• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Derajat Robekan Perineum Terhadap Skala Nyeri Perineum Pada Ibu Nifas Di Kabupaten Wonogiri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Derajat Robekan Perineum Terhadap Skala Nyeri Perineum Pada Ibu Nifas Di Kabupaten Wonogiri"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

51

Abstract: Perineal Laceration Level, Perineal Pain, Post Partum Mother. Some post partum mothers experienced the perineal laceration because of natural perineal laceration (rupture) or perineal episiotomy. Both of them would be able to cause perineal laceration from mild up to severe level. The level of perineal laceration would influence to perineal pain scale felt by post partum mother. The purpose of this research was to prove the influence of the perineal laceration level to the perineal pain scale on post partum mother. This research was analitical design. The data was analyzed using Paired-samples T-test. The respondents were 59 post partum mothers from Klaten District who experienced perineal laceration but without complication. The result showed the majority of perineal laceration level was 2ᵑᵈ level (89.8%) and the majority of perineal pain scale was mild pain (66.1%). Based on Paired-samples T-test account, the p value was 0.06, p > 0.05 so that it could be concluded that there was no influence of perineal laceration level to the perineal pain scale on post partum moher.

Kata Kunci: Perineal Laceration Level, Perineal Pain, Post Partum Mother

Abstrak: Derajat Robekan Perineum, Nyeri Perineum, Ibu Nifas. Sebagian ibu nifas mengalami robekan perineum karena robekan alami atau tindakan episiotomi, yang pasti akan menyebabkan rasa nyeri perineum. Berat ringannya laserasi robekan perineum menjadi salah satu faktor yang berpengaruh terhadap nyeri perineum yang dirasakan oleh ibu post partum. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh derajat robekan perineum terhadap skala nyeri perineum pada ibu nifas. Jenis penelitian ini adalah analitik dan metode analisis data yang digunakan adalah Uji Paired-samples T-test. Sampel dalam penelitian ini yaitu ibu post partum yang mengalami robekan perineum tapi yang tidak mengalami komplikasi sejumlah 59 orang di BPM wilayah Kabupaten Wonogiri. Hasil penelitian ini menunjukkan derajat laserasi perineum sebagian besar responden adalah derajat 2 sebanyak 53 orang (89.8%); skala nyeri perineum sebagian besar responden adalah nyeri ringan sejumlah 39 orang (66.1%). Berdasarkan hasil uji statistik, p value = 0.06, p > 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara derajat robekan perineum dengan skala nyeri perineum ibu nifas.

Kata Kunci:Derajat Robekan Perineum, Nyeri Perineum, Ibu Nifas. PENDAHULUAN

Fakta menggambarkan bahwa banyak ibu bersalin yang mengalami robekan pada perineumnya. Robekan

tersebut terjadi karena adanya tindakan medis yaitu karena adanya indikasi tertentu atau yang biasa disebut episiotomi. Episiotomi adalah tindakan

(2)

membuat luka perineum yang di sengaja untuk memperbesar muara vagina pada saat perineum dan vagina meregang sebelum keluar kepala bayi, biasanya karena adanya bayi besar. Selain itu luka perineum juga bisa terjadi karena ruptur perineum yaitu karena adanya robekan perineum secara alami yang lukanya tidak teratur, yang disebabkan adanya desakan kepala janin yang terlalu cepat atau bahu pada proses persalinan (Suherni, 2009). Oleh karena itu bentuk luka perineum dibedakan menjadi 2 yaitu bentuk luka perineum ruptur dan episiotomi.

Menurut Henderson (2005) sekitar 85% wanita yang melahirkan spontan pervaginam mengalami trauma perineum berupa 32-33% karena tindakan episiotomi dan 52% merupakan laserasi spontan.

Luka perineum ada yang ringan sampai berat. Luka perineum dibedakan menjadi derajat luka, dari luka derajat 1 sampai luka derajat 4. Tentu saja semakin dalam dan lebar luka perineum akan semakin menyebabkan nyeri.

Luka perineum derajat 1 meliputi mukosa vagina, kulit perineum tepat dibawahnya. Umumnya robekan tingkat 1 dapat sembuh sendiri, penjahitan tidak diperlukan jika tidak perdarahan dan luka dapat menyatu dengan baik (Saifuddin, 2010).

Luka perineum derajat 2 meliputi mucosa vagina, kulit perineum dan otot perineum. Perbaikan luka dilakukan setelah diberi anestesi lokal kemudian otot-otot diafragma urogenitalis

dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutupi dengan mengikut sertakan jaringan - jaringan dibawahnya (Saifuddin, 2010).

Luka perineum derajat 3 meliputi mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum dan otot spingterani eksternal. Pada laserasi partialis denyut ketiga yang robek hanyalah spingter (Saifuddin, 2010).

Luka perineum derajat 4 yaitu pada laserasi yang total spingter recti

terpotong dan laserasi meluas sehingga dinding anterior rektum dengan jarak yang bervariasi (Saifuddin, 2010).

Luka perineum pada kenyataannya sering membuat ibu post partum sangat tidak nyaman bahkan mengalami ketakutan untuk melakukan mobilisasi dini. Padahal mobilisasi dini sangat penting untuk melancarkan pengeluaran lokea, mengurangi infeksi pada luka, mempercepat involusio alat kandungan, melancarkan peredaran darah, mencegah tromboplebitis dan akan mempercepat penyembuhan luka. Selain itu nyeri laserasi perineum akan mengganggu ibu berinteraksi dengan bayinya, membuat ibu lebih rentan terkena infeksi dan

kemungkinan akan menyebabkan

terjadinya perdarahan jika laserasi perineum tidak dipantau dengan baik. Nyeri laserasi perineum jelas akan

menimbulkan dan mempengaruhi

kesejahteraan perempuan secara fisik, psikologis dan sosial pada periode postnatal baik secara langsung maupun dalam jangka panjang (Henderson, 2005). Oleh karena itu akan lebih baik jika ibu bersalin bisa melahirkan tanpa mengalami laserasi perineum.

Luka perineum biasanya dirasakan sangat nyeri oleh ibu nifas tapi ternyata ada juga ibu nifas yang tidak merasakan nyeri meskipun ada laserasi di perineumnya. Hal tersebut terjadi karena ambang nyeri pada setiap orang berbeda beda.

(3)

Nyeri sangat individual, subjektif dipengaruhi oleh kultur, situasi, perhatian dan berbagai variabel psikologi. Ada tiga faktor psikologi yang mempengaruhi dimensi nyeri yaitu sensori diskriminasi, motivasi dan evaluasi kognitif yang akan saling berinteraksi untuk menghasilkan informasi, persepsi yang akan mempengaruhi pola kompleks tentang karakter nyeri. Metode pemeriksaan berdasarkan jawaban klien secara langsung merupakan indikator yang paling dipercaya untuk penilaian intensitas nyeri. Untuk menilai nyeri dapat digunakan beberapa metode, yaitu secara subjektif dan objektif. Untuk penilaian secara subjektif dapat dinilai dengan beberapa pengukuran berdasarkan pertanyaan terhadap klien. Sedangkan penilaian secara objektif adalah penilaian oleh penilai tentang beratnya nyeri yang dirasakan oleh klien atau dengan menilai aktifitas klien (Tamsuri, 2007).

Metode yang biasa digunakan untuk mengukur nyeri ada dua, yaitu unidimensi yang mempunyai satu variabel pengukur intensitas nyeri dan 51 multidimensi. Metode unidimensi adalah Verbal Ratting Scales (VRS), Numerical Rating Scale (NRS), Visual Analogue Scale (VAS). Metode sederhana ini biasa digunakan secara efektif untuk memberikan informasi mengenai nyeri. Selain VAS, skala wajah Wong-Baker juga dapat digunakan untuk menilai nyeri (Tamsuri, 2007).

Pengambilan data skala nyeri pada penelitian ini menggunakan instrumen skala/rentang nyeri Numeric Rating Scale dari 0 - 10.

Bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan yang bertugas menolong

persalinan diharapkan mampu

meminimalkan bahkan mencegah supaya

ibu bersalin tidak mengalami laserasi perineum sehingga saat periode posnatal, ibu tidak perlu merasakan nyeri laserasi perineum.

Survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di Desa Bulusulur, salah satu desa di wilayah Kabupaten Wonogiri, di temukan bahwa dari 10 ibu post partum, 7 orang mengalami luka perineum dengan klasifikasi laserasi dari derajat 1 sampai 2. Pada ibu post partum yang megalami laserasi perineum tersebut, 4 orang meraskan nyeri ringan, 1 orang merasakan nyeri sedang dan 2 orang merasakan nyeri berat. Berdasarkan survey pendahuluan tersebut, penulis tertarik meneliti pengaruh derajat robekan perineum terhadap skala nyeri perineum pada ibu nifas.

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh derajat robekan perineum terhadap skala nyeri perineum pada ibu nifas di wilayah Kabupataen Wonogiri.

Secara umum hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang derajat laserasi perineum dan skala nyeri perineum yang dialami oleh ibu post partum. Secara rinci hasil penelitian ini diharapkan mampu menginspirasi para tenaga kesehatan penolong persalinan terutama bidan untuk meminimalkan dan mencegah terjadinya laserasi perineum saat proses persalinan sehingga nyeri perineum saat masa postnatal dapat dihindarkan demi mewujudkan kesejahteraan fisik dan psikologi ibu post partum beserta bayinya.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah analitik, karena peneliti menguji pengaruh derajat laserasi perineum terhadap skala nyeri perineum pada ibu nifas.

(4)

Sampel dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang mengalami laserasi perineum tapi yang tidak ada kompikasi sejumlah 59 orang.

Lokasi pengambilan data yaitu di beberapa BPM di wilayah Kabupaten Wonogiri.

Instrument dalam penelitian ini adalah lembar observasi untuk mencatat derajat laserasi perineum dan instrumen skala/rentang nyeri Numeric Rating Scale dari 0 - 10.

Analisis data dilakukan dengan menggunakan compare means yaitu uji

Paired-samples T-test. HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian yang berjudul pengaruh derajat laserasi perineum terhadap skala nyeri perineum pada ibu post partum dapat dideskripsikan sebagai berikut:

A. Distribusi Frekuensi Tabel 1

Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Umur N %

< 20 5 8.5

20 - 35 52 88.1

> 35 2 3.4

Total 59 100

Berdasarkan tabel 1 terlihat bahwa karakteristik responden berdasarkan umur, sebagian besar responden berada pada umur reproduksi sehat yaitu antara 20-35 sejumlah 52 orang (88.1 %).

Tabel 2

Distribusi Frekuensi Karakateristik Responden Berdasarkan Paritas

Paritas N %

Primipara 25 42.4

Multipara 34 57.6

Total 59 100

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa karakteristik responden berdasarkan paritas adalah primipara (melahirkan anak yang pertama) sejumlah 25 orang (42.4 %) dan multipara (melahirkan anak yang ke dua, ketiga, dan keempat) sejumlah 34 orang (57.6 %).

Tabel 3

Distribusi Deskriptif Derajat Laserasi Perineum Responden Derajat Luka N % Derajat 1 5 8.5 Derajat 2 53 89.8 Derajat 3 1 1.7 Total 59 100

Berdasarkan tabel 3. Terlihat bahwa sebagian besar derajat laserasi perineum pada responden adalah derajat 2 sejumlah 53 responden (89.8 %).

Tabel 4

Distribusi Deskriptif Skala Nyeri Perineum Responden Skala Nyeri N % Nyeri Ringan 39 66.1 Nyeri Sedang 14 23.7 Nyeri Berat 6 10.2 Total 59 100

Berdasarkan tabel 4. ditunjukkan bahwa skala nyeri perineum responden sebagian besar pada nyeri ringan yaitu sejumlah 39 orang (66.1 %).

B. Hasil Uji Paired-samples T-test Antara Derajat Laserasi Perineum Dengan Skala Nyeri Perineum

Analisis dengan uji Paired-samples T-test menunjukkan p value = 0.06, karena p > 0.05 maka dapat disimpulkan terdapat tidak ada pengaruh derajat robekan perineum terhadap skala nyeri perineum pada ibu nifas.

(5)

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden pada kategori umur reproduksi sehat. Hal tersebut sesuai teori bahwa seorang ibu akan sehat jika melahirkan pada umur antara 20-35 tahun karena pada saat itu organ reproduksi wanita dalam kondisi yang prima untuk menghadapi proses kehamilan dan kelahiran (Manuaba, 2007). Tetapi meskipun sebagian besar responden berada pada rentang umur reproduksi sehat, ternyata tidak mengurangi kejadian laserasi perineum karena sejumlah 53 responden mengalami robekan perineum derajat 2. Robekan perineum derajat 2 meliputi mucosa vagina, kulit perineum dan otot perineum. Perbaikan luka dilakukan setelah diberi anestesi lokal kemudian otot-otot diafragma urogenitalis dihubungkan di garis tengah dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutupi dengan mengikut sertakan jaringan - jaringan dibawahnya (Saifuddin, 2010).

Robekan perineum terjadi bisa disebabkan karena responden saat hamil tidak melakukan pijat perineum sehingga perineum mereka kaku (perineum tidak lentur) dan mudah untuk terjadinya ruptur. Selain itu responden mungkin juga ada yang mengejan tidak sesuai teori sehingga pantat di angkat atau mengejan yang terlalu kuat sehingga menyebabkan robekan jalan lahir saat terdesak oleh kepala janin yang terlalu cepat. Hal ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Saleha (2009).

Berdasarkan skala nyeri perineum, sebagian besar ibu post partum mengalami nyeri ringan (66.1 %). Nyeri ringan ini di identifikasi dengan menggunakan instrumen skala/rentang nyeri Numeric

Rating Scale dari 0 – 10, dimana ibu merasakan nyeri dari skala 1 s/d 3 (Tamsuri, 2007). Hal ini sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh Tamsuri (2007) bahwa nyeri itu sangat individual dan subyektif, akan dipengaruhi budaya dan persepsi seseorang terhadap nyeri. Kemampuan ibu untuk beradaptasi dengan nyeri juga sangat menentukan. Ada ibu yang punya ambang nyeri tinggi sehingga ketika mengalami laserasi perineum derajat 1 saja sudah sangat kesakitan. Sebaliknya ada ibu yang sebenarnya mengalami laserasi derajat 2 tapi tidak mengeluh sangat nyeri pada perineumnya karena ambang nyeri ibu tersebut rendah, dimana kemampuan untuk beradaptasi dengan nyerinya cukup baik.

Selain itu derajat laserasi perineum apakah ringan, sedang atau berat akan berpengaruh terhadap nyeri yang dirasakan ibu. Derajat lasersi perineum ringan tidak akan menimbulkan rasa nyeri yang berat karena luka yang terjadi biasanya hanya pada luka laserasi derajat 1 yaitu robekan yang hanya terjadi pada mukosa vagina, fourchet posterior, dan juga kulit perineum. Pada laserasi derajat 1 biasanya tidak dibutuhkan penjahitan karena luka dapat menutup sendiri dengan perawatan luka yang baik. Pada beberapa kasus, ibu bersalin bisa mengalami laserasi perineum derajat 2 yaitu laserasi mengenai mukosa vagina, fourchet posterior, kulit dan otot perineum. Pada lacerasi derajat 2 ini biasanya perlu dilakukan penjahitan tapi sedikit sehingga tidak akan menimbulkan nyeri berat setelah penjahitan.

Sedangkan laserasi perineum akibat episiotomi biasanya akan menimbulkan laserasi derajat 2, 3 bahkan ada yang sampai derajat 4. Laserasi derajat 3 yaitu luka perineumnya meliputi

(6)

mukosa vagina, kulit perineum, otot perineum dan otot spingterani eksternal. Pada robekan partialis denyut ketiga yang robek hanyalah spingter. Pada laserasi perineum derajat 3 ini dibutuhkan penjahitan (Saifuddin, 2010). Laserasi perineum derajat 3 tersebut terjadi karena tindakan episiotomi dengan indikasi, misalnya adanya bayi besar. Terlebih lagi pada laserasi perineum derajat 4 harus dilakukan penjahitan karena robekan perineumnya adalah robekan yang total dimana spingter recti terpotong dan laserasi meluas sehingga dinding anterior rektum dengan jarak yang bervariasi (Saifuddin, 2010). Pada laserasi derajat 3 dan 4 ini biasanya akan menimbulkan nyeri sedang sampai nyeri berat setelah proses penjahitan. Tetapi pada penelitian ini memang tidak ada ibu nifas yang mengalami robekan perineum derajat 4.

Berdasarkan uji statistik di tunjukkan bahwa p value = 0.06, dimana p > 0.05, sehingga dapat disimpulkan bahwa derajat laserasi perineum tidak mempengaruhi nyeri perineum yang dirasakan ibu nifas. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden pada umur reproduktif sehinga masih memiliki kemampuan yang baik untuk beradaptasi dengan rasa nyeri perineum.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasar hasil analisis data dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Mayoritas responden mengalami laserasi perineum derajat 2, (2) Mayoritas responden mengalami skala nyeri ringan, (3) Tidak ada pengaruh derajat robekan perineum terhadap skala nyeri perineum.

Saran yang diajukan yaitu (1) supaya para penolong persalinan terutama para bidan mengajari ibu hamil untuk

melakukan pijat perineum agar melenturkan perineum; (2) Para ibu bersalin lebih kooperatif dengan para bidan sehingga bisa mengejan sesuai yang di ajarkan oleh bidan dan tidak salah dalam mengejan.

DAFTAR RUJUKAN

Henderson C, Bick D. Perineal care: an in international issue. London: Cromwell Press; 2005.

Henderson, C dan Jones, K. 2006. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta : EGC.

Manuaba, Ida Bagus Gde. 2007. Konsep Obstetri dan Ginekologi Sosial Indonesia. Jakarta : EGC.

Saifuddin. 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : EGC. Saleha, S. 2009. Asuhan Kebidanan pada

Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika.

Suherni. 2009. Perawatan Masa Nifas.

Yogyakarta : Fitramaya.

Tamsuri A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta: EGC

Referensi

Dokumen terkait

Kutipan-kutipan dari Alquran yang berikut ini beserta dengan ringkasan tentang bagaimana kutipan-kutipan tersebut telah mempengaruhi kebijakan Islam yang berlaku sejak abad ke

Pada Gambar 1 hasil uji beda nilai tengah interaksi antara pengaruh umur tukungan dan jenis bahan organik menunjukkan bahwa interaksi umur tanah tukungan 10

Setelah melaksanakan kegiatan penelitian yang merupakan proses dari kegiatan pembelajaran menulis teks eksplanasi dengan menggunakan media filmstrips di kelas XI

Yang dimaksud tunjangan lain yang sah adalah tunjangan yang diberikan kepada Kepala Desa dan Perangkat Desa selain Sekretaris Desa yang berstatus sebagai PNS

kejahatan. c) Orang yang menyuruh melakukan kejahatan. d) Orang yang membujuk orang lain untuk melakukan kejahatan. e) Orang yang membantu untuk melakukan kejahatan.

Sebagai salah satu satuan kerja dibawah Badan Penelitian dan Pengembangan Industri sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya Balai Besar Kulit, Karet dan Plastik

Hubungan Antara Perawatan Luka Perineum, Tarak Makan Dan Persepsi Tentang Tarak Makan Pada Ibu Nifas Terhadap Lamanya Penyembuhan Luka Perineum Di Desa Wukirsari Kecamatan

Robekan yang terjadi bisa ringan (lecet, laserasi), luka episiotomi, robekan perineum spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalis, robekan pada dinding vagina, forniks