• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. luar dan dari dalam dirinya sendiri, menurut Notoatmodjo (2012), menyatakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. luar dan dari dalam dirinya sendiri, menurut Notoatmodjo (2012), menyatakan"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

13 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

2.1.1. Konsep Teori Perilaku

Perilaku adalah respon/ reaksi individu terhadap stimulasi yang berasal dari luar dan dari dalam dirinya sendiri, menurut Notoatmodjo (2012), menyatakan bahwa perilaku merupakan respon terhadap stimulasi yang diterima dari luar. Oleh karena itu ada stimulasi tersebut, maka akan terjadi perilaku pada organisme tersebut yang merupakan respon, sehingga teori ini dinamakan“S-O-R” atau Stimulus Organisme Respons. Respon ini dibedakan menjadi dua, yaitu:

1) Responden respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut eliciting stimulation karena menimbulkan respons-respon yang relatif tetap.

2) Operant respons atau Instrumental, yakni respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsangan tertentu. Perangsangan ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena memperkuat respons.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulasi ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku Tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert), respon atau reaksi terhadap stimulus ini masih terbatas

(2)

pada perhatian, persepsi, pengetahuan dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain, maka disebut covert behaviour atau unobservable behaviour.

2. Perilaku terbuka (overt behaviour)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktik yang dengan mudah diamati atau dilihat, maka disebut overt behavior

2.1.2 Teori Perilaku

Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia berperilaku. Dalam hal ini ada beberapa teori tentang perilaku (Machfoedz dan Suryani, 2007).

1. Teori Naluri (Instinc Theory)

Menurut Mc Dougall perilaku itu disebabkan oleh naluri. Naluri merupakan perilaku yang innate, perilaku yang bawaan dan naluri akan mengalami perubahan karena pengalaman. Pendapat Mc Dougall ini mendapatkan tanggapan yang cukup tajam dari yang menerbitkan buku Psikologi Sosial pada tahun 1942, yang berpendapat bahwa perilaku manusia itu disebabkan oleh banyak faktor, termasuk orang-orang yang ada disekitarnya dengan perilakunya.

(3)

2. Teori Dorongan (Drive Theory)

Teori ini bertitik tolak pada pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan atau drive tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitann dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku. Bila organisme ini mempunyai kebutuhan dan organisme ingin memenuhi kebutuhan nya maka akan terjadi ketegangan dalam diri organisme itu. Bila organisme berperilaku dan dapat memenuhi kebutuhan nya, maka akan terjadi pengurangan atau reduksi dari dorongan-dorongan tersebut, oleh karena itu menurut Hull disebut juga teori drive reduction.

3. Teori Intensif (Incentive Theory)

Dengan intensif akan mendorong organisme berbuat atau berperilaku. Insentif atau disebut juga reinforcement ada yang positif dan negatif. Reinforcement positif adalah yang berkaitan dengan hadiah atau award, sedangakan reinforcement negatif adalah yang berkaitan dengan sanksi sehingga dapat mengahambat organisme dalam berperilaku, ini berarti perilaku timbul karena adanya insentif atau reinforcement.

4. Teori Atribusi

Teori ini menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang. Apakah perilaku tersebut disebabkan oleh disposisi internal (misal motif, sikap dsb) atau keadaan eksternal. Pada dasarnya perilaku manusia itu dapat atribusi interna, tetapi juga dapat atribusi eksternal.

(4)

2.1.3 Proses Pembentukan Perilaku

Benyamin Bloom membagi perilaku manusia kedalam 3 domain, ranah atau kawasanyakni

a).Perilaku kongnitif (kesadaran, pengetahuan), b). Afektif (emosi),

c). Psikomotor (gerakan, tindakan).

Menurut Kihajar Dewantoro membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain, ranah atau kawasan yakni:

a). Cepta (peri akal), b). Rasa ( peri rasa), c). Karsa (peri tindak). Menurut Ahli-ahli lain

a). Knowledge (pengetahuan), b). Attitude (sikap),

c). Practice (tindakan) ( Ali Irfan, 2002).

Perkembangan nya untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni: 1. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan menusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).

(5)

a. Proses Adopsi Perilaku

Pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.Notoatmodjo (2003), mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni :

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yakni orang tertarik kepada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. 4. Trial, yakni orang mulai mencoba perilaku baru.

5. Adaption, yakni subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. b. Tingkat Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

Pengatahuan yang tercakup di dalam doamain kognitif mempunyai 6 tingkatan : (Notoatmodjo, 2012)

1. Tahu (kno)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajri sebelumnya.

2. Memehami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

(6)

3. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenar nya).

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitanya satu sama lain.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.

2. Sikap (attitude)

Sikap sebagai tindakan kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan objek psikologis. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang emosional terhadap stimulus sosial. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

(7)

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah di pilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang tinggi bahwa sikap mempunyai tiga komponen pokok yaitu :

1) Keyakinan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 2) Kepercayaan, ide, konsep terhadap suatu konsep.

3) Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh dalam pembentukan sikap , pengetahuan, berfikir, keyakina dan emosional memegang peranan yang sangat penting (Notoatmodjo, 2012).

3. Praktek atau tindakan (Practice)

Suatu sikap belum pasti akan dilakukan dalam bentuk tindakan (overt behavior). Bahwa untuk menunjukkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain fasilitas. Sikap ibu yang positif terhadap imunisasi harus mendapatkan konfirmasi

(8)

dari suaminya, dan ada fasilitas imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami atau istri, orang tua atau mertua dan lain-lain.

Tingkat-tingkat praktek : a) Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya.15

b) Respons Terpimpin (Guided Responses)

Melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh adalah merupkan indiktor prektek tingkat dua. Misalnya, seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotong-motongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya.

c) Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga. Misalnya seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain.

d) Adaptasi (Adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik, artinya tindakan itu sudah dimodifikasianya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana.

(9)

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi perilaku.

Menurut Lawrence Green (1980), seperti yang dikutip Notoatmodjo (2012), perilaku ditentekan oleh 3 faktor utama, yaitu:

1. Faktor presisposisi (predisposing factors)

Faktor-faktor yang dapat mempermudah atau mempredis posisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat adalah pengetahuan dan sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang akan dilakukan. Misalnya perilaku ibu untuk memeriksakan kehamilannya akan dipermudah apabila ibu tersebut tahu apa manfaat periksa hamil, tahu siapa dan dimana periksa hamil tersebut dilakukan. 2. Faktor pemungkin (enabling factors)

Faktor pemungkin atau pendukung (enabling) perilaku adalah fasilitas, saran atau prasarana yang mendukung atau yang memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Misalnya, untuk terjadinya perilaku ibu periksa hamil, maka diperlukan bidan atau dokter, fasilitas periksa hamil seperti puskesmas, rumah sakit, klinik, posyandu dan sebagainya. 3. Faktor penguat (reinforcing factors)

Pengetahuan, sikap dan fasilitas yang tersedia kadang-kadang belum menjamin terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat. Sering terjadi bahwa masyarakat sudah tahu manfaat keluarga berencana (ber-KB) dan juga telah tersedia di lingkungannya fasilitas pelayanan KB, tetapi mereka belum ikut KB karena alasan yang sederhana.

(10)

2.2 Konsep Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)

Di Sekolah PHBS di sekolah adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan oleh Peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran Sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah Penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam Mewujudkan lingkungan sehat. Menurut Lawrence Green (1980), Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai Ukuran untuk menilai PHBS di sekolah yaitu :

1. Mencuci tangan dengan air yang mengalir 2. Perilaku mencuci tangan menggunakan sabun 3. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah. 4. Menggunkan jamban yang bersih dan sehat 5. Olahraga yang teratur dan terukur

6. Memberantas jentik nyamuk 7. Tidak merokok dalam disekolah

8. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan 9. Membuang sampah pada tempatnya

10. Jajan sebarangan

2.2.1 Definisi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)

Definisi PHBS adalah upaya untuk memberikan pengalaman belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan masyarakat, dengan membuka jalur komunikas, memberikan informasi dan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku, sehingga membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalah sendiri, dalam tatanan rumah tangga, agar

(11)

dapat menerapkan cara-cara hidup sehat dalam rangka menjaga, memelihara, dan meningkatkan kesehatan. PHBS pada tatanan rumah tangga dinilai berdasarkan 16 indikator yang meliputi 4 indikator perilaku dan 4 indikator lingkungan. Sembilan indikator perilaku ini adalah (1) Perilaku tidak merokok (2) Kebersihan Mencuci Tangan, (3) Kebersihan Menggosok Gigi, (4) Olah Raga. Sedangkan Indikator Lingkungan pada PHBS adalah (1) sarana air bersih, (2) Jamban, (3) Tempat Sampah, (4) Sarana Pembuangan Air Limbah Sementara itu masyarakat dari laporan yang di dapat dari Target persentase RT berperilaku hidup bersih sehat dalam indikator IS 2012 adalah 65%, sementara hasil pencapaian di Kabupaten surabaya sebesar 100%. Walaupun dari jumlah siswa- siswa yang dipantau semua berperilaku sehat, tapi data tersebut belum dapat mengambarkan RT berperilaku sehat di Kab. Dengan demikian masih diperlukan upaya peningkatan PHBS antara lain melalui pendekatan pimpinan, bina suasana, dan pemberdayaan masyarakat.

2.2,2 Indikator PHBS di setiap tatanan

Menurut, Notoatmodjo (2012), Indikator tatanan sehat terdiri dari indikator perilaku dan indikator lingkungan di lima tatanan yaitu, tatanan rumah tangga, tatanan institusi kesehatan, tatanan tempat-tempat umum, tatanan sekolah dan tatanan tempat tempat kerja.

(12)

Tabel 2.1.3 Indikator PHBS di Setiap Tatanan

PHBS di setiap Tatanan Syarat Sasaran

PHBS di Rumah Tangga a. Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter dan bidan) b. Memberi ASI Ekslusif c. Menimbang balita setiap bulan d. Menggunakan air bersih e. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun f. Menggunakan jamban sehat g. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu h. Makan buah dan

sayur setiap hari i. Melakukan aktifitas

fisik setiap hari j. Tidak merokok di

dalam rumah

a. Pasangan usia subur b. Ibu hamil dan

menyusui

c. Anak dan remaja d. Usia lanjut e. Pengasuh anak PHBS di Institusi Kesehatan a. Menggunakan air bersih b. Menggunakan jamban c. Membuang sampah pada tempatnya d. Tidak merokok di institusi kesehatan e. Tidak meludah sembarangan f. Memberantas jentik nyamuk a. Pasien b. Keluarga pasien c. Pengunjung d. Petugas kesehatan di institusi kesehatan e. Karyawandi institusi kesehatan PHBS di Tempat tempat Umum a. Menggunakan air bersih b. Menggunakan jamban a. Masyarakat pengunjung b. Pedagang

(13)

c. Membuang sampah pada tempatnya d. Tidak merokok di tempat umum e. Tidak meludah sembarangan f. Memberantas jentik nyamuk c. Petugas kebersihan , keamanan pasar d. Konsumen e. Pengelola (pramusaji) f. Jamaah g. Pemeliharaan/ pengelola tempat ibadah

h. Remaja tempat ibadah i. Penumpang j. Awak angkutan umum k. Pengelola angkutan umum PHBS di Tatanan Sekolah a. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun

b. Mengkonsumsi

jajanan sehat di kantin sekolah

c. Menggunkan jamban yang bersih dan sehat d. Olahraga yang teratur

dan terukur e. Memberantas jentik nyamuk f. Tidak merokok di sekolah g. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap 6 bulanh. Membuang sampah pada

a. Siswa

b. Warga sekolah

(kepala sekolah, guru, kayawan sekolah, komite dan orangtua siswa) c. Masyarakat lingkungan sekolah (penjaga kantin, satpam PHBS di Tempat tempat Kerja a. Tidak merokok di tempat kerja b. Membeli dan mengkonsumsi

makanan dari tempat kerja

c. Melakukan olahraga

(14)

secara teratur/aktifitas fisik

d. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar dan buang air kecil e. Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja f. Menggunakan air bersih g. Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar

h. Membuang sampah pada tempatnya

i. Mempergunakan alat pelindung diri (APD) sesuai jenis pekerjaan

2.2.2 Sasaran PHBS di Tatanan Sekolah

Dalam program pembinaan PHBS ini diarahkan pada sasaran utamayaitu PHBS Tatanan Sekolah yaitu siswa, warga sekolah (kepala sekolah, guru, karyawan sekolah, komite sekolah dan orangtua siswa) dan masyarakat lingkungan sekolah (penjaga kantin dan satpam) (Proverawati,2012).sasaran PHBS pada usia sekolah (6-10 tahun) yang kurang baik akan menimbulkan berbagai penyakit seperti diare, sakit gigi, sakit kulit dan cacingan. Dengan demikian untuk mengurangi prevalensi dampak buruk tersebut, maka perlu diterapkan sasaran PHBS dengan memperhatikan halhal sebagai berikut :

1. Kebersihan Kulit Memelihara kebersihan kulit, harus memperhatikan kebiasaan berikut ini :

(15)

a. Mandi dua kali sehari b. Mandi pakai sabun

c. Menjaga kebersihan pakaian d. Menjaga kebersihan lingkungan

2. Kebersihan Rambut Menurut Potter dan Perri, (2005) untuk selalu memelihara rambut dan kulit kepala dan kesan cantik serta tidak berbau aspek, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

a. Memberhatikan kebersihan rambut dengan mencuci rambut sekurang kurangnnya dua kali seminggu

b. Mencuci rambut dengan shampo/ bahan pencuci rambut lain c. Sebaiknya menggunakan alat-alat pemeliharaan rambut sendiri

3. Kebersihan Gigi Menurut Irianto (2007), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menjaga kebersihan gigi adalah sebagai berikut :

a. Menggosok gigi secara benar dan teratur dan dianjurkan setiap habis makan b. Memakai sikat gigi sendiri

c. Menghindari makanan yang merusak gigi

d. Membiasakan makan buah-buahan yang menyehatkan gigi e. Memeriksakan gigi secara rutin

4. Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku Menurut Potter dan Perri (2005), hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memelihara kebersihan tangan, kaki, dan kuku yaitu:

a. Mencuci tangan sebelum makan b. Memotong kuku secara teratur c. Kebersihan lingkungan

(16)

5. Kebiasaan Berolahraga Olahraga yang teratur mencakup kualitas gerakan dan kuantitas dalam arti dan frekuensi yang digunakan untuk berolah raga. Dengan demikian akan menetukan status kesehatan seseorang khususnya anak-anak pada masa pertumbuhan (Notoatmojo, 2007).

6. Kebiasaan Tidur yang Cukup Tidur yang cukup bukan saja berguna untuk memelihara kesehatan fisik, tetapi juga untuk kesehatan mental. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan teknologi, mengacu orang untuk meningkatkan kehidupannya di bidang sosial dan ekonomi, yang akhirnya mendorong orang bersangkutan untuk bekerja keras tanpa menghiraukan beban fisik dan mentalnya. Istirahat yang cukup adalah kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan kesehatannya (Notoatmodjo, 2010). Tidur yang cukup diperlukan oleh tubuh kita untuk memulihkan tenaga. Dengan tidur yang cukup, kemampuan dan keterampilan akan meningkat sebab susunan saraf serta tubuh terpelihara agar tetap segar dan sehat. Tidur yang sehat merupakan kebutuhan yang penting yang dibutuhkan setiap hari. Tidur yang sehat apa bila lingkungan tempat tidur udara-nya bersih, suasana tenang dan cahaya lampu remang-remang (tidak silau), serta kondisi tubuh yang nyaman seperti tungkai diletakkan agak tinggi agar mempelancar peredaran darah pada anggota gerak bawah (Irianto K,2007). Menurut DepKes RI (1989) yang dikutip oleh Habeahan, J.,(2009), tidur yang sehat harus memenuhi syarat kepadatan hunian ruang tidur yaitu luas ruang tidur minimal 8 meter dan tidak dianjurkan digunakan lebih dari 2 (dua) orang untuk tidur.

7. Gizi dan Menu Seimbang Menu seimbang adalah pola makan sehari-hari yang memenuhi kebutuhan nutrisi yang memenuhi kebutuhan tubuh baik menurut

(17)

jumlahnya (kuantitas), maupun jenisnya (kualitas) (Notoatmodjo, 2010). Keadaan gizi setiap individu adalah faktor yang sangat penting sebab zat gizi zat kehidupan yang esensial bagi pertumbuhan dan perkembangan manusia sepanjang hayatnya. Gizi seimbang merupakan makanan yang beraneka ragam yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral dan serat sesuai dengan proporsi yang memakan sayur-sayuran dan buah-buahan serta pola makan yang teratur yaitu tiga kali sehari pada pagi, siang dan malam hari.

2.2.3 Pelaksanaan PHBS di Tatanan Sekolah

Menurut Depkes RI (2009), indikator PHBS di sekolah terdiri dari 8 indikator yaitu :(1) mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun; (2) mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah; (3) menggunakan jamban yang bersih dan sehat; (4) olahraga yang teratur dan terukur; (5) memberantas jentik nyamuk; (6) tidak merokok di sekolah; (7) menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan; (8) membuang sampah pada tempatnya.

2.2.5. Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan memakai sabun

Menurut WHO (2005) dalam Depkes RI (2006), ada 2 teknik dalam melakukan cuci tangan yaitu: (1) mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air, (2) mencuci tangan dengan menggunakan larutan berbahan dasar alkohol. Langkah-langkah mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir yaitu:

1) Basuh tangan dengan air 2) Tuangkan sabun secukupnya

(18)

3) Ratakan dengan kedua telapak tangan

4) Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan tangan kanan dan sebaliknya

5) Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari

6) Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci

7) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya

8) Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan ditelapak tangan kiri dan sebaliknya

9) Gosok pergelangan tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan dan lakukan sebaliknya

10) Bilas kedua tangan dengan air

11) Keringkan dengan handuk sekali pakai sampai benar-benar kering 12) Gunakan handuk tersebut untuk menutup kran

13) Kedua tangan telah aman Pada langkah nomor 3 sampai dengan nomor merupakan langkah cuci tangan dengan menggunakan sabun sedangkan langkah nomor 2 sampai nomor 8 merupakan langkah cuci tangan dengan menggunakan berbahan dasar alkohol yang dikenal sebagai 7 langkah hygiene tangan dan menjadi dasar pedoman prosedur tetap mencuci tangan rumah sakit di Indonesia. Menurut Depkes RI (2008), seluruh anggota masyarakat (siswa, guru, staf sekolah) harus mencuci tangan sebelum makan, sesudah buang air kecil/ besar, sesudah beraktifitas atau setiap kali tangan kotor dengan memakai sabun dan air bersih yang mengalir.

(19)

Air bersih yang mengalir akan membuang kuman-kuman yang ada pada tangan yang kotor, sedangkan sabun selain membersihkan kotoran juga dapat membunuh kuman yang ada di tangan sehingga tangan menjadi bersih dan bebas dari kuman serta dapat mencegah terjadinya penularan penyakit diare, demam tifoid, kecacingan, penyakit kulit, ISPA, dan flu burung terdapat sekitar 33,6 % siswa SD yang mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir dan hanya sekitar 7% saja siswa yang rutin setiap harinya yang mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air yang mengalir. Kurang nya fasilitas disekolah terkait dengan mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir menyebabkan penerapan mencuci tangan dengan sabun dan air yang mengalir masih tergolong rendah. Penelitian tersebut juga menyebutkan bahwa perilaku siswa yang melakukan cuci tangan pakai sabun dan air yang mengalir menurunkan prevalensi penyakit pencernaan sebesar 0,8% dan menunurunkan absensi siswa karena sakit sebesar 0,7 kali. Menurut penelitian Wati (2011), terdapat sekitar 33 orang siswa (70,2%) memiliki pengetahuan yang baik dalam melakukan cuci tangan sebelum diberi penyuluhan dan meningkat menjadi 44 orang siswa (93,6%) setalah diberi penyuluhan. Menurut penelitian Akbar (2013) membuktikan bahwa metode diskusi menunjukkan metode penyuluhan yang paling efektif digunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan sikap anak sekolah dasar tentang PHBS. Hal ini diketahui perbedaan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden sesudah intervensi baik dengan metode ceramah maupun metode diskusi dimana rerata nilai pengetahuan dan sikap responden dengan metode diskusi yaitu 22,47 dan 14,00 lebih besar nilainya dibandingkan dengan rerata nilai pengetahuan dan sikap responden dengan metode ceramah yaitu 21,74 dan 13,47.

(20)

2.2.6. Mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah

Menurut Evayanti (2012), sekolah sebaiknya menyediakan warung sekolah sehat dengan makanan yang mengandung gizi seimbang dan bervariasi sehingga membuat tubuh siswa yang mengkonsumsi makanan/jajanan tersebut menjadi sehat dan kuat sehingga angka ketidakhadiran siswa menjadi menurun dan proses belajar berjalan dengan baik. Menurut penelitian yang di lakukan Hermina, (20005), bahwa frekuensi konsumsi makanan jajanan di sekolah selama seminggu terakhir tampak bahwa sebagian siswa (50%) mengkonsumsi makanan jajanan yang kurang beragam jenis zat gizinya. Mereka umumnya membeli jenis makanan jajanan yang kandungan zat gizinya hanya satu atau dua jenis sumber zat gizi, yakni hanya mengandung karbohidrat dan lemak saja sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Hidayati (2005) tentang makanan jajanan di SD Negeri Pamijen Sukaraja, menunjukkan bahwa sebagian besar makanan jajanan yang dijual belum memenuhi nilai gizi yang diharapkan. Makanan yang dianggap sebagai makanan berat, seperti: bubur nasi dan bubur sum-sum, berat perporsi hanya 20-40 gram, dengan nilai energi 32-59 kkal, dan protein 0.3-0.98, sedangkan makanan semi basah seperti: cilok, mendoan, bakwan, timus goreng, dan sosis goreng, berat per porsi hanya 5-30 gram, dengan nilai energi 0-95 kkal, dan protein 0- 3.2 gram. Menurut penelitian Kristanto (2008), menunjukkan bahwa pada makanan jajanan pada anak sekolah dasar yang dijual dilingkungan sekolah maupun diluar lingkungan sekolah tidak memenuhi syarat syarat keamanan karena penggunaan bahan berbahaya yang dilarang seperti formalin (71,4%), boraks (23,5%), dan hodamin B (18,5%).

(21)

2.2.7. Menggunakan jamban yang bersih dan sehat

Penggunaan jamban yang bersih dan sehat setiap buang air besar dan buang air kecil dapat menjaga lingkungan sekolah disekitar sekolah menjadi bersih, sehat serta tidak berbau. Penggunaan jamban yang bersih dan sehat dapat juga mencegah terjadinya pencemaran air yang ada dilingkungan sekolah serta juga dapat menghindari adanya lalat dan serangga yang dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti penyakit diare, demam tifoid, serta kecacingan (Evayanti, 2012).

2.2.8. Olahraga yang Teratur dan Terukur

Olahraga yang teratur dan terukur dapat memelihara kesehatan fisik dan mental pada diri siswa serta dapat meningkatkan kebugaran tubuh siswa sehingga siswa tidak mudah jatuh sakit. Olahraga yang teratur dan terukur dapat dilakukan dilingkungan sekolah yang dilakukan secara bersama-sama oleh masyarakat yang berada dilingkungan sekolah seperti karyawan sekolah, komite, penjaga kantin, serta satpam (Evayanti, 2012).

2.2.9. Memberantas Jentik Nyamuk

Menurut Evayanti (2012), memberantas jentik nyamuk dilingkungan sekolah dibuktikannya dengan tidak ada ditemukannya jentik nyamuk pada penampungan air, bak mandi, gentong air, vas bunga, pot bunga/alas bunga, serta barang-barang bekas atau tempat-tempat yang dapat menampung air yang ada dilingkungan sekolah. Kegiatan pemberantasan nyamuk (PSN) dilingkungan sekolah dengan menguras dan menutup tempat penampungan air, mengubur barang-barang bekas, serta menghindari gigitan nyamuk. Lingkungan sekolah

(22)

yang bebas dari jentik nyamuk dapat mencegah terjadinya penulanaran penyakit demam berdarah, chikunya, filariasis, dan malaria.

2.2.10. Tidak Merokok di Sekolah

Menurut Proverawati (2012), dalam satu batang rokok yang di hisap akan dikeluarkan sekitar 4.000 bahan kimia berbahaya seperti nikotin, tar dan carbon monoksida (C0). Nikotin dapat menyebabkan ketagihan dan merusak jantung serta aliran darah. Tar dapat menyebabkan kerusakan sel paru-paru dan kanker sedangkan gas CO dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan darah membawa oksigen yang akan membuat sel-sel dalam tubuh akan mati. Menurut Riset Dasar Kesehatan (2007), sebagian besar perokok mulai merokok ketika mereka masih anak-anak atau remaja yaitu pada usia 10-14 tahun sebesar 13,6% dan angka tersebut mengalami peningkatan pada tahun 2010 yaitu sebesar 27,7%. Menurut penelitian Rahmadi (2013), sekitar 32,3% siswa pernah merokok dan umumnya mereka mempunyai pengetahuan yang kurang tentang efek negatif dari rokok terhadap kesehatan. Kebiasaan meokok pada siswa tersebut dipengaruhi oleh orang tua, teman sebaya, kepribadian, dan media inforrmasi yang mengiklankan rokok.

2.2.11. Menimbang Berat Badan dan Mengukur Tinggi Badan Setiap Bulan Kegiatan menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan pada siswa dilakukan dengan tujuan untuk mengamati tingkat pertumbuhan pada siswa. Hasil pengukuran dan penimbangan berat badan pada siswa tersebut dibandingkan

(23)

dengan standar berat badan dan tinggi badan yang telah ditetapkan sehingga guru mengetahui pertumbuhan siswanya normal atau tidak normal (Evayanti, 2012).

2.2.12. Membuang Sampah pada Tempatnya

Siswa dan masyarakat sekolah wajib membuang sampah pada tempat sampah yang telah disediakan. Siswa diharapkan tahu dalam memilih jenis sampah seperti sampah organik maupun sampah non organik. Sampah yang berserakan dilingkungan sekolah dapat menimbulkalkan penyakit dan tidak indah dipandang oleh mata.

2.2.13. Manfaat Pelaksanaan PHPS di Tatanan Sekolah

Menurut Proverawati (2012), manfaat Pembinaan PHBS di Sekolah yaitu :

a) Terciptanya sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai gangguan dan ancaman penyakit

b) Meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar siswa

c) Citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu menarik minat orangtua

d) Meningkatkan citra pemerintah daerah di bidang pendidikan e) Menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain.

(24)

2.3. Pembinaan PHBS di Tatanan Sekolah

Menurut PerMenKes RI No2269/MENKES/PER/XI/ 2011, pembinaan PHBS adalah upaya untuk menciptakan dan melestarikan perilaku hidup yang berorientasi kepada kebersihan dan kesehatan di masyarakat, antar masyarakat dapat mandiri dalam mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapinya.Pembinaan PHBS dilaksanakan melalui penyelenggaraan Promosi Kesehatan, yaitu upaya untuk membantu individu,keluarga, kelompok dan masyarakat agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan PHBS, melalui proses pembelajaran dalam mencegah dan menanggulangi masalah-masalah kesehatan yang dihadapi, sesuai sosial budaya setempat serta didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. Di institusi pendidikan, pembinaan PHBS dilaksanakan melalui kegiatan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang terintegerasi dengan kegiatan pengembangan dan pembinaan Desa Siaga dan Kelurahan Siaga Aktif. Namun demikian, tanggung jawab pembinaan yang terendah tidak diletakkan di tingkat kecamatan,melainkan di tingkat kabupaten/kota (Pokjanal Kabupaten/ Kota).

a) Pemberdayaan Pemberdayaan di institusi pendidikan seperti sekolah, madrasah, pesantren, seminar dan lain-lain, dilakukan terhadap para anak didik. Sebagaimana di desa atau kelurahan, di sebuah institusi pendidikan pemberdayaan juga diawali dengan pengorganisasian masyarakat (yaitu masyarakat institusi pendidikan tersebut). Pengorganisasian masyarakat ini adalah untuk membentuk atau merevitalisasi Tim Pelaksana UKS yang disebut dengan nama lain dan

(25)

parapendidik di institusi pendidikan yang bersangkutan penegembangan kapasitaspengelola. Dengan pengorganisasian masyarakat di institusi pendidikan tersebut, maka selanjutnya pemberdayaan anak didikdapat diserahkan kepada pimpinan institusi pendidikan, komite atau dewan penyantun, Tim Pelaksana UKS atau yang disebut sebagai para pendidik, dan anak-anak didik yang ditunjuk sebagai kader (misalnya dokter kecil). b) Bina Suasana Bina suasana di institusi pendidikan selain dilakukanoleh

para pendidik, juga oleh para pemukamasyarakat (khususnya pemuka masyarakat bidang pendidikan dan agama),pengurusorganisasi anakdidik seperti OSIS dan sejenisnya, pramuka dan parakader. Para pendidik, pemuka masyarakat, pengurus organisasi anak didik, Pramuka dan kader berperansebagai panutan dalam mempraktikkan PHBS diinstitusi pendidikan tersebut. Bina suasana juga dapat dilakukan dengan pemanfaatan media seperti billboard di halaman, poster di ruang kelas,pertunjukan film, pemuatan makalah/berita dimajalah dinding atau majalah sekolah, serta penyelenggaraan seminar/simposium/ diskusi, mengundang pakar atau alim-ulama atau figur publikuntuk berceramah, pemanfaatan halaman untuktaman obat/taman gizi.

c) Advokasi Advokasi dilakukan oleh fasilitator darikabupaten /kota/provinsi terhadap para pemilik/ pimpinan institusi pendidikan, para pendidik dan pengurus organisasi peserta didik, agar mereka berperan serta dalam kegiatan pembinaan PHBS di institusi pendidikannya. Para pemilik/pimpinan institusi pendidikan misalnya,

(26)

harus memberikan dukungan kebijakan/pengaturan dan menyediakan sarana agarPHBS di institusi Pendidikannya dapat dipraktikkan .Advokasi juga dilakukan terhadap para penyandang dana, termasuk pengusaha, agar mereka membantu upaya pembinaan PHBS di institusi pendidikan.

2.3.1 Sasaran Pembinaan PHBS

Menurut Permen Kes RI No 2269/ MENKES/ PER/XI/ 2011, sasaran pembinaan PHBS, ada 3 yaitu sasaran primer, sasaran sekunder dan sasaran tersier. Sasaran primerberupa sasaran langsung, yaitu individu anggota masyarakat,kelompok-kelompok dalam masyarakat dan masyarakatsecara keseluruhan, yang diharapkan untuk mempraktikkan PHBS. Sasaran skunder adalah mereka yang memiliki pengaruh terhadap sasaran primer dalam pengambilan keputusannya untuk mempraktikkan PHBS. Termasuk disini adalah parapemuka masyarakat atau tokoh masyarakat, yang umumnya menjadi panutan sasaran primer. Terdapat berbagai jenistokoh masyarakat, misalnya tokoh pertanian,tokoh pendidikan, tokoh bisnis, tokoh pemuda, tokoh remaja,tokoh wanita, tokoh kesehatan. Sasaran tersier adalah mereka yang berada dalam posisi pengambilan keputusan formal, she GDGN Fingga dapat memberikan dukungan , baik berupa kebijakan/ peraturan dan atau sumber daya dalam proses pembinaan PHB Sterhadap sasaran primer. Mereka sering juga disebut sebagai tokoh masyarakat formal, yakni orang yang memiliki posisimenentukan dalam struktur formal di masyarakatnya (disebut juga penentu kebijakan) yang memiliki kemampuan untuk mengubahsistem nilai dan norma masyarakat melalui

(27)

pemberlakuan kebijakan/peraturan, serta menyediakan sarana yang diperlukan. Langkah-langkah pembinaan PHBS di sekolah sebagai berikut :

a) Analisis Situasi

b) Pembentukan kelompok kerja

c) Pembuatan Kebijakan PHBS di sekolah d) Penyiapan Infrastruktur

e) Sosialisasi Penerapan PHBS di sekolah f) Penerapan PHBS di Sekolah

g) Pemantauan dan evaluasi

2.3.2 Dukungan dan Peran untuk Membina PHBS di Sekolah

Adanya kebijakan dan dukungan dari pengambil keputusan seperti Bupati, Kepala Dinas pendidikan, Kepala Dinas Kesehatan, DPRD, lintas sektor sangat penting untuk pembinaan PHBS disekolah demi terwujudnya sekolah sehat. Peran dari berbagai pihak terkait (Tim Pembina dan pelaksana UKS) juga penting, sedangkan masyarakat sekolah hanya berpartisipasi dalam perilaku hidup bersih dan sehat baik di sekolah maupun di masyarakat Menurut Per MenKes RI No 2269/ MENKES/ PER/ XI/ 2011, ada beberapa dukungan dan peran dalam pembinaan PHBS di tatanan sekolah yaitu :

1. Pemilik/Komite/ Dewan Penyantun/Pengelola Institusi Pendidikan

a) Memberikan dukungan kebijakan berupa peraturan yang mrndukung pembinaan PHBS di institusi pendidikannya.

b) Menyediakan sarana/fasilitas (air bersih, jambansehat, kantin sehat, tempat sampah dan lain-lain) untuk mendukung PHBS di institusi pendidikannya.

(28)

c) Menyediakan dana dan sumber daya lain yang diperlukan untuk pembinaan PHBS di institusi pendidikannya.

2. Tim Pelaksana UKS/ Pendidik

a) Menyusun rencana, melaksanakan, memantau dan menegevaluasi pembinaan PHBS di institusi pendidikannya.

b) Membentuk dan menyelenggarakan Klinik Konsultasi Kesehatan. 3. Kader

a) Melaksanakan promosi kesehatan dalam rangka pembinaan PHBS bagi teman-teman (anak didik) lainnya.

b) Membantu penyelenggaraan Klinik Konsultasi. 2.3.3 Sanitasi Dasar

Sanitasi dasar adalah sanitasi minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan sehat yang memenuhi syarat kesehatan yang menitik beratkan pada pengawasan berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia (Azwar,1999).Upaya sanitasi dasar meliputi penyediaan air bersih, pembuangan kotoran manusia (jamban), pengelolaan sampah dan saluran pembuangan air limbah.

2.3.4 Penyediaan Air Bersih

Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan sehari-hari setelah udara. Sekitar ¾ bagian tubuh kita terdiri atas air, tak seorangpun dapat bertahan hidup lebih dari 4-5 hari tanpa minum air. Air juga dapat dipergunakan untuk memasak, mencuci, mandi, dan membersihkan kotoran yang ada di sekitar rumah. Air juga dipergunakan untuk keperluan industri, pertanian, pemadam kebakaran, tempat rekreasi, dan transportasi. Volume rata-rata kebutuhan air setiap individu

(29)

per hari berkisar antara 150-200 liter/35-40 galon. Kebutuhan air tersebut bervariasi dan bergantung pada keadaan iklim, standar kehidupan, dan kebiasaan masyarakat. Menurut analisis WHO, pada negara-negara maju setiap orang memerlukan air antara 60-120 liter per hari, sedangkan pada negara berkembang tiap orang memerlukan air antara 30-60 liter per hari (Mubarak,2009). Air merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia sebab manusia akan lebih cepat meninggal karena kekurangan air daripada kekurangan makanan. Pada tumbuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri air , untuk anak-anak sekitar 65% dan untuk bayi sekitar 80% (Notoatmodjo, 2007).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.416/ MenKes/Per /IX/1990, yang di maksud air bersih adalah air bersih yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum apabila telah di masak. Air bersih merupakan salah satu kebutuhan manusia untuk memenuhi standar kehidupan manusia secara sehat. ketersediaan air yang terjangkau dan berkelanjutan menjadi bagian terpenting bagi setiap individu baik yang tinggal di perkotaan maupun di perdesaan. Air yang diperuntukkan bagi konsumsi manusia harus berasal dari sumber air yang bersih dan aman. Batasan-batasan sumber air yang bersih dan aman sebagai berikut : 1) Bebas dari kontaminasi kuman atau bibit penyakit

2) Bebas dari substansi kimia yang berbahaya dan beracun 3) Tidak berasa dan tidak berbau

(30)

5) Memenuhi standar minimal yang ditemuakan oleh WHO atau Departemen Kesehatan RI (Mubarak, 2009). Menurut Depkes RI (2005), Syarat Air Bersih haruslah memenuhi dua syarat yaitu kuantitas dan kualitas

a) Syarat Kuantitatif Syarat kuantitatif adalah jumlah air yang dibutuhkan setiap hari tergantung kepada aktifitas dan tingkat kebutuhan. Makin banyak aktifitas yang dilakukan maka kebutuhan air akan semakin besar. Secara kuantitas di Indonesia diperkirakan dibutuhkan air sebanyak 138,5 liter/orang/hari dengan perincian yaitu untuk mandi, cuci kakus 12 liter, minum 2 liter, cuci pakaian 10,7 liter, kebersihan rumah 31,4 liter, taman 11,8 liter, cuci kendaraan 21,8 liter, wudhu 16,2 liter, lain-lain 33,3 liter (Slamet, 2007).

b) Syarat Kualitatif Syarat kualitas meliputi parameter fisik, kimia, radio aktivitas, dan mikrobiologis yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan

Menteri Kesehatan RI Nomor 416/Menkes/Per/ IX/1990 tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air (Slamet, 2007).

1) Parameter Fisik Air yang memenuhi persyaratan fisik adalah air yang tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna, tidak keruh atau jernih, dan dengan suhu sebaiknya di bawah suhu udara sedemikian rupa sehingga menimbulkan rasa nyaman, dan jumlah zat padat terlarut (TDS) yang rendah.

a) Bau Air yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air. Bau air kebanyakan disebabkan oleh adanya bahan organik dalam air atau

(31)

adanya peningkatan aktifitas bakteri dan yang bisa juga disebabkan oleh pengotoran industri (Mubarak, 2009).

b) Rasa Air yang bersih biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. Perubahan rasa secara normal dalam penyediaan air bersih bisa memeberikan suatu tanda adanya perubahan kualitas air baku atau adanya kekeliruan dalam proses pengolahan air (Mubarak, 2009).

c) Warna Air sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna. Warna dapat disebabkan adanya tannin dan asam humat yang terdapat secara alamiah di air rawa, berwarna kuning muda, menyerupai urin, oleh karenanya orang tidak mau menggunakannya. Selain itu, zat organik ini bila terkena khlor dapat membentuk senyawa-senyawa khloroform yang beracun. Warnapun dapat berasal dari buangan industri ( Slamet, 2007).

d) Kekeruhan Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun yang organik. Zat anorganik biasanya berasal dari lapukan batuan dan logam, sedangkan yang organik dapat berasal dari lapukan tanaman atau hewan. Buangan industri dapat juga merupakan sumber kekeruhan. Kekeruhan yang tinggi akan melindungi mikroorganisme dari pengaruh desinfeksi, mendorong pertumbuhan bakteri, menaikkan kebutuhan klor. Pada

(32)

semua proses desinfeksi dengan memperoleh hasil yang efektif maka kekeruhan air harus selalu rendah (Mubarak, 2009).

e) Suhu Suhu air sebaiknya sejuk atau tidak panas terutama agar tidak terjadi pelarutan zat kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan, menghambat reaksi-reaksi biokimia di dalam saluran/pipa, mikroorganisme pathogen tidak mudah berkembang biak, dan bila diminum air dapat menghilangkan dahaga (Slamet, 2007).

f) Jumlah Zat Padat Terlarut Jumlah zat padat terlarut (TDS) biasanya terdiri atas zat organik, garam anorganik, dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan akan naik pula. Selanjutnya efek TDS ataupun kesadahan terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah tersebut (Slamet, 2007).

1) Parameter Mikrobiologis Sumber-sumber air di alam pada umumnya mengandung bakteri. Jumlah dan jenis bakteri berbeda sesuai dengan tempat dan kondisi yang mempengaruhinya. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan seharihari harus bebas dari bakteri pathogen. Bakteri golongan coli tidak merupakan bakteri golongan pathogen, namum bakteri ini merupakan indikator dari pencemaran air oleh bakteri pathogen.

2) Parameter Radioaktifitas Dari segi parameter radioaktivitas, apapun bentuk radioaktivitas efeknya adalah sama, yakni menimbulkan kerusakan pada sel yang terpapar. Kerusakan dapat berupa kematian dan perubahan komposisi genetik. Kematian sel dapat

(33)

diganti kembali apabila sel dapat beregenerasi dan apabila tidak seluruh sel mati. Perubahan genetis dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker dan mutasi. Parameter radioaktifitas seperti sinal alfa, sinar beta dan gama yang berbeda dalam kemampuan menembus jaringan tubuh.Sinar alfa sulit menembus kulit, sedangkan sinar beta dapat menembus kulit, dan sinar gama dapat menembus sangat dalam. Kerusakan yang terjadi ditentukan oleh intensitas sinar serta frekuensi dan luasnya pemaparan (Slamet, 2007).

3) Parameter Kimia Dari segi parameter kimia, air yang baik adalah air yang tidak tercemar secara berlebihan oleh zat-zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan antara lain air raksa (Hg), alumunium (Al), Arsen (As), barium (Ba), besi (Fe), Flourida (F), Kalsium (Ca), Cadmium (Cd), derajat keasaman (pH), dan zat kimia lainnya. Air sebaiknya tidak asam dan tidak basa (Netral) untuk mencegah terjadinya pelarutan logam berat dan korosi jaringan distribusi air. Air merupakan bahan pelarut yang bagus karena dapat melarutkan berbagai element kimia yang dilaluinya sehingga pH yang dianjurkan untuk air bersih adalah 6,5 – 9 (Slamet, 2007). 2.3.5 Pembuangan Kotoran Manusia (Jamban)

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak seabnding dengan area pemukiman,masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dari segi kesehatan masyarakat masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalh yang pokok untuk sedini mungkin diatasi sebab kotoran manusia (feces) adalah

(34)

sumber penularan penyakit yang multikompleks. Kotoran manusia merupakan sebuah benda yang sudah tidak dipakai lagi oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh seperti tinja (feces), air seni (urine), dan CO2 (Notoatmodjo, 2007). Syarat jamban yang sehat adalah sebagai berikut:

1) Konstruksi kuat

2) Kotoran tidak mencemari permukaan tanah, air tanah dan air permukaan

3) Jarak jamban dengan sumber air bersih tidak kurang dari 10 meter 4) Pencahayaan minimal 100 lux (Kep Men Kes N0. 519 TAHUN 2014) 5) Tidak menjadi sarang serangga (nyamuk, lalat, kecoa)

6) Ventilasi 20% dari luas lantai

7) Di lengkapi dinding dan atap pelindung, dinding kedap air, dan berwarna terang

8) Murah

9) Memiliki saluran dan pembuangan akhir yang baik yaitu lubang selain tertutup juga harus di semen agar tidak mencemari lingkungannya 10) Tersedia air dan alat pembersih Menurut Notoatmodjo (2007), agar

persyaratan-persyaratan tersebut dapat dipenuhi maka perlu diperhatikan antara lain :

a) Sebaiknya jamban tertutup artinya bangunan jamban terlindung dari panas dan hujan, serangga dan binatang-binatang lain, terlindung dari pandangan orang (privacy)

b) Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat, tempat berpijak yang kuat

(35)

c) Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan bau

d) Di sediakan alat pembersih atau kertas pembersih. 2.3.6 Pengelolaan Sampah

Sampah adalah sesuatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatanmanusia dan dibuang. Pengelolaan sampah meliputi penyimpanan, pengumpulan dan pemusnahan sampah yang dilakukan sedemikian rupa sehingga sampah tidak mengganggu kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2007). Syarat-syarat tempat sampah antara lain :

1. Konstruksinya kuat agar tidak mudah bocor, untuk mencegah berseraknya sampah

2. Mempunyai tutup,mudah dibuka, dikosongkan isinya serta dibersihkan, sangat dianjurkan agar tutup sampah ini dapat dibuka atau ditutup tanpa mengotori tangan

3. Ukuran tempat sampah sedemikian rupa, sehingga mudah diangkut oleh satu orang.

2.3.7 Saluran Pembuangan Air Limbah

Air limbah atau air buangan adalah air sisa yang di buang yang berasal dari rumah tangga , industri maupun tempat-tempat umum lainnya yang mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan bagi kesehatan manusia serta mengganggu lingkungan hidup (Notoatmodjo, 2007). Menurut Mubarak (2009) , sarana pembuangan air limbah yang sehat harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :

(36)

1) Tidak mengakibatkan kontaminasi terhadap sumber air bersih

2) Tidak mengakibatkan pencemaran air untuk perikanan air sungai, atau tempattempat rekreasi serta keperluan sehari-hari

3) Tidak di hinggapi oleh lalat, serangga dan tikus dan tidak menjadi tempat berkembang biaknya berbagai bibit penyakit dan vektor

4) Tidak terbuka dan harus tertutup jika tidak di olah

5) Tidak mengakibatkan pencemaran air permukaan 6. Tidak menimbulkan bau atau aroma tidak sedap.

2.4 Sekolah Dasar

2.4.1 Pengertian Sekolah Dasar

Sekolah Dasar merupakan jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia, ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1 sampai kelas 6 dan merupakan suatu lembaga dengan organisasi yang tersusun rapi dan segala aktivitas nya direncanakan dengan sengaja yang disebut kurikulum (Ahmadi, 2001).

1. Fungsi Sekolah Menurut Ahmadi (2001) sekolah memiliki fungsi yakni: a) Membantu lingkungan keluarga untuk mendidik dan mengajar,

memperbaiki, dan memperdalam atau memperluas tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarga serta membantu pengembangan bakat b) Mengembangkan kepribadian peserta didik dapat bergaul dengan guru dan

teman- temannya sendiri, taat kepada peraturan atau disiplin dan dapat terjun di masyarakat berdasarkan norma yang berlaku.

(37)

2. Faktor yang mempengaruhi lingkungan sekolah Menurut Azwar (1999), ada beberapa faktor- faktor lingkungan yang mempengaruhi kehidupan sekolah yang sehat yaitu sebagai berikut :

a) Persediaan air bersih yang terdiri dari air ledeng dan bukan air ledeng b) silitas cuci tangan yaitu disediakan kran-kran atau tempat air untuk

cucitangan

c) WC yang memenuhi syarat kesehatan

d) Tempat pembuangan sampah yang mudah dijangkau dan memenuhi syarat kesehatan.

e) Saluran pembuangan air limbah (air bekas) yang lancar (tidak tersumbat). f) Program sanitasi makanan sekolah, misalnya warung sekolah juga harus

memenuhi syarat kesehatan. g) Bangunan sekolah dan letaknya 2.4.2 Anak Sekolah Dasar

Anak usia sekolah dasar merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan anak usia 6-12 tahun yang memiliki fisik lebih kuat, mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung pada orang tua yang disebut sebagai periode laten yang tidak seperti anak dan usia prasekolah yang sudah dapat menentukkan kehendak/ keinginan yang sesuai dengan kemampuan mereka untuk memilih mana yang lebih baik atau sebaliknya terhadap diri mereka sendiri. Pada usia anak sekolah ini, anak-anak membandingkan dirinya dengan teman-temannya dimana mereka mudah sekali mengalami ketakutan akan kegagalan dan ejekan teman, mudah merasa cemas, akan tumbuh rasa rendah diri. Satu hal yang perlu dimiliki oleh seorang anak yang telah memasuki sekolah dasar yaitu dapat menerima

(38)

otoritas tokoh lain diluar orang tuanya, kesadaran akan tugas, patuh pada peraturan dan dapat mengendalikan emosi nya Menurut (Ratna Prawuawati 2013), dalam Wati (2012), pada usia anak sekolah secara fisik anak mengalami peerubahan dalam proporsi bentuk tubuh. Pada masa ini pertumbuhan anak perempuan lebih cepat daripada anak laki-laki tetapi pada usia 10 tahun keatas pertumbahan anak alaki akan menyusul hal ini disebakan karena anak laki-laki lebih berotot sedangkan anak perempuan lebih lentur. Pada saat memasuki usia anak sekolah perekmangan mental anak mengalami kematangan sebab adanya keterbukaan dan keinginan anak untuk mendapat pengetahuan dan pengalaman.

2.4.3 Pendidikan Kesehatan

Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang kerap di telaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Adanya pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan perilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi tingkat pendidikan merupakan salah satu pencetus (predis posing) yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat (DepKes,2006). Menurut Notoatmodjo, (2010) perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan kata lain perilaku manusia terjadi melaluihasil dari pada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan nya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya. Menurut Sarwono (2004), respon dapat dibedakan menjadi dua yaitu bersifat aktif (melakukan tindakan) dan juga dapat

(39)

bersifat pasif (tanpa tindakan : berfikir, berpendapat, bersikap). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan dapat dirumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak (tidak dapat dilihat) seperti pengetahuan, persepsi, dan motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-bentuk perilaku kedalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice.

2.4.4 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu perhatian seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera penderangan (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan yang ada pada diri manusia bertujuan untuk dapat menjawab masalah kehidupan yang dihadapinya sehari-hari dan digunakan untuk menawarkan berbagai kemudahan bagi manusia. Dalam hal ini pengetahuan dapat diibaratkan sebagai suatu alat yang dipakai manusia dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi (Notoatmodjo, 2003). Menurut Notoatmodjo (2010), pengetahuan mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

1. Tahu (know) diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Untuk mengetahui atau mengukur

(40)

bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan seperti apa tandatanda anak yang kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk).

2. Memahami (comprehension) diartikan sebagai memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui terserbut seperti orang yang memahami cara pemberantasan nyamuk demam berdarah, bukan hanya sekedar menyebutkan (mengubur, menutup, dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harusmenutup, menguras, dan tempat-tempat penampungan air tersebut. 3. Aplikasi (application) diartikan sebagai seseorang yang telah memahami

objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang telah diketahui tersebut pada situasi yang lain seperti seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, harus dapat membuat perencanaan program kesehatan di tempat orang tersebut bekerja.

4. Analisis (analysis) diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikator bahwa pengetahuan seseorangsudah sampah pada tingkat analisis adalah apabila seseorang tersbut telah dapat membedakan, memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut seperti dapat membedakan antara nyamuk Aedes aegypty dengan nyamuk anopheles.

(41)

5. Sintetis (synthesis) diartikan sebagai suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponenpengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada seperti dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar serta dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.

6. Evaluasi (Evaluation) dikaitkan sebagai kemampuan seseorang untuk melalukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau normanorma yang berlaku di masyarakat seperti seorang ibu dapat menilai atau menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak serta seseorang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana. Pengukuran penegetahuan dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung (wawancara) atau melalui pertanyaanpertanyaan tertulis atau angket. Indikator pengetahuan kesehatan adalah tingginya pengetahuan responden tentang kesehatan atau besarnya persentase kelompok responden atau masyarakat tentang variable-variabel atau komponen-komonen kesehatannya.

2.4.5 Sikap

Menurut Notoatmodjo (2010), sikap merupakan respons tertutup seseorang terhadap stimulus suatu objek tertentu yang sudah melibatkan faktor-faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik). Dengan kata lain, sikap adalah suatu sindroma atau kumpulan

(42)

gejala-gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan dan perhatian. Sikap mempunyai 3 komponen pokok yaitu :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. Dengan kata lain, bagaimana kenyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.

2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obje (terkandunk. Dengan kata lain, bagaimana penilaian) (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Dengan kata lain, sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Menurut Ahmadi (2003), ketiga komponen tersebut secara bersama-sama akan membentuk sikap yang utuh ( Total Attitude). Sikap, pengetahuan, pikiran, kenyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Sikap merupakan suatu kecenderungan untuk merespon baik secara positif atau negatif terhadap orang lain, objek atau situasi. Sikap tidak sama dengan perilaku dan kadang-kadang sikap tersebut baru diketahui setelah seseorang itu berperilaku. Tetapi sikap selalu tercermin dari perilaku seseorang. Menurut Ahmadi ,(2013), sikap dibedakan menjadi : 1. Sikap negatif merupakan sikap yang menunjukkan penolakan atau tidak menyetujui terhadap norma yang berlaku dimana seseorang itu berada. 2. Sikap positif merupakan sikap yang menunjukkan menerima terhadap norma yang berlaku dimana seseorang itu berada. Sikap mempunyai beberapa karakteristik yaitu :

(43)

a) Selalu ada objeknya.

b) Biasanya bersifat evaluative. c) Relatif mantap.

d) Dapat dirubah.

Menurut Notoatmodjo (2005), sikap mempunyai beberapa tingkatan : 1. Menerima (receiving), diartikan bahwa seseorang atau subjek mau

menerima stimulus yang di berikan (objek) seperti sikap seseorang terhadap periksa hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran si ibu hamil untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di lingkungannya.

2. Menanggapi(responding), diartikan bahwa memberi jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi seperti seorang ibu hamil yang mengikuti penyuluhan ante natal care tersebut ditanya atau diminta menanggapi pertanyaan yang diberikan oleh penyuluh.

3. Menghargai (valuing), diartikan bahwa subjek atau seseorang memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Dengan kata lain mengajak atau mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespons seperti seorang ibu hamil mengajak tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care.

4. Bertanggung jawab (responsible), diartikan bahwa sesorang telah mengambil sikap tertentu berdasarkan kenyakinannya harus berani mengambil resiko seperti seorang ibu hamil yang telah mengikuti penyuluhan ante natal care harus berani mengobarkan sedikit waktu

(44)

nya. Dengan kata lain bertanggung jawab merupakan sikap yang paling tinggi tingkatannya. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung seperti memberikan pertanyaan-pertanyaan secara tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang stimulus atau objek yang bersangkutan, dengan memberikan kata “setuju” atau “tidak setuju” terhadap pernyataan-pernyataan terhadap objek tertentu.

2.4.6 Tindakan

Sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik) sikap belum tentu terwujud dalam tindakan sebab untuk terwujudnya tibdakan perlu factor lain yaitu antara adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Menurut Notoatmodjo (2005), tindakan merupakan suatu gerakkan atau perbuatan dari tubuh setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam maupun luar tubuh suatu lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap stimulus tersebut. Secara biologis, sikap dapat dicerminkan dalam suatu bentuk tindakan, namun tidak pula dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Tindakan mempunyai beberapa tingkatan yaitu : (Syafrudin, 2009)

1. Persepsi, diartikan bahwa mengenal atau memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respons terpimpin, diartikan bahwa dapat melakukan sesuatu sesuai urutan yang benar sesuai dengan contoh.

(45)

3. Mekanisme, diartikan bahwa apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis/telah menjadi kebiasaan

4. Adaptasi, diartikan bahwa suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Tindakan tersebut telah di modifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Pengukuran atau cara mengamati perilaku dapat dilakukan melalui dua cara yaitu secara langsung seperti dengan pengamatan (observasi) dan secara tidak langsung seperti menggunakan metode mengingat kembali.

2.4.7 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi PHBS

Menurut Notoatmodjo (2007), ada 3 faktor penyebab seseorang melakukan perilaku hidup bersih dan sehat yaitu faktor pemudah (predisposing factor), faktor pemungkin (enambling factor) dan faktor penguat (reinforcing factor).

1. Faktor pemudah (predisposing factor) Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap anak-anak terhadap perilaku hidup bersih dan sehat sehingga faktor ini menjadi pemicu atau anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi tindakannya akibat tradisi atau kebiasaan, kepercayaan, tingkat pendidikan dan tingkat sosial ekonomi, seperti pengetahuan, sikap, keyakinan dan nilai yang dimiliki oleh 7 seseorang yang tidak merokok karena melihat kebiasaan dalam anggota keluarganya tidak ada satupun yang merokok. 2. Faktor pemungkin (enambling factor) Faktor ini merupakan pemicu terhadap

perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau tindakan terlaksana. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi anak-anaknya seperti air bersih, tempat pembuangan sampah, jamban

(46)

ketersediaan, dan makanan yang bergizi. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku hidup bersih dan sehat. 3. Faktor penguat (reinforcing factor) Faktor ini merupakan faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau tindakan. Faktor ini terwujud dalam bentuk sikap dan perilaku pengasuh anak-anak atau orangtua yang merupakan tokoh yang dipercaya atau dipanuti oleh anak-anak seperti pengasuh anak-anak memberikan keteladanan dengan melakukan cuci tangan sebelum makan atau selalu minum air yang sudah dimasak maka hal ini menjadi penguat untuk perilaku hidup bersih dan sehat bagi anak-anak seperti halnya pada masyarakat akan memerlukan acuan untuk berperilaku melalui peraturan-peraturan atau undang-undang baik dari pusat atau pemerintah daerah, perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama termasuk juga petugas kesehatan setempat. Hal-hal yang mempengaruhi PHBS sebagian terletak di dalam diri individu itu sendiri, yang disebut sebagai faktor intern, dan sebagian terletak di luar diri individu yang disebut sebagai faktor ekstern (faktor lingkungan).

1. Faktor Internal

a) Keturunan Seseorang berperilaku tertentu karena memang sudah mewarisi sifat dari orangtuanya atau neneknya dan lain sebagainya. Sifat-sifat yang dimilikinya tersebut akan terus melekat pada seseorang tersebut dan akan sulit untuk dirubah.

b) Motif adalah suatu dorongan dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut melalakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Motif ini tidak dapat diamati tetapi yang

(47)

dapat diamati adalah kegiatan atau mungkin alasan-alasan tindakan tersebut. Menurut Moslow motif terbagi menjadi kebutuhan biologis , kebutuhan social, dan kebutuhan rohani.

c) Faktor Eksternal Faktor yang menyebakan atau mempengaruhi seseorang untuk berbuat sesuatu yang di sebabkan karena adanya suatu dorongan atau unsur-unsur tertentu. Faktor eksternal juga merupakan faktor yang terdapat di luar diri individu.

2.4.8 Manfaat PHBS

Kebijakan pembangunan kesehatan ditekankan pada upaya promotif dan preventif agar orang yang sehat menjadi lebih sehat dan produktif. Pola hidup sehat merupakan perwujudan paradigma sehat yang berkaitan dengan perilaku perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang berorientasi sehat dapat meningkatkan, memelihara, dan melindungi kualitas kesehatan baik fisik, mental, spiritual maupun sosial.Perilaku hidup sehat meliputi perilaku proaktif untuk:

a) Memelihara dan meningkatkan kesehatan dengan cara olah raga teratur dan hidup sehat;

b) Menghilangkan kebudayaan yang berisiko menimbulkan penyakit; c) Usaha untuk melindungi diri dari ancaman yang menimbulkan

penyakit;

d) Berpartisipasi aktif daalam gerakan kesehatan masyarakat.

Manfaat PHBS di lingkungan sekolah yaitu agar terwujudnya sekolah yang bersih dan sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari berbagai ancaman penyakit, meningkatkan semangat

(48)

proses belajar mengajar yang berdampak pada prestasi belajar siswa, citra sekolah sebagai institusi pendidikan semakin meningkat sehingga mampu minat orang tua dan dapat mengangkat citra dan kinerja pemerintah dibidang pendidikan, serta menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain (Depkes RI, 2008).

2.4.9 Sasaran PHBS

Sasaran PHBS menurut Depkes RI (2008) dikembangkan dalam lima tatanan yaitu di rumah atau tempat tinggal, di tempat kerja, di tempat-tempat umum, institusi pendidikan, dan di sarana kesehatan. Sedangkan sasaran PHBS di institusi pendidikan adalah seluruh warga institusi pendidikan yang terbagi dalam:

a) Sasaran primer Sasaran utama dalam institusi pendidikan yang akan dirubah perilakunya atau murid dan guru yang bermasalah (individu/ kelompok dalam institusi pendidikan yang bermasalah).

b) Sasaran sekunder Sasaran yang mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan yang bermasalah misalnya, kepala sekolah, guru, orang tua murid, kader kesehatan sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait.

c) Sasaran tersier Merupakan sasaran yang diharapkan menjadi pembantu dalam mendukung pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di institusi pendidikan seperti, kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas, Diknas, guru, tokoh masyarakat, dan orang tua murid.

Referensi

Dokumen terkait

Social media are online platforms that are used by children and adolescents to connect with friends and family, share media content, and form social networks.. Some of the

Berdasarkan observasi, permaslahan yang menonjol pada tempat kerja atau bengkel permesinan SMK Semen Gresik yang belum memenuhi aspek K3 yaitu Gangguan kebisingan yang

Artikel ini membahas tentang metode trapesium terkoreksi komposit yang merupakan metode untuk mengaproksimasi integral pada persamaan integral Volterra linear jenis kedua.. Artikel

Pencucian (washing) dan penyaringan (screening) dilakukan dengan tujuan untuk memisahkan material-material yang tidak diinginkan yang terdapat di dalam pulp dan dapat

Dalam kenyataan perkembangan ilmu syariah sendiri, pendefinisian ilmu hukum Islam sebagai ilmu yang menyelidiki norma- norma, dan ditunjang oleh suatu postulat yang

Dari lapisan batas yang terbentuk, maka di konstruksi model matematika yang dapat menggambarkan aliran fluida mikrokutub saat melewati bola teriris dengan pengaruh MHD

Adapun jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif yang bersifat deskriptif untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan kepatuhan

Selain itu, ada beberapa keuntungan yang diperoleh ketika menggunakan permainan dalam proses pembelajaran di kelas, yaitu: memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan