• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tetapi, menjelang subuh, sebagaimana pesan Lam Hay Sinni, benar saja Koay Ji kembali munculkan dirinya kembali sebagai Thian Liong Koay Hiap.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tetapi, menjelang subuh, sebagaimana pesan Lam Hay Sinni, benar saja Koay Ji kembali munculkan dirinya kembali sebagai Thian Liong Koay Hiap."

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Tetapi, menjelang subuh, sebagaimana pesan Lam Hay Sinni, benar saja Koay Ji kembali munculkan dirinya kembali sebagai Thian Liong Koay Hiap. Bahkan sekali ini munculkan dirinya kembali bersama dengan Sie Lan In yang disambut sangat gembira oleh semua orang, tentunya termasuk Khong Yan dan Tio Lian Cu yang juga gembira meihat kedatangan Sie Lan In.

“Koay Hiap... Suci, senang kalian berdua akhirnya tiba. Bagaimana sebetulnya yang benar, bukankah menurut pesan Lam Hay Sinni locianpwee engkau terluka Koay Hiap....”? bertanya Tio Lian Cu, pertanyaan yang juga sebenarnya menjadi

pertanyaan semua orang saat itu.

“Cuwi sekalian... berkat bantuan Lam Hay Sinni Subo, lohu bisa cepat sehat kembali setelah benturan dengan pihak lawan berapa jam yang lalu. Tetapi, mohon maaf, ada kebutuhan mendesak yang memaksa lohu saat ini untuk harus segera bertemu sebentar dengan kawan-kawan dari Persia. Hal ini sangat mendesak dan penting untuk memastikan apakah racun maut itu akhirnya dapat diantisipasi serta dapat dimusnahkan ataukah sebaliknya kita harus bekerja keras sepanjang hari nanti. Karena itu, maaf...” setelah berkata begitu, Koay Ji memandang Tek Ui Sinkay dan Cu Ying Lun yang juga hadir disitu dan kedua orang itu terlihat mengangguk tanda menyetujui perkataan Koay Ji.

“Kami ikut ....” berkata Tio Lian Cu yang diikuti oleh Khong Yan, dan

berangkatlah keempat anak muda itu untuk menemui Ilya, Yu Kong dan juga Yu Lian. Tidak lama waktu yang mereka butuhkan untuk menemukan arena pertarungan tadi. Tetapi ketika tiba disana, mereka tidak dapat menemukan kelima tokoh utama yang mereka cari itu. Hanya saja, jelas telah terjadi pertarungan hebat di sekitar tempat tersebut, dan selain itu juga ada tanda-tanda yang sepertinya sengaja ditinggalkan untuk mereka temukan. Dan dengan mengikuti tanda-tanda tersebut serta memperhatikan petunjuk-petunjuk disana, merekapun dapat menemukan sebuah tempat yang tidak terletak jauh dari tepi sungai. Berada tepat di tengah hutan, mereka menemukan sebuah tenda yang sangat mewah meski tidak berukuran sangat besar namun jelas merupakan tempat mewah di tengah hutan.

Belum cukup? tenda besar nan mewah itu terlihat berada dalam perlindungan ketat di sekelilingnya oleh sejumlah manusia yang bertindak serta juga berpakaian seperti pengawal. Memandang serta memperhatikan mereka semua segera membuat Koay Ji berkesimpulan bahwa mereka itulah Pasukan Pengawal Istimewa dari tokoh besar asal Persia yang sudah dikenalnya. Sikap mereka, kedisiplinan serta kewaspadaan yang luar biasa mereka tunjukkan, maka mudah menebak siapa mereka dan seperti apa status dan pekerjaan mereka

Maka menjadi tidak heranlah Koay Ji ketika kedatangannya bersama sahabat sahabatnya sudah mereka antisipasi dan sudah mereka tunggu-tunggu. Segera

terbukti ketika mereka baru saja tiba, semua pengawal terlihat berdiam diri dan hanya memberi isyarat bagi Koay Ji dan kawan-kawannya untuk menuju tenda yang paling besar. Ada 3 tenda yang berdiri berdampingan itu, dengan tenda terbesar berada atau terletak dibagian tengah. Penerangan di tenda bagian tengah masih terlihat, sementara kedua tenda pengapitnya sudah terlihat gelap gulita. Mungkin penghuninya sudah terbaring dan beristirahat karena memang waktunya lebih dari tepat untuk tidur. Menjelang pagi hari. Ada beberapa saat Koay Ji memandang ke arah Tenda Besar, sampai kemudian terdengar suara Ilya:

“Selamat datang Thian Liong Koay Hiap, kami sudah beberapa saat berada disini dan sedang menantikan kedatangan anda bersama dengan dengan teman-teman Pendekar Muda Tionggoan yang hebat-hebat ... mari ....”

Mendnegar undangn itu, tanpa sungkan-sungkan lagi, Koay Ji kemudian melangkah menuju tenda yang agak besar itu. Tentu saja dengan diikuti oleh Sie Lan In, Tio Lian Cu dan Khong Yan yang melangkah tepat di belakangnya. Meski sebuah tenda, tetapi hebatnya, sepuluh sampai lima-belas orang masih dapat ditampung dan lebih dari cukup untuk bercakap-cakap di dalamnya. Lebih hebatnya lagi, masih tersedia ruang untuk sebuah meja berkaki pendek dimana makanan dan buah-buahan sudah tersedia di atasnya. Siap untuk dinikmati. Hal yang mau tidak mau membuat Koay Ji dan kawan-kawannya menjadi kagum dan memuji apa yang tersaji dan berada tepat di hadapan mereka semua:

“Terima kasih atas jamuan Panglima Arcia serta juga kawan-kawan Liga Pahlawan Bangsa Persia. Sungguh luar biasa, tempat yang teramat sangat istimewa di tengah hutan lebat yang tak bertuan. Siapapun akan sulit menduga....” puji Koay Ji terhadap tempat istimewa Panglima Arcia.

“Panglima Arcia berterima kasih atas pujian Koay Hiap, tetapi, silahkan duduk lebih dahulu biar kita bercakap-cakap dengan tenang dan nyaman ...” sambut Ilya

(2)

dengan sopan dan manis budi setelah sebelumnya bercakap sejenak untuk menterjemahkan kalimat-kalimat tersebut kepada Panglima Arcia.

“Baik, terima kasih banyak Panglima Arcia, kami sepertinya cukup merepotkan saat ini. Karena itu, sekali lagi, mohon maaf dan banyak terima kasih...” Koay Ji kemudian memilih tempat duduk yang disediakan buat mereka dan diikuti Sie Lan In di sebelahnya disusul Tio Lian Cu dan terakhir adalah Khong Yan. Mereka

berhadapan dengan Panglima Arcia yang di samping kirinya duduk dengan wibawa namun menyiratkan kecerdikan adalah Shoroashi, sementara yang berada tepat disebelah kanannya adalah Ilya. Sementara berhadapan dengan tokoh-tokoh Persia itu pada sudut yang lainnya, duduk secara berdampingan Yu Kong dan Yu Lian. Kedua kakak beradik asal Hong Lui Bun.

“Koay Hiap, bagaimana perkembangan selanjutnya dan apa yang mestinya kami lakukan di tengah kejadian seperti malam ini..”? tanya Ilya, kembali menterjemahkan kata-kata dan kalimat Panglima Arcia.

“Kawanan penjahat sekali ini ternyata benar-benar datang dengan kekuatan terhebat yang mereka punyai. Bahkan seorang tokoh yang amat hebat, konon

kawannya menyebut atau memanggil namanya “GEBERZ” ketika berkelabat mundur dan pergi, ikut menyerang pintu masuk utama. Entah darimana datangnya, tetapi

menurut kawan-kawan muda ini, kehebatannya sungguh tak terukur. Sementara cayhe sendiri sampai terluka ketika menghadapi gempuran mereka di hutan selatan karena tokoh-tokoh utama mereka, selain Geberz, ternyata ikut meluruk ke hutan selatan. Mengenai tokoh hebat bernama GEBERZ itu, cayhe pikir, kemungkinan besar adalah tokoh berasal dari Persia...”

“Apakah benar-benar Gebersz sendiri pada akhirnya munculkan dirinya? Bagaimana ciri-ciri dan potongan tubuh tokoh yang dipanggil Gebersz itu ....”? tanya Ilya tanpa menunggu Panglima Arcia bertanya. Hanya, setelah bertanya, diapun

menjelaskan pertanyaan dan juga perkataan Koay Ji kepada Panglima Arcia yang menjadi sama terkejut mendengar kabar itu. Koay Ji melirik Khong Yan dan kemudian mengangguk memberi tanda agar pemuda itu menjelaskan dan menjawab pertanyaan barusan yang dilontarkan oleh Ilya:

“Tokoh hebat itu disebut Gebersz oleh kawannya sebelum mereka berkelabat pergi. Potongan tubuhnya tinggi besar, matanya berkilat aneh dan berbeda dengan sorot mata rata-rata kami di Tionggoan ini. Rambutnya juga mirip dengan rambut kawan-kawan dari Liga Pahlawan Persia, berbeda dengan jenis rambut kami di Tionggoan. Kepandaiannya, terus terang saja, masih belum dapat kutandingi, untungnya kami masih dapat meloloskan dari pertarungan hebat melawan dirinya tadi” jawab Khong Yan tanpa melebihkan ataupun mengurangi.

“Hmmmm, jika memang demikian ptongannya, maka tak kuragukan jika itu adalah Geberz. Kelihatannya dugaan bahwa ada tokoh lain yang datang dan mendampingi Gebersz serta bahkan bekerjasama dengannya semakin tidak terbantahkan. Karena pengintaian kami menggunakan ilmu khas Persia selama ini, bahkan hingga sedekat sekarang ini, masih tetap tidak mampu untuk menembus tirai yang sepertinya selalu melingkupinya atau melindunginya. Sungguh susah masuk diakal kami, dalam jarak yang sedekat ini, kami masih saja tak dapat melacak dimana dia berada. Karena itu, tebakan dan dugaan kami, dia berada bersama seorang berkepandaian ilmu sihir yang hebat dan kuat, mungkin sekuat Panglima Arcia atau bahkan lebih...” jawab Ilyas menganalisis kehadiran dan kemunculan Gebersz.

“Accchhhhh, menurut lohu bukan lagi kemungkinan, tetapi memang seperti itulah adanya. Karena selama ini, lohu hampir selalu bertemu dengan tokoh mereka yang memiliki kepandaian Ilmu Sihir dan Ilmu Mujijat yang hebat luar biasa. Karena itu, jika memang akhirnya kita dapat mengetahui dan mengenali Gebersz, kami akan selalu berusaha untuk memberitahu dan menginformasikan keberadaanya kepada Panglima Arcia. Mohon maaf, karena keadaan di dua posisi tadi, serta repotnya meladeni tokoh-tokoh hebat mereka, sampai kami alpa menginformasikan tokoh itu, bahkan terlambat menemui kawan-kawan semua disini...”? berkata Thian Liong Koay Hiap sedikit terlihat menyesal terkait urusan Gebersz.

“Koay Hiap, sejak awal menerima penugasan, kami sudah diberitahu secara jelas bahwa urusan Gebersz di Tionggoan ini bakalan menjadi urusan yang sangat rumit dan membahayakan. Gebersz akan melibatkan diri dengan jago-jago dari berbagai daerah asing dan bahwa kami juga diharuskan bertemu dan berkawan dengan jago-jago di Tionggoan. Menurut Guru Agung, kami terutama harus bersahabat dengan jago pertama yang kami jumpai, karena menghadapi Gebersz sendirian nyaris mustahil. Bukan karena kami kalah hebat dengan Gebersz, tetapi karena Gebersz bernaung dan bersekutu dengan kawan-kawannya dan membentuk kekuatan yang nyaris

(3)

sulit ditandingi jika kami menghadapi mereka sendirian. Karena itu, kami sama sekali tidak menyalahkan Koay Hiap dan kami menunggu kabar bagaimana cara kita sebaiknya menghadapi komplotan berbahaya itu....” berkata Ilya, sekali ini bertindak menterjemahkan kata-kata Panglima Arcia.

“Baiklah... sebelum membicarakan rencana kedepan lebih jauh, bagaimana dengan racun maut dan berbahaya itu? Apakah akhirnya dapat dilumpuhkan...”? bertanya Koay Ji yang memang amat peduli dan sangat khawatir menghadapi ancaman racun maut dan amat berbahaya itu.

“Koay Hiap, kamipun mohon maaf. Memang benar, racun lawan sudah dapat kita lumpuhkan, tetapi korban di pihak kita juga tidaklah sedikit. Hal ini

dikarenakan ternyata ada dua tokoh beracun yang sangat hebat berdiri di pihak lawan, dimana salah seorangnya bermain dibalik kegelapan. Kemungkinan ada

puluhan korban yang jatuh di tepi sungai sana dan hanya sedikit dari mereka yang dapat kami selamatkan dengan obat pemunahnya. Bahkan Pasukan Pelindung Panglima juga sempat terluka amat parah, tetapi untungnya dapat kami selamatkan tepat pada waktunya. Kabar baiknya adalah, racun maut dan berbahaya mereka, dalam jumlah yang amat besar sudah terpakai semua, dan menilik jumlah yang mereka miliki, semua racun panas berbahaya itu sudah terpakai dan tak akan membahayakan acara Hu Pocu nantinya...” berkata Ilya, sekaligus juga melaporkan apa yang terjadi di pinggir sungai tadi.

“Selain itu, benar perkataan Koay Hiap, kawanan pembawa racun itu bukan hanya si jago racun dan pembawa racunnya, tetapi juga dilindungi beberapa jago yang punya kepandaian yang sangat hebat. Itu pula sebabnya korban di pihak kawan-kawan Kaypang dan Benteng keluarga Hu cukup banyak, karena kami menemukan lawan yang bertarung dengan kemampuan hebat. Bahkan mereka tidak segan-segan untuk

mengeroyok kami dan terutama mengerubuti Panglima Arcia untuk saling bantu membantu. Itulah sebabnya kami memiliki kesempatan yang amat sedikit dan amat sempit untuk membantu mereka yang sempat terkena serangan beracun lawan itu. Selain itu, rata rata lawan yang mengerubuti kami memiliki kepandaian yang bahkan tidak berada jauh di bawah kemampuan kami masing-masing. Sungguh luar biasa...” berkata Ilya melaporkan pertarungan di tepi sungai, dan Koay Ji bisa membayangkan betapa serunya pertempuran tersebut.

“Panglima Arcia, kawan-kawan sekalian, kelihatannya meskipun belum segenap kekuatan Bu Tek Seng Pay dikerahkan, tetapi sebagian besar sudah munculkan diri di Beng Keluarga Hu. Dugaan lohu sejak awal, mereka memang bertujuan utama untuk sekedar unjuk kekuatan dan menakut0nakuti segenap perguruan silat di Tionggoan. Tetapi, apa yang akan terjadi setelah besok, akan sangat menentukan apakah mereka akan memutuskan menyerang, atau masih menahan diri menantikan saat yang tepat tiba. Karena itu, pekerjaan paling berat sudah kita kerjakan malam ini, bahkan sampai merepotkan Panglima Arcia sendiri untuk turun tangan dalam pertempuran. Tetapi, pertarungan yang sebenarnya akan dimulai setelah besok hari, setelah mereka mengukur kekuatan kita, kekuatan Tionggoan dan kekuatan baru yang mereka temukan malam ini. Mau tidak mau, mereka harus dan akan

mengukur kemampuan mereka kembali dengan munculnya kekuatan Liga Pahlawan Persia dan kawan-kawan dari Hong Lui Bun. Kemungkinan, menurut dugaanku, mereka

menunggu sampai besok untuk memutuskannya. Karena itu, lohu mengusulkan apa yang akan kita kerjakan bersama nanti, sebaiknya kita putuskan setelah besok

hari...” saran Koay Ji atau Thian Liong Koay Hiap.

Setelah beberapa saat merenungkan apa yang disampaikan oleh Thian Liong Koay Hiap, tidak berapa lama kemudian terdengar analisa dan jawaban yang diberikan dari pihak Liga Pahlawan persia. Tetapi, sekali ini bukan lagi oleh Panglima Arcia secara langsung, tetapi oleh kawannya yang lainnya lagi, seorang tokoh Perempuan Persia bernama Shouroushi, dan langsung diterjemahkan sebagaimana biasanya oleh Ilya tentu saja;

“Koay Hiap, jika aku tidak keliru, engkau seperti sudah memikirkan bukan hanya apa yang akan dan sedang terjadi pada hari-hari terakhir ini, tetapi bahkan hal-hal yang akan terjadi dikemudian hari. Jika memang benar bahwa kekuatan mereka belum sepenuhnya munculkan diri dan baru berupa “pertunjukan kekuatan”, maka lawan kita benar-benar sangat hebat dan sangat mengerikan. Mereka semua yang datang semalam sudah teramat hebat, meski rata-rata masih belum sanggup

menandingi kemampuan Panglima Agung. Tetapi, menurut Panglima sendiri, Koay Hiap berada tidak dibawah kemampuannya, namun semalam engkau sampai terluka meskipun memang dikerubuti sampai 3 tokoh lawan. Itu berarti, kekuatan mereka memang tak dapat kita abaikan apalagi kita remehkan. Maka jika memutuskan menunggu mereka

(4)

untuk melakukan analisa dan menyusun kekuatan yang baru, maka akan semakin sulit kita menandingi mereka...”

Koay Ji terlihat merenung sejenak, tetapi kemudian setelah menarik nafas panjang diapun berkata dengan suara perlahan:

“Sesungguhnya lohu masih penasaran dan masih menunggu “seseorang”. Jika Bu Tek Seng Pay mengirim begitu banyak tokoh hebat mereka, maka bisa dipastikan, masih ada seorang tokoh terhebat mereka yang akan muncul pada hari perayaannya. Tidak salah lagi, besok adalah hari kemunculannya, atau tepatnya hari ini, dan lohu rasa tidak bakal salah lagi. Karena itu, untuk memperoleh gambaran menyeluruh apa yang sebaiknya kita lakukan kelak, sebaiknya kita bersabar dan menunggu setelah hari ini berlalu...”

“Hmmm, engkau benar Koay Hiap. Bagaimana kuusulkan jika kita bertemu kembali 2 atau 3 hari kedepan karena ada hal yang perlu kami selesaikan dalam satu atau dua hari ini. Pada saatnya kamipun siap ...”

“Baik, kita tetapkan saja demikian, bagaimana kalau bertemu malam hari di tempat ini saja....” usul Koay Ji

“Baik, tetapi jika ada perubahan akan kami sampai secepatnya....” ================

“Cuwi sekalian... terima kasih atas kehadiran dan ucapan selamat yang

disampaikan dari semua penjuru. Tetapi, Lohu harus mengatakan sesuatu untuk perayaan yang demikian meriah sambil ikut mengucapkan terima kasih kepada cuwi sekalian. Yang pertama, perayaan ini adalah yang perayaan yang paling meriah, karena bahkan musuh nomor 1 Kang Ouw sekalipun, yakni Bu Tek Seng Ong datang mengucapkan selamat. Perayaan ini oleh Bu Tek Seng Pay yang dipimpin Bu Tek Seng Ong, telah dimanfaatkan untuk pamer dan unjuk kekuatan sambil mengancam kita semua. Jika cuwi sekalian menyaksikan acara yang meriah ini, maka sebetulnya semua boleh berlangsung setelah semua musuh yang mencoba menyusup dan meracuni cuwi sekalian dipukul mundur di hutan selatan, tepi sungai dan di pintu masuk. Bahkan, tokoh-tokoh utama Bu Tek Seng Pay berhasil digebah mundur setelah ingin pamer dan ingin melukaiku serta banyak tokoh di Benteng Keluarga Hu kami ini. Bukan karena lohu menjadi semakin hebat dan dapat menandingi Bu tek Seng Ong, tetapi karena semua rencana melawan para penjahat itu disusun dan dilaksanakan oleh Thian Liong Koay Hiap bersama Tek Ui Sinkay. Bahkan tokoh yang membantu Lohu untuk memukul mundur Bu Tek Seng Ong tadi adalah Thian Liong Koay Hiap sendiri. Lohu sengaja menyampaikan ucapan terima kasih dan pengumuman ini, karena merasa jika pengganti Lohu dalam diri Thian Liong Koay Hiap dan Tek Ui Sinkay sudah dapat maju menggantikan generasi tua. Ucapan terima kasih ini, sekaligus juga untuk meyakinkan kita semua bahwa Bu Tek Seng Pay dan Bu Tek Seng Ong bukanlah tokoh yang tidak dapat kita kalahkan. Sahabat mudaku Tek Ui Pangcu dan Thian Liong Koay Hiap sudah menunjukkan bahwa melawan mereka bukan sesuatu yang tidak mungkin kita kerjakan. Sebagaimana jabatan BENGCU hanya disematkan kepada Lohu, maka selanjutnya lohu menyematkan jabatan BENGCU ini kepada Pangcu Kaypang, Tek Ui Sinkay. Karena itu, sambil menutup pertemuan ini, mengucapkan terima kasih kepada cuwi sekalian, lohu juga ingin mengingatkan agar kita semua bersatu untuk melawan para penjahat itu. Hanya dengan bersatu maka kita mampu melakukan perlawanan, bahkan menumpas kawanan penjahat yang mengganas itu. Selanjutnya Lohu bertugas hanya untuk sekedar membantu Tek Ui Pangcu dan Thian Liong Koay Hiap. Terima kasih atas kunjungan dan ucapan cuwi sekalian. Pertemuan hari ini lohu tutup dengan penuh sukacita ... semoga selamat tiba di tempat masing-masing ...”

Bukan main terkejutnya Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang menerima penyematan yang tidak diskenariokan dan juga tidaklah dibicarakan dengannya sebelumnya. Bahkan tanpa menanyakan kesediaannya sebelumnya. Lebih terkejut lagi Koay Ji

mendengarkan apa yang disampaikan Hu Sin Kok ketika menutup Pesta Perayaan Ulang Tahunnya yang berlangsung sangat meriah itu. Tetapi keduanya tidak bisa berkata apa-apa, tidak bisa menyatakan persetujuan ataupun penolakan karena memang adalah hak dan sepantasnya Hu Sin Kok berbicara menutup pesta dan acaranya yang meriah itu. Dan tidak pada tempatnya mereka menyela, karena acara itu milik Hu Pocu. Sepertinya Hu Sin Kok memang sengaja memilih hari tersebut untuk

menyampaikan pikiran, pendapat dan pilihannya pribadi untuk masa depan Kang Ouw, dan dia melakukannya dengan sangat baik. Karena itu, nama Tek Ui Sinkay dan Kaypang justru menjadi semakin berkibar karena menjadi pemimpin Rimba Persilatan melawan Bu Tek Seng Pay.

(5)

menerima penugasan langsung dengan didengar semua orang. Peristiwa yang pada akhirnya membuat nama THIAN LIONG KOAY HIAP menjadi semakin dan sangat terkenal. Sekaligus, membebani Koay Ji untuk mengerjakan banyak hal penting dan berkaitan dengan nasib dan keselamatan banyak orang, untungnya dikerjakan dengan Sam Suhengnya, Tek Ui Sinkay.

Pertemuan itu sendiri belum langsung bubar. Karena untuk membicarakan hal-hal penting lainnya pada malam hari, Hu Sin Kok mengundang tokoh-tokoh utama untuk jamuan terakhir. Bisa dipastikan Hu Sin Kok ingin membicarakan hal-hal yang sudah disampaikannya dengan gaya dan cara mengejutkan pada penutupan upacara hari ulang tahunnya. Betapapun, keputusannya memang sangat mengejutkan meskipun banyak yang bisa menerima pernyataannya tersebut. Terutama mengingat bahwa Hu Sin Kok memang sudah cukup tua untuk menjalankan tugas-tugasnya sebagai seorang pemimpin seperti sebelumnya. Meski ketokohan dan kecerdasannya amat dibutuhkan, tetapi dukungan fisik tentunya tidak lagi seperti masa-masa keemasan tokoh tersebut sebelumnya. Jadi, bisa diterima akal.

Tetapi pada saat bersamaan Koay Ji yang mendengar ucapan Hu Sin Kok selain menjadi kaget, juga merasa risih dengan kawan-kawannya: Sie Lan In, Khong Yan dan Tio Lian Cu yang langsung memberinya selamat:

“Waaaaaah, selamat Koay Hiap, sungguh sebuah pengangkatan yang sempurna”, Khong Yan berbicara secara jujur sebetulnya. Hal yang juga diiyakan oleh Tio Lian Cu sambil tersenyum senang menatapnya, tetapi yang oleh Sie Lan In ditanggapi dengan dingin belaka.

“Hmmmmm, tidak sepantasnya begini ...” dengus Koay Ji yang kemudian berjalan menjauhi belakang panggung dan tak lama kemudian berkelabat pergi. Awalnya Tio Lian Cu dan Khong Yan menduga bahwa Koay Ji akan berlalu dan kembali dalam waktu tidak akan lama. Tetapi, dugaan mereka berdua keliru. Adalah Nona Sie Lan In yang dapat menduga dan menebak dengan tepat ketika beberapa saat mereka menunggu dia berkata:

“Hmmmm, dia tidak akan kembali dalam waktu singkat. Karena sesungguhnya Thian Liong Koay Hiap sendiri sangatlah sadar bahwa dia masih belum cukup mampu mengemban tugas berat itu ...”

“Toa Suci, tetapi, kehebatannya ....” potong Tio Lian Cu

“Bukan itu Sam Sumoy, bukan kehebatan dan kepandaiannya yang mujijat itu, tetapi karena ada hal-hal lain yang sengaja disembunyikannya. Tetapi, bagaimanapun kita mesti membantunya kelak...” ujar Lan In berteka-teki, tetapi karena sikap dan perbawanya yang serius, Khong Yan dan Tio Lian Cu tidak bertanya lebih jauh lagi. Meski sebetulnya banyak tanya di kepala mereka saat itu.

Sementara itu, tidak berapa lama setelah upacara penutupan pesta dan kurang lebih sejam atau dua jam sebelum jamuan malam Hu Sin Kok sebelum perpisahan, Tek Ui Sinkay baru saja memasuki kamarnya;

“Sam Suheng ...” teguran lemah itu sudah dengan tepat ditebak oleh Tek Ui Sinkay. Siapa lagi jika bukan Siauw Sutenya. Thina Liong Koay Hiap alias Koay Ji yang datang berkunjung? tetapi, dia menjadi kaget karena sang sute termuda tidak lagi dalam dandanan sebagai Thian Liong Koay Hiap tetapi dalam tampilan sebagai Bu San yang meski berbeda tetapi lebih mirip dengan Koay Ji yang sebenarnya bagi mereka yang sudah mengenalnya secara dekat.

“Lohu tahu engkau akan menemuiku disini siauw sute ... hmmmmm, memang apa yang disampaikan Hu Pocu tadi terlampau gegabah. Jangankan engkau siauw sute, bahkan suhengmu sendiri juga terkejut dengan penyampaiannya yang terlampau tergesa itu. Tetapi, sangat tidak mungkin kita dapat menyela pembicaraannya di acara yang memang kelihatannya dipersiapkannya secara khusus tersebut. Karena itu, malam nanti, kita harus bertanya apa yang dimaksudkan Hu Pocu dengan menyebutkan nama suhengmu serta juga nama samaranmu pada kalimat ataupun kata-kata penutupnya tadi. Semoga semua akan lebih jelas sebelum kita semua meninggalkan Benteng Keluarga Hu...”

“Sam Suheng... engkau tahu jika Thian Liong Koay Hiap adalah samaranku, dan amat tidak mungkin menerima usulan Hu Pocu untuk menjadi Thian Liong Koay Hiap selamanya...” protes Koay Ji

“Sebentar, sabar Sute ... apa sebenarnya kesulitanmu sehingga sulit untuk tampil sebagai dirimu sendiri, entah sebagai Bu San ataupun sebagai Koay Ji seperti yang dikenal Khong Yan sutemu dan Chit Suhengmu itu...”? berkata Tek Ui Sinkay untuk menyabarkan Koay Ji yang terlihat sedikit panik

“Acccchhhhh maafkan sutemu ini.... maafkan. Sebetulnya... sebetulnya....” Koay Ji sendiri kebingungan menjelaskan apa alasannya untuk menanggalkan samarannya

(6)

sebagai Thian Liong Koay Hiap.

“Apakah sebetulnya karena engkau main-main saja Sute ....”? tanya Tek Ui Sinikay sambil tersenyum simpul membayangkan kebenaran dugaannya. Diapun maklum menilik usia sutenya yang masih amat muda itu.

“Sebenarnya memang begitu Suheng... aku hanya senang saja memakai topeng buatanku sendiri yang berjumlah 5 buah, dan yang paling kusenangi adalah topeng yang dikenal sebagai Thian Liong Koay Hiap dan juga topeng sebagai seorang pemuda bernama Tang Hok. Tetapi, sebetulnya ada alasan yang lain mengapa sulit untukku terus menerus tampil sebagai Bu San.... ini karena .... karena ....” tetap saja Koay Ji sulit menjelaskannya. Terbata-bata kalimatnya.

“Karena apa Sute ...” desak Tek Ui Sinkay “Acccchhh, ceritanya panjang suheng...”

“Sepanjang apapun lohu akan menunggu engkau menceritakannya sute...” kejar Tek Ui Sinkay tambah geli melihat sutenya sedikit gelisah.

“Yang sebenarnya suheng, samaranku sebagai Thian LiongKoay Hiap adalah untuk menyembunyikan identitas dari seorang kakek dan cucunya yang membawa berita kematian Ciangbudjin Siauw Lim Sie menuju kuil Siong San. Tetapi, celakanya, waktu di Siong San, sebagai Bu San hubunganku dengan Non Sie Lan In, murid dari Subo Lam Hay Sinni sangatlah baik. Tetapi, sebagai Thian Liong Koay Hiap justru sebaliknya, Nona itu selalu cari perkara untuk menantangku melakukan pibu. Jadi rada sulit untuk menjelaskan samaranku kepadanya...”

“Accchhhhh, begitu rupanya kisah dan kesulitanmu Sute.... bolehkah Suhengmu ini menebak kejadian lainnya...”? tanya Tek Ui Sinkay sambil tersenyum, sekali ini senyumnya terlihat geli dan memahami perasaan Koay Ji

“Silahkan Sam suheng...”

“Sebagai Bu San engkau kelihatannya mencintai gadis cantik murid Lam Hay Sinni itu bukan....? sayangnya sebagai Thian Liong Koay Hiap kalian seperti ada ganjalan berat jika bukannya bermusuhan. Apakah memang demikian adanya...”? tuduh Tek Ui Sinkay sambil tersenyum menggoda adik seperguruannya itu. Wajah Koay Ji sontak berubah menjadi merah padam.

“Ech, achhh, Sam Suheng.... sebenarnya... bukan begitu...tapi...” Koay Ji jadi gelagapan ketika “ditembak” terus terang oleh suhengnya

“Ech,... ach,,.... ech.... ach apaan, seorang laki-laki harus berani berterus terang. Apalagi terhadap suhengmu yang menjadi wali dan mewakili Suhu sebagai orang tua bagimu, masak engkau bersikap seperti itu sute...”? tegur Tek Ui Sinkay keren, padahal hatinya geli bukan main, berbareng kasihan melihat sute kecilnya itu sesaat tercenung, gelagapan. Tetapi yang kemudian terlihat hebatnya adalah, setelah ditegur olehnya, dengan cepat Koay Ji menemukan dirinya, berubah menjadi amat tenang dan malah dengan cepat menjawabnya penuh ketegasan.

‘Engkau benar Sam suheng, aku memang menyukainya....” tegas suara Koay Ji yang membuat suhengnya tertegun dan bangga sekaligus. Dia bisa melihat jelas

sekaligus merasakan apa yang bergejolak dalam batin sutenya, tetapi setelah dia diingatkan, dapat menentukan sikap dengan tegas.

“Menyukai atau mencintainya...”? kejar Tek Ui Sinkay, ingin menegaskan meski sudah dapat menyimpulkannya sendiri.

“Terus terang dua-duanya Suheng ...”

“Bagus, begitu baru sikap seorang jantan sejati. Setidaknya suheng kini percaya dan paham mengapa engkau begitu kerepotan untuk selalu berganti rupa dari Bu San menjadi Tian Liong Koay Hiap dan cenderung jarang menampilkan Koay Ji. Baiklah, untuk urusan itu dapatlah dipahami seutuhnya, tetapi untuk menolak permintaan Hu Pocu sama sekali tidak tepat. Jika engkau tampil sebagai Thian Liong Koay Hiap, maka wibawa dan kata katamu akan dengan mudah diterima banyak orang, tetapi sebagai Bu San atau Koay Ji, akan kerepotan orang untuk mempercayaimu. Karena itu, biarlah engkau untuk sementara tetap sebagai Thian Liong Koay Hiap, karena dalam samaranmu itu, Suhengmu akan sangat butuh bantuan mengerjakan banyak hal kedepan menggantikan Hu Sin Kok. Tetapi, untuk selanjutnya, Chit Sute juga harus segera mengetahui samaranmu itu, meskipun hanya kami berdua yang akan mengenali dirimu seutuhnya. Jika ada yang lain lagi, itu bukanlah dari suhengmu ini, tetapi mungkin kelalaianmu...”

“Baiklah, jika Sam Suheng memerintahkan demikian, maka aku akan menurutinya. Hanya, Sam Suheng hendaknya membantuku, karena pada pertemuan sebelum perpisahan nanti sutemu enggan untuk datang. Malam ini hingga besok hari, Thian Liong Koay Hiap akan memilih beristirahat dan Bu San yang akan menampilkan dirinya. Tolong Suheng sampaikan kepada ketiga temanku itu, Khong Yan, Sie Lan In dan Tio Lian

(7)

Cu bahwa besok mereka akan kutemui, tapi malam ini sutemu ingin beristirahat. Selain, terus terang saja ada persoalan lainnya yang ingin kuanalisa lebih dalam lagi...”

“Hmmmm, apakah masalah itu sangat penting sute....”? tanya Tek Ui Sinkay dengan wajah yang berubah menjadi amat serius.

“Ada hal mencurigakan dari Bu Tek Seng Ong yang sutemu hadapi tadi Suheng, sepertinya ada sesuatu yang dapat kukenali tetapi sepertinya juga tidak. Terasa aneh, asing dan hebat luar biasa meski seperti ada bagian dari kenanganku

ataupun bagian dari ingatanku yang dekat dengan gerak-gerik tokoh itu. Karenanya, malam ini sutemu ingin menganalisa lebih dalam...”

“Hmmmm, baiklah jika demikian... besok biar kita lanjutkan lagi....” Tek Ui Sinkay dapat menangkap nuansa amat serius dibalik kata-kata adik seperguruan termuda itu. Karenanya, diapun mengijinkan Koay Ji ataupun Thian Liong Koay Hiap untuk absen dan tidak menghadiri jamuan perpisahan yang diselenggarakan khusus untuk mereka oleh Hu Sin Kok.

Ketika Koay Ji menyebutkan apa yang membuatnya penasaran kepada suhengnya, hal itu memang benar dan tidaklah mengada-ada. Meksi memang tidak semuanya.

Kepenasarannya sudah diawali sejak pertemuannya dengan Lam Hay Sinni. Dia

menemukan kenyataan betapa Lam Hay Sinni mengalami hal yang berbeda dengan Bu Te Hwesio suhunya dan juga Thian Hoat Tosu. Dia, Lam Hay Sinni, ternyata tidaklah mesti beristirahat panjang untuk pulih kembali seperti kedua tokoh Dewa lainnya. Dan Lam Hay Sinni seperti sedang menunjukkan sesuatu kepadanya dengan jalan dan cara yang terselubung dan misterius. Bahwa meski telah menjalankan Ilmu Mujijat atau Ilmu Thian Kong Kie Kong (Tenaga Dalam Ajaib) yang mestinya membuatnya kehilangan banyak tenaga, tetapi ternyata bagi Lam Hay Sinni tidaklah demikian. Sebaliknya Koay Ji melihat betapa Lam Hay Sinni, subonya itu, justru meningkat kemampuannya melebihi kemampuan Suhunya Bu Te Hwesio dan Thian Hoat Tosu berdua. Ada apa gerangan dengan imu khusus tersebut? Ilmu yang konon dapat merangsang bergolaknya tenaga dalam seseorang (dari aliran lurus) dan kemudian bahkan menampungnya untuk kemudian dapat memperkuat iweekang sendiri. Sungguh satu rumusan dan teori baru yang sangat mencengangkan dan membuat Koay Ji tertarik dengan amat sangat. Bahkan rasa penasarannya cenderung memikatnya untuk

mempelajari dan menjajaki serta mencari tahu apa dan bagaimana.

Hal kedua yang menghadirkan kepenasarannya adalah munculnya 3 orang tokoh hebat setingkat 3 Dewa Tionggoan; Mo Hwee Hud, Sam Boa Niocu dan Liok Kong Dji yang kekuatan mereka jelas-jelas setara dan seimbang dengannya dalam hal kekuatan iweekang. Ini yang membuatnya menjadi sangat penasaran dan ingat dengan rumusan Ilmu Thian Kong Kie Kong, dan karena itu dia memilih untuk melakukan samadhi malam itu. Karena dia merasa menemukan banyak pilihan, banyak rumusan dan banyak sekali jalan yang perlu untuk diluruskannya agar bermanfaat dan bukannya hilang dan kemudian berlalu tanpa jejak. Untuk hal ini, kepenasarannya dengan Ilmu Thian Kong Kie Kong, di benak Koay Ji juga jadi dipenuhi dengan gerakan-gerakan mujijat yang dikumpulkannya, terutama sejak mengamati pertarungan Sie Lan In melawan Tio Lian Cu serta pertempuran hebat lainnya selama beberapa hari

terakhir. Terutama pertarungan yang terakhir saat dia melawan ketiga tokoh sepuh yangt hebat, Sam Boa Niocu, Mo Hwee Hud dan juga Liok Kong Djie. Semua itu bermuara dalam benaknya ditambah dengan rumusan dan penjelasan singkat Lam Hay Sinni.

Dan hal ketiga adalah pelajaran gabungan yang diturunkan Bu Te Hwesio sebelum menghilang, yang juga sudah mulai didalaminya dan membuatnya mampu menanjak menandingi kekuatan Mo Hwee Hud. Meski baru sekali dua kali melatih dirinya, tapi Koay Ji merasakan betul betapa dia mengalami kemajuan yang hebat dan luar biasa. Padahal, menurut Bu Te Hwesio, kemajuan pada awalnya memang pesat, tapi perlahan akan berlangsung secara alamiah dan menyesuaikan dengan bakat,

ketekunan dan keuletan orang yang melatihnya. Koay Ji menyadari jika dia memang baru di tahap awal, tetapi itupun sudah amat menggembirakannya karena beroleh hasil yang diluar dugaannya.

Sementara hal terakhir ialah kekagetannya jika ternyata Bu Tek Seng Ong benar benar adalah tokoh yang sakti dan hebat serta masih belum dapat dikalahkannya. Bahkan dia seperti kalah tipis, kalah pengalaman meski saat itu dia mengandalkan gabungan kedua iweekang mujijatnya. Begitupun, Koay Ji hanya mampu membuat keadaan mereka berdua seimbang dan tak mampu untuk saling mendesak ataupun saling menundukkan lawan. Terasa sekali, iweekang lawannya sangat alot dan amat licin sehingga tak mampu dikuasainya sebagaimana iweekang lawan-lawan hebat

(8)

lainnya. Memang iweekang lawan masih sama kuat dengannya, seperti juga lawan-lawan beratnya selama ini, seperti ketiga tokoh tua yang menyerangnya di hutan selatan. Tetapi, meski sama kuat dengan ketiga tokoh itu, tetapi iweekang lawan punya keistimewaan sebagaimana dirinya yang juga memiliki keistimewaan, meski amat berbeda. Jika iweekangnya memiliki kemampuan untuk menyedot, menggiring, membalikkan dan melontarkan ataupun membalikkan serangan iweekang lawannya, maka iweekang lawan juga memiliki keistimewaannya sendiri. Sangat alot dan licin, lemas dan dapat kuat, sangat kuat malahan, serta mampu main petak umpet dan bahkan saling libas dengan iweekangnya.

Masih ada hal lain yang juga dipikirkan Koay Ji, meskipun jika dibanding dengan kepenasarannya atas tiga hal di atas, terasa berbeda urgensinya. Pertemuannya dengan kakak beradik Yu Lian dan Yu Kong dari Hong Lui Bun; pertemuan dengan Ilya dan undangan Panglima Arcia menuju Persia; urusannya dengan Sie Lan In sebagaimana amanat Lam Hay Sinni. Tetapi tiga hal di atas sungguh amat menyita perhatian dan sangat menguras pikirannya untuk dianaisis dan dicerna lebih jauh. Maka, setelah Tek Ui Sinkay pergi meninggalkan kamarnya, Koay Ji tidak lama kemudian sudah tenggelam dalam samadhinya. Dengan mengumpulkan semangat, kekuatan batinnya dan kemudian secara perlahan-lahan menyusun ingatan dan

kenangannya, dikelolah dan ditanamkan dalam ingatan serta mencari simpul-simpul pemahaman yang lebih jelas.

Setelah satu jam, Koay Ji sudah tidak ingat diri lagi. Tenggelam dalam pendalaman atas hal-hal yang masih belum dimengertinya, mencoba mencari jalinannya dan terakhir tanpa disadarinya, diapun mulai melanjutkan latihan sesuai petunjuk Bu Te Hwesio. Dengan keadaannya sekarang, yakni berlatih dalam posisi samadhi, kemajuan yang dialaminya sungguh-sungguh menakjubkan meski tanpa disadari Koay Ji saat itu. Hal ini dikarenakan pengalaman terakhir serta

pertarungan yang dihadapinya berapa waktu terakhir sungguh menguras tenaga dan juga iweekang dan tertanam di alam bawah sadarnya. Bahkan selain berlatih warisan itu, Koay Ji perlahan menerawang Ilmu Thian Kong Kie Kong yang amat mujijat itu. Tetapi, jika dia berkembang dan kemudian menemukan jalan lapang dalam latihan gabungan iweekangnya, maka dalam lImu Thian Kong Kie Kong dia seperti berjalan di tempat. Dia tidak ada mengalami kemajuan yang cukup berarti. Jalan di tempat dan seperti tak mendatangkan hal yang bermakna.

Ketika menjelang subuh, dia justru tertarik dan mendalami ilmu lawan yang mujijat dan membuatnya bingung. Perlahan namun pasti, dia menemukan cara dan unsur yang semakin lama semakin terasa mirip dan juga ada dalam Ilmu Thian Liong Pat Pian. Dalam keuletan, kelemasan dan kemampuan guna berkelit dan gerak-gerik misterius serta sulit terantisipasi lawan, sungguh terdapat kemiripan dengan ciri Iweekang Bu Tek Seng Ong. Hal ini pada awalnya membuatnya sangat kagum meksipun terbersit kecurigaan dan keheranan yang dalam. Bukannya ingin meniru iweekang mujijat lawannya itu, tetapi keadaan itu memang amat menarik dan membuat Koay Ji tertantang untuk memahami dan menemukan cara mengatasi

kehebatannya. Ini yang menantang dan membuat Koay Ji yang memang bandel, cerdas dan ulet menjadi benar-benar kesengsem dna bahkan akhirnya membuatnya tenggelam dalam pendalaman dan pencarian hingga pagi hari. Tanpa lelah dan tanpa henti dia menganalisa, memeriksa dan membandingkan dengan khasana pengetahuannya yang memang sudah amat luas itu.

Tetapi lama-kelamaan, Koay Ji menjadi semakin curiga dan semakin tertarik. Karena semakin dia membayangkan, semakin mendalami, semakin dia menemukan betapa banyak ciri yang mirip antara Iweekang Bu Tek Seng Ong dengan karakter Ilmu Thian Liong Pat Pian. Meski yang satu adalah ILMU GERAK sedangkan satunya lagi adalah Ilmu Iweekang. Tetapi, semakin dipikirkan, semakin didalami, semakin Koay Ji menemukan banyaknya kesamaan, bahkan Koay Ji seperti menemukan “keliaran” dan kemisteriusan serta kemujijatan Ilmu Geraknya dalam efek dan perbawa dari Ilmu Iweekang. Sampai akhirnya diapun menyimpulkan sendiri dengan masih penuh tanda tanya: “Kemungkinan itulah lembaran yang dicopot orang dari “Kitab Mujijat” milikku yang dihadiahkan oleh Chit Suheng”, pikirnya pada akhirnya. “Accchhhh, tak salah lagi, itulah latihan kouwkoat dan petunjuk Ilmu Iweekang yang sudah hilang dicopot orang dari Kitab Mujijat itu” simpulnya pada akhirnya.

Koay Ji memang tidak mungkin melatih Ilmu Iweekang yang kouwkoatnya tidak dia miliki itu. Bahkan jika dia milikipun, tetap saja dia tidak akan sanggup untuk melatih iweekang yang dasarnya berbeda jauh dengan dasar iweekangnya. Dan sudah tentu dia mengerti, bahwa aliran iweekang perguruannya berdasarkan Ih Kin Keng yang amat mujijat itu. Berbeda dengan aliran iweekang lawan yang lebih

(9)

mengutamakan “semangat” dan pengolahan “hawa” jalur lain. Tetapi, pemahaman Koay Ji sedikit banyak membantunya untuk lebih memahami tata gerak lawan, memahami gelagat dan kehebatan iweekang lawan. Dan sekaligus mulai mengerti bahwa untuk dapat mengalahkan atau menaklukkan lawan, hanya dapat dia lakukan dengan

memahami secara sempurna aliran iweekangnya sendiri. Itulah sebabnya, ketika memasuki pagi hari, dia memutuskan untuk tetap terus berlatih dan tetap menutup diri melanjutkan latihannya. Dan sekali ini, dia memantapkan hati dan

konsentrasinya untuk berlatih menurut petunjuk terakhir Bu Te Hwesio.

Ketika Tek Ui Sinkay memasuki kamar dan sampai akan meninggalkan kembali kamar itu pagi harinya, dia masih tetap menemukan Koay Ji yang dalam posisi samadhi. Bahkan dia bisa merasakan betapa seriusnya dan betapa sang sute tenggelam dalam samadhi dalam posisi berlatih itu. Sebagai seorang tokoh silat yang

berkepandaian hebat, Tek Ui Pangcu tentu maklum apa yang sedang terjadi dan karenanya dia memandang Koay Ji sambil menarik nafas panjang. Pandangan yang tertuju kearah Koai Ji, tidak salah lagi adalah pandangan sayang yang tak tersembunyikan. Ya, Koay Ji memang tidak dan bukan sekedar siauw sute baginya, lebih dari itu, dia menyelamatkan nyawa Koay Ji dari ancaman dua manusia gaib Tionggoan yang sangat berbahaya dimasa kecilnya. Bahkan kemudian menerima mandat dan amanat gurunya untuk menilik, bertindak dan menjadi wakil Suhunya sendiri menghadapi Koay Ji dan juga menjadi wali dan orang tua bagi siauw sutenya itu. Dengan sejarah panjang hubungannya dengan Koay Ji, wajar jika Kakek sakti, Pangcu Kaypang itu menaruh rasa sayang dan kasih yang besar. Apalagi, karena dia adalah satu dari hanya berapa gelintir manusia yang tahu rahasia besar dari sang sute. Sute yang sudah menanam pengaruh luar biasa bagi rimba persilatan

Tionggoan dengan menjadi seorang THIAN LIONG KOAY HIAP.

Memang, waktu itu Koay Ji sedang dalam masa-masa yang paling menentukan atas pemahamannya terhadap ilmu gabungan kedua suhunya. Hal yang sedang dalam proses pemahaman dan dilatihkannya langsung sejak menjelang dini hari. Karena itu, hingga pagi hari, Koay Ji masih tetap tenggelam dalam latihannya dan belum terlihat tanda-tanda akan menyelesaikan latihannya melalui samadhi itu. Dan tentu saja Tek Ui Sinkay paham dengan keadaan seperti itu, keadaan yang tidak boleh dia ganggu. Karena diapun dalam posisi dan pemahaman seperti keadaan Koay Ji saat itu, akan bertindak serta berlaku sama. Yaitu akan tetap melanjutkan latihan sampai memperoleh atau mencapai tahapan yang sudah ditetapkannya atau tahapan yang diharapkannya dapat dicapai dan diperoleh melalui latihan yang tekun itu. Tek Ui Sinkay sekali lagi memandangi Koay Ji dengan pandangan penuh kasih dan penuh kekaguman, baru kemudian memutuskan keluar dan menemui kawan-kawannya.

Siang harinya, tepat di waktu makan siang, baru Koay Ji menyelesaikan latihan melalui samadhinya. Menjelang tengah hari, Tek Ui Sinkay memang sudah berniat dan memutuskan untuk menggugah Koay Ji dari samadhinya, meski sebenarnya sudah beberapa saat sebelum Tek Ui Pangcu dan Cu Pangcu (Thian Cong Pay) masuk, Koay Ji sudah “siuman”.

“Siauw Sute,,,,, sudah saatnya kita menemui teman-teman untuk membicarakan apa yang akan dikerjakan kedepan...”

“Ach, terima kasih Sam Suheng, Chit Suheng. Aku sudah siap, tetapi untuk saat ini adalah lebih baik tampil bukan sebagai Thian Liong Koay Hiap, tetapi menjadi Bu San kembali. Karena Bu San sudah lama tidak munculkan diri....”

“Baik, terserah engkau saja siauw sute....” jawab Tek Ui Sinkay, Pangcu Kaypang, sambil tersenyum maklum

Belum lagi mereka melangkah keluar, Kwan Kim Ceng dengan ditemani Nona Nyo Bwee serta Nona Nadine yang kini sama-sama sudah kembali menjadi “nona”, datang menjemput dan sekaligus memani Koay Ji menuju ruang makan. Merekapun sudah merasa rindu untuk bertemu dan bercakap dengan Koay Ji.

“Ayolah San te, sudah terlampau lama engkau beristirahat setelah bekerja keras untuk membuat pil anti racun itu ...” sapa Kwan Kim Ceng dengan diiringi Nadine dan Nyo Bwee. Khusus nona yang terakhir terlihat tersipu malu dan sinar matanya menyiratkan kerinduan seorang gadis.

“Benar San koko, Bwee moi sudah tidak sabar untuk bertemu ... hikhikhik” Nadine menambahi sambil melirik Nyo Bwee.

“Maksudnya untuk melanjutkan menimba latihan ilmu silat, San Te....” Kim Ceng menjadi tak tega meihat keponakan muridnya itu menjadi salah tingkah dengan wajah memerah meskipun mulut tersenyum malu-malu mau. Tetapi Tek Ui Pangcu yang sudah cukup banyak usianya, seperti juga Cu Pangcu, cukup maklum dengan adegan

(10)

yang tersaji dihadapan mereka berdua. Tidak mungkin salah, Nyo Bwee sang cucu hartawan Nyo, kelihatannya jatuh hati kepada adik seperguruan mereka yang memang masih muda namun yang memiliki kesaktian yang luar biasa itu. Tetapi, sekali pandang mereka langsung maklum bahwa Koay Ji kelihatannya tidak menaruh perasaan yang sama terhadap si gadis. Tanpa terasa keduanya menjadi bersimpati kepada Nona Nyo Bwee, meskipun mereka berdua tahu bahwa tidak akan dapat mereka berbuat apa-apa untuk membantunya.

“Acchhhhh, cinta akan selalu memakan korban kapanpun dan dimanapun...”desis Tek Ui Pangcu dalam hati. Tetapi dimulut dia berkata:

“Ayo anak-anak, kita sudah ditunggu ...”

Jika malam sebelumnya Hu Sin Kok menjamu seluruh tokoh utama termasuk Khong Yan dan Sie Lan In dari kalangan muda, maka siang hari ini Hu Sin Kok secara khusus mengundang Bu San. Meski dia masih belum mengetahui identitas Bu San yang

sebenarnya, tetapi Tek Ui Pangcu sudah memberitahu siapa yang meracik obat pemunah racun yang banyak menyelamatkan anggota Benteng Keluarga Hu dan anggota Kaypang yang bertugas malam sebelumnya. Dan karena Bu San memang lebih banyak beristirahat setelah bekerja keras, seperti informasi Tek Ui Sinkay, maka hari itu dipilih untuk secara khusus menyampaikan rasa terima kasihnya kepada si anak muda.

“Hahahahahaha, semuda ini engkau sudah memiliki kemampuan mujijat dalam ilmu pengobatan. Lohu sungguh kagum anak muda....” puji Hu Sin Kok begitu semua sudah mengambil tempat duduk, termasuk Kim Ceng, Nyo Bwee dan Nadine yang memang datang bersama Bu San.

“Accchhhh, locianpwee terlampau memuji...” Koay Ji berkata dengan suara rendah dan merasa malu dengan pujian tokoh sebesar Hu Sin Kok.

“Hahahahaha, lebih 50 tahun lohu berkelana dan mengenal banyak tabib mujijat. Tentunya lohu dapat menyimpulkan kemampuan dan kesanggupanmu sampai di tingkat mana anak muda, karenanya jika lohu memuji, berarti memang engkau punya

kemampuan yang hebat anak muda...” Hu Sin Kok berkata sambil mengelus janggutnya dan memasang wajah sangat serius.

“Memang benar San Ji,,,,,,,, tidak banyak kami mengenal tabib yang memiliki ilmu meracik obat seperti yang engkau lakukan. Karenanya engkau tidak perlu terlampau merendahkan dirimu sendiri...” berkata Tek Ui Pangcu menguatkan pujian yang dikemukakan Hu Sin Kok sebelumnya.

“Acchhh, boanpwe malu sendiri jadinya. Toch juga hanya sekedar meracik dan membuat obat pemunah racun kebisaan boanpwee....”

“Ach bohong, dia bahkan mampu meningkatkan kepandaian kami bertiga meskipun dia sendiri tidak dapat bersilat Locianpwee....” dengan maksud mengangkat serta memujikan nama BU SAN, Nyo Bwee membuka salah satu rahasia penting Bu San dan membuat Koay Ji menjadi serba salah. Dan benar saja, bukan hanya Hu Sin Kok, bahkanpun Tek Ui Pangcu dan Hu Pangcu, kedua suhengnya memandang Bu San dengan tatapan tidak mengerti.

“Haaaaa, benarkah memang demikian San Ji....”? bertanya Tek Ui Pangcu, berpura-pura sebetulnya, tetapi juga kaget karena keadaan pada waktu itu, sangat mungkin bisa membuka rahasia Bu San sebagai Koay Ji dan sebagai Thian Liong Koay Hiap. Tek Ui Pangcu sendiri bahkanpun tahu, bahwa Koay Ji masih menyimpan banyak rahasia besar lainnya.

“Accccch, Nona Bwee terlampau melebih-lebihkan Pangcu, hanya ingatan-ingatan yang berguna buat mereka belaka. Tidak ada yang luar biasa...” jawab Koay Ji yang ingin menegur Nyo Bwee tetapi akhir-akhirnya menjadi tidak tega. Keadaan menjadi makin rumit ketika Nyo Bwee kembali nyeletuk;

“Kenyataannya, kepandaian kami bertiga menanjak cukup hebat.... termasuk Susiok Kim Kwan Ceng” Nyo Bwee entah mengapa justru merasa semakin senang karena dengan demikian Bu San semakin dianggap penting. Melihat orang yang dicintai menjadi penting dan dihormati orang, mendatangkan perasaan ikut bangga bagi pihak yang sedang mencintai.

Referensi

Dokumen terkait

Sistem drainase sangat diperlukan untuk mengatur aliran air di dalam maupun di permukaan tanah. Sistem drainase digunakan di berbagai tempat untuk mengatasi luapan dan kandungan

pertanian. Cocok digunakan untuk tambak udang dan pesawahan pasang surut.. Terbentuk dari batuan beku dan batuan sedimen yang telah lapuk. Sifat miskin unsur hara, daya

Pusat Pengembangan Pendidikan – Universitas Gadjah Mada 3 Untuk nilai sekarang untuk proyek abadi atau dianggap umumnay tak hinga seperti Bendungan, Jalan Raya terusan,

metode Adjusted Exponential Smoothing dalam meramalkan permintaan setiap barang yaitu untuk jenis barang rokok Black 16 didapatkan metode yang paling baik dalam

Berdasarkan analisis statistik yang telah dilakukan peneliti dengan menggunakan teknik korelasi product moment dari Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif

Pada penelitian ini kami ingin mengetahui apakah kematian cell line Ca colon yang diberi ekstrak etanol biji mahkota dewa tersebut terjadi dengan pengaktifan jalur- jalur

1) Pemilik tanah yang bertempat tinggal diluar kecamatan tempat letak tanahnya, dalam jangka waktu 6 bulan wajib mengalihkan hak atas tanahnya kepada orang lain di

Data Pengamatan Bobot Kering Tanaman (g) Beberapa Varietas Kacang Buncis pada Umur 14 Hari Setelah Tanam pada Perlakuan Dosis K yang Berbeda... Daftar Sidik Ragam Bobot Kering