• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN REGRESI SPASIAL PADA DATA KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 DINI LESTARI PUTRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN REGRESI SPASIAL PADA DATA KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2012 DINI LESTARI PUTRI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN REGRESI SPASIAL PADA DATA

KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA

BARAT TAHUN 2012

DINI LESTARI PUTRI

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penerapan Regresi Spasial pada Data Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012 adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

Dini Lestari Putri

(4)

ABSTRAK

DINI LESTARI PUTRI. Penerapan Regresi Spasial pada Data Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012. Dibimbing oleh BUDI SUSETYO dan MUHAMMAD NUR AIDI.

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang selalu hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar daerah dan menentukan target penduduk miskin suatu daerah dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan mengidentifikasi peubah-peubah yang berpengaruh terhadap kemiskinan. Pada penelitian ini masalah kemiskinan yang diteliti adalah persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 dengan menggunakan analisis regresi spasial. Hasil analisis menunjukkan bahwa model spasial lag (SAR) menghasilkan dugaan parameter yang lebih baik dari model regresi klasik pada kasus korelasi spasial. Hal ini terlihat dari nilai AIC pada model SAR yang lebih kecil yaitu sebesar 129.62 daripada model regresi klasik nilai AIC sebesar 133.06. Pada model SAR peubah-peubah yang berpengaruh nyata terhadap persentase kemiskinan kabupaten/kota tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat yaitu peubah persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan peubah

persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita (X21).

Kata kunci: Kemiskinan, Model spasial lag (SAR)

ABSTRACT

DINI LESTARI PUTRI. Application of Spatial Regression on Poverty Data Districts/Cities in West Java Province in 2012. Supervised by BUDI SUSETYO and MUHAMMAD NUR AIDI.

Poverty is a social problem that normally occurs in the middle of society, especially in developing countries. One important aspect to support poverty reduction strategy is the availability of accurate poverty data. Good data can be used to evaluate government policies on poverty, compare poverty between regions and determine the targeted destitute population with an am to improve their living conditions. One effort to overcome poverty is to identify the variables that affect it. In this research, poverty issue is examined by percentage of poor people districts/cities in West Java Province in 2012, making use of spatial regression analysis. The analysis showed that the spatial lag models (SAR) produced better allegation parameters than classic regression models in case of spatial correlation. This can be seen from the smaller AIC of SAR models (129.62) than classic regression models (133.06). In SAR models, variables that significantly affect the percentage of poor people in district/cities are

(5)

the percentage of households using clean water (X10) and households with floor

area per capita (X21).

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Statistika pada

Departemen Statistika

PENERAPAN REGRESI SPASIAL PADA DATA

KEMISKINAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI JAWA

BARAT TAHUN 2012

DINI LESTARI PUTRI

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

Judul Skripsi: Penerapan Regresi Spasial pada Data Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012

Nama NIM

: Dini Lestari Putri : 014100088

Pembimbing I

Disetujui oleh

�;-�.;::.�-�

-Tanggal Lulus: 2 5 SEP 2014

/'

/ / /

Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS Pembimbing II

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Sholawat serta salam penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad S.A.W yang telah menunjukkan cahaya kebenaran bagi pengikutnya. Karya ilmiah ini berjudul Penerapan Regresi Spasial pada Data Kemiskinan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Tahun 2012. Semoga karya ilmiah ini dapat memperkaya pengetahuan pada bidang Statistika

Banyak sekali pihak yang membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini. Melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr Ir Budi Susetyo, MS dan Bapak Dr Ir Muhammad Nur Aidi, MS selaku pembimbing yang telah banyak memberikan masukan, saran, serta bimbingan kepada penulis. Terima kasih banyak kepada Dinas Pendidikan Kota Lahat yang telah memberikan Beasiswa Utusan Daerah (BUD) kepada saya. Selain itu, ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak, Ibu, Shinta, Yoga, dan Aditya atas doa, dukungan, serta kasih sayangnya selama ini. Saya ucapkan terima kasih juga kepada Meita, Elok, Fani, dan Meta selaku teman satu bimbingan atas dukungannya serta kepada Idah dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dan selalu memberikan dukungan dan motivasi.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan karya ilmiah ini. Kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan untuk perbaikan kedepannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Bogor, September 2014

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 1 TINJAUAN PUSTAKA 2 Kemiskinan 2

Matriks Pembobot Spasial 2

Uji Korelasi Spasial 4

Plot Pencaran Moran 5

Uji keragaman Spasial 6

Analisis Regresi Spasial 7

Kriteria Pemilihan Model 8

METODE 8

Data 8

Prosedur Analisis Data 9

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Eksplorasi Data 9

Korelasi Pearson 11

Uji Korelasi Spasial 12

Plot Pencaran Moran 13

Uji Keragaman Spasial 13

Model Spasial Lag (SAR) 14

Kriteria Pemilihan Model 16

SIMPULAN 17

DAFTAR PUSTAKA 18

LAMPIRAN 19

(12)

DAFTAR TABEL

1 Nilai statistik persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat 9 2 Kriteria kemiskinan menurut Badan Ketahanan Pangan 10

3 Hasil indeks Moran 12

4 Uji pengganda Lagrange 14

5 Pendugaan dan pengujian parameter model SAR 14

6 Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas 15 7 Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas regresi klasik 15

8 ukuran kebaikan model 17

DAFTAR GAMBAR

1 Peta tematik persentase penduduk miskin 10

2 Peta tematik kategori persentase kemiskinan kabupaten/kota 11

3 Peta Tematik Moran Lokal 12

4 Plot pencaran moran persentase penduduk miskin 13 5 Persentase penduduk miskin aktual dan dugaan 17

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peubah bebas yang digunakan 19

2 Tabel korelasi Pearson 20

3 matriks pembobot spasial 21

4 Indeks Moran Lokal 22

5 hasil pemilihan peubah penjelas 22

(13)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah sosial yang selalu hadir di tengah-tengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai kalangan, baik para akademisi maupun para praktisi. Masalah kemiskinan di Indonesia mengalami gejala peningkatan sejalan dengan krisis multidimensional, dimana berkaitan dengan aspek sosial, budaya, ekonomi dan aspek lainnya.

Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran (BPS 2013). Pengukuran kemiskinan dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambilan kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar daerah dan menentukan target penduduk miskin suatu daerah dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi mereka. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah dengan mengidentifikasi peubah-peubah yang berhubungan terhadap kemiskinan. Kemiskinan suatu daerah tidak lepas dari pengaruh kemiskinan di daerah sekitarnya. Hal ini mengindikasikan adanya pengaruh spasial di dalamnya.

Kebijakan percepatan penanggulangan kemiskinan yang ada dalam Peraturan Presiden No. 15 tahun 2010 pelaksanaannya di Provinsi Jawa Barat belum sesuai yang diharapakan. Hal ini terlihat tingginya jumlah peduduk miskin yaitu sebesar 4 421 484 orang dari jumlah penduduk sebesar 46 497 175 jiwa pada tahun 2012. Angka penurunan yang dicapai 2.27%, sedangkan target nasional yang telah dicanangkan dalam Peraturan Presiden No. 15 tahun 2010 adalah 8% pada tahun 2014 (Rusli 2013).

Penelitian yang dilakukan oleh Amelia (2012) dengan tujuan mengidentifikasi peubah-peubah yang berpengaruh terhadap persentase kemiskinan kabupaten di Pulau Jawa dengan menggunakan pendekatan analisis regresi spasial. Pada penelitian tersebut menggunakan data Potensi Desa (Podes) tahun 2008. Pada penelitian ini menggunakan data dari buku Data dan Informasi kemiskinan Kabupaten/Kota 2012 dengan pendekatan analisis regresi spasial yang memfokuskan hanya di Provinsi Jawa Barat.

Oleh karena itu, untuk mengidentifikasi peubah-peubah yang berhubungan terhadap kemiskinan di Provinsi Jawa Barat yang di dalamnya mengandung pengaruh spasial digunakan metode analisis regresi spasial.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peubah-peubah yang berhubungan terhadap persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat dengan menggunakan analisis regresi spasial.

(14)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Kemiskinan

Persoalan bagi masyarakat miskin ialah memenuhi kebutuhan pangan yang layak dan persyaratan gizi serta kemampuan daya beli yang rendah. Pada hakikatnya, semakin banyak barang yang dikonsumsi maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan seseorang. Definisi kemiskinan apabila dihubungkan dengan tingkat kesejahteraan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan dalam memenuhi kesejahteraan atau kurangnya pendapatan seseorang terhadap sumber daya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebutuhan hidup yang dimaksudkan adalah kebutuhan hidup untuk makanan standar yang diperlukan oleh setiap individu setara 2100 kilo kalori per orang per hari (GKM), atau non makanan berupa perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (GKNM) (BPS 2013). Kemiskinan secara luas didefinisikan sebagai ketidakmampuan individu dalam memenuhi kebutuhan dasar minimal untuk hidup layak.

Metode yang digunakan dalam mengukur kemiskinan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK). GK merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Menurut BPS (2013), suatu rumah tangga dikategorikan miskin jika memiliki pendapatan perkapita di bawah GK. Selanjutnya dihitung jumlah penduduk dibawah GK untuk tingkat kabupaten/kota, dari jumlah penduduk miskin maka dihitung persentase penduduk miskin dan GK dari seluruh kabupaten/kota.

Pada buku Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2012 (BPS 2013) menunjukkan bahwa indikator yang berhubungan terhadap kemiskinan yaitu ada dua puluh tiga peubah sebagaimana terlampir pada Lampiran 1. Pada dua puluh tiga peubah tersebut, mencirikan indikator terkait dengan pendidikan (X1 – X4, X20), pertanian (X5 – X6), fertilitas dan keluarga berencana (X7 – X9),

sanitasi (X10 – X11), kemiskinan (X12 – X18), pendapatan penduduk (X19),

perumahan (X21), dan ketenagakerjaan (X22 – X23).

Matriks Pembobot Spasial

Langkah awal dalam melakukan analisis regresi spasial adalah dengan membuat matriks pembobot spasial. Matriks pembobot spasial merupakan sebuah matriks yang menggambarkan hubungan kedekatan antar daerah. Hubungan kedekatan antar daerah tersebut dicari dengan menggunakan berbagai metode, antara lain queen contiguity, rook contiguity, dan bishop contiguity (Dale 2002). 1. Queen contiguity

Queen contiguity adalah matriks pembobot spasial berdasarkan hubungan

kebertetanggaan, dimana daerah tetangga adalah daerah yang berdekatan secara langsung dengan daerah i. Karena matriks queen contiguity lebih memudahkan untuk menentukan daerah tetangga dibandingkan rook contiguity dan bishop contiguity yang menentukan daerah tetangga harus tepat di posisi utara, barat, timur, selatan dan diagonal sehingga pada penelitian ini

(15)
(16)
(17)

5 memerikasa korelasi spasial salah satunya dengan menggunakan Indeks Moran, baik indeks Moran Lokal maupun Global. Hipotesis indeks Moran dapat dituliskan sebagai berikut:

: I = 0 (tidak ada autokorelasi spasial) : (ada autokorelasi spasial) dengan statistik uji sebagai berikut:

hi g ( ̂ ) ̂ ( ) dengan: ̂ ∑i j iji j ij( i- ̅)( ̅) ∑ ( ̅) ̂ = √ - ∑i ∑j ij ∑i j ij - ∑i ∑j cij cji ∑ ci c i i

C = matriks queen contiguity

Tolak jika | hi g| - (Anselin 1988).

Indeks Moran dapat mengukur korelasi antara pengamatan pada suatu daerah dengan daerah lain yang berdekatan. Indikator Lokal dari Asosiasi Spasial (LISA) mampu menemukan pola hubungan spasial yang berbasis lokal area (Indeks Moran Lokal) yaitu menguji setiap area dengan pengaruhnya terhadap aspek global. Indeks Moran Lokal berguna untuk pendeteksian hotspot/coldspot pada data area dan akan terlihat pada plot pencaran moran. Hotspot merupakan daerah yang memiliki nilai pengamatan dengan pengukuran tertinggi, sedangkan

coldspot merupakan daerah yang memiliki nilai pengamatan dengan pengukuran

terendah. Indeks Moran Lokal dengan matriks pembobot spasial dapat dirumuskan sebagai berikut:

i ij j

dengan dan adalah peubah y ke-i dan ke-j yang telah dibakukan ( i- ̅)

dan adalah ukuran pembobot antara daerah ke-i dan ke-j (Anselin 1995).

Plot Pencaran Moran

Plot pencaran moran adalah analisis eksplorasi secara visual yang mampu mendeteksi autokorelasi spasial (Anselin 1995). Gambar yang dihasilkan bukan data asli tetapi data yang telah distandarisasikan dalam z-score. Plot pencaran

(18)

6

moran pada sumbu x adalah dan pada sumbu y adalah nilai z dari tetangganya. Plot Pencaran Moran terbagi atas empat kuadran seperti gambar berikut.

RT TT

RR TR

x

Gambar Kuadran Plot Pencaran moran

Kuadran I merupakan wilayah Tinggi-Tinggi (TT) artinya pengamatan pada wilayah ini tinggi dan dikelilingi oleh wilayah dengan amatan tinggi juga. Kuadran II merupakan wilayah Tinggi-Rendah (TR) artinya pengamatan tinggi dan dikelilingi oleh wilayah dengan amatan rendah dan biasanya disebut dengan daerah hotspot. Kuadran III merupakan wilayah Rendah-Rendah (RR) artinya pengamatan pada wilayah ini rendah dan dikelilingi oleh wilayah dengan amatan rendah juga. Kuadran IV merupakan wilayah Rendah-Tinggi (RT) artinya pengamatan pada wilayah ini rendah tetapi dikelilingi oleh wilayah dengan amatan tinggi. Pada kuadran IV bisa disebut dengan daerah coldspot.

Uji keragaman Spasial

Apabila uji indeks Moran signifikan maka selanjutnya adalah melakukan uji keragaman spasial. Keragaman spasial dapat diartikan sebagai adanya penyebaran berupa variasi objek atau amatan di suatu daerah dengan daerah lain yang saling berhubungan. Menurut Breusch dan Pagan (1979) metode statistik yang baik untuk menguji keragaman spasial sebagai berikut:

( ) dengan: = (f f f ) = ei - = i- ̂

z = vektor y berukuran yang sudah dinormalbakukan untuk setiap pengamatan dengan i .

Hipotesisnya sebagai berikut :

: tidak terdapat keragaman antar daerah : terdapat keragaman antar daerah

(19)

7 Apabila hasil dari uji keragaman spasial tolak maka model regresi yang digunakan adalah model regresi terboboti geografis (Arbia 2006). Jika terima maka model regresi yang digunakan adalah model regresi spasial.

Analisis Regresi Spasial

Analisis regresi spasial digunakan untuk menduga pengaruh peubah penjelas terhadap peubah respon dengan ditambahkan unsur spasial di dalamnya. Model umum regresi spasial adalah sebagai berikut :

dengan merupakan vektor peubah respon berukuran ( ) adalah koefisien otoregresif lag spasial, merupakan matriks pembobot spasial berukuran ( ), adalah matriks peubah penjelas berukuran ( ) merupakan vektor parameter berukuran ( ) adalah vektor galat yang diasumsikan mengandung otokorelasi ( ) merupakan koefisien otoregresi sisaan spasial dan adalah vektor sisaan berukuran ( ) dengan p adalah banyaknya peubah penjelas (Anselin 1988). Penentuan model regresi spasial yang digunakan ditentukan berdasarkan uji Lagrange Multiplier (LM). Uji LM ini memiliki perbedaan sesuai dengan model spasial yang akan digunakan. Analisis regresi spasial dibagi dalam beberapa model spasial berikut yaitu:

1. Model Spatial Autoregressive (SAR)

Model ini memiliki ketergantungan antar satu pengamatan di suatu wilayah dengan pengamatan yang lain di wilayah tetangganya dimana peubah responnya berkorelasi spasial dengan kata lain berpengaruh terhadap . Pada model SAR dengan dan maka persamaannya:

Model ini akan digunakan apabila hasil dari uji pengaruh spasial yaitu uji

Lagrange Multiplier (LM) pada kaidah keputusan penolakan dengan hipotesis sebagai berikut:

: (tidak ada korelasi spasial pada peubah y) : (ada korelasi spasial pada peubah y) statistik uji sebagai berikut :

[ ] dengan: - ( ) + [ ] - -

Kaidah keputusan penolakan jika 2. Model Spatial Error (SEM)

Pada SEM yaitu model regresi linier yang peubah sisaannya terdapat korelasi spasial, artinya model ini memiliki ketergantungan sisaan pada

(20)

8

pengamatan di sutau wilayah dengan sisaan pada pengamatan yang lain di wilayah yang berbeda dengan dan maka persamaannya:

Model ini akan digunakan apabila hasil dari uji pengaruh spasial yaitu uji

Lagrange Multiplier (LM) pada kaidah keputusan penolakan , sama seperti pada model SAR dengan hipotesis sebagai berikut:

: (tidak ada korelasi spasial pada sisaan) : (ada korelasi spasial pada sisaan) statistik uji sebagai berikut :

[

]

[ ] Kaidah keputusan penolakan jika

3. Model gabungan SAR dan SEM bisa disebut dengan Spatial Autoregressive

with Autoregressive disturbances (SARAR).

Pada model ini peubah galat dan peubah responnya terdapat korelasi spasial dengan dan yang artinya tingkat korelasi komponen spasial dari suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya dan tingkat korelasi komponen spasial sisaan dari suatu wilayah terhadap wilayah lain di sekitarnya. Model penggabungan ini memiliki persamaan:

Kriteria Pemilihan Model

Kriteria pemilihan model regresi atau ukuran kebaikan model regresi baik model regresi klasik atau model regresi spasial yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan Akaike Information Criterion (AIC). Apabila nilai AIC lebih kecil, maka model dikatakan lebih baik. Persamaan untuk AIC adalah sebagai berikut:

g ( )

dimana P adalah jumlah parameter, dan N adalah jumlah amatan (Dray et al. 2006).

METODE

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari publikasi Data dan Informasi Kemiskinan Kabupaten/Kota 2012 (BPS 2013). Data sekunder ini diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2012. Data yang digunakan sebagai peubah respon adalah persentase penduduk miskin tiap kabupaten/kota dan peubah bebas yang digunakan yaitu terlampir pada Lampiran 1.

(21)

9

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Melakukan eksplorasi data untuk melihat karakteristik data secara umum. 2. Memilih peubah penjelas untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antar

peubah penjelas.

3. Menentukan matriks pembobot spasial (W) dengan menggunakan metode

queen contiguity.

4. Menguji korelasi spasial antar pengamatan (berupa daerah) yang saling berdekatan dengan indeks moran.

5. Menguji kehomogenan ragam spasial dengan uji Breusch-Pagan.

6. Melakukan uji pengganda Lagrange Multiplier untuk Model Spasial Lag dan Model Spasial Eror.

7. Melakukan analisis regresi spasial untuk model yang nyata pada uji pengganda

Lagrange Multiplier.

8. Melakukan pemeriksaan asumsi pada masing-masing model spasial 9. Melakukan pemilihan model

10. Interpretasi dan kesimpulan untuk model yang terbaik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eksplorasi Data

Eksplorasi data yang dilakukan yaitu untuk mengetahui informasi awal secara umum dari data. Eksplorasi data yang dilakukan yaitu melihat statistik dari persentase penduduk miskin tiap kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.

Tabel 1 Nilai statistik persentase penduduk miskin di Provinsi Jawa Barat Statistik Persentase penduduk miskin

Rataan 10.38 SE Rataan 0.74 Koef. Keragaman 36.56 Minimum 2.46 Median 10.43 Maksimum 18.92

Berdasarkan Tabel 1, persentase penduduk miskin yang tertinggi di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 adalah sebesar 18.92 dan pada Gambar 1 yaitu Kota Tasikmalaya. Persentase penduduk miskin yang terendah di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 adalah sebesar 2.46 terlihat pada Gambar 1 adalah Kota Depok. Rata-rata dari keseluruhan persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 10.38. Nilai koefisien keragaman persentase penduduk miskin kabupaten/kota pada tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat cukup beragam yaitu 36.56.

(22)
(23)
(24)
(25)
(26)

14

Selanjutnya kita menguji korelasi spasial secara spesifik yaitu korelasi spasial dalam lag (SAR) dan korelasi spasial dalam sisaan (SEM) dengan menggunakan uji pengganda Lagrange Multiplier (LM).

Tabel 4 Uji pengganda Lagrange Multiplier

Model Parameter Nilai-p

Model Spasial Sisaan (SEM) 2.08 0.14 Model Spasial Lag (SAR) 4.95 0.03** **) nyata pada

Pada Tabel 4, diperoleh hasil bahwa pada model spasial sisaan dengan nilai-p 0.14 yang lebih besar dari disimnilai-pulkan terima H0, yang artinya tidak

ada korelasi spasial dalam sisaan, sehingga tidak dapat dilanjutkan untuk pembuatan model pada SEM. Sedangkan pada uji pengganda Lagrange untuk model spasial lag diperoleh nilai-p sebesar 0.03 yang lebih kecil dari disimpulkan tolak H0, yang artinya ada korelasi spasial dalam lag sehingga perlu

dilakukan tahapan selanjutnya dalam pembentukan Model Spasial Lag (SAR). Model umum regresi spasial digunakan apabila model spasial sisaan (SEM) dan model spasial lag (SAR) menunjukkan hasil yang nyata. Pada penelitian ini pembentukan model umum spasial tidak dilakukan.

Model Spasial Lag (SAR)

Uji pengganda Lagrange Multiplier didapatkan hasil bahwa hanya model spasial lag (SAR) yang berpengaruh nyata dan selanjutnya dilakukan pembentukan model spasial lag (SAR). Pembentukan model spasial lag (SAR) memiliki kriteria yaitu dan . Model spasial lag (SAR) juga menunjukkan bahwa berpengaruh terhadap . Hasil pendugaan dan pengujian parameter untuk model SAR pada Tabel 5 menunjukkan bahwa ada dua peubah penjelas yaitu persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan

persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita (X21) yang

berhubungan nyata terhadap persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012. Pada model SAR didapatkan nilai sebesar 0.45 dengan nilai-p sebesar 0.04 ( ) yang artinya berhubungan nyata.

Tabel 5 Pendugaan dan pengujian parameter model SAR

Peubah Koefisien nilai-p

Konstanta 29.00 0.07* X2 -0.17 0.28 X10 -0.07 0.01** X12 0.03 0.21 X21 -0.08 0.02** X22 -0.04 0.43 0.45 0.04**

(27)

15 Hasil model SAR secara parsial pada kedua peubah penjelas yang berpengaruh nyata serta pendugaan parameter disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas

Peubah Koefisien Nilai-p

konstanta 12.66 0.00**

X10 -0.06 0.01**

X21 -0.09 0.01**

0.49 0.02**

**) nyata pada

Pendugaan dan pengujian parameter untuk semua peubah pada Tabel 5 menunjukkan bahwa konstanta berhubungan pada taraf nyata 0.10, berbeda dengan hasil pendugaan dan pengujian parameter pada Tabel 6 yang menunjukkan konstanta berhubungan nyata pada . Hal ini berarti dapat disimpulkan bahwa pemodelan dengan dua peubah penjelas yang berpengaruh nyata lebih baik. Kemudian untuk melihat model regresi spasial lebih baik daripada model regresi klasik dilakukan pengujian dan pendugaan parameter untuk model regresi klasik agar bisa membandingkan nilai AIC dari kedua model tersebut. Model regresi klasik pada lima peubah tersebut dilakukan tahapan empat metode yaitu Eliminasi Langkah Mundur, Eliminasi Langkah Maju, Regresi Bertatar dan Regresi Himpunan Terbaik. Hasil dari empat metode tersebut disajikan pada Lampiran 5.

Hasil dari Lampiran 5 didapatkan bahwa dua peubah yang berhubungan nyata terhadap persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yaitu persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan persentase

rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita (X21). Hasil analisis

regresi klasik secara parsial pada kedua peubah penjelas serta pendugaan parameter disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas regresi klasik Peubah Koefisien Nilai-t Nilai-p VIF

Konstanta 20.04 9.17 0.00**

X10 -0.07 -2.60 0.02** 1.050

X21 -0.13 -3.15 0.00** 1.050

**) nyata pada

Pada model regresi klasik dan model spasial lag menghasilkan peubah-peubah nyata yang sama dan menghasilkan kekonsistenan tanda koefisien, tetapi terjadi perubahan dalam nilai koefisien pada kedua peubah tersebut. Pada model SAR dengan dua peubah yang nyata menunjukkan hasil koefisien yang lebih kecil dari koefisien kedua peubah model regresi klasik. Sehingga secara umum didapatkan bahwa model regresi spasial lag (SAR) lebih baik. Persamaan SAR yang diperoleh sebagai berikut:

̂

Peubah persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10)

memiliki hubungan negatif dengan persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat. Hal ini sesuai dengan harapan yang diinginkan. Dengan demikian hal tersebut mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih sebesar satu persen, maka

(28)

16

akan menurunkan persentase penduduk miskin suatu kabupaten/kota sebesar 0.06 satuan. Pada model SAR peubah persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita (X21) memiliki hubungan negatif dengan persentase

penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat sesuai dengan yang diharapakan. Hal ini mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita sebesar satu persen, maka akan menurunkan persentase penduduk miskin suatu kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat sebesar 0.09 satuan.

Pada Tabel 6, koefisien yang signifikan pada taraf nyata 0.05 menunjukkan tolak H0 yang artinya korelasi lag pada model spasial berhubungan

nyata terhadap persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012. Hal ini juga mengindikasikan bahwa dengan adanya peningkatan rata-rata persentase penduduk miskin kabupaten/kota tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat pada suatu daerah yang dikelilingi oleh daerah lain sebanyak n, maka pengaruh dari masing-masing daerah yang mengelilinginya dapat diukur sebesar 0.49 kali.

Pengecekan asumsi dilakukan setelah kita mendapatkan model SAR. Pada model SAR dalam penelitian ini akan dilakukan tiga pengecekan asumsi yaitu kenormalan sisaan, kehomogenan ragam sisaan dan kebebasan sisaan.

1. Pengujian asumsi kenormalan sisaan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Pada lampiran 6, nilai Kolmogorov-Smirnov yang dihasilkan sebesar 0.11 dengan nilai-p 0.15. Hal ini menunjukkan bahwa nilai dari nilai-p lebih besar dari yang artinya asumsi kenormalan sisaan pada model SAR terpenuhi.

2. Pengujian asumsi kemogonenan ragam sisaan menggunakan uji

Breusch-Pagan (BP). Hasil dari uji Breusch-Breusch-Pagan diperoleh nilai BP sebesar 2.47

dengan nilai-p sebesar 0.29, yang artinya terima H0 dan ragam sisaan homogen,

sehingga asumsi kehomogenan ragam sisaan pada model SAR terpenuhi. 3. Pengujian asumsi kebebasan sisaan menggunakan uji Durbin-Watson. Nilai

DW yang dihasilkan sebesar 2.08 pada k=3, dan n=26. Nilai dU (Durbin Upper) sebesar 1.55 sedangkan nilai (4-dU) sebesar 2.44. nilai DW yang dihasilkan terletak diantara dU dan (4-dU) maka hipotesis nol diterima yang berarti tidak ada autokorelasi atau asumsi kebebasan sisaan terpenuhi.

Kriteria Pemilihan Model

Pada pembahasan sebelumnya diperoleh secara umum bahwa model regresi spasial Lag (SAR) lebih baik dari model regresi klasik. Tetapi penarikan kesimpulan secara umum tersebut tidak bisa mendukung dengan tepat. Oleh karena itu, untuk mengetahui model regresi klasik atau model regresi spasial lebih baik disimpulkan dengan melihat besarnya nilai kebaikan model tersebut. Kebaikan suatu model dapat dilihat dai nilai AIC yang dihasilkan. Nilai AIC yang lebih kecil dibandingkan model lainnya menunjukkan bahwa model tersebut lebih baik dibandingkan dengan model lainnya. Pada Tabel 8 menunjukkan nilai kebaikan model (AIC) yang dihasilkan dari model regresi klasik dan SAR.

(29)

17 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 Kab . Bogo r Kab . Su ka b u m i Kab . Ci an ju r Kab . Ban d u n g Kab . G ar u t Kab . T as ikm ala ya K ab . Ci am is Kab . Ku n in gan Kab . Ci re b o n Kab . Ma ja le n gk a Kab . Su m ed an g Kab . In d ra m ay u Kab . Su b an g Kab . Pu rw ak ar ta Kab . Kara w an g Kab . Be ka si Kab . Ban d u n g B ar at Kot a Bogo r Kot a Su ka b u m i Kot a Ban d u n g Kot a Ci re b o n Kot a Be ka si Kot a De p o k Kot a Ci m ah i Kot a Ta sikm ala ya Kot a Ban ja r yaktual yduga

Tabel 8 ukuran kebaikan model Model AIC

Klasik 133.06 SAR 129.62

Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai kebaikan model (AIC) pada model regresi spasial atau model SAR lebih kecil dibandingkan dengan nilai kebaikan model (AIC) pada model regresi klasik. Oleh karena itu, model yang dipilih untuk menganalisis masalah kemiskinan yaitu persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2012 adalah dengan menggunakan model spasial lag (SAR).

Kemudian untuk melihat pola dari grafik persentase penduduk miskin kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2012 antara yaktual dengan yduga

terlihat pada Gambar 5. Pada Gambar 5, menunjukkan bahwa pola dari yduga lebih

baik dari pola yaktual . Pada yduga persentase penduduk miskin kabupaten/kota

menunjukkan pola yang lebih merata dibandingkan dengan yaktual yang

menunjukkan ada titik paling tinggi dan titik paling rendah dari persentase kemiskinan penduduk miskin tersebut. Sehingga dapat disimpulkan model regresi SAR lebih baik dari model regresi klasik.

Gambar 5 Persentase penduduk miskin aktual dan dugaan.

SIMPULAN

Pada model SAR peubah-peubah yang berhubungan nyata terhadap persentase kemiskinan kabupaten/kota tahun 2012 di Provinsi Jawa Barat yaitu peubah persentase rumah tangga yang menggunakan air bersih (X10) dan peubah

persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita (X21). Model

spasial lag (SAR) menghasilkan dugaan parameter yang lebih baik dari model regresi klasik pada kasus korelasi spasial terhadap persentase penduduk miskin

(30)

18

kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat tahun 2012. Hal ini terlihat dari nilai AIC pada model SAR yang lebih kecil yaitu sebesar 129.62 daripada model regresi klasik nilai AIC sebesar 133.06.

DAFTAR PUSTAKA

Amelia, Mia. 2012. Penerapan Regresi Spasial untuk Data Kemiskinan Kabupaten di Pulau Jawa [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Anselin L. 1988. Spatial Econometrics : Methods and Models. Dordrecht (NLD) : Academic Publisher.

Anselin L. 1995. Local Indicators of Spatial Association. Research Paper 9331. Virginia (US) : Institute West Virginia.

Arbia G. 2006. Statistical Foundations and Application to Regional Convergence. Berlin: Springer-Verlag

[BKP] Badan Ketahanan Pangan. 2005. A Food Insecurity Atlas of Indonesia. Jakarta (ID): Dewan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian RI

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Data dan Informasi Kemiskinan

Kabupaten/Kota 2012. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

Breusch T.S, Pagan A.R. 1979. Econometrics: A Simple Test For

Heteroscedasticity and Random Coefficient Variation. Vol. 47, N0. 5.

Dale, Mark R T. 2002. Spatial Pattern Analysis in Plant Ecology. United Kingdom (UK): Cambridge University.

Dray S, Pierre L, Pedro RP. 2006. Spatial modeling: a comprehensive framework

for principal coordinate analysis of neighbor matrices (PCNM). Ecological

Modelling 196 483-493. Department of Biology, University of Regina. Rusli, Budiman. 2013. Analisis Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di

(31)

19 Lampiran

Lampiran 1 Peubah bebas yang digunakan Peubah

bebas Keterangan

X1 Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun

X2 Angka melek huruf penduduk usia 15-55 tahun

X3 Angka partisipasi sekolah penduduk usia 07-12 tahun

X4 Angka partisipasi sekolah penduduk usia 13-15 tahun

X5 Persentase penduduk bekerja di sektor pertanian

X6 Persentase penduduk bekerja di sektor bukan pertanian

X7 Persentase perempuan pengguna alat KB

X8 Persentase balita rumah tangga penolong persalinan pertama

oleh tenaga kesehatan

X9 Persentase balita rumah tangga penolong persalian terakhir

oleh tenaga kesehatan

X10 Persentase rumah tangga menggunakan air bersih

X11 Persentase rumah tangga yang menggunakan jamban

sendiri/bersama

X12 Persentase rumah tangga yang mendapat Jaminan kesehatan

masyarakat (jamkesmas)

X13 Persentase rumah tangga yang mendapat Kartu sehat

X14 Persentase rumah tangga yang mendapat surat miskin

X15 Persentase rumah tangga yang mendapat jaminan kesehatan

daerah (jamkesda)

X16 Persentase rumah tangga penerima raskin (beras miskin)

X17 Persentase rumah tangga rata-rata membeli raskin (kg)

X18 Persentase rumah tangga rata-rata harga membeli raskin

X19 Persentase pengeluaran perkapita penduduk untuk makanan

X20 Persentase penduduk yang tidak tamat SD

X21 Persentase rumah tangga yang memiliki luas lantai perkapita

≤8 m2

X22 Persentase penduduk bekerja di sektor informal

(32)

20

Lampiran 2 Tabel korelasi Pearson

Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X1 -0.18 X2 -0.20 0.11 X3 0.06 -0.03 0.03 X4 -0.17 0.35 0.40* 0.08 X5 0.41* -0.30 -0.09 -0.34 -0.43 X6 -0.45* 0.39* 0.15 0.27 0.37 -0.89* X7 -0.28 0.02 0.39* 0.13 0.38 -0.37 0.33 X8 -0.06 0.02 0.16 0.34 0.46* -0.51* 0.45* 0.27 X9 -0.14 0.06 0.18 0.28 0.46* -0.49* 0.47* 0.38 0.94* X10 -0.50* 0.29 -0.09 0.38 0.31 -0.72* 0.70* 0.23 0.53* 0.51* X11 -0.19 0.16 0.37 0.15 0.31 -0.55* 0.52* 0.35 0.59* 0.50* 0.62* X12 0.46* -0.24 0.12 0.10 -0.24 0.30 -0.25 -0.24 0.05 0.01 -0.37 -0.24 X13 0.09 0.15 -0.04 0.07 0.23 0.05 -0.06 0.09 0.20 0.18 0.09 0.17 -0.23 X14 -0.03 -0.13 0.05 0.04 -0.46* -0.05 -0.06 0.25 -0.10 -0.08 0.04 0.22 -0.08 -0.12 X15 -0.48* 0.22 -0.11 -0.15 0.31 -0.30 0.29 0.10 -0.10 -0.06 0.31 0.08 -0.84* -0.17 -0.25 X16 0.79* -0.21 -0.31 -0.04 -0.42* 0.59* -0.67* -0.39 -0.4* -0.42* -0.63* -0.52* 0.43* 0.06 0.09 -0.48* X17 -0.32 0.11 0.40* 0.14 0.22 -0.10 0.14 0.06 0.12 0.09 0.12 0.06 0.18 -0.22 -0.25 0.02 -0.19 X18 -0.45* 0.05 0.12 -0.15 -0.26 -0.01 0.12 -0.21 -0.30 -0.34 -0.10 -0.11 -0.06 -0.18 0.14 0.09 -0.32 0.15 X19 0.67* -0.27 -0.26 -0.12 -0.41* 0.79* -0.80* -0.4* -0.43* -0.38 -0.69* -0.64* 0.35 0.03 -0.01 -0.35 0.85* -0.27 -0.31 X20 0.18 0.02 -0.77* -0.23 -0.44* 0.28 -0.31 -0.62* -0.38 -0.42* -0.20 -0.49* -0.01 -0.17 -0.01 0.08 0.39 -0.36 0.12 0.34 X21 -0.57* 0.21 0.28 -0.05 0.14 -0.21 0.35 0.42* -0.12 0.00 0.22 0.00 -0.24 0.04 0.06 0.20 -0.48* -0.03 0.49 -0.43* -0.26 X22 0.41* -0.31 -0.14 -0.21 -0.39* 0.86* -0.69* -0.42* -0.33 -0.29 -0.57 -0.57* 0.38* -0.09 -0.22 -0.26 0.52* 0.06 -0.08 0.76* 0.27 -0.25 X23 -0.48* 0.35 0.25 0.22 0.38 -0.83* 0.88* 0.39* 0.37 0.36 0.61* 0.63* -0.32 0.06 0.06 0.27 -0.68* 0.04 0.18 -0.87* -0.37 0.35 -0.87* *) pada taraf nyata 5 %

(33)

21 Lampiran 3 matriks pembobot spasial

Kab. Bogor Kab. Sukabumi Kab. Cianjur . . . Kota Cimahi Kota Tasikmalaya Kota Banjar Kab. Bogor 0 0.13 0.13 . . 0 . 0 0 Kab. Sukabumi 0.33 0 0.33 . . 0 . 0 0 Kab. Cianjur 0.14 0.14 0 . . 0 . 0 0 Kab. Bandung 0 0 0.14 . . 0.14 . 0 0 Kab. Garut 0 0 0.2 . . 0 . 0 0 Kab. Tasikmalaya 0 0 0 . . 0 . 0.2 0 Kab. Ciamis 0 0 0 . . 0 . 0.2 0.20 Kab. Kuningan 0 0 0 . . 0 . 0 0 Kab. Cirebon 0 0 0 . . 0 . 0 0 Kab. Majalengka 0 0 0 . . 0 . 0 0 Kab. Sumedang 0 0 0 . . 0 . 0 0 Kab. Indramayu 0 0 0 . . 0 . 0 0 Kab. Subang 0 0 0 . . 0 . 0 0 Kab. Purwakarta 0.20 0 0.2 . . 0 . 0 0 Kab. Karawang 0.20 0 0.2 . . 0 . 0 0 Kab. Bekasi 0.30 0 0 . . 0 . 0 0

Kab. Bandung Barat 0 0 0.14 . . 0.14 . 0 0

Kota Bogor 1 0 0 . . 0 . 0 0 Kota Sukabumi 0 1 0 . . 0 . 0 0 Kota Bandung 0 0 0 . . 0.33 . 0 0 Kota Cirebon 0 0 0 . . 0 . 0 0 Kota Bekasi 0.33 0 0 . . 0 . 0 0 Kota Depok 0.50 0 0 . . 0 . 0 0 Kota Cimahi 0 0 0 . . 0 . 0 0 Kota Tasikmalaya 0 0 0 . . 0 . 0 0 Kota Banjar 0 0 0 . . 0 . 0 0

(34)

22

Lampiran 4 Indeks Moran Lokal

Kabupaten/Kota I E(Ii) Var(Ii) Z(Ii) Pr(z>0)

Kab. Bogor 0.251086 -0.04 0.084818 0.999488 0.158779 Kab. Sukabumi 0.01117 -0.04 0.285964 0.095689 0.461884 Kab. Cianjur 0.025604 -0.04 0.102059 0.205355 0.418647 Kab. Bandung -0.04311 -0.04 0.102059 -0.00973 0.503881 Kab. Garut 0.253054 -0.04 0.157231 0.739059 0.229936 Kab. Tasikmalaya 0.306006 -0.04 0.157231 0.872599 0.191441 Kab. Ciamis -0.16428 -0.04 0.157231 -0.31341 0.623016 Kab. Kuningan 0.621102 -0.04 0.285964 1.236269 0.108179 Kab. Cirebon 1.073139 -0.04 0.205505 2.455488 0.007035 Kab. Majalengka 0.719743 -0.04 0.102059 2.378159 0.008700 Kab. Sumedang 0.23664 -0.04 0.102059 0.865943 0.193261 Kab. Indramayu 1.10194 -0.04 0.205505 2.51902 0.005884 Kab. Subang 0.18144 -0.04 0.125047 0.626209 0.265589 Kab. Purwakarta -0.08299 -0.04 0.157231 -0.10843 0.543173 Kab. Karawang -0.02742 -0.04 0.157231 0.031732 0.487343 Kab. Bekasi 0.703241 -0.04 0.285964 1.389871 0.082284

Kab. Bandung Barat -0.18567 -0.04 0.102059 -0.45597 0.675796

Kota Bogor 0.216882 -0.04 0.929629 0.266427 0.394955 Kota Sukabumi 0.086734 -0.04 0.929629 0.131444 0.447712 Kota Bandung 0.39912 -0.04 0.285964 0.82116 0.205778 Kota Cirebon 0.227113 -0.04 0.929629 0.277039 0.390875 Kota Bekasi 1.701811 -0.04 0.285964 3.25721 0.000563 Kota Depok 1.831156 -0.04 0.44688 2.799075 0.002562 Kota Cimahi 0.443649 -0.04 0.285964 0.904429 0.182884 Kota Tasikmalaya 0.1796 -0.04 0.44688 0.328501 0.371267 Kota Banjar 0.14633 -0.04 0.929629 0.193254 0.42338

*) kabupaten/kota yang nyata pada dan **) nyata pada Lampiran 5 hasil pemilihan peubah penjelas

Peubah Eliminasi Mundur Eliminasi Maju Bertatar Himpunan Bagian Terbaik X1 X X X X X3 V V V V X5 V V V V X6 X X X X X7 X X X X

*) keterangan : Tanda V menunjukkan bahwa peubah penjelas berpengaruh nyata terhadap peubah respon pada a=5%

(35)

23 Lampiran 6 Pengujian Kenormalan Sisaan pada Model SAR

7,5 5,0 2,5 0,0 -2,5 -5,0 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1

Residual dari sar

P e rc e n t Mean -3,84615E-09 StDev 2,380 N 26 KS 0,105 P-Value >0,150

Probability Plot of Residual dari sar

(36)

24

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lahat, Sumatera Selatan pada tanggal 25 Agustus 1992 dari pasangan Bapak Yulianto dan Ibu Iin Indawati. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri No 3 Lahat pada tahun 2004. Kemudian menyelesaikan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Lahat pada tahun 2007. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Lahat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) pada program mayor Statistika.

Penulis aktif mengikuti organisasi di perkuliahan, diantaranya Anggota Departemen Human Research Development (HRD) Himpunan Profesi Gamma Sigma Beta (GSB) periode tahun 2013, Anggota Divisi Lead Officer Seminar Nasional The 8th Statistika Ria tahun 2012, Anggota Divisi Logistik dan Transportasi Pesta Sains Nasional tahun 2012, Anggota Divisi Quality Control Q “Welcome Ceremony of Statistics” ah ada b a i-Agustus 2013 penulis berkesempatan mengikuti kegiatan praktik lapang di PT. Global Insight Indonesia (Pixel Research) di Jakarta Selatan.

(37)

Gambar

Gambar Kuadran Plot Pencaran moran
Tabel 6 Penduga parameter dan uji parsial peubah penjelas

Referensi

Dokumen terkait

Struktur atas merupakan struktur dari jembatan yang terletak dibagian atas dari jembatan.. Merupakan pembatas antara kendaraan dengan pinggiran jembatan sehingga memberi rasa

Menurut Soehadha masyarakat Jawa atau orang-orang Jawa yang memiliki sikap dan tindakan religious yang cenderung bernuasa kultural, biasa disebut penganut kejawen

[r]

Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo tahun 2009 ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mendukung sistem manajemen kesehatan yang lebih baik dalam rangka

 Tuntutan : Upah tidak dibayar selama 5 bulan, Upah dibawah UMK Kota Bekasi dan Uang Service tidak dibayar selama 10 Bulan.. Indonesia

Gambar 3 : Tempat Peralatan Dan Bahan Baku Serta Tempat Proses Pengolahan Minuman Air Kelapa Muda. Gambar 4 : Penyajian Minuman Air

Spesifikasi hasil simulasi menggunakan program SPICE dengan kapasitor beban C L = 15 pf dan R L = 5,2 k dengan tingkat suhu yang berbeda meliputi -55°C, 27°C, 125°C dan

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kusioner tertutup, yaitu pertanyaan yang telah disediakan jawabannya sehingga responden tinggal