditi yang diusulkan masuk dalam usulan Musrenbangtan yang ditandatangani oleh Gubernur
b. Kabupaten/kota yang diusulkan untuk mendapat dukungan anggaran dan kegiatan pengelolaan lahan dan air tersebut merupakan wilayah
pengembangan komoditas peter-nakan dari masing-masing propinsi c. Kabupaten/kota tersebut telah
menyampaikan proposal ke Ditjen. PLA
d. Prestasi pelaksanaan dan pelaporan kegiatan pengelolaan lahan dan air pada tahun 2006 dinilai cukup baik (penerapan reward and punishment) e. Indeks Fiskal kabupaten/kota yang
bersangkutan rendah (<1,00), artinya kabupaten/kota tersebut dipandang perlu mendapat bantuan dari pusat f. Kabupaten/kota penerima dana tugas
pembantuan bersedia menyiapkan dana pendaping (sharing) minimal
10% dari dana tugas pembantuan yang diterima.
g. Pertimbangan kesiapan daerah, khususnya kesiapan SDM (petugas dan petani), kesiapan lokasi (teknis, sosial, budaya) dan dinilai layak untuk lokasi pengelolaan lahan dan air.
4. Kriteria calon lokasi dan calon petani a. Lokasi berada di wilayah baru atau di
wilayah perluasan sentra komoditas ternak sapi.
b. Lahan milik masyarakat, petani/ kelompok tani atau milik negara, adat, ulayat yang dapat diserahkan pada masyarakat.
c. Lokasi mengelompok dalam satu hamparan, dan masih dimungkinkan dikembangkan lebih luas, hingga membentuk kawasan peternakan.
PENUTUP
Salah satu program dan kegiatan pengelolaan lahan dan air, diarahkan untuk mendukung pemantapan pengembangan kawasan agribisnis berbasis komoditas peternakan. Dalam pemantapan pengembang-an kawaspengembang-an, fasilitasi kegiatpengembang-an ditekpengembang-ankpengembang-an kepada prioritas komoditas strategis/unggulan nasional dengan memperhatikan keterkaitan yang sinergis antara sub-sistem hulu, budidaya, hilir serta jasa-jasa penunjang.
Berkenaan dengan itu dalam rangka mendukung program Departemen Pertanian menuju kecukupan daging sapi pada tahun 2010, maka fokus kegiatan PLA diarahkan sepenuhnya untuk mendukung pembangunan kawasan peternakan sapi diantaranya melalui pembukaan lahan padang penggembalaan dan lahan HMT, penyediaan sumber air serta pembuangan infrastruktur jalan menuju kawasan peternakan.