• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Provinsi di Pulau Sulawesi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Provinsi di Pulau Sulawesi"

Copied!
156
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (SE) Jurusan Ilmu Ekonomi

Pada Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar

Oleh: ANGGA NIM: 90300114033

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

UIN ALAUDDIN MAKASSAR

(2)
(3)
(4)

ِْيِحَّرلا ِن ْحَّْرلا ِالله ِم ْسِب

Puji syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan

judul “Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Provinsi Di Pulau

Sulawesi” sebagai salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Saya menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini banyak mendapat bimbingan, dukungan, dan motivasi dari berbagai pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penyusun ingin menyampaikan rasa terima kasih atas sumbangsih pemikiran, waktu dan tenaga serta bantuan moril dan materil khususnya kepada orang tua penulis Ayahanda Alm. Muh. Sijid dan Ibunda Marna yang telah mendidikku, menyekolahkanku serta tiada henti dalammemberikan cinta, kasih sayang dan doa, yang telah banyak membantu baikberupa dukungan materil maupun moril dan doa yang senantiasa menyertai penyusun sehingga dapat menyelesaikan proses perkuliahan ini dengan baik sertakupersembahakan karya kecil ini sebagai hadiah

yang dapat anakmu persembahakan untuk membuat kalian tersenyum, bangga di

hari tua dan sebagaibalasan atas kerja keras kalian selama ini. Dan tak lupa juga saya menyampaikan penghargaan dan ucapan terimakasih kepada:

(5)

Makassar dan para pembantu Rektor serta seluruh jajaran yang senantiasa mencurahkan dedikasinya dengan penuh keikhlasan dalam rangka pengembangan mutu dan kualitas UIN Alauddin Makassar.

2. Bapak Prof. Dr. H. Ambo Asse, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan

Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

3. Bapak Dr. Alim Syariati, SE.M.Si selaku dosen pembimbing 1 dan Bapak Abdul Rahman, S.Pd.,M.Si, selaku dosen pembimbing 2 yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, motivasi, masukan-masukan dan saran yang sangat berguna bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Siradjuddin, SE.M.Si selaku ketua jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

5. Ibu Nurmiah Muin, S.Ip.M.M selaku Kabag Akademik yang telah

memberikan pengarahan dan motivasi kepada saya selama menjalani studi di Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

6. Seluruh Dosen Dan Staf Pengajar Jurusana Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman yang bermanfaat bagi saya . 7. Kakek dan Nenek tersayang Dg. Pasere dan Sahana yang telah banyak

berkorban demi keberhasilan saya selama menjalani studi dari SD sampai Perguruan Tinggi.

(6)

sumbangsih baik moril maupun materiil selama saya menjalani studi hingga penyusunan skripsi ini.

9. Kakak tersayang Fitriani dan Dedi yang senantiasa memberikan perhatian, support dan menjadi kakak yang terbaik bagiku,

10. Kedua adikku tersayang Santi, dan Sulistiawati yang senantiasa memberikan semangat dan menjadi adik yang terbaik.

11. Syarifuddin,S.E dan Safri Baharuddin,SM yang telah banyak membantu saya dalam penyelesaian Skripsi ini.

12. Hikmawati, Aprisal dan Rahimsyah yang telah banyak memberikan support dan doa selama saya menyelesaikan skripsi ini.

13. Keluarga KECE Kak Rina Taria S.Pd. Lilis Arianti, Kahar, Intan, Nurlini, Ibrahim, Anggar Putra dan adik-adik KECE lainnya yang tidak sempat saya sebutkan satu-persatu namanya yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat, terimah kasih atas kesabaran kalian menjalani suka duka dalam menjalin kekeluargaan di perantauan selama ini.

14. Sahabat C.O Humaedah, S.Pd.I, Nurfadillah, Tri Sutrisno,S.Sos dan Ahmad Wahab terimah kasih atas kenangan yang indah selama dikampus.

15. Awardee Bidikmisi UIN Alauddin Makassar yang telah banyak memotivasi

dan menjalani aktivitas selama menjalani studi di kampus.

16. Teman-Teman Kerukunan Mahasiswa Amali-Bone yang telah memberikan

(7)
(8)

i

DAFTAR ISI

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

ABSTRAK ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1-10 A.Latar Belakang Masalah ... 1

B.Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 9

D.Kegunaan Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11-52 A.Landasan Teori... 11

1. Pembangunan Ekonomi ... 11

2. Pembangunan Ekonomi Daerah ... 14

3. Pertumbuhan Ekonomi... 16

4. Ketimpangan Pembangunan ... 18

5. Hipotesis Kuznets ... 27

6. Aglomerasi ... 29

7. Tingkat Pengangguran Terbuka ... 30

8. Desentralisasi Fiskal ... 31

9. Investasi ... 33

10.Pengaruh Antar Variabel... 34

B.Penelitian Terdahulu ... 39

C.Kerangka Fikir ... 46

D.Hipotesis ... 48

BAB III METODE PENELITIAN... 53-67 A.Jenis Penelitian... 53

(9)

ii

C.Metode Pengumpulan Data ... 54

D.Metode Analisis Data ... 55

E.Defenisi Operasional Variabel ... 64

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 68-124 A.Gambaran Umum Penelitian ... 68

B.Deskripsi Antar Variabel ... 84

1. Aglomerasi ... 84

2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) ... 86

3. Desentralisasi Fiskal ... 98

4. Investasi ... 90

C.Hasil Pengolahan Data ... 92

1. Ketimpangan Pembangunan ... 92

2. Kurva U-Terbalik ... 95

3. Uji Asumsi Klasik ... 98

4. Analisis Regresi Berganda ... 105

5. Koefisien Korelasi dan Koefisien Determinasi ... 109

6. Uji Hipotesis ... 110

D.Pembahasan ... 114

1. Ketimpangan Pembangunan ... 114

2. Hipotesis Kuznet ... 115

3. Pengaruh Aglomerasi, Tingkat Pengangguran Terbuka, Desentralisasi Fiskal, dan Investasi terhadap Tingkat Ketimpangan Pembangunan ... 117 BAB V PENUTUP ... 125-127 A.Kesimpulan ... 125 B.Saran ... 126 DAFTAR PUSTAKA ... 128-132 LAMPIRAN RIWAYAT PENULIS

(10)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 Antar Provinsi Di Pulau Sulawesi

Tahun 2012-2016 ... 4

2.1 Kriteria Penilaian Tingkat Desentralisasi Fiskal... 33

2.2 Penelitian Terdahulu ... 42

4.1 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka Antar Provinsi Di Pulau Sulawesi Tahun 2011-2016 ... 87

4.2 Perkembangan PMTB Menurut Harga Konstan Antar Provinsi Di Pulau Sulawesi Tahun 2011-2016 ... 91

4.3 Hasil Perhitungan Indeks Intropi Theil Antar Provinsi Di Pulau Sulawesi Tahun 2011-2016 ... 93

4.4 Pertumbuhan Ekonomi Dan Ketimpangan Pembangunan Di Pulau Sulawesi Tahun 2011-2016 ... 95

4.5 Hasil Uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test... 99

4.6 Hasil Uji Multikolinieritas ... 102

4.7 Hasil Uji Autokorelasi ... 104

4.8 Hasil Uji Heteroskedasitisitas- Metode Glejser ... 105

4.9 Hasil Analisis Regresi ... 106

4.10 Hasil Uji Koefisien Korelasi (R) Dan Koefisien Determinasi (R2) ... 109

4.11 Hasil Uji Simultan – Uji F ... 110

(11)

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1.1 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Sulawesi Barat

Tahun 2014-2016 ... 34 2.1 Kerangka Pikir ... 48 4.1 Peta Pulau Sulawesi ... 69 4.2 Perkembangan Aglomerasi Antar Provinsi Di Pulau Sulawesi

Tahun 2011-2016 ... 85 4.3 Perkembangan Desentralisasi Fiskal Antar Provinsi

Di Pulau Sulawesi Tahun 2011-2016 ... 89 4.4 Kurva Hubungan Indeks Intropi Theil Dan Pertumbuhan Ekonomi

Di Pulau Sulawesi ... 98 4.5 Hasil Uji Normalitas – Histogram ... 100 4.6 Hasil Uji Normalitas – Normal Probability Plot ... 101

(12)

v

ABSTRAK

Nama : Angga

Nim : 90300114033

Judul Skripsi : Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Provinsi

Di Pulau Sulawesi

Ketimpangan merupakan permasalahan yang harus diperhatikan dalam proses pembangunan di setiap wilayah terutama di Pulau Sulawesi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketimpangan di Pulau Sulawesi, membuktikan hipotesis Kuznets, serta menganalisis pengaruh aglomerasi, tingkat pengangguran terbuka, desentralisasi fiskal, dan investasi terhadap ketimpangan pembangunan di Pulau Sulawesi.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang bersifat deskriptif dan inferensial dengan menggunakan data sekunder berupa data time series selama 6 tahun dan data cross section 6 Provinsi Di Pulau Sulawesi. Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif dan regresi data panel.

Hasil penelitian menunjukkan selama periode penelitian tahun 2011-2016, terjadi ketimpangan yang bisa dikatakan tergolong rendah walaupun cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya di Pulau Sulawesi menurut Indeks Intropi Theil. Akibatnya terbukti Hipotesis Kuznets berlaku di Pulau Sulawesi yang ditandai dengan adanya kurva U-terbalik. Variabel aglomerasi, tingkat pengangguran terbuka, desentralisasi fiskal, dan investasi secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap ketimpangan pembangunan di Pulau Sulawesi. Aglomerasi berpengaruh signifikan, sedangkan tingkat pengangguran terbuka, desentralisasi fiskal, dan investasi tidak berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pembangunan di Pulau Sulawesi.

Kata Kunci : Aglomerasi, Tingkat Pengangguran Terbuka, Desentralisasi Fiskal,

(13)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pembangunan ekonomi yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan struktur ekonomi yang ditandai dengan adanya industri yang maju dan didukung oleh sektor pertanian yang kuat. Pembangunan ekonomi sendiri merupakan usaha-usaha yang dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat yang biasanya diukur dengan ukuran peningkatan pendapatan perkapita, selain untuk meningkatkan pendapatan perkapita pembangunan ekonomi juga ditujukan untuk peningkatan produktivitas. Dalam jangka panjang suatu pembangunan ekonomi akan menghasilkan perubahan struktur ekonomi dari tradisional menuju modern, dimana sektor primer yang merupakan sektor yang sangat tergantung pada alam akan tergeser oleh sektor- sektor non primer seperti industri dan jasa yang menjadi sektor unggulan.

Menurut Todaro (2006), Pembangunan menjadi suatu proses kegiatan yang dianggap penting dan wajib dilaksanakan oleh semua negara, karena globalisasi yang disertai dengan kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan telah berdampak pada perubahan dalam semua aspek kehidupan manusia. Sehingga dalam proses pembangunan harus mencakup seluruh aspek baik ekonomi maupun sosial. Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian

(14)

2

yang serba lebih baik.

Terdapat tiga nilai pokok keberhasilan suatu pembangunan ekonomi menurut Todaro (Arsyad, 2005), yaitu berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (basic needs), meningkatkan harga diri (self-esteem) sebagai manusia dan meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia. Namun dalam pembangunan tidak selalu bisa mencapai pemerataan. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara beberapa daerah lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Daerah-daerah tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama disebabkan oleh karena kurangnya sumber-sumber yang dimiliki, adanya kecenderungan peranan modal memilih daerah perkotaan atau daerah yang telah memiliki fasilitas seperti prasarana perhubungan, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, perbankan, asuransi, juga tenaga kerja yang trampil.

Untuk mewujudkan pembangunan yang merata dan berkeadilan, pemerintah gencar membangun infrastruktur di berbagai wilayah di Pulau Sulawesi. Dengan begitu, geliat perekonomian tidak hanya berpusat di Pulau Jawa. Di Pulau Sulawesi tersebut dibangun jalur kereta api Makassar-Parepare sepanjang 145 Kilometer yang dapat meningkatkan konektivitas antarwilayah. Ada juga pembangunan bendungan ladongi di Kolaka Timur yang memiliki fungsi sebagai pengairan, sumber listrik, dan alternatif wisata. Infrastruktur lainnya antara lain pembangunan bandara Miangas di Kepulauan Talaud serta jalan tol yang menghubungkan Manado sampai Bitung sepanjang 39,9 kilometer. Dengan

(15)

berbagai infrastruktur tersebut dapat mendukung kegiatan ekonomi utamanya pertumbuhan ekonomi di Pulau Sulawesi.

Menurut Dwiyani (2017), mengatakan bahwa dalam pelaksanaan pembangunan sangat sering mengalami perdebatan antara mengutamakan efisiensi dan pertumbuhan. Dimana satu pihak dengan efektivitas dan pemerataan dipihak lain. Tolak ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Akan tetapi pada kenyataannya pertumbuhan ekonomi tidak selamanya diikuti pemerataan secara memadai.

Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator kesejahteraan masyarakat pada suatu daerah. Apabila pertumbuhan ekonomi suatu daerah meningkat diharapkan dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat. Sejalan dengan Hipotesis Kuznet mengenai kurva U-Terbalik, dimana pada tahap-tahap pertumbuhan awal distribusi pendapatan cenderung memburuk, namun pada tahap-tahap berikutnya hal tersebut akan membaik. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dimana pada saat pertumbuhan ekonomi suatu daerah meningkat akan mengurangi ketimpangan di dalam daerah tersebut, akan tetapi pertumbuhan ini harus diimbangi dengan pemerataan pendapatan per kapita bagi seluruh masyarakat daerah tersebut.

Menurut Lili (2008), untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan pertumbuhan ekonomi yang meningkat dan distribusi pendapatan yang merata. Pertumbuhan ekonomi ini diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan laju pertumbuhannya atas dasar harga konstan. Pertumbuhan ekonomi

(16)

yang cepat akan menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan hal ini dikarenakan tidak memperhatikan apakah pertumbuhan tersebut lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk atau perubahan struktur ekonomi. Menurut Angelia (2010), mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi di ukur dengan Produk Domestik Bruto (PDRB) dan laju pertumbuhannya atas dasar harga konstan. Ekonomi suatu daerah dikatakan mengalami pertumbuhan yang berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi tidak selamanya didikuti dengan pemerataan.

Adapun perkembangan PDRB atas dasar harga konstan 2010 antar provinsi dipulau Sulawesi dapat dilihat pada tabel 1.1 sebagai berikut:

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2010 Di Pulau Sulawesi Tahun 2012-2016

Tahun PDRB (Miliar Rupiah) Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat 2012 58,677.59 62,429.53 202.184,59 59,785.40 17,987.07 20,786.89 2013 62,422.59 68,191.86 217,589.17 64,268.71 19,367.57 22,227.39 2014 66,360.76 71,676.65 233,998.74 68.290,56 20,775.70 24,200.11 2015 70,425.14 82,829.23 250,729.56 72,988.30 22,070.45 25,983.38 2016 74,771.07 91,070.55 269,338.55 77,739.54 23,503.15 27,550.26

(17)

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa selama periode tahun 2012 sampai 2016, PDRB di Pulau Sulawesi mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun ke tahun. Meskipun demikian, pola pertumbuhannya tidak seragam dimana Provinsi Sulawesi Selatan menjadi leader diantara lima Provinsi yang lain dalam satu kesatuan Pulau Sulawesi yang ditujukan dengan besarnya nilai PDRB yang dimilikinya sedangkan nilai PDRB terkecil terdapat pada Provinsi Gorontalo. PDRB dapat digunakan untuk menghitung tingkat pertumbuhan ekonomi suatu daerah dengan adanya pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Gambar 1.1 Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto Di Pulau Sulawesi Tahun 2014-2016

Sumber: Sulawesi Selatan dalam Angka, 2018

Gambar 1.1 menunjukan bahwa pada periode tahun 2014 sampai 2016, laju pertumbuhan PDRB antar Provinsi di Pulau Sulawesi cenderung mengalami fluktuatif dari tahun ke tahun, hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan ekonomi tidak terjadi secara merata dan bisa jadi disebabkan karena kontribusi seluruh masyarakat. Melihat keadaan tersebut menandakan masih terjadinya

5,07 15,56 9,98 6,317,546,267,27 6,127,176,886,23 6,177,416,516,52 8,88 7,37 6,03 0 5 10 15 20 2014 2015 2016

Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat

(18)

ketimpangan antar Provinsi di Pulau Sulawesi. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pertumbuhan yang tinggi disuatu wilayah tidak mencerminkan kesejahteraan yang merata bagi seluruh masyarakat wilayah tersebut juga meningkat. Selain itu, tingkat pertumbuhan ekonomi yang cepat tidak dengan sendirinya diikuti oleh pertumbuhan atau perbaikan distribusi keuntungan bagi segenap penduduk (Todaro, 2004).

Ketimpangan yang terjadi di pulau Sulawesi ini di sebabkan oleh banyak faktor. Seperti pada teori Myrdal dalam Jhingan (1990), ketimpangan wilayah berkaitan erat dengan sistem kapitalis yang dikendalikan oleh motif laba. Motif laba inilah yang mendorong berkembangnya pembangunan terpusat di wilayah-wilayah yang memiliki harapan laba tinggi, sementara wilayah-wilayah yang lainnya tetap terlantar. Menurut Myrdal, ketidakmerataan pembangunan yang mengakibatkan ketimpangan ini disebabkan karena adanya dampak balik (backwash effect) yang lebih tinggi dibandingkan dengan dampak sebar (spread effect). Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dampak balik pada suatu wilayah salah satunya investasi. Investasi merupakan perpindahan modal dimana cenderung meningkatkan ketimpangan regional. Di wilayah maju, permintaan yang meningkat akan merangsang investasi yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya. Lingkup investasi yang yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang (Myrdal dalam Jhingan, 1990). Kelangkaan modal ini akan menyebabkan ketimpangan antara wilayah yang maju dangan wilayah terbelakang.

(19)

Selain investasi, terkonsentrasinya suatu kegiatan ekonomi pada suatu daerah tertentu secara langsung akan berdampak pada ketimpangan pendapatan antar daerah sehingga tercipta suatu kondisi dimana daerah yang menjadi pusat konsentrasi kegiatan ekonomi akan lebih mampu memberikan pendapatan yang lebih tinggi kepada masyarakatnya sehingga masyarakatnya relatif lebih makmur, dibandingkan dengan daerah yang bukan merupakan pusat kegiatan ekonomi yang hanya mampu memberikan pendapatan yang rendah sehingga tingkat kemakmuran masyarakatnya relatif rendah.

Menurut Sjafrizal (2008), bahwa ketimpangan pembangunan juga dapat dilihat secara vertikal yakni perbedaan pada distribusi pendapatan serta secara horizontal yakni perbedaan antara daerah maju dan terbelakang. Ketimpangan pada dasarnya disebabkan adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing daerah. Akibat dari perbedaan ini kemampuan suatu daerah dalam proses pembangunan juga menjadi berbeda, oleh karena itu tidaklah mengherankan bilamana pada suatu daerah biasanya terdapat daerah maju (developed region) dan daerah terbelakang (underdeveloped region).

Menurut Kuncoro (2004), bahwa daerah yang memiliki tingkat aglomerasi rendah akan membuat daerah tersebut semakin terbelakang. Disamping itu, penetapan kebijakan desentralisasi fiskal dimana pemerintah diberikan wewenang untuk mengatur dan mengurus daerahnya sendiri diharapkan dapat mengurangi ketimpangan daerah. Desentralisasi tidak hanya dikaitkan dengan gagalnya perencanaan terpusat dan populernya strategi pertumbuhan dengan pemerataan,

(20)

tetapi juga adanya kesadaran bahwa pembangunan adalah suatu proses yang kompleks dan penuh ketidakpastian yang tidak mudah dikendalikan dan direncanakan dari pusat.

Disamping itu, dalam proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi suatu negara dan daerah kondisi demografis sangat berkaitan. Perbedaan tingkat pertumbuhan dan perbedaan struktur kependudukan dan perbedaan kondisi ketenagakerjaan termasuk didalamnya adalah tingkat pengangguran menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar daerah. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi begitupun dengan sebaliknya. Lesman (2006), melihat bahwa kondisi demografis dari sisi pengangguran suatu daerah yaitu jika tingkat pengangguran suatu daerah tinggi akan menyebabkan semakin tinggi nya ketimpangan daerah tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, maka informasi mengenai ketimpangan pembangunan ekonomi antar Provinsi di pulau Sulawesi sangat penting diperlukan untuk mendukung kebijakan ekonomi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Ketimpangan Pembangunan Ekonomi Antar Provinsi Di Pulau Sulawesi”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

(21)

2. Apakah ada pengaruh aglomerasi terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Pulau Sulawesi?

3. Apakah ada pengaruh tingkat pengangguran terbuka terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Pulau Sulawesi?

4. Apakah ada pengaruh desentralisasi fiskal terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Pulau Sulawesi?

5. Apakah ada pengaruh investasi terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Pulau Sulawesi?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dengan melihat permasalahan diatas adalah: 1. Untuk membuktikan apakah hipotesis Kuznets berlaku di Pulau Sulawesi. 2. Untuk mengetahui pengaruh aglomerasi terhadap tingkat ketimpangan

pembangunan di Pulau Sulawesi.

3. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pengangguran terbuka terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Pulau Sulawesi.

4. Untuk mengetahui pengaruh desentralisasi fiskal terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Pulau Sulawesi.

5. Untuk mengetahui pengaruh investasi terhadap tingkat ketimpangan pembangunan di Pulau Sulawesi.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun Kegunaan dari penelitian ini diharapkan untuk dapat dijadikan sebagai:

(22)

1. Secara teoritis sebagai suatu karya ilmiah yang dapat menunjang perkembangan ilmu pengetahuan dan sebagai bahan masukan yang dapat mendukung bagi peneliti maupun pihak lain yang ingin melakukan penelitian mengenai ketimpangan pembangunan khususnya yang berada di Pulau Sulawesi.

2. Secara praktis sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi pihak pemerintah dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan masalah ketimpangan pembangunan yang terus menerus terjadi di Indonesia khususnya antar Provinsi di Pulau Sulawesi. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah untuk mengambil solusi yang tepat dan baik guna memecahkan masalah ketimpangan pembangunan.

(23)

11

TINJAUAN TEORITIS

A. Landasan Teori

1. Pembangunan Ekonomi

Menurut Sukirno (2011), pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi. Pembangunan tidak hanya menganalisis masalah perkembangan pendapatan nasional, tetapi juga kepada modernisasi kegiatan ekonomi seperti kepada usaha merombak sektor pertanian yang tradisional dan masalah percepatan pertumbuhan ekonomi serta masalah pemerataan pembagian pendapatan. Perbedaan penting lainnya dalam pembangunan ekonomi yaitu tingkat pendapatan perkapita yang secara terus menerus mengalami peningkatan, sedangkan pertumbuhan ekonomi belum tentu diikuti oleh kenaikan pendapatan perkapita.

Pada saat terjadi kegiatan ekonomi masyarakat mengalami peningkatan, maka terjadi pula pertambahan penduduk. Oleh karena itu, pertambahan kegiatan ekonomi ini digunakan untuk mempertinggi kesejahteraan ekonomi masyarakat. Apabila pertambahan GDP/GNP lebih rendah dibandingkan pertambahan penduduk maka pendapatan per kapita akan tetap sama atau cenderung menurun. Ini berarti bahwa pertambahan GDP/GNP tidak memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi. Sejalan dengan pendapat Kuncoro (2006), yang mengatakan bahwa pembangunan ekonomi merupakan suatu proses pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama kurun waktu panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup dibawah garis kemiskinan absolut. Laju pembangunan ekonomi suatu

(24)

negara ditunjukkan dengan menggunakan tingkat pertambahan Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Bruto atau GDP). Namun demikian, cara tersebut memiliki kelemahan karena cara itu tidak secara tepat menunjukkan perbaikan kesejahteraan masyarakat yang dicapai.

Menurut Todaro (2006), mengatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang bersifat multidimensional, yang melibatkan kepada perubahan besar, baik terhadap perubahan struktur ekonomi, perubahan sosial, mengurangi atau menghapus tingkat kemiskinan, mengurangi ketimpangan, dan pengangguran dalam konteks pertumbuhan ekonomi. Pembangunan merupakan kenyataan fisik sekaligus keinginan suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian proses sosial, ekonomi, dan institusional demi mencapai kehidupan yang lebih baik. Keberhasilan pembangunan ditunjuukkan oleh tiga nilai pokok yaitu:

a. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang kebutuhan hidup yang pokok seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan perlinduangan keamanan.

b. Peningkatan standar hidup layak tidak hanya berupa peningkatan pendapatan, tetapi juga meliputi penambahan penyediaan lapangan kerja, perbaikan kualitas pendidikan, serta peningkatan perhatian atas nilai-nilai cultural dan kemanusiaan, yang semuanya itu tidak hanya memperbaiki kesejahteraan materil, melainkan juga menumbuhkan harga diri pada pribadi dan bangsa yang bersangkutan.

(25)

c. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu serta bangsa secara keseluruhan, yakni dengan membebaskan masyarakat dari sifat ketergantungan, bukan hanya terhadap orang atau Negara lain, namun juga terhadap setiap kekuatan yang berpotensi merendahkan nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam pandangan ekonomi Islam, yang menjadi titik berat dari pembangunan tidak terletak pada materi yang dimilki oleh suatu negara ataupun individu. Pembangunan ekonomi dalam Islam tidak hanya berpusat pada dunia namun juga pada akhirat, sehingga pembangunan tidak hanya dilihat dari materi yang merupakan ukuran dunia. Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-Jumu’ah/62;10 yang berbunyi:

اَذِإَف

ِتَي ِضُق

ُة ٰوَلَّصلٱ

َف

او ُرِشَتنٱ

يِف

َ ۡلٱ

ِض ۡر

َو

اوُغَتۡبٱ

ِل ۡضَف نِم

َِّللّٱ

َو

او ُرُكۡذٱ

ََّللّٱ

ا ٗريِثَك

َنوُحِلۡفُت ۡمُكَّلَعَّل

١٠

Terjemahnya:

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung”.

Pada ayat yang ke 10, menurut Taufik Chandra dan Amiruddin K (Syaripuddin, 2017), ditegaskan apabila ibadah shalat telah dilaksanakan maka kita diperuntukkan untuk melanjutkan aktivitas untuk mencari karunia Allah. Hal ini memberi pengertian bahwa kita tidak boleh malas, karena rezeki Allah tidak datang dengan sendirinya. Potensi akal yang dimiliki oleh manusia hendaknya menjadi modal utama untuk meningkatkan produktivitas kerja secara kreatif dan inovatif agar hidupnya lebih berkualitas. Umat Islam yang telah selesai menunaikan shalat

(26)

diperintahkan oleh Allah untuk berusaha atau bekerja agar memperoleh karunia-Nya seperti ilmu pengetahuan, harta benda, kesehatan, dan lain sebagainya.

Kaum muslimin dituntut oleh agamanya agar selalu mengingat Allah kapanpun dan dimanapun mereka berada serta selalu mengacu pada QS Al-Jum’ah ayat 10 yaitu senantiasa melakukan kedisplinan dalam menunaikan ibadah wajib seperti bekerja keras, belajar dengan sungguh-sungguh, dan mempersiapkan untuk kehidupan di akhirat kelak. Manusia dalam ayat ini diperintahkan agar melakukan keseimbangan antara kehidupan didunia dengan melaksanakan ibadah ritual dan juga giat bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup.

2. Pembangunan Ekonomi Daerah

Menurut Amalia (2007), mengartikan bahwa pembangunan ekonomi sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat. Dimana kenaikan pendapatan per kapita merupakan suatu pencerminan dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Selanjutnya menurut sukirno (2011), mengartikan pembangunan ekonomi sebagai serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan semakin banyak dan semakin berkembang, taraf pendidikan semakin tinggi dan teknologi semakin meningkat, sehingga implikasi dari perkembangan ini diharapkan kesempatan kerja akan bertambah, tingkat pendapatan meningkat dan kemakmuran masyarakat semakin tinggi.

Sedangkan menurut Adisasmita (2005), pembangunan adalah suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat pada tingkat yang lebih tinggi

(27)

dan serba sejahtera. Suatu kinerja pembangunan yang sangat baikpun mungkin saja menciptakan berbagai masalah sosial ekonomi baru yang tidak diharapkan. Kompleksitas permasalahannya bertambah besar karena ruang lingkup permasalahannya lebih luas. Pendekatan terhadap permasalahan pembangunan dan cara pemecahannya telah mengalami pula perkembangan.

Menurut Sjafrizal (2008), bahwa upaya pembangunan yang dilakukan daerah dapat berupa kemakmuran wilayah dan kemakmuran masyarakat. Pembangunan dalam mewujudkan kemakmuran wilayah (place prosperity), ditujukan agar kondisi fisik daerah lebih baik. Seperti halnya, sarana dan prasarana, perumahan dan lingkungan pemukiman, kegiatan ekonomi masyarakat, fasilitas pelayanan sosial di bidang pendidikan dan kesehatan, kualitas lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Meningkatkan kemakmuran wilayah dapat mendorong pesat peningkatan pertumbuhan ekonomi dan lapangan pekerjaan, hal tersebut disebabkan karena kondisi daerah yang sudah baik dapat menjadi daya tarik bagi para investor dalam menanamkan modalnya.

Menurut Arsyad (2005), mengemukakan pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses yang mencakup pembentukan institusi-institusi baru, pembangunan industri-industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk barang dan jasa yang baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan dan pengembangan pasar baru.

Dalam membangun perekonomian lokal maka pemanfaatan sumberdaya-sumberdaya pembangunan diarahkan untuk mencapai keunggulan komparatif (comparative advantage) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage)

(28)

sebagai upaya untuk mendorong berkembangnya perusahaan yang ada sekarang dan perusahaan baru, serta mempertahankan basis ekonomi yang dimiliki oleh wilayah yang bersangkutan.

3. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan daerah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan disamping pembangunan sosial. Pertumbuhan ekonomi yaitu proses dimana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan nasional riil. Jadi perekonomian dikatakan tumbuh atau berkembang bila terjadi pertumbuhan output riil. Pertumbuhan ekonomi secara garis besar dapat diartikan sebagai suatu proses perubahan kondisi perekonomian daerah secara berkesinambungan dalam periode tertentu. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu dampak dari kebijaksanaan yang dijalankan oleh pemerintah daerah (Fachrurrazy, 2009).

Menurut Todaro (2006), mendefenisikan pertumbuhan ekonomi adalah suatu proses peningkatan kapasitas produktif dalam suatu perekonomian secara terus menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan tingkat pendapatan dan output nasional yang semakin lama semakin besar.

Menurut Sukirno (2011), juga memberikan defenisi bahwa pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan ekonomi dari waktu ke waktu dan menyebabkan pendapatan nasional riil berubah. Tingkat pertumbuhan ekonomi menunjukkan persentase kenaikan pendapatan nasional riil pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan pendapatan nasional riil pada tahun sebelumnya.

(29)

Teori pertumbuhan daerah menganalisis suatu daerah sebagai suatu sistem ekonomi terbuka yang berhubungan dengan daerah-daerah lain melalui arus perpindahan faktor-faktor produksi dan pertukaran komoditas. Pembangunan dalam suatu daerah akan mempengaruhi pertumbuhan daerah dalam bentuk permintaan sektor untuk wilayah lain yang akan mendorong pembangunan daerah tersebut atau suatu pembangunan ekonomi dari daerah lain akan mengurangi tingkat kegiatan ekonomi di suatu daerah serta interrelasi.

Menurut Sirojusilam (2008), mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi dapat dinilai sebagai dampak kebijaksanaan pemerintah, khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat pertumbuhan yang terjadi dan sebagai indikator penting bagi daerah untuk mengevaluasi keberhasilan pembangunan.

Perhatian terhadap pertumbuhan ekonomi daerah semakin meningkat dalam era otonomi daerah. Hal ini cukup logis, karena dalam era otonomi daerah masing-masing daerah berlomba-lomba meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerahnya, guna meningkatkan kemakmuran masyarakatnya. Oleh karena itu, pembahasan tentang struktur dan faktor penentu pertumbuhan daerah akan sangat penting artinya bagi pemerintah daerah dalam menentukan upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerahnya (Sjafrizal, 2008).

(30)

Menurut Todaro (2006), ada tiga faktor utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu:

a. Akumulasi modal, yang meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik, dan modal atau sumber daya manusia.

b. Pertumbuhan penduduk, yang pada tahun-tahun berikutnya akan memperbanyak jumlah angkatan kerja.

c. Kemajuan teknologi, dengan adanya teknologi dapat menciptakan metode produksi yang baru. Pertumbuhan teknologi yang baik dapat meningkatkan produktivitas kerja, modal dan faktor produksi lainnya, sehingga dapat menciptkan pertumbuhan ekonomi.

4. Ketimpangan Pembangunan

Menurut Sigalinggin (2008), berpendapat bahwa ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah dalam suatu negara atau suatu daerah bukanlah hal yang mudah karena hal ini dapat menimbulkan debat yang berkepanjangan. Adakalanya masyarakat berpendapat bahwa adanya ketimpangan ketimpangan suatu daerah cukup tinggi setelah melihat banyaknya kelompok miskin pada daerah yang bersangkutan. Akan tetapi, adapula masyarakat merasakan adanya ketimpangan yang sangat tinggi setelah melihat adanya segelintir kelompok kaya di tengah-tengah masyarakat yang umumnya masih miskin.

Menurut Sjafrizal (2012), ketimpangan antar daerah merupakan hal yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Hal ini terjadi karena adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang

(31)

terdapat pada masing-masing wilayah. Perbedaan ini membuat kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan juga menjadi berbeda. Oleh karena itu disetiap daerah biasanya terdapat daerah maju (Developed Region) dan daerah terbelakang (Underdeveloped Region).

Menurut Kuncoro (2006), ketimpangan mengacu pada standar hidup yang relatif pada seluruh masyarakat, karena kesenjangan antar wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugrah awal (endowment factor). Perbedaan ini yang membuat tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut (Sukirno, 2011).

Al-Qur’an menyatakan bahwa salah satu aspek keadilan yang wajib

ditegakkan ialah keadilan dalam bidang ekonomi. Keadilan ekonomi pada prinsipnya ialah harta tidak boleh terkonsentrasi dan beredar hanya pada kelompok golongan kaya saja. Jika terjadi pemusatan kekayaan pada sekelompok orang, maka akan timbul ketimpangan sosial dan akan terjadi kemiskinan. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam QS Al-Hasyr/59:7 yang berbunyi:

...

َك

َنۡيَب ََۢةَلوُد َنوُكَي َلَ ۡي

ِءٓاَيِن ۡغَ ۡلٱ

ُمُكٰىَتاَء ٓاَم َو ۡۚۡمُكنِم

ُلوُس َّرلٱ

ُهوُذُخَف

اَم َو

ُهۡنَع ۡمُكٰىَهَن

َف

ۡۚ اوُهَتنٱ

َو

اوُقَّتٱ

هََّللّٱ

َّنِإ

ََّللّٱ

ُديِدَش

ِباَقِعۡلٱ

٧

Terjemahnya:

“…supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu, apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah, dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.

Menurut Sjafrizal (2012), ketimpangan antar wilayah dimunculkan oleh Douglas C. North dalam analisanya mengenai Teori Pertumbuhan Neo Klasik.

(32)

Dalam teori tersebut dimunculkan sebuah prediksi hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional suatu negara dengan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesa ini kemudian lebih dikenal sebagai Hipotesa Neo-Klasik.

Menurut Hipotesa Neo-Klasik, pada awal proses pembangunan suatu negara, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung mengalami peningkatan. Proses ini akan terus terjadi hingga ketimpangan mencapai titik puncak. Kemudian, bila proses pembangunan berlanjut maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan mengalami penurunan. Berdasarkan hipotesa ini, ketimpangan pembangunan antar wilayah cenderung lebih tinggi umunya pada negara-negara sedang berkembang, dan akan terjadi sebaliknya pada negaranegara maju. Dengan kata lain, kurva ketimpangan pembangunan antar wilayah berbentuk huruf U terbalik.

Kebenaran Hipotesa Neo-Klasik ini diuji kebenarannya oleh Williamson (1966), melalui studi mengenai ketimpangan pembangunan antar wilayah pada negara maju dan negara sedang berkembang menggunakan data time series dan cross section. Hasilnya menunjukkan bahwa Hipotesa Neo-Klasik terbukti benar secara empirik. Ini berarti bahwa proses pembangunan suatu negara tidak langsung dapat menurunkan tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah, akan tetapi pada tahap permulaan justru terjadi hal yang sebaliknya (Sjafrizal, 2012).

Menurut Todaro (2006), mengungkapkan bahwa ketimpangan pada kenyataannya tidak dapat dihilangkan dalam pembangunan suatu daerah. Adanya ketimpangan, akan memberikan dorongan kepada daerah yang terbelakang untuk dapat berusaha meningkatkan kualitas hidupnya agar tidak jauh tertinggal dengan

(33)

daerah sekitarnya. Selain itu daerah-daerah tersebut akan bersaing guna meningkatkan kualitas hidupnya, sehingga ketimpangan dalam hal ini memberikan dampak positif. Akan tetapi ada pula dampak negatif yang ditimbulkan dengan semakin tingginya ketimpangan antar wilayah. Dampak negatif tersebut berupa inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil.

Menurut Arsyad (2005), juga berpendapat bahwa perbedaan tingkat pembangunan ekonomi antar wilayah menyebabkan perbedaan tingkat kesejahteraan antar wilayah. Ekspansi ekonomi suatu daerah akan mempunyai pengaruh yang merugikan bagi daerah-daerah lain, karena tenaga kerja yang ada, modal, perdagangan akan pindah ke daerah yang melakukan ekspansi tersebut.

Ketimpangan pembangunan ekonomi antar wilayah disebabkan oleh beragamnya faktor yang mempengaruhi. Seperti yang terdapat dalam Sjafrizal (2012), penyebab ketimpangan ekonomi antar wilayah diantaranya:

1) Perbedaan kandungan sumber daya alam.

Perbedaan kandungan sumber daya alam akan mempengaruhi kegiatan produksi pada daerah bersangutan. Daerah dengan kandungan sumber daya alam cukup tinggi akan dapta memproduksi barang-barang tertentu dengan baiaya relatif murah dibandingkan dengan daerah lain yang mempunyai kandungan sumberdaya alam rendah. Kondisi ini mendorong pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan menjadi lebih cepat dan begitu pula sebaliknya.

(34)

2) Perbedaan kondisi demografis

Perbedaan kondisi demografis meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan kondisi ketenagakerjaan dan perbedaan dalam tingkahlaku dan kebiasaan etos kerja yang dimiliki masyarakat daerah bersangkutan. Daerah dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan meningkatkan penyediaan lapangan pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi daerah.

3) Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa

Mobilitas barang dan jasa meliputi kegiatan perdagangan antar daerah dan migrasi baik yang disponsori pemerintah atau migrasi spontan. Dengan adanya mobilitas kurang lancar maka kelebihan produksi suatu daerah tidak dapat dijual kedaerah lain yang membutuhkan. Akibatnya ketimpangan pembangunan antar wilayah akan cenderung tinggim sehingga daerah terbelakang sulit mendorong proses pembangunannya.

4) Kosentrasi kegiatan ekonomi wilayah

Pertumbuhan ekonomi akan cenderung lebih cepat pada suatu daerha dimana kosentrasi kegiatan ekonominya cukup besar. Kondisi inilah yang selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerha melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat.

(35)

5) Alokasi dana pembangunan antar wilayah

Investasi merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan pertumbuhan ekonomi. daerah dengan dengan alokasi investasi yang lebih besar baik dari pemerintah maupun swasta, akan cenderung mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.

Untuk mengukur adanya disparitas atau ketimpangan, perlu dibedakan terlebih dahulu antara mengukur ketimpangan dalam pembagian atau distribusi pendapatan dengan mengukur ketimpangan dalam pembangunan ekonomi antarwilayah. Secara umum untuk mengetahui besarnya ketimpangan dalam pembagian pendapatan digunakan alat ukur seperti Gini Ratio, Kurva Lorenz dan alat ukur berdasarkan kriteria Bank Dunia. Sedangkan untuk mengetahui tingkat ketimpangan pembangunan antarwilayah digunakan alat ukur seperti Williamson Index dan Theil Index.

a) Gini Rasio

Rasio atau Koefisien Gini adalah ukuran ketimpangan untuk mengetahui tingkat pemerataan pendapatan. Nilai koefisien Gini berkisar antara nol (pemertaan sempurna) hingga satu (ketimpangan sempurna). Adapun kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah pola pengeluaran suatu masyarakat ada pada ketimpangan taraf rendah, sedang atau tinggi (BPS: 2018). Adapun kriteria pengukurannya sebagai berikut:

(1) Ketimpangan taraf rendah, apabila koefisien Gini <0,35

(2) Ketimpangan taraf sedang, bila koefisien Gini antara 0,35 - 0,5 (3) Ketimpangan taraf tinggi, bila koefisien Gini > 0,5

(36)

Sedangkan untuk mengitung besarnya koefisien Gini digunakan perhitungan sebagai berikut:

Dimana:

Pi = Presentase rumahtangga atau penduduk pada wilayah i

Qi = Presentase kumulatif total pendapatan atau pengeluaran wilayah i b) Kurva Lorenz

Kurva Lorenz merupakan salah satu metode untuk menganalisis pendapatan perorangan. Dimana jumlah penerimaan pendapatan dinyatakan dalam sumbu horizontal dalam presentase kumulatif. Sedangkan sumbu vertikal menyatakan bagian dari pendapatan total yang diterima oleh masing-masing presentase klompok penduduk. Kurva Lorenz memperlihatkan hubungan kuantitatif aktual antara presentase penerima pendapatan dengan presentase pendapatan total yang benar-benar diterima masyarakat selama satu tahunnya. Kurva Lorenz menggunakan data desil sehingga populasi terbagi menjadi sepuluh kelompok. Semakin jauh jarak kurva Lorenz dari garis diagonal (yang merupakan garis pemerataan sempurna) semakin timpang distribusi pendapatannya.

c) Kriteria Bank Dunia

Pengukuran disparitas menggunakan kriteria Bank Dunia dilakukan dengan membagi penduduk dalam 3 kelompok yaitu:

(37)

(1) 20 % penduduk berpendapatan tinggi (2) 40% penduduk berpendapatan sedang (3) 40% penduduk bependapatan rendah

Sedangkan formula perhitungan yang dipergunakan adalah sebagai berikut:

Dimana:

YD = Presentase pendapatan yang diterima oleh 40% penduduk lapisan bawah

Qi – 1 = Presentase kumulatif pendapatan ke i-1

Pi = Presentase kumulatif penduduk ke i qi = Presentase pendapatan ke i

d) Index Williamson

Index ini yang sebenarnya adalah coefficient of variation yang lazim untuk mengukur perbedaan. Indeks ini memiliki beberapa kelemahan yaitu sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam perhitungan. Dan untuk formula perhitungannya adalah sebagai berikut:

Dimana:

Untuk kabupaten/kota:

yi = PDRB perkapita di kecamatan i

(38)

fi = Jumlah penduduk kecamatan i n = jumlah penduduk di kabupaten/kota Untuk provinsi:

yi = PDRB perkapita di kabupaten/kota i y = PDRB perkapita rata-rata provinsi fi = Jumlah penduduk di kabupaten/kota i n = jumlah penduduk diprovinsi

e) Indeks Entropi Theil

Penggunaan Indeks Theil lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antarwilayah. Kelebihan dalam menggunakan indeks ini, pertama indeks ini menghitung ketimpangan dalam daerah dan antar daerah secara sekaligus, sehingga cakupan analisis menjadi lebih luas. Kedua, dengan menggunakan indeks ini dapat pula dihitung kontribusi (dalam presentase) masing-masing daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah secara keseluruhan sehingga dapat memberikan implikasi kebijakan yang cukup penting.

Dengan formulasi Indeks Theilnya yaitu:

Dimana:

I Intra = Indeks Entropi Theil intra region Yi = PDRB perkapita di kecamatan i Y = PDRB perkapita Kabupaten

(39)

ni = jumlah penduduk wilayah i N = jumlah penduduk kabupaten

Namun yang akan digunakan dalam penelitian ini hanyalah indeks Entropy Theil. Karena indeks Entropy Theil memungkinkan untuk membuat perbandingan selama kurun waktu tertentu. Indeks ini juga dapat menyediakan secara rinci dalam sub unit geografis yang lebih kecil, yang pertama akan digunakan untuk menganalisis kecenderungan konsentrasi geografis selama periode tertentu dan yang kedua juga penting ketika kita mengkaji gambaran yang lebih rinci mengenai kesenjangan atau ketimpangan spasial.

5. Hipotesis Kuznets

Menurut Kuznets dalam Kuncoro (2004) membuat hipotesis adanya kurva U terbalik (inverted U curve) bahwa mula-mula ketika pembangunan dimulai, distribusi pendapatan akan makin tidak merata, namun setelah mencapai suatu tingkat pembangunan tertentu, distribusi pendapatan makin merata. Menurut Kuznets, pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya.

Hipotesis tersebut berawal dari pertumbuhan ekonomi yang awalnya meningkat pada tingkat kesenjangan pendapatan rendah sampai pada suatu tingkat pertumbuhan tertentu kemudian mengalami penurunan. Kuznet menyebutkan bahwa diantara faktor-faktor sosial, ekonomi dan politik yang mempengaruhi pola U, terdapat faktor penting yaitu terpusatnya modal pada kelompok pendapatan tinggi dan adanya pergeseran penduduk dari sektor pertanian tradisional ke

(40)

sektor industri modern. Williamson menganalisis hubungan antara distribusi pendapatan dan pertumbuhan ekonomi pada tingkat region di suatu negara.

Menurut Mydral (1957), terjadinya ketimpangan regional karena besarnya pengaruh dari backwash effect dibandingkan dengan spread effect di negara-negara terbelakang. Perpindahan modal akan meningkatkan ketimpangan regional, peningkatan permintaan ke wilayah maju akan merangsang investasi yang pada gilirannya meningkatkan pendapatan yang menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya. Lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang (Jhingan, 2010).

Menurut Arsyad (2005), mengemukakan bahwa ada delapan faktor yang menyebabkan ketidakmerataan distribusi pendapatan pada negara-negara sedang berkembang, yaitu:

a. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan perkapita.

b. Inflasi di mana pendapatan uang bertambah tatapi tidak diikuti secara proporsional dengan pertambahan produksi barang-barang.

c. Ketidakmerataan pembangunan antar daerah.

d. Investasi yang sangat banyak dalam proyek-proyek yang padat modal (capital intensive)

(41)

f. Pelaksanaan kebijaksanaan industri subtitusi impor yang mengakibatkan kenaikan harga-harga barang hasil industri untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis.

g. Memburuknya nilai tukar (term of trade)

h. Hancurnya industri-industri kerajinan rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.

6. Aglomerasi

Menurut Sihombing (2008), mengemukakan bahwa pertumbuhan ekonomi antar daerah biasanya tidak akan sama. Terdapat daerah dengan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi akan tetapi disisi lain ada pula daerah yang tingkat pertumbuhan ekonominya rendah. Perbedaan daerah dilihat dari pendapatan maupun pertumbuhan ekonomi akan berdampak pada munculnya aglomerasi, yaitu terpusatnya kegiatan-kegiatan ekonomi pada suatu daerah saja dan tidak terjadi persebaran yang merata.

Menurut Kuncoro (2006), mendefinisikan aglomerasi sebagai konsentrasi spasial dari aktifitas ekonomi di kawasan perkotaan. Dikatakan seperti itu, karena penghematan akibat lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan kluster spasial dari perusahaan, para pekerja, dan konsumen untuk meminimisasi biaya-biaya seperti biaya transportasi, informasi, dan komunikasi.

Menurut Tarigan (2005), mengatakan bahwa keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi atau terjadinya aglomerasi disebabkan faktor skala ekonomi (economic of scale) dan economic of agglomeration. Economic of scale adalah

(42)

keuntungan karena dapat berproduksi berdasarkan spesialisasi sehingga produksi lebih besar dan biaya per unit lebih efisien. Sedangkan economic of agglomeration ialah keuntungan karena di tempat itu terdapat berbagai keperluan dan fasilitas yang dapat digunakan oleh perusahaan.

Sjafrizal (2008), mengungkapkan bahwa konsentrasi kegiatan ekonomi antar daerah yang cukup tinggi akan cenderung mendorong meningkatnya ketimpangan pembangunan antar wilayah, sebab proses pembangunan daerah akan lebih cepat pada daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi yang lebih tinggi. Sedangkan konsentrasi kegiatan ekonomi rendah proses pembangunan akan berjalan lebih lambat.

7. Tingkat Pengangguran Terbuka

Menurut BPS (2018), pengangguran yaitu bagian dari angkatan kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan (baik bagi mereka yang belum pernah bekerja sama sekali mapun mereka yang sudah pernag bekerja) atau sedang mempersiapkan suatu usaha, mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan dan mereka yang sudah memiliki pekerjaan tetapi belum memulai bekerja. Secara internasional, pengangguran yaitu seseorang yang sudah digolongkan dalam angkatan kerja yang secara efektif sedang mencari pekerjaan pada suatu tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh yang diinginkannya.

Tingkat pengangguran di hitung dengan rumus dibawah ini yaitu:

Tingkat pengangguran tahun i = ∑orang yang mencari pekerjaan

(43)

Menurut Sukirno (2011), pengangguran dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan keadaan yang menyebabkannya, sebagai berikut:

a. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh tindakan seorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan mencari kerja yang lebih baik atau sesuai dengan keinginannya.

b. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh adanya perubahan struktur dalam perekonomian

c. Pengangguran konjungtur, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat pengurangan dalam permintaan agregat.

8. Desentralisasi Fiskal

Menurut Parson (Hidayat, 2005), mendefinisikan bahwa desentralisasi sebagai berbagi kekuasaan pemerintah antara kelompok pemegang kekuasaan di pusat dengan kelompok-kelompok lainnya”, di mana masing-masing kelompok tersebut memiliki otoritas untuk mengatur bidang-bidang tertentu dalam lingkup territorial suatu Negara.

Menurut Kuncoro (2004), sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 33 tahun 2004, pengertian desentralisasi dinyatakan sebagai penyerahan wewenang pemerintah oleh pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ini artinya desentralisasi merupakan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab (akan fungsi-fungsi publik) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

(44)

Sementara Smith (Hidayat, 2005), juga merumuskan definisi desentralisasi sebagai penyerahan kekuasaan dari tingkatan lebih atas ke tingkatan lebih rendah dalam suatu hierarki territorial, yang dapat saja berlaku pada organisasi pemerintah dalam suatu negara maupun pada organisasi-organisasi besar lainnya (organisasi non pemerintah).

Menurut Khusaini (Dwiyani, 2017), Secara konseptual, desentralisasi fiskal dapat didefinisikan sebagai suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan yang dilimpahkan. Dalam pelaksanaannya, konsep desentralisasi fiskal yang dikenal selama ini sebagai money follow function mensyaratkan bahwa pemberian tugas dan kewenangan kepada pemerintah daerah (expenditure assignment) akan diiringi oleh pembagian kewenangan kepada daerah dalam hal penerimaan/pendanaan (revenue assignment). Sedangkan menurut Rahmawati (2008), mengemukakan bahwa penyerahan atau pelimpahan wewenang pemerintah akan membawa konsekuensi anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan kewenangan tersebut.

Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Tingkat Desentralisasi Fiskal

Persentase PAD Terhadap Dana Perimbangan

Kemampuan Keuangan Daerah

0 - 10,00 Sangat Kurang 10,01 – 20,00 Kurang 20,01 – 30,00 Cukup 30,01 – 40,00 Sedang 40,01 – 50,00 Baik ➢ 50,00 Sangat Baik

Sumber: Tim Litbang Depdagri Fisipol UGM, 2018

Berdasarkan prinsip money follow function Mahi (Dwiyani, 2017), menjelaskan bahwa kajian dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal pada dasarnya

(45)

dapat menggunakan dua pendekatan, yaitu pendekatan expenditure assignment dan revenue assigment. Pendekatan expenditure assigment menyatakan bahwa terjadi perubahan tanggung jawab pelayanan publik dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah, sehingga peran lokal public goods meningkat. Sedangkan dalam pendekatan revenue assignment dijelaskan peningkatan kemampuan keuangan melalui alih sumber pembiayaan pusat kepada daerah, dalam rangka membiayai fungsi yang didesentralisasikan. Tingkat kemandirian fiskal antara pemerintah pusat dan daerah dapat dipelajari dengan melihat besarnya derajat desentralisasi fiskal suatu daerah. Pengukuran derajat desentralisasi fiskal dapat dilakukan melalui analisis ratio.

Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada. Prosesnya dapat dilakukan melalui mekanisme dana perimbangan, yaitu pembagian penerimaan antar tingkatan pemerintahan guna menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dalam kerangka desentralisasi.

9. Investasi

Menurut Sukirno (2011), investasi merupakan penanaman modal di suatu perusahaan tertentu. Penanaman modal bersumber dari penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal luar negeri. Dengan adanya penambahan investasi baik dari dalam negeri maupun luar negeri maka dapat menyerap tenaga kerja. Hal ini dikarenakan dalam proses produksi barang dan jasa meningkat yang pada giliranya akan menyerap angkatan kerja. Sehingga tenaga kerja tersebut

(46)

memperoleh upah, dan tenaga kerja tersebut mempunyai daya beli. Dengan semakin banyak investasi yang digunakan untuk melakukan proses produksi barang jasa, dimana tenaga kerja dapat diserap lebih banyak juga sehingga terjadi pemerataan pendapatan perkapita.

Myrdal juga mengemukakan bahwa perpindahan modal juga cenderung meningkatkan ketimpangan wilayah. Di wilayah maju, permintaan yang meningkat akan merangsang investasi yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan dan menyebabkan putaran kedua investasi dan seterusnya. Lingkup investasi yang lebih baik pada sentra-sentra pengembangan dapat menciptakan kelangkaan modal di wilayah terbelakang (Jhingan, 1993).

10. Pengaruh Antar Variabel

a. Pengaruh antara Aglomerasi dan Ketimpangan Pembangunan

Menurut Sjafrizal (2008), mengungkapkan bahwa terjadinya konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup tinggi pada wilayah tertentu jelas akan mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah. Konsentrasi ekonomi ini tercermin dalam kegiatan aglomerasi. Pertumbuhan ekonomi daerah akan cenderung lebih cepat pada daerah dimana terdapat konsentrasi kegiatan ekonomi yang cukup besar. Kondisi tersebut selanjutnya akan mendorong proses pembangunan daerah melalui peningkatan penyediaan lapangan kerja dan tingkat pendapatan masyarakat. Demikian pula sebaliknya, bilamana konsentrasi kegiatan ekonomi pada suatu daerah relatif rendah yang selanjutnya juga mendorong terjadi pengangguran dan rendahnya tingkat pendapatan masyarakat. Ada 3 hal yang menyebabkan adanya aglomerasi yaitu:

(47)

1) Terdapatnya sumber daya alam yang lebih banyak pada daerah tertentu, misalnya minyak bumi, gas, batubara dan bahan mineral lainnya.

2) Meratanya fasilitas transportasi, baik darat, laut maupun udara juga ikut mempengaruhi konsentrasi ekonomi.

3) Kondisi demografis (kependudukan) juga ikut mempengaruhi karena kegiatan ekonomi akan cenderung terkonsentrasi dimana sumberdaya manusia tersedia dengan kualitas yang lebih baik.

b. Pengaruh antara Tingkat Pengangguran Terbuka dengan

Ketimpangan

Menurut Sjafrizal (2008) mengatakan bahwa kondisi demografis suatu wilayah meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur dari kependudukan, perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, perbedaan yang dimiliki masyarakat daerah. Kondisi demografis berpengaruh terhadap produktivitas kerja dalam suatu daerah. Kondisi demografis yang baik cenderung akan meningkatkan produktivitas kerja, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Tingkat pengangguran yang tinggi nantinya akan berpengaruh terhadap tingkat produktivitas suatu wilayah, sehingga akan menyebabkan produktivitas suatu wilayah tidak optimal dan pertumbuhan ekonomi wilayah tersebut tertinggal dengan wilayah lainnya. Melihat kondisi demografis dari sisi tingkat pengangguran di suatu daerah, tingkat pengangguran yang tinggi akan menyebabkan ketimpangan yang tinggi pula. Tingkat pengangguran merupakan salah satu indikator penting untuk mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat daerah. Tingkat pengangguran yang tinggi mengindikasikan tingkat kesejahteraan masyarakatnya masih rendah,

(48)

demikian pula sebaliknya, indikator ini sangat penting bagi Indonesia sebagai negara dengan penduduk besar sehingga penyediaan lapangan kerja yang lebih banyak merupakan sasaran utama pembangunan daerah yang bersifat strategis.

c. Pengaruh antara Desentralisasi Fiskal dengan Ketimpangan

Melalui otonomi daerah, pemerintah daerah di tuntut untuk lebih inovatif dan kreatif dalam melakukan pengembangan ekonomi daerahnya. Perusahaan milik daerah dan peranan investasi swasta sangat di harapkan sebagai pemacu utama pembangunan dan pertumbuhan ekonomi.

Penetapan pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Pemerintah daerah diberikan kewenanang yang lebih luas untuk mengatur dan mengelolah berbagai urusan penyelenggaraan pemerintah bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat daerah yang bersangkutan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistemewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Sjafrizal (2008), mengemukakan bahwa pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan dapat digunakan untuk mengurangi tingkat ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hal ini jelas karena, dengan dilaksanakannya otonomi daerah dan desentralisasi pembangunan, maka aktivitas pembangunan daerah, termasuk daerah terbelakang akan dapat lebih digerakkan karena ada wewenang yang berada pada pemerintah daerah dan masyarakat

(49)

setempat. Dengan adanya kewenangan tersebut, maka berbagai inisiatif dan aspirasi masyarakat untuk menggali potensi daerah akan dapat lebih digerakkan. Bila hal ini dapat dilakukan, maka proses pembangunan daerah secara keseluruhan akan dapat ditingkatkan dan secara bersamaan ketimpangan pembangunan antar wilayah akan dapat pula dikurangi.

d. Pengaruh antara Investasi dengan Ketimpangan

Investasi berhubungan erat dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Hal ini digambarkan dengan semakin banyaknya investasi yang masuk ke dalam suatu wilayah akan meningkatkan output yang dihasilkan dan berakhir pada peningkatan pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi semakin banyaknya investasi yang masuk ke suatu wilayah justru akan menyebabkan ketidakmerataan. Menurut Myrdal (Jhingan, 1993), investasi cenderung menambah ketidakmerataan. Di daerah-daerah yang sedang berkembang, permintaan barang dan jasa akan mendorong naiknya investasi, yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Sebaliknya di daerah-daerah yang kurang berkembang, permintaan akan investasi rendah karena pendapatan masyarakat yang rendah. Selain itu Investasi khususnya investasi swasta lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Dalam hal ini, kekuatan yang berperan banyak dalam menarik investasi swasta ke suatu daerah adalah keuntungan lokasi yang dimiliki oleh suatu daerah (Sjafrizal, 2008). Perbedaan inilah yang akan menyebabkan ketimpangan antar wilayah menjadi semakin lebar.

Menurut Suparmoko (1998), investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk menambah atau mempertahankan persediaan kapital (capital stock), capital

(50)

stock yang dimaksud tidak hanya berupa modal atau fisik seperti tanah, pabrik-pabrik, dan mesin-mesin tetapi juga berupa sumber daya manusia atau modal tenaga. Penanaman modal yang dilaksanakan dengan tepat dan dalam jangka waktu panjang mampu untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.

Penanaman modal atau investasi yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta dapat menjadi salah satu faktor penyebab ketimpangan pendapatan seperti pengeluaran untuk kapital atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Menurut Badan Pusat Statistik (2018), PMTB adalah pengeluaran untuk barang modal yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan tidak merupakan barang konsumsi. PMTB mencakup bangunan tempat tinggal, dan bukan tempat tinggal, bangunan lain seperti jalan dan bandara, serta mesin dan peralatan. Hal ini terjadi karena sebagian investasi baik swasta maupun pemerintah terpusat hanya beberapa daerah, bahkan ada beberapa daerah yang mempunyai tingkat investasi yang sangat rendah. Para investor baik dari dalam negeri maupun luar negeri hanya menilai daerah-daerah yang mempunyai potensi atau keuntungan yang menjanjikan sehingga akan dijadikan sebagai tempat untuk berinvestasi.

B. Penelitian Terdahulu

Hipotesis Kuznet mengenai Kurva U-Terbalik terbukti untuk Provinsi DKI Jakarta pada penelitian yang dilakukan oleh Yuki Angelia tahun 2010. Pada pertumbuhan awal ketimpangan di Provinsi DKI Jakarta memburuk, kemudian pada tahap-tahap berikutnya ketimpangan menurun Akan tetapi, suatu waktu ketimpangan tersebut akan kembali meningkat sehingga terbukti bahwa terjadi trade off antara pertumbuhan ekonomi dengan ketidakmerataan. Dari hasil regresi

(51)

PDRB per kapita berpengaruh positif dan signifikan sebesar 0,0008 pada α=5%. Hal ini berarti kenaikan PDRB per kapita sebesar 1 persen akan meningkatkan ketimpangan wilayah di Provinsi DKI Jakarta sebesar 0,665312 persen. Variabel independen kedua yaitu investasi berpengaruh negatif dan signifikan Hal ini berarti kenaikan investasi swasta sebesar 1 persen akan mengurangi ketimpangan wilayah di DKI Jakarta sebesar 0,038387 persen. Aglomerasi berhubungan positif dan signifikan sebesar 0,0424 pada α=5%, dimana kenaikan tingkat aglomerasi 1 persen akan meningkatkan ketimpangan wilayah di DKI Jakarta sebesar 0,080914 persen. Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan penelitian yang dilakukan oleh Widi Asih tahun 2015, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian yaitu: perkembangan kemajuan perekonomian tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Cilacap pada tahun 2004 hingga 2013. Variabel komponen pertumbuhan regional share dikeluarkan dari model estimasi data panel, sebab memiliki korelasi yang tinggi terhadap variabel lainnya. Variabel komponen pertumbuhan proporsional shift, tidak berpengaruh signifikan dan negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi kecamatan di Kabupaten Cilacap. Variabel komponen pertumbuhan competitive shift berpengaruh signifikan dan positif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi kecamatan. Variabel jumlah penduduk menurut tingkat pendidikan SMA dan perguruan tinggi berpengaruh signifikan dan positif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi kecamatan di Kabupaten Cilacap Variabel jumlah keluarga miskin berpengaruh signifikan dan negatif terhadap ketimpangan pembangunan ekonomi kecamatan di Kabupaten Cilacap.

Gambar

Tabel 1.1 Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan  Tahun 2010 Di Pulau Sulawesi Tahun 2012-2016
Tabel  1.1  menunjukkan  bahwa  selama  periode  tahun  2012  sampai  2016,  PDRB  di  Pulau  Sulawesi  mengalami  peningkatan  yang  signifikan  dari  tahun  ke  tahun
Tabel 2.1 Kriteria Penilaian Tingkat Desentralisasi Fiskal  Persentase PAD Terhadap Dana
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu
+7

Referensi

Dokumen terkait

Peranan polen trap dari bahan bahan plastik dan logam terhadap peningkatan produksi tepung sari lebah adalah salah satu teknologi yang belum terungkap secara

SPLC terdiri dari tangki-tangki pengumpul, peralatan proses penyaringan, paket Sistem Pengolahan Limbah Cair Maju (SPLCM), peralatan proses pemompaan, bejana (vessels),

Penelitian ini menganalisis pengaruh jumlah penduduk, pertumbuhan ekonomi dan tingkat pengangguran terbuka terhadap tingkat kemiskinan kabupaten/kota di Provinsi

Variabel tingkat pengangguran terbuka (X2) memiliki nilai probabilitas 0,002 lebih kecil dari nilai yaitu 0,05 artinya variabel tingkat pengangguran terbuka (X2) berpengaruh

Judul Skripsi : Pengaruh Service Quality dan Perceived Value terhadap Brand Loyalty melalui Customer Satisfaction pada Maskapai Penerbangan Garuda Indonesia di

Jika anda mengklik kanan mouse pada Window Perintah atau Window Text (untuk masuk ke Text Window tekan tombol Fuigsi F2) maka didalam menu Shortcut akan ditampilkan

Sumber sungai yang mengalir ke Bandung antara lain sungai Cimahi, Cibeureum, Cikapundung dari sebelah Utara; Citarik dari Timur; serta sungai Cikarial, Citarum

Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian adalah untuk mengetahui pengimplementasian dan dampak dari PSAK 62 dan PSAK 28 mengenai akuntansi kontrak