• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Pendekatan Kritis untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelas V MIN Kandai II Dompu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Penerapan Pendekatan Kritis untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelas V MIN Kandai II Dompu"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

12

Penerapan Pendekatan Kritis untuk Meningkatkan Kemampuan Berbicara pada Siswa Kelas V MIN Kandai II Dompu

Oleh: Muh. Irfan Gmail: Imuh6179@gmail.com

Abstrak: Peneliti bertujuan mendeskripsikan peningkatan keterampilan berbicara melalui penerapan

pendekatan kritis untuk meningkatkan kemampuan berbicara pada siswa kelas V MIN Kandai II Dompu. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Penelitian tindakan kelas ini akan dilaksanakan dalam dua siklus, pada setiap siklus meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V MIN Kandai II Dompu yang berjumlah 41 Orang. Hasil analisis data pada siklus I dan II yaitu: (1) hasil tes kemampuan berbicara siswa mengalami peningkatan, pada siklus I yaitu 66,75 % dan meningkat pada siklus II menjadi 83%; (2) Skor rata-rata aktivitas kegiatan siswa di siklus I sebesar 71,24% dan pada siklus II rata-rata yang diperoleh siswa meningkat menjadi 85,21%. Dari keseluruhan hasil pada siklus II telah memenuhi criteria yang maksimal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan kritis dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa.

Kata kunci: Penerapan, Pendekatan Kritis, Kemampuan, Berbicara.

---A. Pendahuluan

Mengingat pentingnya public speaking, baik di dalam pembelajaran bahasa

Indonesia khususnya dan umumnya kehidupan sosial maka pembelajaran berbicara harus dilaksanakan atau diadakan oleh Mendikbut dalam kurikulum pendidikan. Berbicara sendiri merupakan keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahuli oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah keterampilan berbicara atau berujar dipelajari. Jadi pembelajaran berbicara ini merupakan kegiatan yang bersifat terampil, seperti terampil berpidato dan lain sebagainya. Pembelajaran berbicara, seperti yang telah disampain di atas harus dijadikan pembelajaran dalam lingkungan sekolah dan diadakan oleh kemendikbut berdasarkan kurikulum pendidikan sekolah dasar tepatnya di SD. Dalam setiap proses pendidikan selalu melibatkan pendidik (guru) dan sisiwa. Oleh karena itu diperlukan hubungan kausalitas (timbal balik) yang baik antara guru dan siswa, sehingga siswa atau peserta didik dapat berperan aktif dalam proses pembelajaran keterampilan

(2)

13

berbicara. Pembelajaraan berbicara pada dasarnya akan melibatkan mental yang dijadikan modal awal siswa untuk terampil berbicara sehingga siswa akan melibatkan kemampuan mental dan kemampuan sosial. Cara guru mengajar melibatkan peranan, inisiatif, dan keikutsertaan siswa yang tinggi dalam menetapkan masalah, mencari informasi, dan menentukan cara pemecahan masalah. Menurut Vallete (dalam Santosa, 2009:34) menjelaskan, berbicara merupakan kemampuan berbahasa yang bersifat sosial. Di mana manusia sebagai makhluk sosial memerlukan hubungan kausalitas dengan manusia lainnya. Hubungan timbal balik dengan manusia lainnya yaitu berupa penyampain isi pemikirannya dan apa yang diinginkan oleh sipenutur sebagai alat untuk menyampaikan pesan moral dan lain sebagainya. Berbicara juga bisa menjadi tindakan secara moril yang akan merubah tatanan sosial masyarakat. Menurut Tarigan (2008: 16-17) Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga maksud umum, yaitu: (1)

memberitahukan dan melaporkan (to inform); (2) menjamu dan menghibur (to entertain);

(3) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (topersuade). Dari gabungan tiga

maksud umum dalam berbicara itu, maka berbicara merupakan alat yang paling berperan aktif dalam kehidupan manusia untuk menyampaikan pesan yang menyangkut masalah sosial. peristiwa proses penyampaian pesan disebut berbicara.

Bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik, baik itu lisan maupun tulisan sehingga manusia dituntut untuk menguasai bahasa Indonesia dengan baik dan benar (Widiyawati, 2008: 1-2).

Berdasarkan observasi awal atau tindakan pra penelitian melalui wawancara dengan guru kelas V MIN Kandai II Dompu, diperoleh informasi bahwa kelas V terdapat dua 2 kelas yaitu V A dan V B. Jadi peneliti menetapkan kelas V B sebagi subjek penelitian sebanyak 41 siswa yang terdiri dari 17 laki-laki dan 24 siswa perempuan. Dalam kelas V B terdapat satu permasalahan dalam proses belajar siswa kuhususnya belajar berbicara. Ketika siswa diminta untuk menanggapi tentang suatu persoalan, jawaban siswa cenderung singkat misalnya setuju atau tidak setuju itu saja yang mampu dijawab oleh siswa tanpa di barengi dengan alasan-alasan rasional lain. Kondisi tersebut menunjukan bahwa siswa kurang komunikatif atau kurang terampil dalam berbicara. Mereka cenderung takut untuk berbicara terampil di depan kelas.

Berdasarkan alasan tersebut, maka guru memerlukan konsep baru untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam hal berbicara agar dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa. Kemudian peneliti melakukan diskusi bersama sebagian guru kelas untuk memecahkan masalah tersebut di ambilah suatu tindakan model pendekatan kritis agar siswa lebih berani dan aktif dalam berbicara.

Oleh karena itu, tujuan penerapan pendekatan kritis ini untuk lebih ditekankan pada aspek keterampilan berbicara. Dengan demikian pembelajaran bahasa Indonesia tidak hanya sekedar mendengarkan guru menerangkan dan memberikan pertanyaan, tetapi siswa juga dapat menjadi sumber dalam menyampaikan gagasan atau tanggapan,

(3)

14

sehingga terjadi interaksi baik antara siswa dengan siswa lain maupun siswa dengan gurunya.

Hal ini diharapkan mampu mengubah paradigma lama dimana siswa hanya menerima materi yang disampaikan oleh gurunya tampa ikut serta untuk memberikan pernyataan dan tindakan dalam berdiskusi di ruangan kelas.

B. Metode Penelitian

Pratindakan ini diawali dengan mengumpulkan data yang ditemukan di sekolah yang berupa wawancara dengan siswa dan guru kelas. penulis juga melakukan tindakan dalam bentuk observasi ketika pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Setelah menemukan masalah maka penulis mulai dengan melakukan tindakan untuk mengatasi masalah tersebut.

Oleh karena itu, penulis menggunakan pendekatan kualitatif karena menggunakan sumber data langsung sebagai latar penelitian.

Data yang diperoleh akan diuraikan dalam bentuk deskriptif berupa kata-kata atau kalimat dan analisis data secara induktif. Penelitian adalah suatu proses, yaitu suatu rangkaian langkah-langkah yang dilakukan secara terencana dan sistematis guna mendapatkan pemecahan masalah atau mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan tertentu (Suryabrata, 2013: 11). Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Menurut Iskandar (2012:21) penelitian tindakan kelas adalah suatu kegiatan penelitian ilmiah yang dilakukan secara rasional, sistematis, dan empiris reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru atau dosen (tenaga pendidik), kolaburasi (tim peneliti) yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan samnpai pada tahap penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar mengajar untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi pembelajaran yang dilakukan.

Penulis melakukan penelitian tindakan kelas ini berdasarkan persoalan yang ril adanya disekolah dan melakukan tindakan secara berkelanjutan dalam bentuk siklus.

Menurut Arikunto (2010:16) penelitian tindakan kelas ini terdiri dari empat tahapan yang lazim dilalui, yaitu: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan, (4) refleksi. Penulis juga terlibat langsung dari awal hingga akhir penelitian dan berkolaburasi dengan guru guna untuk memecahkan masalah. Adapun model penjelasan untuk masing-masing tahap yang akan dilakukan oleh penulis dalam melakukan tindakan penelitian.

Tahap perencanaan, peneliti merencanakan serangkaian kegiatan yang akan

diterapkan di kelas pada saat penelitian berlangsung. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini yaitu membuat rancangan pembelajaran, membuat format observasi, membuat format catatan lapangan, dan lain-lain.

Tahap pelaksanaan tindakan, semua perencanaan yang sudah dirancang terlebi

dahulu akan dilaksanakan dalam lapangan sebagai proses pelaksanaan. Tahap observasi

(4)

15

mencatat hal-hal penting dengan menggunakan pedoman berupa lembar observasi. Adapun yang diamati adalah aktivitas siswa dan guru dalam kelas yang melakukan proses interaksi antara siswa dan guru.

Tahap terakhir yaitu refleksi merupakan kegiatan untuk mengemukakan kembali

apa yang telah dilakukan. Pada tahap ini penulis menyimpulkan data atau hasil yang diperoleh selama proses penelitian berlangsung.

Penelitian ini dilaksanakan di MIN Kandai II pada siswa kelas V B tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 41 siswa. Kompetensi dasar yang menjadi fokus adalah mengomentari persoalan factual disertai alasan yang mendukung dengan memperhatikan pilihan kata dan kesantuan berbahasa dalam berbicara.

Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu: (1) observasi,(2) tes, (3) catatan lapangan, dan (4) wawancara. Berikut ini akan dijelaskan oleh peneliti dari teknik-teknik di atas.

Observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan

pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis (Arikunto, 2012:45). Berdasarakn uraian tersebut, jadi Observasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati secara langsung keadaan proses pembelajaran yang sedang belakngsung. Teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan data observasi berupa catatan lapangan yang digunakan untuk mencatat bagaimana berjalannya proses pembelajaran di kelas. Kegiatan observasi pembelajaran dilakukan oleh peneliti pada saat guru melakukan proses pembelajaran bahasa Indonesia khususnya aspek berbicara.

Tes merupakan teknik yang digunakan untuk menguji subjek untuk

mendapatkan data tentang hasil belajar siswa. tes yang digunakan adalah berupa tes perbuatan. Yang dimaksud dengan tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk perilaku, tindakan, atau perbuatan (Arifin, 2009:149). Jadi, siswa bertindak sesuai dengan apa yang diperintahkan dan ditanyakan.

Catatan lapangan ini digunakan pada tahap observasi untuk mengamati secara

keseluruhan aktivitas siswa dan guru dalam proses pembelajaran yang sedang berlangsung.

Wawancara ini dilakukan untuk mewawancara subjek penelitian. Wawancara

merupakan teknik pengumpulan data kualitatif dengan menggunakan instrument yaitu pedoman wawancara. Pada dasarnya teknik wawancara ini ada dua jenis, wawancara yang terstruktur dan tidak terstruktur. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur. Wawancara terstruktur digunakan sebagai teknik bila pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang informasi apa yang diperoleh (Sugiyono, 2014:138). Oleh karena itu diperlukan instrumen berupa pedoman wawncara yang berisi beberapa pertanyaan tertulis yang telah disusun berdasatkan kebutuhan.

(5)

16

Analisis data digunakan setelah selesai beberapa tindakan. Menganalisis data merupakan suatau langkah yang sangat kritis dalam penelitian. Peneliti harus memastikan pola analisis mana yang akan digunakan, apakah analsis statistik ataukah analisis non-statistik (Suryabrata, 2013: 40). Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari: (1) analisis data kualitatif, dan (2) analisis data kuantitatif. Dalam hal ini peneliti menggunakan analisis deskriptif dengan mencari presentase dan nilai rata-rata.

Proses analisis data dilakukan sejaka awal penelitian sampai pengumpulan data selesai. Menurut Miles & Huberman ( dalam Iskandar, 2012:75) proses analisis data dalam PTK dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu tahap reduksi data, penyajian data, serta pengambilan kesimpulan dan verivikasi data.

Tahap reduksi data merupakan analisis yang menajamkan untuk mengorganisasikan data, sehingga mengikuti simpulan data diverifikasi untuk dijadikan temuan penelitian terhadap masalah yang diteliti (Iskandar, 2012:77). Reduksi data berlangsung selama penelitian di lapangan sampai pelaporan penelitian selesai. Pada tahap ini, peneliti merekam seluruh data di lapangan dalam bentuk catatan lapangan, menafsirkan, dan meneyeleksi masing-masing data yang relevan dengan memperhatikan fokus masalah yang diteliti. Kemudian dilanjutkan dengan meringkas, mengkode, dan menemukan tema.

Tahap penyajian data merupakan kegiatan peneliti dalam menyusun data yang telah dikelompokan berdasarkan fokus penelitian sehingga memberikan gambaran yang mengarah pada pemerolehan jawaban atas permasalahan yang akan diteliti. Data disajikam dalam bentuk teks naratif serta disusun secara sistematis dan simultan. Namun, tidak semua data yang diperoleh selama penlitian dipapar secara keseluruhan. Data yang dipaparkan adalah data yang menjelaskan atau menjawab fokus masalah yang diteliti.

Tahap pengambilan simpulan merupakan tahap kegiatan terakhir. Jadi ditahap ini peneliti melakukan kegiatan menginterprestasikan data untuk mengasilkan suatu temuan atau simpulan sementara. Pada saat merumuskan simpulan sementara, simpulan yang dirumuskan oleh peneliti ini masih berpeluang untuk menerima masukan dan masih dapat diuji kembali dengan data dilapangan, sehingga mencapai suatu kebenaran ilmiah berdasarkan fokus penelitian. Oleh karena itu, kegiatan penyimpulan kemudian diikuti dengan pengecekan keabsahan data. Setelah simpulan sementara tersebut telah diuji kebenarannya, peneliti menarik simpulan dalam bentik deskriptif.

C. Hasil Dan Pembahasan

Untuk melihat kondisi awal sebelum diberikan tindakan, peneliti melakukan pra tindakan dengan mengumpulkan data yang ditemukan di lapangan berupa hasil wawancara dengan guru kelas dan siswa. peneliti juga melakuan observasi ketika proses pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung.

(6)

17

Pada saat proses pembelajaran bahasa Indonesia berlangsung. Sebagaian siswa kurang antusias dalam mengikuti proses belajar mengajar. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya siswa kurangn terampil dalam berbicara ketika proses belajar mengajar berlangsung, misalnya kurangnya siswa untuk bertanya dan memjawab maupun member tanggapan terhadap pertanyaan guru, namun tidak semua siswa kurang aktif ada sebagian siswa juga yang aktif bertanya dan menanggapi hal-hal yang ditanyakan oleh guru sedangkan siswa yang lainnya hanya diam saja. Kemduan siswa kurang memperhatikan ketika guru menjelaskan materi di depan kelas yang sesekali menuliskannya di papan tulis. Dengan hal itu bisa disimpulkan bahwa keterampilan berbicara siswa dalam hal memberikan tanggapan atau komentar, masih tergolong kurang dan bahkan rendah.

Setelah melakukan observasi pada kegiatan pra tindakan, peneliti dan kolaborator mendiskusikan, pendekatan pembelajaran apa yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan berbicara siswa yang bernotabene masih kurang aktif.

Dari hasil pengamatan dan hasil diskusi itu peneliti kemudian menawarkan untuk menggunakan pendekatan kritis agar masalah tersebut dapat terpecahkan.

1. Siklus Pertama

Pelaksanaan tindakan yang dilakukan peneliti dalam siklus I ini selama 4 X35 Menit (2 kali pertemuan). Standara kompetensi yang diharapkan adalah mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan berpidato. Sedangkan kompetensi dasarnya adalah mengomentari persoalan faktula disertai alasan yang mendukung dengan memperhatikan pilihan kata dan kesantunan berbahasa. Pada siklus I ini tema yang diambil adalah “kesehatan”.

Berdasarkan rencana pembelajaran yang telah disusun, pembelajaran menjadi tiga tahap yaitu: (1) kegiatan awal, (2) kegiatan inti, kegiatan inti terdiri (tahap penomoran, tahap pengajuan pertanyaan, tahap berpikir bersama, dan tahap pemberian jawaban), dan (3) kegiatan akhir.

Pada kegiatan awal, guru membuka pelajaran dengan salam, do,a, melakukan presensi, dan dilanjutkan dengan mengatur dan mengondisikan siswa untuk siap menerima pelajaran. Apresepsi dilakukan guru dengan membuka atau melemparkan pertanyaan kepada siswa. siswa Nampak memperhatikan apa yang guru utarakan, semua pnadangan siswa mengarah pada guru. Setelah guru bertanya kepada siswa, siswa akan membuka pikiran untuk memulai atau mengawali berpikir kritis.

Selanjutnya kegiatan inti yang terdiri dari tahap penomoran, tahap pengajuan, pertanyaan, tahap berpikir bersama, dan tahap pemberian jawaban.

Pada tahap penomoran guru guru melakukan pengelompokan yang dikoordinir

menjadi 4-5 orang per kelompok. Setelah itu setiap anggota dalam kelompok tersebut dengan cara siswa berhitung, kemudian setiap siswa berkumpul dengan yang sama-sama memiliki nomor. Misalnya siswa yang menyebutkan nomor satu akan berkumpul

(7)

18

dengan sesama yang nomor satu. Pada tahap ini siswa kurang bisa dikondisikan dengan baik karena ada siswa yang mengeluh, memintah berpindah kelompok.

Pada tahap pengajuan pertanyaan, guru mebagikan lembar kerja kelompok kepada

setiap kelompok siswa yang telah di bentuk untu mengerjakan berupa persialan faktual dengan tema. Selama kegiatan ini berlangsung, seluruh siswa masih menunjukan sifat tertutup dan individual. Dalam arti lain, masih malu untuk bertanya tentang hal yang belum mereka ngerti dalam lembar kerja kelompok tersebut.

Pada tahap berpikri bersama, siswa bersama kelompok yang telah dibagiakan

sebelumnya mendiskusikan lembar kerja kelompok mengenani persoalan faktual dengan tema kesekatan. Siswa diharapkan mampu menemukan dan menceritakan persoalan yang terdapat dalam lembar kerja kelompok siswa. siswa juga diminta agar berlatih bagaimana cara menyampikan komentar (saran atau pendapat) dengan secara kritik. Hanya beberapa siswa yang aktif dalam mengerjakan tugas kelompoknya.

Pada tahap pemberian jawaban, siswa di minta untuk menjawab hasil diskusi

dengan cara guru menyebutkan nomor satu dari kelompok yang terdiri dari 8 kelompok. Berdasarkan lembar kerja kelompok siswa mengomentari persoalan faktual yang diajukan dalam lembar kerja kelompok berupa Tanya jawab secara individual dengan siswa untuk mengetahui sajauh mana kemampuan siswa dalam memahami hasil diskusi yang telah didiskusikan oleh setiap kelompok.

Pada tahap ini dari keseluruhan siswa hanya sebagaian siswa yang memberikan jawaban dan atau memahami hasil diskusi mereka, sebgian besarnya masih gugup untuk menjawab. Mereka merasa kurang percaya dengan diri sendiri sehingga dalam menyampaikan pernyataan masih terbata-bata.

2. Siklus Kedua

Berdsarkan hasil refleksi atau hasil siklus pertama yang menunjukan bahawa siswa masih kurang aktif dalam berbicara, peneliti mengadakan siklus dua untuk meperbaiki kekurangan siswa. jadi tindakan kedua ini tidak jauh berbeda dengan siklus pertama yang dilakukan oleh peneliti. Perbedaan pokoknya adalah pada tema dan penambahan pengamplikasian stategi atau pendekan yang digunakan untuk menyempurnahkan kegitan belajar sebelumnya. Pada siklus II ini peneliti mengambil teman tentang “sosial”. stategi yang dipakai adalah startegi afekti dan kompensasi.

Pelaksanaan tindakan siklus II ini disajikan dalam waktu 4 X 35 menit (2 kali pertemuan). Standar kompetensi yang diharapkan adalah mengungkapkan pikiran dan perasaan secara lisan dalam diskusi dan bermain drama. Sedangkan kompetensi dasarnya adalah mengomentari persoalan faktual disertai alasan yang mendukung dengan memperhatikan pilihan kata dan santun berbahasa. Pada tahap pelaksanaan tindakan siklus II, peran guru dan pembelajaran yang dilaksanakan sama dengan pembelajaran siklus I.

Pada tahap penomoran guru guru melakukan pengelompokan sisuai kelompok

(8)

19

dikondisikan dengan baik karena siswa suda beradaptasi dengan kelompoknya masing-masing saat pembebelajaran siklus I.

Pada tahap pengajuan pertanyaan, sama seperti pada siklus I yaitu guru

membagikan lembaran kerja kelompok kepada setiap kelompok untuk dikerjakan kelompok kepada setiap kelompok untuk dikerjakan berupa persoalan factual dengan tema sosial. selama kegiatan ini berlangsung, seluruh siswa tidak lagi menunjukan sifat tertutup dan individual. Dalam arti lain, siswa sudah tidak merasa malu lagi dalam mengungkapkan hal-hal yang belum belum dimengerti.

Sama halny pada siklus I, tahap berpikr bersama ini siswa bersama kelompok

mendiskusikan lembar kerja kelompok mengenai persoalan factual dengan tema sosial. akan tetapi pada tahap ini menggunakan bantuan stategi kompensasi yaitu beralih kode, meminta bantuan, dan menciptakan kata-kata baru. Siswa diharapkan mampu menemukan dan menceritakan persoalan yang terdapat dalam lembar kerja kelompok tersebut. Siswa juga berlatih bagaimana cara menyampaikan komentar atau kritikan terhadap persoalan.

Dengan adanya bantuan strategi tersebut siswa semakin aktif dalam tahap ini karena tidak ada yang mengandalkan jawaban dari temannya, semua siswa dalam kelompok saling mengungkapkan pendapatnya masing-masing.

Pada tahap pemberian jawaban, prosedur sama dengan tahap pada siklus I.

Berdasarkan lembar kerja kelompok, siswa mengomentari persoalan faktual yang diajukan dalam lembar kerja kelompok berupa Tanya jawab secara individu dengan siswa untuk mengetahui keterampilan siswa dalam berbicara dengan materi mengomentari persoalan faktual, dan apa bila siswa dalam penyampaiannya kurang tepat maka guru dapat mengritik agar siswa dapat memperbaiki konsep pembicaraannya.

Pada tahap ini dari seluruh siswa memberikan jawaban dengan tepat dan tanpa ada rasa ragu, takut, serta gugup. Dengan bantuan startegi tersebut siswa sudah merasa peracaya diri dengan jawaban mereaka akarena sering di kritik dan diperbaiki oleh guru ketika pada tahap sebelumnya itu masih salah dan gugup dalam memberikan pendapat, sehingga dalam berbicara sudah lancar.

3. Hasil Tes Keterampilan Berbicara

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan selama pembelajaran berlangsung baik dari observasi awal maupun sebelum tindakan siklus I, siklus II hingga pada pendekatan kritik yang digunakan, maka dapat disimpulakan bahwa terjadi peningkatan keterampilan berbicara siswa Kelas V MIN Kandai Dua Dompu berikut hasil tes keterampilan berbicara siswa pada siklus I dan siklus II.

(9)

20 Garfik 1

Hasil tes keterampilan bebicara pada sisklus I dan siklus II

Pada siklus I pemerolehan siswa dalam keterampilan berbicara stetalah dilakukan penerapan pendekatan kritik yaitu dari 41 siswa terdapat 15 siswa (36, 58 %) telah berhasil mencapai ketuntasan dan 26 siswa (63,41%) belum mencapai ketuntasan. Pada siklus II preningkatan nilai siswa semakin bertambah 100% sisw telah mencapai ketuntas.

D. Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini dapa

disimpulkan bahawa penerapan pendekatan kritik dapat mingkatkan keterampilan

berbicara siswa kelas V MIN Kandai II Dompu.

Adapun beberapa saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut, (1) bagi siswa, bisa digunakan sebagai alat untuk belajar yang mengembangkan diri dalam hal keterampilan berbicara khususnya pada forum diskusi, sehingga siswa dapat meningkatkan kemampuan berbicaranya, (2) bagi guru bahasa Indonesia, hendaknya dapat mengunakan pendekatan kritik dalam proses belajar mengajar sebagai alternatif dalam pemecahan masalah berbicara karena pendekatan kritik ini dapat meningkatkan kemampuan berbicara siswa, (3) bagi pelaksana peneliti selanjutnya, disarankan untuk mengadakan penelitian pembelajaran berbicara dengan menggunakan model atau pendekatan kritik, dan (4) bagi pembaca, khusus jurusan bahasa Indonesia sebagai informasi tentang peningkatan keterampilan berbicara siswa melalui model pendekatan kritik pada siswa kelas V MIN Kandai II Dompu.

45 40 35 30 25 20 15 10 5 0 Siklus I Siklus II tuntas tidak tuntas

(10)

21

Daftar Rujukan

Arifin, Zainal. 2009. Evaluasi Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, Suharsimi. 2012. Penelitian Tidnakan Kelas Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2010. Metode Penelitian (Studi Pendekatan Praktik). Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Iskandar. 2012. Penelitian Tindakan Kelas. Ciputat: Gaung Persada Press.

Santosa, Puji, dkk. 2009. Materi Pembelajaran Bahasa Indonesia SD. Jakarta: Unversitas Terbuka.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kunatitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suryabrata, Sumadi. 2013. Metode Penelitian. Jakarta: Rajawali Pers. Tarigan. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa

Referensi

Dokumen terkait

Hasil pembelian CP (dalam bentuk hardcopy ) yang telah diperiksa KSEI harus diserahkan oleh Arranger atau Agen Penjualan kepada KSEI dengan menggunakan surat pengantar

2) Alokasi dana untuk OP irigasi Wuno menunjukkan peran yang sangat penting dalam upaya peningkatan produksi padi sawah di Desa Sidera Kecamatan Sigi Biromaru,

Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh dari pemberian perlakuan model pembelajaran inkuiri terhadap hasil belajar dribble sepak bola pada siswa kelas X IPA 04

Demikian pengumuman ini disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Sekayu, 17 Juli 2014 Pejabat

Penolakan/penangguhan sebagaimana dimaksud pada angka 6, dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak permohonan yang masuk dinyatakan memenuhi syarat, khusus bagi

[r]

Vorbind in general, timpul trecut perfect e folosit pentru actiuni care au avut loc in trecut si care au fost terminate, pe cand imperfectul e folosit pentru actiuni din trecut care

Hyc1 contained medium are important in cell adhesion and proliferation of primary MSC, they maybe showed the similar pattern in secondary cultured MSC.. These primary