• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1   

BAB I

PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

Banjir adalah dataran yang tadinya kering menjadi tergenang (Seyhan, 1977). Penyebab terjadi banjir antara lain karena meluapnya aliran sungai atau tertahannya aliran permukaan menuju sungai. Bencana banjir mempunyai dampak yang besar bagi masyakat. Dampak tersebut berupa jatuhnya korban jiwa atau kerugian materi antara lain kerusakan bangunan, kerusakan jaringan infrastruktur berupa jalan dan jembatan, dibidang pertanian seperti gagal panen akibat lahan persawahan yang rusak, terganggunya perdagangan dan jasa, menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan baik pada saat kejadian maupun pasca banjir, mengganggu pelayanan pemerintahan.

Kota Gorontalo merupakan dataran rendah, memiliki kemiringan lereng berkisar lebih kurang 0–7%, oleh sebab itu kawasan ini sangat rentan terhadap banjir. Dipandang dari aspek toponimi banyak desa atau kelurahan yang mengindikasikan bahwa kawasan tersebut sering tergenang air. Toponimi kelurahan yang berhubungan dengan genangan antara lain seperti Heledulaa (udang besar), Biawao (biawak), Padebuolo (tempat pecahnya ombak laut). Selain berdasarkan toponimi jika dilihat dari bangunan tempat tinggal, tinggi pondasi bangunan berkisar 1–1,5 meter dari permukaan tanah (Gambar 1.1).

Banjir yang terjadi hampir pada setiap musim penghujan di Kota Gorontalo menimbulkan berbagai masalah. Kondisi yang memprihatinkan adalah genangan banjir ini justru menggenangi kawasan yang menjadi pusat pelayanan jasa dan ekonomi (Central Business District) serta pusat pemerintahan Kota Gorontalo. Di sisi lain Kota Gorontalo adalah pusat pemerintahan Provinsi Gorontalo, karenanya daerah ini merupakan pusat kegiatan jasa dan ekonomi, perdagangan, perhubungan,

(2)

  komunikasi, dan sosial budaya. Sebagai pusat pelayanan jasa dan ekonomi serta pemerintahan menyebabkan peningkatan konversi lahan.

(1.a) (1.b) (1.c) (1.d) Sumber: Hasil Pengamatan Tahun 2008

Keterangan: 1.a. Pondasi rumah pasca banjir (1948); 1.b. Pondasi rumah sebelum tahun 1900; 1.c. Pondasi rumah adat; 1.d. Tinggi pondasi rumah pasca banjir 1970

Gambar 1.1 Visualisasi Adaptasi Bangunan Perumahan Terhadap Banjir. Peningkatan konversi lahan dari lahan pertanian menjadi kawasan terbangun menyebabkan terjadinya perubahan lingkungan. Luas lahan persawahan Kota Gorontalo pada tahun 2000 sebesar 1154,828 Ha (39%), dalam kurun waktu 10 tahun yaitu pada tahun 2010 hanya tinggal sebesar 1034,365 Ha (28%) dengan kata lain susut sebesar 11%. Lahan perkebunan di tahun 2000 sebesar 986,628 Ha, di tahun 2010 berubah sebesar 478,040 Ha. Perubahan lingkungan tidak dapat dihindari, dengan semakin meningkatnya populasi manusia telah menyebabkan semakin terdesaknya kondisi lingkungan. Peningkatan populasi manusia diikuti oleh peningkatan kebutuhan penggunaan lahan untuk infra struktur seperti pembangunan jalan jembatan, pembangunan sarana perkantoran baik oleh pemerintah provinsi maupun oleh pemerintah kota serta pembangunan kawasan perumahan/pemukiman. Banyaknya penggunaan lahan berdampak pada berkurangnya tutupan lahan. Semakin lama jumlah vegetasi semakin berkurang, khususnya di daerah perkotaan.

Perubahan fisik kawasan yaitu terjadi alih fungsi lahan pertanian berupa berkurangnya lahan persawahan dan lahan perkebunan menjadi kawasan pemukiman, dapat menyebabkan perubahan pola hidrologi. Menurut Asdak (2007) sistem ekologi

(3)

  DAS bagian hulu umumnya dipandang sebagai suatu ekosistem pedesaan yang terdiri atas empat komponen utama yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Jika terjadi perubahan salah satu komponen lingkungan, hal ini akan mempengaruhi komponen-komponen lainnya yang pada gilirannya mempengaruhi keseluruhan sistem ekologi di daerah tersebut. Perubahan fungsi lahan ini, mengubah kawasan yang tadinya merupakan kawasan pinggiran atau “rural area” berubah menjadi “urban area”. Perubahan fungsi kawasan ini mengubah pola hidrologi pada kawasan tersebut yaitu dari “rural hydrology” menjadi “urban hydrology”. Dengan demikian maka sistem ekologi DAS juga akan berubah.

Secara topografi Kota Gorontalo dikelilingi oleh tiga Daerah Aliran Sungai seluas lebih kurang 3030 km2 (25,5% dari luas Provinsi Gorontalo). Ketiga DAS ini dikenal dengan istilah DAS Limboto-Bolango-Bone (LBB). Adapun luas dari masing-masing DAS yaitu DAS Danau Limboto (890 km2 terdiri atas 7 sub-DAS), DAS Bolango (490 km2 terdiri atas 4 sub-DAS) dan DAS Bone (1320 km2 terdiri atas 7 sub-DAS).

Luas tangkapan hujan DAS Limboto-Bolango-Bone seluas 3030 km2, dimana hilir dari DAS LBB ini adalah Kota Gorontalo seluas 64,79 km2. Secara topografi aliran air dari luasan 3030 km2 menuju ke luasan 64,79 km2 bersifat “bottle neck”. Aliran air hasil tangkapan DAS LBB yang menuju Kota Gorontalo, disalurkan ke Sungai Bone yang bermuara di Teluk Tomini. Debit aliran Sungai Bone sebesar 34,9 m3/detik. Sungai Bone ini juga merupakan hilir dari Sungai Bolango. Debit aliran Sungai Bolango sebesar 11,7 m3/detik. Adapun Sungai Bolango merupakan hilir dari DAS Limboto yang dihubungkan dengan Sungai Tapodu. Adapun debit Sungai Tapodu sebesar 4 m3/detik. Dengan demikian bisa dipastikan bahwa jika debit di Sungai Bone berada pada puncaknya, maka aliran air di Sungai Bolango dan Danau Limboto pasti tertahan. Kejadian ini kemungkinan besar akan menyebabkan terjadinya banjir. Pertemuan antara Sungai Bone, Sungai Bolango dan outlet Danau Limboto yaitu Sungai Tapodu dapat dilihat pada Gambar 1.2.

(4)

4  Gambar 1.2. Peta Sungai Kota Gorontalo

  4 

(5)

  Masalah lainnya adalah kawasan yang terlanda banjir dari tahun ke tahun cenderung bertambah luas dan menggenangi kawasan yang selama ini bebas banjir. Banjir di Kota Gorontalo kemungkinan lainnya disebabkan oleh pendangkalan dan penyusutan luas Danau Limboto. Danau Limboto berfungsi sebagai penampung air yang berasal dari kawasan utara dan kawasan barat Provinsi Gorontalo. Pendangkalan dan penyusutan luas Danau Limboto disebabkan oleh sedimentasi. Besarnya sedimentasi ini dapat dilihat dari perbandingan luas permukaan danau di musim kemarau, luasan danau yang tadinya berkisar 45 km2 berkurang menjadi 30 km2 dan jika terjadi musim penghujan maka luasannya tidak kembali lagi sesuai dengan luasan awal misalnya 45 km2 tadi. Hal ini sesuai dengan kajian Lihawa (2009), bahwa sub DAS Alo-Pohu salah satu sub DAS penyumbang sedimentasi di Danau Limboto.

Menyikapi kondisi banjir di Kota Gorontalo ini, diperlukan pendekatan berdasarkan aspek hidrologi dan aspek geomorfologi serta aspek jaringan drainase. Aspek hidrologi menyangkut curah hujan dan infiltrasi serta tinggi genangan. Tebal Curah hujan didasarkan atas pantuan BMKG Gorontalo melalui stasiun pengukur curah hujan yang melingkupi Kota Gorontalo. Pengukuran laju infiltrasi diperlukan mengingat lambatnya aliran permukaan menuju sungai sebagai tempat pembuangan. Aspek hidrologi lainnya adalah tinggi genangan untuk mengetahui luas cakupan genangan serta kawasan terdampak.

Selain aspek hidrologi yang berhubungan dengan masalah banjir ini adalah aspek geomorfologi. Aspek ini menyangkut bentuklahan, kemiringan lereng, jenis tanah dan tutupan lahan dalam hal menyangkut penggunaan lahan juga sebagai kawasan terdampak banjir. Kemiringan lereng sangat mempengaruhi laju aliran permukaan menuju tempat pembuangan. Aliran permukaan bergerak menurut gaya gravitasi, dimana kecepatannya tergantung dari besarnya kemiringan lereng. Adapun jenis tanah berpengaruh terhadap laju infiltrasi. Tutupan lahan yang menyangkut penggunaan lahan berupa kawasan pemukiman, kawasan pertokoan dan perkantoran, jaringan transportasi seperti jalan dan jembatan, dan kawasan kebun campur seperti

(6)

  sawah, ladang/tegalan, kebun campur dan semak belukar. Selain Aspek hidro-geomorfologi aspek lainnya yang berpengaruh terhadap banjir adalah jaringan eksisting drainase Kota Gorontalo. Jaringan ini berpengaruh terhadap kecepatan aliran permukaan untuk disalurkan ke tempat pembuangan seperti sungai untuk diteruskan ke laut.

1.2 Perumusan Masalah

Topografi Kota Gorontalo berupa dataran rendah hingga cekung yang menurut Seyhan (1977) rentan terhadap banjir. Sementara aliran di kawasan cekungan cenderung bersifat ”bottle neck”. Oleh karena itu banjir di Kota Gorontalo membutuhkan penanganan yang serius. Penanganan ini dibutuhkan mengingat bahwa Kota Gorontalo adalah pusat pemerintahan Provinsi Gorontalo. Penanganan ini membutuhkan kajian tentang tingkat bahaya banjir dipandang dari aspek hidrologi dan aspek geomorfologi. Aspek hidrologi dikaji untuk mengetahui pola perubahan curah hujan penyebab banjir. Adapun tebal curah hujan tahunan di Kota Gorontalo sangat rendah, berkisar 1000 mm - 1280 mm pertahunnya, sementara dibagian timur dalam hal ini DAS Bone curah hujan tahunannya berkisar 1300 mm sampai lebih besar dari 2000 mm.

Aspek hidrologi lainnya yaitu laju infiltrasi air kedalam tanah. Laju infiltrasi perlu dianalisis mengingat bahwa aliran air permukaan di Kota Gorontalo sangat sulit untuk dialirkan. Selain itu tinggi air muka tanah di kawasan penelitian sangat rendah. Tinggi muka air tanah di Kota Gorontalo pada saat musim kemarau kedalamannya berkisar 1–2 meter. Sementara pada saat musim penghujan kedalamannya dari atas permukaan tanah berkisar 0,5–1,5 meter. Berdasarkan kondisi aliran yang sulit keluar untuk menuju laut dan kedalaman muka air tanah yang rendah, kemungkinan besar banyak tanah di Kota Gorontalo yang telah mengalami kejenuhan atau laju infiltrasinya lambat atau sangat lambat. Aspek hidrologi yang berhubungan dengan karakteristik banjir adalah tinggi genangan dan luas genangan serta lama genangan. Tinggi genangan perlu dianalisis mengingat bahwa Danau Limboto sebagai kawasan penampung air, telah mengalami pendangkalan akibat sedimentasi. Akibatnya banyak

(7)

  dataran yang tadinya tidak tergenang menjadi kawasan tergenang. Makin tinggi genangan makin luas cakupan genangannya dan makin lama banjir berlangsung serta makin besar dampak yang ditimbulkan.

Selain kajian hidrologi diperlukan pula kajian geomorfologi. Kajian aspek geomorfologi dibutuhkan karena adanya perubahan tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan secara otomatis juga diikuti perubahan penggunaan lahan. Penggunaan lahan untuk pemukiman, pertokoan, perkantoran dan jalan raya menyebabkan berkurangnya luas kawasan persawahan, tegalan/ladang dan perkebunan serta hutan. Perubahan tutupan lahan dari vegetasi menjadi kawasan terbangun menyebabkan semakin tingginya aliran permukaan. Aliran permukaan terjadi apabila curah hujan telah melampaui laju infiltrasi tanah. Menurut Chow (1988) tingkat aliran permukaan pada kawasan pertokoan adalah 92.5%, kawasan pemukiman 55%, kawasan kosong sekitar 30%, sedangkan kawasan taman, lapangan dan makam sebesar 25% .

Aspek geomorfologi lainnya adalah bentuklahan. Adapun ketinggian tempat Kota Gorontalo berkisar antara 0–500 meter di atas permukaan laut, dengan kemiringan tanah berkisar 0–7% sampai lebih dari 50%. Kemiringan tanah pada kelas 0–7% meliputi luas 3.670,28 Ha atau 56,65% dari luas wilayah Kota Gorontalo, sedangkan yang berlereng lebih dari 40% seluas 2.745,28 ha atau 42,37% dari luas wilayah Kota Gorontalo. Dataran Kota Gorontalo berupa dataran banjir dan dataran aluvial, reliefnya datar dan sangat landai. Kondisi tanahnya berjenis aluvial dan grumosol.

Tingkat bahaya banjir menurut aspek hidrogeomorfologi ini menyebabkan suatu kawasan menjadi rentan. Tingkat kerentanan banjir suatu kawasan merupakan tingkat bahaya banjir hidrogeomorfologi dipandang dari tinggi genangan yang sering melanda kawasan tersebut serta fungsi kawasan tersebut. Berdasarkan uraian latar belakang dan perumusan permasalahan yang ada, maka fokus penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

(8)

  1 Bagaimana karakteristik potensi bahaya banjir menurut satuan pemetaan

hidrogeomorfologi Kota Gorontalo dalam kaitannya dengan aspek hidrologi dan aspek geomorfologi.

2 Bagaimana tingkat kerentanan banjir satuan pemetaan hidrogeomorfologi dan hubungan tingkat kerentanan dengan variabel hidrogeomorfologi dari masing-masing satuan pemetaan

3 Bagaimana zonasi hidrogeomorfologi banjir Kota Gorontalo berdasarkan karakteristik dan penyebab banjir.

4 Bagaimana solusi dan arahan pengendalian Banjir Kota Gorontalo 1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. mengkaji karakteristik potensi bahaya banjir menurut satuan pemetaan

hidrogeomorfologi Kota Gorontalo dalam kaitannya dengan aspek hidrologi dan aspek geomorfologi.

2. mengkaji tingkat kerentanan banjir satuan pemetaan hidrogeomorfologi dan hubungan tingkat kerentanan dengan variabel hidrogeomorfologi dari masing-masing satuan pemetaan.

3. menentukan zonasi hidrogeomorfologi banjir Kota Gorontalo berdasarkan karakteristik penyebab banjir.

4. Menyusun solusi dan arahan pengendalian banjir Kota Gorontalo 1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat akademik ilmiah memberikan rujukan dan masukan bagi penelitian sejenis tentang konsep hidrogeomorfologi (laju infiltrasi, curah hujan, saluran drainas, bentuklahan, lereng dan jenis tanah). Pengambilan sampel laju infiltrasi yang selama ini dilakukan dengan metode ring ganda, dapat dilakukan dengan ring tunggal. Kendala dalam menghitung nilai konstanta “k” pada ring tunggal

(9)

  dapat dilakukan berdasarkan metode trendline option (microsoft exel). Manfaat teoritis lainnya adalah dalam melakukan overlai variabel penyebab dan variabel akibat dapat dilakukan secara bersamaan. Banyaknya variabel dalam mengalisis suatu masalah sering dibatasi karena dalam satu variabel terdapat lebih dari dua kelas. Akibat banyaknya variabel dan kelas-kelas dalam satu variabel, satuan lahan yang terjadi setelah dilakukan overlai sangat banyak. Hal ini bisa diatasi dengan menggunakan pendekatan grid. Pendekatan ini untuk menyederhanakan sekian banyaknya satuan lahan agar dapat dianalisis.

2. Manfaat bagi stakeholder, menjadi bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Gorontalo dalam perencanaan pembangunan di Kota Gorontalo, mengenai peta zonasi potensi bahaya banjir Kota Gorontalo dalam rangka meminimalisir kerugian material dan non material akibat banjir.

3. Memberikan gambaran dalam bentuk peta kondisi kerentanan bahaya banjir di Kota Gorontalo sehingga pengendalian dan penanggulangannya bisa diantisipasi dengan tepat untuk dilaksanakan.

4. Memberikan solusi dan arahan pengendalian tingkat kerentanan dan bahaya banjir berupa peta zonasi pengembangan saluran drainase Kota Gorontalo serta memperkaya khasanah ilmu pengetahuan yang ada terutama di Kota Gorontalo. 1.5 Keaslian Penelitian

Kota Gorontalo pada dasarnya telah berumur lebih dari 200 tahun, tetapi di kota ini penelitian mengenai kondisi fisiknya dari segi hidro-geomorfologi belum pernah dilakukan. Beberapa studi yang pernah dilakukan di Kota Gorontalo adalah kondisi danau Limboto oleh JICA, CIDA, kondisi sedimentasi pada Sungai Alohapohu DAS Limboto oleh Lihawa (2009).

Kajian hidro-geomorfologi banjir di Kota Gorontalo berfokus pada satuan lahan yang merupakan unsur hidrologi dan geomorfologi seperti curah hujan, infiltrasi, bentuklahan, kemiringan lereng, penggunaan lahan dan jenis tanah serta kondisi saluran drainase. Hasil satuan lahan hidro-geomorfologi merupakan overlay

(10)

10 

  dari peta curah hujan, peta laju infiltrasi, peta bentuklahan, peta jenis tanah, peta kemiringan lereng dan peta penggunaan lahan. Overlay ketujuh peta di atas menggunakan pendekatan grid dan di analisis secara deskriptif. Wujud dari kajian berupa peta zonasi kerentanan hidro-geomorfologi banjir di Kota Gorontalo.

Berbagai penelitian dan studi tentang banjir yang telah dilakukan antara lain: Verstappen (1986) mempelajari inundasi serta abrasi di dataran rendah Serang - Juana dengan menginterpretasi foto udara dan survey lapangan serta di analisis secara deskriptif untuk memperoleh karakteristik geomorfik dan diwujudkan dalam bentuk peta geomorfologi. Marfai (2003) mengkaji banjir yang sering sering melanda Kota Semarang baik yang diakibatkan oleh sungai maupun banjir pasang (rob). Penelitian ini diarahkan untuk memodelkan kedua jenis banjir berdasarkan GIS guna pengendalian dan penanggulangan bencana alam. Penelitian ini berupa penelitian lapangan dan akuisisi data spasial dan hidrologi, DEM, penggunaan lahan, dan peta sungai. Analisis dilakukan berdasarkan software hidrologi dan GIS, validasi model berdasarkan iterasi matriks untuk mendapatkan akurasi dan reliabilitas.

Penelitian pemodelan banjir perkotaan di Kota Semarang (Indrawan, dkk., 2011), metode survey, deskriptif dan identifikasi lapangan. Variabel yang digunakan peta topografi, data debit banjir, peta tata guna lahan, peta geologi bersistem, data sistem jaringan drainase, data sedimentasi dasar dan data penurunan tanah. Analisis yang digunakan menggunakan analisis spasial. Hasil penelitian berupa strategi penanggulangan banjir menggunakan beberaa skenario model. Perbedaan penelitian ini dibanding dengan tulisan pada disertasi ini adalah pada variabel data penurunan tanah, peta geologi bersistem dan sedimentasi dasar serta data penurunan tanah. Perbedaan lainnya terletak pada analisis yang digunakan. Tulisan ini analisis berdasarkan analisis spasial, sementara pada tulisan ini anlisis yang digunakan disamping analisis spasial juga menggunakan analisis statistik.

Penelitian analisa daerah potensi banjir di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan menggunakan Citra AVHRR/NOAA-16 (Zubaidah, dkk., 2005). Metode

(11)

11 

  survey dengan penelitian memutakhirkan daerah genangan, menggunakan data DEM (SRTM 90 m) dan menghitung estimasi awan dari data AVHRR/NOAA-16. Analisis spasial dengan hasil penelitian berupa daerah potensi banjir di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan. Penelitian ini menitikberatkan pada besaran awan yang terkumpul sebagai penyebab utama banjir, tanpa melibatkan variabel lainnya. Analisis yang dilakukan juga berupa analisis spasial berupa peta potensi banjir berdasarkan curah hujan di Pulau Sumatera, Jawa dan Kalimantan.

Penelitian yang berkaitan dengan banjir lainnya yaitu kajian penanggulangan banjir di Wilayah Pematusan Surabaya Barat (Saud, 2007), metode yang dilakukan adalah metode survey dan identifikasi lapangan. Variabel yang dianalisis adalah hidrologi dan kapasitas drainase. Hasil yang diperoleh berupa pola agihan hujan, debit rancangan dan kapasitas drainase. Penelitian Saud sejalan dengan Wahjudijanto dan Putra (2007) mengenai study pengendali banjir wilayah Dukuh Menanggal dengan sistem saluran sudetan. Menggunakan metode survai, variabel yang dianalisis adalah debit puncak dengan kapasitas volume saluran. Kedua penelitian ini murni kajian teknik dan berbeda dengan kajian hidrogeomorfologi banjir pada tulisan ini. Tulisan ini lebih ditekankan pada zonasi potensi bahaya dan tingkat kerentanan banjir.

Berikut disajikan beberapa penelitian terdahulu sebagai pembanding untuk mengetahui keaslian penelitian disamping itu beberapa penelitian tersebut menjadi rujukan pada penelitian ini yaitu Dibyosaputra (1984), Dasanto (1991), Gunawan

(12)

12   

NO NAMA

PENELITI Tahun Bidang Ilmu LOKASI TUJUAN PENELITIAN

CARA PENELITIAN DAN ANALISIS

1 2 3 4 5 6

1 Klindao 1983 Geomorfologi Netherlands Klasifikasi kawasan genangan Memetakan Luas genangan Analisis data meteorology

Klasifikasi kerentanan banjir didekati dengan : - Pendekatan Geomorfologi - Pendekatan Pedologi - Pendekatan Tipe Liputan Lahan - Wawancara 2. Dibyosaputra 1984 Geomorfologi

Kudus-Prawata-Welahan Jawa tengah

Menentukan korelasi antara kenampakan geomorfologi yang tertayang pada foto udara dengan bahaya kerentanan banjir

Interpretasi foto udara dan survey lapangan dengan analisis deskriptif.

3 Verstappen 1986 Geomorfologi Dataran rendah Serang- Juana

Mempelajarari inundasi serta abrasi Interpretasi foto udara dan survey lapangan dengan analisis secara deskriptif untuk memperoleh karakteristik geomorfik dan diwujudkan dalam bentuk peta geomorfologi

4 Gunawan 1991 Penginderaan

Jauh

Yogyakarta Menentukan hubungan lingkungan fisik DAS dengan debit, menguji kemiripan sub DAS terhadap perubah-perubah karakteristik fisik DAS

Penerapan Penginderaan jauh untuk menduga debit puncak

5 Dasanto 1991 Geomorfologi Daerah Hilir Sungai Opak DIY

Mengidentifikasi dan klasifikasi satuan-satuan bentuk lahan. Mengetahui agihan dan tingkat kerentanan banjir daerah hilir Sungai Opak.

Metode survei dengan pendekatan geomorfologi.

  12

(13)

13   

Lanjutan Tabel 1.1.

6 Poncowati 1991 Geohidrologi Lereng kaki G. Muria bagian timur hingga daerah pantai

Mengetahui potensi air tanah bebas pada setiap satuan bentuklahan serta memetakan persebarannya

Pengukuran lapangan, uji pemompaan sumur gali, uji kualitas air tanah laboratorium. Analisis dilakukan secara grafis dan deskriptif.

7 Yusup 1999 Geomorfologi Sebagian

Wilayah Kotamadia Semarang

Memetakan kerentanan dan bahaya banjir

Metode survei dengan pendekatan geomorfologi pragmatis, dibantu data iklim, hidrologi, tataguna lahan dan informasi penduduk.

8 Eko 2002 Arkeologi Demak Mencari Jejak Kraton Demak Metode historis dengan data dokumenter dari kitab babad, test pit, bor tanah dan geolistrik. Analisis dilakukan secara deskriptif

9 Marfai 2003 Geomorfologi

bencana

Kotamadia Semarang

Modelling of River and Tidal Flood Hazards in a Waterfront City Case study: Semarang City Central Java Indonesia

Metode model menggunakan sofware hidrologi dan GIS lingkungan. Validasi Model menggunakan iterasi matriks.

10 Nurfaika 2008 Penginderaan Jauh DAS Jene’Berang Sulsel

Pemanfaat Citra Landsat ETM+ dan SIG untuk pendugaan limpasan

Interpretasi citra satelit, survai lapangan, soil investigasi

11 Marfai, dkk 2011 MPPDAS Kota

Pekalongan

Strategi Adaptasi Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana Banjir Pasang Air Laut Di Kota Pekalongan

Interpretasi terhadap persepsi masyarakat, sikap dan strategi adaptasi masyarakat

12 Marfai, dkk 2011 MPPDAS Kota

Pekalongan

Model Kerentanan Wialayah Pesisir Berdasarkan Perubahan Garis Pantai dan Banjir Pasang, (Studi Kasus: Wilayah Pesisir Pekalongan)

Metode yang digunakan Fuzzy set, AHP, MCE, WDS untuk Fasilitas, Transportasi, tarikan oleh penggunaan lahan, CVI.

 

 

  13 

(14)

14   

Lanjutan Tabel 1.1.

13 Arqam Laya 2013 Teknik Sipil Kota Gorontalo 1). mengkaji karakteristik potensi bahaya banjir menurut satuan pemetaan hidro-geomorfologi Kota Gorontalo dalam kaitannya dengan aspek hidrologi dan aspek geomorfologi. 2) mengkaji tingkat kerentanan banjir satuan pemetaan hidro-geomorfologi dan hubungan tingkat kerentanan dengan variabel hidro-geomorfologi dari masing-masing satuan pemetaan. 3) menentukan zonasi hidro-geomorfologi banjir Kota Gorontalo berdasarkan karakteristik penyebab banjir. 4) menyusun solusi dan arahan pengendalian banjir Kota Gorontalo

Interpretasi foto udara, citra satelit dan peta, survey lapangan, soil

investigation, Analisis dilakukan

menggunakan metode statistik, persamaan regresi linier dan analisis tabulasi silang, kemudian diuraikan secara deskriptif

          14 

Gambar

Gambar 1.1 Visualisasi Adaptasi Bangunan Perumahan Terhadap Banjir.

Referensi

Dokumen terkait

Dua hal yang dipelajari penulis dengan pendekatan kemosistematika dalam peng- amatan adalah: (1) ketetapan karakter pada kelompok besar tetumbuhan yang memiliki arti dalam

Penelitian ini berjudul Pola Komunikasi Masyarakat Kampung Bali, yang penelitiannya meliputi wawancara pada Masyarakat Suku Bali di Desa Cipta Dharma atau

Pemodelan penyelesaian permasalahan penjadwalan ujian Program Studi S1 Sistem Mayor-Minor IPB menggunakan ASP efektif dan efisien untuk data per fakultas dengan mata

Pendekatan dapat diartikan sebagai metode ilmiah yang memberikan tekanan utama pada penjelasan konsep dasar yang kemudian dipergunakan sebagai sarana

Audit, Bonus Audit, Pengalaman Audit, Kualitas Audit. Persaingan dalam bisnis jasa akuntan publik yang semakin ketat, keinginan menghimpun klien sebanyak mungkin dan harapan agar

Perbandingan distribusi severitas antara yang menggunakan KDE dengan yang menggunakan suatu model distribusi tertentu dilakukan untuk melihat secara visual, manakah dari

61 Dari pernyataan-pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa dilema yang Jepang alami pada saat pengambilan keputusan untuk berkomitmen pada Protokol Kyoto adalah karena

2011 sangat memberi peluang optimalisasi diplomasi Indonesia dalam berperan memecahkan berbagai masalah yang ada baik di dalam negeri maupun di dalam kawasan