• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Coping Religious dalam Mengatasi Gangguan Fisik-Psikis-Sosial-Spiritual pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Implementasi Coping Religious dalam Mengatasi Gangguan Fisik-Psikis-Sosial-Spiritual pada Pasien Gagal Ginjal Kronik"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

Iredho Fani Reza

Implementasi

Coping Religious

dalam Mengatasi Gangguan

Fisik-Psikis-Sosial-Spiritual pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Iredho Fani Reza

Fakultas Psikologi Islam

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Indonesia Email: iredhofanireza@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini menemukan bahwa pasien gagal ginjal kronik rentan mengalami gangguan aspek fisik-psikologis-sosial-spiritual yang bersumber dari gangguan psikologis dan fisik. Untuk mengatasi setiap aspek gangguan yang dialami pasien gagal ginjal konik, coping religious dalam perspektif agama Islam menjadi cara mengatasi permasalahan psikologis yang dialami pasien gagal ginjal kronik yang di implementasi dengan dua bentuk. Pertama, hubungan terhadap Allah SWT (hablun Min Allah) berupa pelaksanaan serangkaian ibadah, seperti: salat, zikir, puasa, berdoa, membaca Al-Qur’an. Kedua, hubungan dengan sesama manusia (hablun min an-nas), yaitu silaturahmi. Penelitian ini merupakan jenis penelitian mixed methods dengan rancangan penelitian embedded design. Jumlah subjek yang menjadi sampel dengan teknik random sederhana dalam penelitian ini berjumlah 62 pasien gagal ginjal kronik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pasien gagal ginjal kronik, untuk mempertahankan intensitas pelaksanaan ibadah dan meningkatkan pemahaman dan penghayatan keagamaan, sehingga dapat mengatasi gangguan fisik-psikis-sosial-spiritual untuk menyikapi pelbagai permasalahan kehidupan yang dihadapi.

Abstract

This study found that patients with chronic renal failure prone impaired physical aspect-psycho-social-spiritual that comes from psychological and physical disorders. To cope with every aspect of interruptions suffered kidney failure patients conic, religious coping in the perspective of Islam becomes a way to overcome psychological problems experienced by patients with chronic renal failure in the implementation of the two forms. First, there is a relationship to Allah (hablun Min Allah) in the form of implementation of a series of worship,

(2)

such as prayer, remembrance, fasting, praying, reading the Qur'an. Second, there are relationships with human beings (hablun min an-nas), mostly called “the gathering”. This study is a mixed research methods with embedded design. The number of subjects sampled by simple random technique in this research consists of 62 patients with chronic renal failure. The results of this study are expected to provide input to chronic renal failure patients, to maintain the intensity of worship and increase understanding and appreciation to religion, so that it can cope with the physical disruption of social-psychological-spiritual-to address various life problems that occur.

Keywords: Human Disease Chronic Renal Failure, Impaired Physical

Socio-Spiritual-Psychic, Religious Coping

Individu manusia memiliki banyak kebutuhan yang harus dipenuhi. Menurut Muhammad Utsman Najati, kebutuhan manusia dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu kebutuhan fisiologis dan kebutuhan psikologis (psikis dan spiritual). Kebutuhan manusia yang bersifat fisiologis berhubungan dengan aktivitas dalam tubuh, sedangkan kebutuhan psikis dan spiritual berhubungan dengan jiwa untuk mewujudkan rasa aman dan bahagia.1

Bila kebutuhan yang diinginkan tidak terpenuhi, maka menimbulkan suatu krisis dalam diri. Erikson mengatakan, setiap individu pada dasarnya dihadapkan pada suatu krisis. Krisis itulah yang menjadi tugas bagi seseorang untuk dapat dilaluinya dengan baik.2 Krisis yang terjadi berasal dari aspek fisik dan psikis pada individu. Aspek fisik dan psikis pada individu seharusnya bersinergi, sehingga cenderung melewati krisis yang dihadapi. Apabila aspek fisik dan psikis tidak bersinergi, maka menimbulkan krisis dalam diri.

Salah satu jenis krisis yang mempengaruhi keseimbangan antara aspek fisik dan psikis individu yaitu krisis situasi. Krisis situasi terjadi ketika peristiwa eksternal tertentu pada individu, mempengaruhi keseimbangan psikologi individu atau kelompok. Sebagai contoh salah satu krisis situasi adalah menderita suatu penyakit.3 Salah satu penyakit kronis yang dapat membuat penderitanya mengalami krisis situasi berupa gangguan fisik dan psikis atas penyakit yang diderita, adalah penyakit gagal ginjal kronik.4

Pasien penderita gagal ginjal kronik bukan hanya mengalami kesakitan pada fisik, kondisi psikis juga terganggu. Hal ini didukung dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Andri terhadap pasien gagal ginjal kronik. Pasien penyakit

(3)

Iredho Fani Reza

gagal ginjal kronik sering mengalami gangguan psikiatrik terkait dengan kondisi medis umumnya. Gangguan psikiatrik seperti delirium, depresi, kecemasan dan sindrom disekuilibirium sering dialami oleh pasien gagal ginjal kronik.5

Studi pendahuluan yang dilakukan peneliti di salah satu Rumah Sakit Umum Pemerintah di Jakarta terhadap pasien penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa. Berdasarkan wawancara yang dilakukan, pasien mengungkapkan ketika mendengar diagnosa dokter bahwa menderita gagal ginjal kronik dan harus menjalani terapi hemodialisa. Pasien merasa terkejut mendengarnya dan mencemaskan bagaimana kehidupanya kedepan nanti. Pasien sempat berpikir, kehidupannya sudah habis dan tidak ada harapan lagi untuk hidupnya kedepan. Saat proses terapi hemodialisa mulai berjalan rutin, setiap akan memasuki ruangan hemodialisa, kepalanya seakan terasa pusing dan pasien sering mengeluh dengan kondisi yang dialami. Saat proses hemodialisa berlangsung, bila ada yang menyentuh bagian tubuhnya, pasien seakan merasakan sakit yang berlebihan di bagian tubuh yang tersentuh. Pasien juga mengalami kesulitan untuk tidur, setelah menderita penyakit gagal ginjal kronik. Karena pasien mencemaskan kondisi penyakit yang dialami, apakah masih dapat berkumpul dengan keluarga.6

Selanjutnya, berdasarkan wawancara dengan keluarga pasien gagal ginjal kronik. Ketika pasien berada di rumah, menjadi lebih sensitif terhadap hal-hal kecil yang dianggap salah. Ditampakkan melalui perilaku yang mudah marah dan perubahan pola makan.7 Hal ini, mengindikasikan pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa bukan hanya mengalami gangguan fisik tapi cenderung mengalami gangguan psikologis.

Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti, terdapat fenomena bahwasanya ada sebagian pasien gagal ginjal kronik yang mendekatkan diri kepada agama sebagai cara mengatasi psikologis yang dialami. Berdasarkan wawancara dengan seorang pasien gagal ginjal kronik. Sering mengalami kesepian, padahal memiliki anak yang banyak dan telah memiliki cucu. Karena kesibukan masing-masing keluarga, untuk pergi ke Rumah Sakit, Bapak usia 70 tahun ini pergi sendirian menggunakan angkotan umum. Dibalik kesakitan yang dialami, tetap menjalani praktek ibadah. Bahkan menajalani ibadah puasa sunnah pada saat menajalani terapi hemodialisa. Mengingat Tuhan, membuat dirinya bisa menerima keadaan yang diderita.8

Salah satu coping stres yang mulai digunakan dalam aspek kegiatan penyembuhan pasien medis yaitu pemecahan masalah melalui pendekatan keagamaan atau coping religious. Menurut Koenig coping religious didefinisikan

(4)

sebagai sejauh mana individu menggunakan keyakinan dan praktek ritual religiousnya untuk menfasilitasi proses pemecahan masalah dalam mencegah atau meringankan dampak psikologis negatif dari situasi yang penuh stres dan hal ini membantu individu untuk beradaptasi dalam situasi kehidupan yang menekan.9

Coping religious diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu positif coping religious dan negatif coping religious.10 Lebih lanjut menurut Pargament, dalam pengukuran pendekatan coping religious dapat dilakukan dengan melihat indikator coping religious yang terdapat di dalam dimensi coping religious yaitu: 1) Menemukan makna; 2) Kontrol diri; 3) Kenyamanan dan kedekatan dengan Tuhan; 4) Menjalin hubungan dengan orang lain dan kedekatan dengan Tuhan; 5) Menciptakan perubahan dalam hidup.11

Selanjutnya observasi dan wawancara yang dilakukan, bahkan ada pasien yang menangis karena proses pelaksanaan hemodialisa dan berteriak kesakitan saat proses hemodialisa berlangsung, serta terlihat pasien yang mengeluh dengan kondisi yang dideritanya. Akan tetapi, dari wawancara yang dilakukan, ada pasien bisa bertahan dengan kondisi yang terjadi. Untuk menghilangkan perasaan kesendirian, pasien melaksanakan ibadah. Dalam konteks agama Islam, seperti salat, zikir dan puasa. 12

Keterkaitan antara coping religious dengan aspek kehidupan individu yang menderita suatu penyakit, hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian. Diantaranya penelitian oleh Zwingmann dan kawan-kawan terhadap pasien penderita kangker payudara di Jerman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara coping religious dapat mengatasi depresi pada pasien penderita kangker payudara di Jerman.13 Penelitian oleh Mahmoudi dkk, terhadap mahasiswa Universitas Islam Azad Iran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara coping religious, kesehatan dan gangguan psikologis yang kompleks. Artinya bahwa keyakinan agama memainkan peran penting dalam pencegahan, pengurangan emosi dan psikologis disorder.14

Dalam pandangan Islam di dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman bahwasanya orang-orang yang beriman akan mendapatkan penyembuhan dari gangguan ketenangan jiwa melalui agama terdapat dalam QS. Yunus ayat 57:

                     

Artinya: ”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.15

(5)

Iredho Fani Reza

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwasanya krisis situasi yang dialami dapat diatasi dengan pendekatan keagamaan, pada hakikatnya dapat mengatasi gangguan psikologis yang dialami pasien gagal ginjal kronik. Dari permasalahan yang ada, penelitian survei ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana gangguan fisik-psikis-sosial-spiritual dan bagaimana implementasi coping religious pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa.

Gangguan Fisik-Psikis-Sosio-Spiritual Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik Tubuh manusia terdiri dari organ-organ yang memiliki fungsinya tersendiri. Salah satu organ manusia yaitu ginjal, yang merupakan organ terpenting dalam mempertahankan homeostatis cairan tubuh secara baik.16 Menurut Cotran dkk., ginjal adalah suatu organ yang secara struktural kompleks dan telah berkembang untuk melaksanakan sejumlah fungsi penting seperti ekskresi produk sisi metabolisme, pengendalian air dan garam, pemeliharaan keseimbangan asam yang sesuai dan sekresi pelbagai hormon autokoid.17

Menurut Syaifuddin fungsi ginjal diantaranya: 1) Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh; 2) Mengatur keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yang optimal dalam plasma (keseimbangan elektrolit); 3) Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh, bergantung pada apa yang dimakan; 4) ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum, asam urat, kreatinin) zat-zat toksik, obat-obatan, hasil metabolisme hemoglobin dan bahan kimia asing (pestisida); 5) fungsi hormonal dan metabolisme.18

Berdasarkan penjelasan sekilas tentang ginjal, begitu penting peran ginjal bagi kelangsungan hidup manusia. Oleh karena itu, apabila organ ginjal ini mengalami suatu masalah, maka dapat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup individu, salah satunya apabila mengalami penyakit gagal ginjal. Penyakit gagal ginjal terbagi menjadi dua yaitu penyakit gagal ginjal akut (GGA) dan penyakit gagal ginjal kronik (GGK).

Penyakit gagal ginjal tergolong penyakit kronis yang mempunyai karakteristik menetap dan memerlukan pengobatan dengan rawat jalan dalam jangka waktu yang lama. Menurut Djuariah Chanafie, pasien gagal ginjal umumnya tidak dapat mengatur dirinya sendiri dan biasanya tergantung kepada para profesi kesehatan. Kondisi seperti ini, tentu saja menimbulkan perubahan atau ketidakseimbangan yang meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial dan

(6)

spiritual pasien. Seperti perilaku penolakan, marah, perasaan takut, cemas, rasa tidak berdaya, putus asa, bahkan bunuh diri.19

Dalam penelitian ini, penulis melakukan survei secara kuantitatif tentang gangguan fisik, psikologis, sosial dan spiritual pada pasien gagal ginjal kronik. Pada analisis gangguan yang dialami oleh pasien gagal ginjal kronik, penulis melakukan pengelompokan kategorisasi gangguan menjadi tingkat gangguan tinggi, gangguan sedang dan gangguan rendah. Berdasarkan hasil analisis di dapatkan bahwa terdapat pasien gagal ginjal kronik yang mengalami gangguan fisik pada kategori sedang dengan jumlah sebanyak 41 pasien atau persentase 66,1% dan sebanyak 21 pasien yang berada pada kategori tinggi atau persentase 33,9% dan diketahui tidak ada pasien yang berada pada kategori rendah. Berdasarkan tingkat kategorisasi gangguan fisik pada pasien gagal ginjal kronik, dapat diartikan bahwa pasien gagal ginjal kronik rata-rata memiliki rentan terhadap aspek fisiologis. Adapun bentuk gangguan aspek fisiologis pada pasien gagal ginjal kronik berupa selera makan berkurang dan kepala terasa pusing.

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis di dapatkan bahwa terdapat pasien gagal ginjal kronik yang mengalami gangguan psikologis pada kategori sedang dengan jumlah sebanyak 39 pasien atau persentase 63 % dan sebanyak 23 pasien berada pada kategori tinggi atau persentase 37 % dan diketahui tidak ada pasien yang berada pada kategori rendah. Berdasarkan tingkat kategorisasi gangguan psikologis pada pasien gagal ginjal kronik, dapat diartikan bahwa pasien gagal ginjal kronik rata-rata memiliki rentan gangguan terhadap aspek psikologis. Adapun bentuk gangguan aspek psikologis pada pasien gagal ginjal kronik berupa melamun ketika sedang sendiri dan merasa tertekan dengan penyakit yang dialami.

Selanjutnya berdasarkan hasil analisis di dapatkan bahwa terdapat pasien gagal ginjal kronik yang mengalami gangguan sosial pada kategori sedang dengan jumlah sebanyak 48 pasien atau persentase 77,4% dan sebanyak 13 pasien berada pada kategori tinggi atau persentase 21% dan diketahui ada 1 pasien yang berada pada kategori rendah atau persentase 1,6%. Berdasarkan tingkat kategorisasi gangguan sosial pada pasien gagal ginjal kronik, dapat diartikan bahwa pasien gagal ginjal kronik rata-rata memiliki rentan gangguan terhadap aspek sosial. Adapun bentuk gangguan aspek sosial pada pasien gagal ginjal kronik berupa perasaan dijauhi oleh orang disekitar, kurang nyaman dengan lingkungan sekitar, merasa kurang diperhatikan oleh orang disekitar dan merasa kurang dipahami oleh orang disekitar.

(7)

Iredho Fani Reza

Selanjutnya peneliti juga melakukan analisis terhadap gangguan spiritual pada pasien gagal ginjal kronik. Kondisi spiritual yang dimaksud adalah kondisi spiritual yang berasal dari keberagamaan. Berdasarkan wawancara penulis, menurut salah satu pasien gagal ginjal kronik, merasa kurang percaya dengan mukjizat Tuhan, merasa pelaksanaan ibadah yang dilakukan belum terlihat manfaatnya terhadap perkembangan kesehatan dari penyakit yang dialami. Pasien merasa menderita sebagai seorang pasien gagal ginjal kronik. Selain itu, pasien berpandangan bahwa tindakan medislah yang membuat dirinya dapat bertahan hidup (terapi hemodialisa) bukan dikarenakan pelaksanaan ibadah. Hal ini dikarenakan pasien merasa bahwa tuhan tidak adil terhadap kehidupan yang dialami.20

Wawancara selanjutnya dengan salah satu pasien gagal ginjal kronik menyatakan bahwasanya semenjak menjadi pasien gagal ginjal kronik dan diharuskan dokter untuk melakukan terapi hemodialisa. Kehidupannya berubah dalam setiap aspek kehidupan (fisiologis, psikologis dan sosial). Selain itu, pelaksanaan ibadah yang seharusnya dilaksanakan sebagai umat beragamapun terabaikan. Lebih dari itu, dirinya merasa Tuhan tidak adil dengan memberikan penyakit yang dialami.21 Dari hasil analisis terhadap survei gangguan spiritual pada pasien gagal ginjal kronik. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa adapun bentuk gangguan aspek spiritual pada pasien gagal ginjal kronik berupa hilangnya rasa kepercayaan terhadap kemampuan dan ketentuan Allah dan merasa Allah tidak adil.

Dari hasil penelitian yang penelitian lakukan senada dengan penelitian yang dilakukan oleh Jennifer Finnegan John dan Veronica J. Thomas untuk melihat kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual pada pasien stadium akhir penyakit ginjal (gagal ginjal kronik). Penelitian yang dilakukan John dan Thomas di dapatkan bahwa penyakit fisik dari gagal ginjal kronik berdampak pada kualitas hidup sehari-hari, berdampak pada psikologis (kehilangan kontrol, kecemasan dan depresi), berdampak pada tanggapan terhadap keyakinan pada agama/spiritual, serta berdampak pada hubungan sosial.22

Implementasi Coping Religious Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik

Pasien gagal ginjal kronik dalam mengatasi permasalahan gangguan yang dialami dengan menggunakan coping religious memiliki bentuk implementasinya. Peneliti melakukan studi survei terhadap bentuk implementasi coping religious pada pasien gagal ginjal kronik dalam perspektif agama Islam. Berdasarkan

(8)

wawancara terhadap pasien gagal ginjal kronik, peneliti mengidentifikasi bentuk implementasi coping religious dalam konteks agama Islam.

Dari wawancara yang dilakukan peneliti, di dapatkan bahwa bentuk implementasi coping religious pada pasien gagal ginjal kronik dalam konteks agama Islam yaitu melakukan serangkaian pelaksanaan ibadah seperti salat, zikir, puasa, berdoa, membaca Al-Qur’an dan silaturahmi. Semua rangkaian ibadah yang dilakukan merupakan bentuk ketaatan terhadap Tuhan yang memberikan kesehatan secara fisik, psikologis, sosial dan spiritual.23

Peneliti mengelompokan implementasi coping religious pada pasien gagal ginjal kronik menjadi dua bentuk. Pertama, hubungan terhadap Allah SWT (hablun Min Allah) berupa pelaksanaan serangkaian ibadah, seperti: salat, zikir, puasa, berdoa, membaca Al-Qur’an. Kedua, hubungan dengan sesama manusia (hablun min an-nas), yaitu silaturahmi.

1. Bentuk Implementasi Coping Religious Melalui Hablun Min Allah

Bentuk implementasi coping religious melalui hubungan dengan Tuhan (hablun min Allah) dalam perspektif Islam yang merupakan hubungan veritkal melalui serangkaian pelaksanaan ibadah seperti salat, zikir, puasa, berdoa, membaca Al-Qur’an, dijelaskan sebagai berikut:

a. Coping Religious Melalui Pelaksanaan Salat

Salat menurut bahasa berarti berdoa atau memohon kebajikan dan pujian. Secara dimensi fikih, salat adalah rangkaian ucapan dan perbuatan (gerakan) yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, yang merupakan ibadah kepada Allah menurut syarat yang telah ditentukan oleh agama. Hakikatnya, pengertian salat adalah berharap jiwa (hati) kepada-Nya, serta menumbuhkan di dalam jiwanya rasa keagungan, kebesaran dan kesempurnaan kekuasaan-Nya.24

Menurut Mujib, ibadah dalam Islam banyak jenis dan bentuknya, tetapi ibadah yang mempresentasikan seluruh kepribadian manusia adalah salat. Karena ibadah salat membedakan hamba yang Muslim dan yang kafir.25 Dalam QS. al-Israa’ ayat 78 terdapat perintah melaksanakan salat:

                           

Artinya: “Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikanlah salat subuh, sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan malaikat”.26

(9)

Iredho Fani Reza

Berdasarkan wawancara dengan pasien gagal ginjal kronik bahwa salah satu implementasi coping religious terhadap kerentanan stres dalam konteks agama Islam yaitu pelaksanaan salat.27 Ibadah salat merupakan implementasi coping religious dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi seseorang. Sebagaimana yang terdapat dalam QS. al-Baqarah ayat 153:

                   

Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.28

Komaruddin Hidayat menyatakan bahwa salat merupakan laksana perjalanan spiritual menuju Allah. Dalam kata salat terkandung empat pengertian pokok. Pertama, rasa kehadiran (washala) di hadapan Allah. Kedua rasa keterhubungan (shilah) dengan Allah, baik fisik maupun rohani, sebagaimana terkandung dalam kata silaturahmi dalam relasi sesama manusia, yaitu munculnya jalinan emosi dan kasih sayang kedua belah pihak. Ketiga salat juga bermakna menyampaikan penghargaan, pujian dan penghormatan kepada Allah. Keempat salat juga mengandung makna doa atau permohonan. Ketika salat, setelah seorang hamba menyampaikan syukur dan pujian, biasanya diikuti dengan permohonan (doa).29

Lebih lanjut menurut Mujib, zikir dan pikir dalam salat merupakan metode meditasi terbaik. Selain memiliki nilai spiritual ilahiah, meditasi dalam salat juga memiliki pengaturan atau kontrol yang harmonis terhadap seluruh dimensi ragawi manusia, mulai dari syaraf, otot-otot, peredaran darah pernapasan, pencernaan, kelenjar reproduksi dan sebagainya.30 Penelitian yang dilakukan oleh Ari Wisono Adi menunjukkan adanya korelasi negatif yang signifikan antara keteraturan menjalankan salat dengan tingkat kecemasan. Dalam artian bahwa makin rajin dan teratur orang melakukan salat, maka makin rendah tingkat kecemasannya.31

Kajian yang dilakukan oleh Kurniawan menyatakan bahwa terdapat tiga pengaruh positif yang bisa diperoleh dari pelaksanaan salat, diantaranya salat dapat mendatangkan ketentraman jiwa dan ketenangan batin, salat dapat mencegah seseoang dari perbuatan keji dan mungkar dan salat dapat mencegah seseorang dari sifat kikir dan keluh kesah.32 Penjelasan lebih lanjut mengenai hikmah pelaksanaan salat sebagaimana dijelaskan sebagai berikut:

(10)

1) Salat dapat mendatangkan ketentraman jiwa dan ketenangan batin karena merupakan zikir kepada Allah. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT QS. Tha-Ha ayat 14:                    

Artinya: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah salat untuk mengingat Aku”. Adapun memperbanyak zikir kepada Allah SWT akan menjadikan hati merasa tentram”.33

2) Salat dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT QS. al-Ankabut ayat 45:

                                           

Artinya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu alkitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar, dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaanya dari ibadat-ibadat yang lain), dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”.34

3) Salat dapat mencegah seseorang dari sifat kikir dan keluh kesah. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT QS. al-Ma’arij ayat 19-22:

                          

Artinya:“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat”.35

Seorang Muslim yang melaksanakan salat disebut dengan mushhalli, menurut Mujib, mushalli adalah kepribadian individu yang di dapat setelah melaksanakan shalat dengan baik, konsisten, tertib dan khusyuk, sehingga ia mendapatkan hikmah dari apa yang dikerjakan.36 Lebih lanjut penelitian yang dilakukan Doufesh, Faisal, Lim dan Ibrahim menunjukkan bahwa posisi salat pada saat sujud merupakan kondisi gelombang alpha pada otak. Meningkatnya kondisi otak ditingkat gelombang alpha menunjukkan keadaan relaksasi.37

Dalam hal ini, salat dapat menjadi implementasi coping religious dalam mengurangi kerentanan stres pada pasien gagal ginjal kronik. Kajian yang

(11)

Iredho Fani Reza

dilakukan oleh Biocybernaut Institute menunjukkan bahwa dengan meningkatkan gelombang alpha maka dapat mengurangi stres, kecemasan dan meningkatkan sistim kekebalan tubuh.38 Lebih lanjut Madjid menyatakan salat yang berhasil akan mempunyai dampak membentuk sikap jiwa yang bebas dari kekhawatiran tidak pada tempatnya menghadapi hidup. Efek salat terhadap manusia akan menghasilkan peneguhan hati dan ketenangan jiwa yang melandasi optimisme dalam menempuh kehidupan yang sulit.39

b. Coping Religious Melalui Zikir

Zikir menurut tuntutan syariat Islam adalah menyebut nama dan mengingat Allah dalam setiap keadaan. Tujuan zikir adalah untuk menjalin ikatan batin (kejiwaan) antara hamba dengan Allah sehingga timbul rasa cinta hormat dan jiwa merasa dekat dan diawasi oleh Allah.40 Menurut Komaruddin Hidayat jika selalu bersyukur (berterima kasih), berzikir (mengingat) dan bertafakkur (merenung) kepada Allah tentang segala kebesaran, kasih dan sayang-Nya, manusia pun akan selalu berpikir positif tentang keindahan ciptaan-Nya. Melalui zikir, berkontemplasi dan beribadah secara khusyuk, sebenarnya kita sedang melakukan proses internalisasi sifat-sifat Allah ke dalam diri kita.41

Mubarok menyatakan bahwa zikir adalah kesadaran selalu berhubungan dengan Allah, sehingga zikir merupakan aktivitas mental, bukan aktivitas mulut. Meski demikian dapat memahami bahwa zikir dalam bentuk aktivitas mulut adalah permulaan dari zikir sebagai aktivitas mental.42 Menurut Sajari, zikir kepada Allah dapat dilakukan secara sirr (rahasia), diam-diam (khafi) maupun terang-terangan (jahr), secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan ucapan (bi al-lisan) ataupun dengan hati (bi alqalb).43

Dalam pandangan Islam, Allah memerintahkan setiap umat yang beriman untuk selalu berzikir agar mendapatkan keberuntungan di dalam menjalani kehidupan. Hal ini sebagaimana terdapat dalam QS. al-Ahzab ayat 41-43:

                                        

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang. Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). dan adalah Dia Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman”.44

(12)

Menurut Oz, berpikir tentang Tuhan atau keyakinan spiritual dapat memberikan ketenangan dalam situasi yang menantang.45 Dalam pandangan Islam, melalui mengingat Allah (zikir) seseorang akan mendapatkan kententraman hati dan terhindar dari kegelisahan. Hal ini berdasarkan firman Allah QS. al-Ra’d ayat 28:                       

Artinya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, hanya dengan mengingat allah hati menjadi tenteram”.46

Menurut Al-Darini, mengenai perintah Allah SWT untuk selalu mengingat-Nya dalam QS. al-Ra’d ayat 28, seseorang yang mengingat Allah SWT dengan jalan berzikir, hatinya menjadi tenang dan tentram, karena apabila membiasakan berzikir, maka anggota tubuhnya turut berzikir, tiada satu pun yang luput dari mengingat Allah SWT. Ketika menunjukan suatu perilaku, maka perilaku tersebut akan ditampakkan sesuai dengan apa yang tidak dilarang oleh Allah SWT. Itulah di sebut sebagai zikir hati (dzikr qalbi) yang menggerakan seluruh anggota tubuh untuk selalu mengingat Allah SWT.47

Berdasarkan wawancara dengan pasien gagal ginjal kronik bahwa salah satu implementasi coping religious terhadap kerentanan stres dalam konteks agama Islam yaitu melakukan zikir kepada Allah SWT. Dalam mengisi waktu luang maupun selesai melaksanakan salat, pasien gagal ginjal kronik berzikir kepada Allah SWT seperti mengucapkan Subhanallah, Alhamdulillah, Allahuakbar dan Astaghfirullahalazim.48 Dalam pandangan penulis, mengingat Allah melalui metode zikir dapat menjadi pengontrol dalam mengendalikan perilaku seseorang. Hal ini dikarenakan, keindahan kata-kata dalam zikir seperti Subhanallah, Alhamdulillah, Allahuakbar dan Astaghfirullahalazim. Bila dilakukan dengan penghayatan makna yang mendalam dapat menjadi pengucapan bahasa yang berpengaruh positif terhadap aspek psikologis manusia. Seperti menurut Achmad Mubarok, secara psikologis, bahasa mempunyai peran yang sangat besar dalam mengendalikan perilaku manusia. Bahasa ibarat “remote control” yang dapat menyetel manusia menjadi tertawa, sedih, menangis, lunglai, semangat dan sebagainya. Bahasa juga dapat digunakan untuk memasukan gagasan-gagasan ke dalam pikiran manusia. Perbedaan struktur kata-kata juga mempunyai perbedaan efek psikologis.49

(13)

Iredho Fani Reza

Lebih lanjut Najati menyatakan bahwa beribadah kepada Allah SWT secara istiqamah, berzikir kepada-Nya pada setiap waktu. Memohon ampun, dan selalu memanjatkan doa, bisa mendekatkan pelakunya kepada Allah SWT sehingga keyakinanya untuk mendapatkan ampunan semakin kuat. Ia akan merasa ridla, berlapang dada, serta lebih merasa tentram dan tenang.50 Menurut Rajab, zikir berimplementasi positif terhadap psikologis individu. Melalui zikir individu menjadi bersih hatinya dari belenggu dosa dan maksiat, mempererat hubungan kemanusiaan dengan Tuhan dan menimbulkan sinaran dan cahaya Ilahi dalam hati sehingga terbebas dari perilaku buruk yang dapat menyebabkan kerisauan, kegundahan, dan kegalauan hati.51

c. Coping Religious Melalui Puasa

Menurut Mujib, puasa secara etimologi berarti menahan terhadap sesuatu, baik yang bersifat materi maupun non-materi. Menurut istilah, puasa adalah menahan diri di waktu siang dari segala yang membatalkan yang dilakukan (makan, minum, dan hubungan seksual) dengan niat dimulai terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari. Puasa juga berarti menahan diri dari segala perbuatan yang dapat merusak citra fitri manusia.52

Berdasarkan wawancara dengan pasien gagal ginjal kronik bahwa salah satu implementasi coping religious terhadap kerentanan stres dalam konteks agama Islam yaitu melakukan ibadah puasa. Pada saat proses wawancara, salah satu pasien gagal ginjal kronik sedang menjalani ibadah puasa. Informasi yang di dapatkan dari dokter spesialis penyakit dalam yang merawat pasien gagal ginjal kronik, diperbolehkan untuk menjalani ibadah puasa. Selain untuk menjaga asupan cairan dan sebagai sebuag ibadah kepada Allah SWT.53

Bahkan penelitian Krenitsky, ahli gizi dan kesehatan pencernaan dari University Of Virginia, menyatakan bahwa pasien gagal ginjal kronis disarankan untuk melakukan manajemen diet yang merupakan komponen penting dalam peningkatan kesehatan. Melalui manajemen diet dapat mengobati pencernaan yang mendasari asupan makanan dapat memperbaiki status gizi dan peningkatan gizi. Sehingga berpotensi untuk mengurangi kesakitan pada individu yang menderita penyakit ginjal.54 Berdasarkan hasil wawancara dan penelitian Krenitsky dapat diambil suatu kesimpulan bahwasanya pasien gagal ginjal kronik diperbolehkan menjalani diet untuk menjaga asupan makanan yang masuk ke tubuh.

Lebih lanjut dalam pandangan Islam ibadah puasa dapat diasumsikan sama perannya dengan manajemen diet yang diutarakan oleh Krenitsky. Dalam

(14)

hal ini, bahkan ibadah puasa memiliki kelebihan dibandingkan dengan manajemen diet. Hal ini dikarenakan ibadah puasa bukan hanya sebagai terapi fisik akan tetapi menjadi terapi psikologis dan sosial pada pasien gagal ginjal kronik. Penelitian Ahmad dkk., menyimpulkan bahwa ibadah puasa bermanfaat bagi kesehatan manusia secara fisik, psikologis, dan sosial. Efek fisiologis puasa dapat menurunkan gula darah, kolestrtol dan menurunkan tekanan darah. Bahkan puasa dapat menjadi terapi bagi kesembuhan seseorang dari penyakit yang ringan hingga parah.55

Selanjutnya penelitian Marbut, Al-Najjar dan Abdulrahman menyimpulkan bahwa ibadah puasa dapat bermanfaat pada kesehatan fisik seseorang. Individu yang melaksanakan ibadah puasa akan mengalami penurunan resiko terserang penyerang penyakit jantung koroner. Sehingga ibadah puasa merupakan perlindungan yang baik dari sistim kardiovaskular.56 Bahkan orang yang menjalani puasa, memiliki motivasi yang lebih dalam menjalani aktivitas kesehariannya. Berdasarkan wawancara terhadap salah satu keluarga pasien gagal kronik. Subjek D yang merupakan anak kandung dari subjek B yang merupakan pasien gagal ginjal kronik. Subjek D menyatakan, bahwa subjek B tubuhnya terkadang menggigil, mengeluh pusing dan badanya terlihat sangat lesu. Akan tetapi, menurut penuturan subjek D. walaupun subjek B keadaan tubuhnya yang mengalami gangguan, tapi sering menjalani ibadah puasa. Selain itu juga masih melakukan pekerjaan keseharian seperti memasak.57

Hal ini senada dengan penelitian Sadiya, Ahmed, Siddieg, Babas dan Carlsson menyimpulkan bahwa melalui puasa memiliki efek kesehatan dalam mengurangi glukosa dan kadar HbA1c yang berhubungan dengan penyakit diabetes. Selain itu melalui puasa beberapa orang justru aktivitas fisiknya akan meningkat hal ini dikarenakan efek berdoa yang dilakukan lebih banyak disaat melakukan puasa.58 Dalam perspektif agama Islam, ibadah puasa merupakan suatu syariat yang diwajibkan bagi setiap muslim. Seperti yang terdapat dalam QS. al-Baqarah ayat 183:                        

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.59

Lebih lanjut penelitian Wahjoetomo menyatakan bahwa aktivitas puasa secara nyata tidak mengganggu kesehatan tubuh sama sekali, bahkan justru dapat

(15)

Iredho Fani Reza

meningkatkan derajat kesehatan seseorang yang menjalankannya secara baik, terutama menyangkut fungsi liver atau hati, kendatipun kualitas pelaksanaan ibadah puasanya realtif masih rendah.60 Selain itu, ibadah puasa juga menjadikan sebuah pendidikan bagi pasien kronis. Kajian yang dilakukan Shabir menyimpulkan bahwa ibadah puasa memiliki nilai dan manfaat pendidikan. Aspek pendidikan yang terkandung dalam ibadah puasa adalah pendidikan kesehatan dan pendidikan akhlak. Dalam artian bahwa individu yang melaksanakan ibadah puasa akan mendapatkan kesehatan dan memiliki perilaku yang baik.61

d. Coping Religious Melalui Berdoa

Menurut Graeme Goldworthy, definisi sederhana dari doa adalah berbicara kepada Tuhan.62 Selanjutnya menurut Soysaldi, kata doa berasal dari akar kata da-wa dalam bahasa Arab. Kata ini secara harfiah berarti untuk memanggil, untuk memimpin melakukan sesuatu, untuk mengundang seseorang atau berduka setelah ada orang yang meninggal.63

Hamdi Yazir mendefinisikan doa sebagai subjek untuk memohon dengan cara yang menunjukkan kebutuhan keapda Allah dengan mengucapkan terima kasih dan memuliakan Dia.64 Heiler menyatakan bahwa berdoa merupakan bukti paling nyata dari fakta bahwa seluruh umat manusia mencari Tuhan.65 Menurut McCullough dan Larson, doa merupakan gabungan dari agama dan spiritual. Doa terdiri dari pikiran, sikap dan tindakan yang mengekspresikan atau mengalami koneksi ke sesuatu yang mendalam pada manusia.66

Berdasarkan wawancara dengan pasien gagal ginjal kronik bahwa salah satu implementasi coping religious terhadap kerentanan stres dalam konteks agama Islam yaitu melalui berdoa.67 Dalam perspektif Islam, menurut Nursi ritual doa dikenal sebagai salat yang merupakan salah satu rukun Islam. Secara umum doa terbagi menjadi dua yaitu doa formal dan informal. Doa formal terdapat dalam Al-Qur’an, hadis dan teks agama. Sedangkan doa informal secara spontan.68

Kajian yang dilakukan Matthews, Clark, Poloma menyimpulkan terdapat empat jenis doa. Pertama, doa sehari-hari yang didefiniskan sebagai percakapan dengan Tuhan melalui kata-kata sendiri. Kedua, doa permohonan adalah jenis doa dimana orang bertanya untuk kebutuhan pribadi. Ketiga, doa ritual adalah jenis yang paling formal dalam berdoa melalui naskah doa yang telah disiapkan. Keempat, doa meditatif seperti dalam keadaan santai, tenang, menjadi diam. Jenis doa meditatif mencerminkan gaya coping religious seperti mencari dukungan spiritual.69

(16)

Penelitian poloma menyatakan bahwa semua jenis doa berkorelasi positif dengan perasaan pribadi akan kedekatan dengan Tuhan. Frekuensi berdoa juga berkorelasi positif terhadap peningkatan kedekatan dengan Tuhan.70 Lebih lanjut menurut Nursi, kata doa didefinisikan dalam beberapa pengertian dalam Al-Qur’an, diantaranya doa sebagai bentuk ibadah, sarana meminta bantuan, panggilan Allah untuk manusia dan pujian kepada Allah. Lanjut Nursi, empat karakteristik umum definisi doa merupakan bentuk komunikasi seseorang dan Tuhan.71 Dalam pandangan Islam, Allah memerintahkan setiap individu untuk berdoa kepada-Nya. Hal ini dikarenakan Allah berjanji akan mengabulkan semua doa bagi orang memenuhi perintah-Nya dan beriman kepada-Nya. Seperti yang terdapat dalam Al-Qur’an QS. al-Baqarah ayat 186:

                             

Artinya: “Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”.72

Lebih lanjut menurut Nursi, terdapat tiga jenis bentuk doa. Pertama, permintaan dengan kondisi seseorang. Tipe kedua dalah keinginan dari hati dan yang ketiga adalah permintaan lisan langsung yang timbul dikarenakan sangat membutuhkan pada saat itu.73 Peneltian Merriam dan Mazanah menunujukkan bahwa pembacaan doa melalui ayat-ayat dari Al-Qur’an dapat menjadi penyembuh sakit pada individu manusia. Gabungan antara sistim medis Barat dengan Islam dapat menjadi penyembuh yang efektif.74 Selanjutnya penelitian Ripley, Atkinson, Mulcahy, Maslow dan Engelbert menunjukkan bahwa individu yang mecari dukungan spiritual melalui berdoa akan menurunkan tingkat stres yang dialami.75

Menurut Rothe doa adalah cara ampuh untuk mendapatkan kekuatan dalam menjalani kehidupan beragama dan sebagai penyembuh untuk kelemahan dalam beragama.76 Penelitian David B. Larson dan Susan S. Larson menunjukkan bahwa 88% dari pasien psikiatri dan 76% dari pasien medis melaporkan memiliki tiga kebutuhan keagamaan saat dirawat di Rumah Sakit, diantaranya kebutuhan untuk mengetahui kehadiran Allah, kebutuhan untuk berdoa dan kebutuhan untuk

(17)

Iredho Fani Reza

kunjungan dari keluarga untuk mendoakan.77 Kajian yang dilakukan Paul Thagard menunjukkan bahwa ritual ibadah seperti berdoa dapat mengurangi dampak dari kecemasan tentang perubahan dalam hidup, dengan cara yang sama seperti meditasi transendental.78

Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Marilyn Baetz dan Rudy Bowen menunjukkan bahwa individu dengan nyeri kronis dan kelelahan lebih cenderung menggunakan do’a dan mencari dukungan spiritual sebagai metode coping. Selain itu, rasa sakit dan kelelahan penderita kronis yang menjalankan agama dengan baik dan spiritual lebih cenderung memiliki kesejahteraan psikologis dan menggunakan strategi coping yang positif.79

Penelitian Wachholtz dan Sambamoorthi menunjukkan bahwa penggunaan doa untuk masalah kesehatan dari tahun 2001 sampai 2007 mengalami peningkatan. Meningkatnya hubungan positif antara rasa sakit dan penggunaan doa sebagai cara mengatasi permasalahan kesehatan yang dialami, menunjukkan bahwa sangat penting bagi pelyanan perwatan kesehatan mental dan fisik untuk menyadari pentingnya hubungan antara doa dan kesehatan.80

e. Coping Religious Melalui Membaca Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam. Menurut Sonn, Al-Qur’an secara istilah adalah “bacaan” atau “membaca”, mencerminkan keyakinan Muslim bahwa Al-Qur’an merupakan firman Allah, bukan dari Nabi (Muhammad) yang menyampaikannya.81 Menurut Stacey bahwa Al-Qur’an merupakan pedoman yang disampaikan oleh Nabi Muhammad. Hakikat Agama Islam adalah bagaimana membuat dan menjaga hubungan dengan Tuhan. Melalui keterhubungan dengan Tuhan merupakan cara mengatasi kesedihan dan khawatir.82

Dalam pandangan Islam, Al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman manusia, hal ini sebagaimana terdapat dalam QS. al-Israa’ ayat 9:

                      

Artinya: “Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih Lurus dan memberi kabar gembira kepada orang-orang Mukmin yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”.83

Berdasarkan wawancara dengan pasien gagal ginjal kronik bahwa salah satu implementasi coping religious terhadap kerentanan stres dalam konteks agama Islam yaitu melalui membaca Al-Qur’an.84 Menurut Alusi salah satu mukjizat Al-Qur’an adalah kesesuaian dengan hukum akal disertai dengan

(18)

ketelitian maknanya. Muatan ajaran Al-Qur’an yang sangat banyak, terkait dengan perkara akidah, ibadah, muamalah, akhlak dan sebagainya, semuanya diungkapkan dalam ungkapan yang seimbang dan ditempatkan pada tempatnya masing-masing.85 Dalam pandangan Islam, kandungan Al-Qur’an dapat menjadi terapi bagi keadaan penyakit pada manusia sebagaimana dalam QS. al-Israa’ ayat 82:                         

Artinya: “Dan Kami turunkan dari Al Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”.86

Membaca Al-Qur’an merupakan salah satu bentuk coping religious pada pasien gagal ginjal kronik. Melalui membaca Al-Qur’an, pasien gagal ginjal kronik dapat mengatasi kerentanan stres yang dialami. Penelitian yang dilakukan Imran Khan menunujukkan bahwa Al-Qur’an dapat menjadi obat penyembuh (syifa). Al-Qur’an berfungsi sebagai pedoman bagi manusia untuk jalan yang lurus, doa dan penyembuhan. Melalui pengamalan Al-Qur’an, individu akan mengalami perubahan karakter, kepribadian, proses pemikiran dan kekuatan fisik.87 Hal ini juga senada dalam QS. Yunus ayat 57:

                     

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.88

Lebih lanjut, Al-Qur’an sebagai salah satu bentuk coping religious pada pasien gagal ginjal kronik untuk mengtasi kerentanan stres. Didukung juga oleh penelitian Musil dan Nabolsi menemukan bahwa pasien hemodialisa dalam mengatasi stres, menggunakan strategi coping religious. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa keyakinan terhadap Tuhan membantu dalam mengatasi kondisi yang dialami. Bentuk strategi coping religious yang digunakan oleh pasien hemodialisis dalam agama Islam salah satunya berupa membaca Al-Qur’an setiap hari, khususnya di bulan suci Ramadhan.89 Penelitian Sulaiman menemukan bahwa melalui terapi membaca Al-Qur’an dapat menjadi penyembuhan untuk semua penyakit. Hal ini dikarenakan pembacaan Al-Qur’an merupakan energi

(19)

Iredho Fani Reza

positif yang dapat mengurangi energi negatif yang telah diambil dalam tubuh, jiwa atau pikiran seseorang.90

2. Bentuk Implementasi Coping Religious Melalui Hablun Min An-nas

Bentuk implementasi coping religious melalui hubungan dengan sesama manusia (hablun min an-nas) dalam perspektif Islam, memiliki satu bentuk yang merupakan hubungan horizontal melalui silaturahmi. Menurut Folkman, metode coping dapat bersumber dari dukungan sosial.91 Penelitian John dan Thomas menyarankan bahwa hubungan antara pasien gagal ginjal kronik dan anggota keluarga perlu di identifikasi untuk menghasilkan kepedulian sosial. Maka dibutuhkan layanan dukungan psikologi kesehatan dalam Rumah Sakit untuk mendukung pasien mengelola kondisi yang dialami dan mencapai kualitas hidup terbaik.92

Dalam term Islam, dukungan sosial dapat disamakan dengan silaturahmi. Kajian yang dilakukan Sazli Nasution menyimpulkan bahwa silaturahmi adalah menjalin hubungan yang baik dengan sanak keluarga dan handai tolan lainnya.93 Adapun manfaat dari silaturahmi adalah dapat meluaskan rezeki dan memberikan umur yang panjang pada pelakunya. Sebagaimana hadis dari Nabi Muhammad SAW: َأ ْﻦَﻋ ٌﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَﻨَ ﺛﱠﺪ َﺣ ُﺲُﻧﻮُﯾ ﺎَﻨَ ﺛﱠﺪَﺣ ُنﺎﱠﺴَﺣ ﺎَﻨَ ﺛﱠﺪ َﺣ ﱡﻲِﻧﺎ َﻣ ْﺮِﻜْﻟا َبﻮُ ﻘْﻌَﯾ ﻲِ ﺑَ أ ُﻦْﺑ ُﺪﱠﻤَﺤُﻣ ﺎَﻨَ ﺛﱠﺪ َﺣ ُﮫْﻨَﻋ ُ ﱠ ا َﻲ ِﺿ َر ٍﻚِﻟﺎ َﻣ ِﻦْﺑ ِﺲَﻧ َو ِﮫْﯿَ ﻠَ ﻋ ُ ﱠ ا ﻰﱠ ﻠَﺻ ِ ﱠ ا َلﻮُﺳ َر ُﺖْﻌ ِﻤَﺳ َلﺎَﻗ ْﻞ ِﺼَﯿ ْﻠَﻓ ِه ِﺮَﺛَ أ ﻲِﻓ ُﮫَ ﻟ َ ﺄَﺴْﻨُﯾ ْوَ أ ُﮫُ ﻗ ْز ِر ُﮫَ ﻟ َﻂَﺴْﺒُﯾ ْنَ أ ُه ﱠﺮَﺳ ْﻦَﻣ ُلﻮُ ﻘَﯾ َﻢﱠ ﻠَﺳ ُﮫ َﻤ ِﺣ َر 94 Artinya: “Dari Abu Hurairah Nabi Muhammad SAW bersabda “siapa yang senang diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya hendaklah ia menyambung tali silaturahmi”.

Syarbini menyatakan bahwa kata rezeki dalam hadis mengenai silaturahmi dapat meluaskan rezeki, merupakan segala sesuatu yang dimanfaatkan dan dinikmati secara mutlak. Semua yang dapat dimanfaatkan dan dinikmati meskipun itu milik orang lain adalah rezeki. Mayoritas orang memahami rezeki hanya berupa uang atau harta kekayaan saja. Padahal pengertian amat luas, termasuk mendapat kesehatan merupakan bagian dari rezeki.95

Lebih lanjut syarbini menyatakan bahwa rezeki dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu rezeki dhahir (nyata) seperti harta benda dan rezeki bathin (tidak nyata) seperti ketenangan, kekuatan, pengetahuan dan ilmu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rezeki dapat berupa material dan non-material.96 Menurut Salma, melalui silaturahmi seseorang akan mendapatkan kebahagiaan.

(20)

Kebahagiaan yang di dapatkan dapat mengurangi stres dan memperpanjang umur.97

Abul Hamdi menyatakan bahwa keberkahan yang sejati terletak pada menyambung silaturahmi dan kebaikan yang sejati terletak pada berbuat baik dengan para sanak saudara. Karena menyambung silaturahmi akan memberikan keberkahan pada rezeki dan memperpanjang umur manusia yang disertai dengan kesehatan dan vitalitas.98 Berdasarkan wawancara dengan pasien gagal ginjal kronik bahwa salah satu implementasi coping religious terhadap kerentanan stres dalam konteks agama Islam yaitu melalui silaturahmi.99 Selanjutnya menurut Dadang Hawari, untuk meningkatkan daya tahan dan kekebalan tubuh terhadap stres, maka orang hendaknya banyak bergaul, banyak relasi dan teman serta perluas pergaulan sosial atau dengan kata lain perbanyaklah tali silaturahmi antar sesama yang serasi, selaras dan seimbang.100

Penelitian Musil dan Nabolsi menemukan bahwa selain agama sebagai strategi coping stres. Pasien hemodialisa mencari kekuatan dari anggota keluarga, karena dianggap penting untuk membantu mengatasi penyakit yang dialami.101 Selanjutnya penelitian Jokena menemukan bahwa dukungan sosial memiliki dampak yang lebih besar pada kesehatan psikologis.102 Salah satu kutipan wawancara terhadap pasien gagal ginjal kronik, subjek A menyatakan “peranan dari keluarga sangat penting bagi saya, terutama Istri selalu menemani setiap melakukan terapi hemodialisa di Rumah Sakit. Istri saya juga yang selalu mengingatkan untuk melaksanakan ibadah, seperti salat dan berdoa”. Lebih lanjut subjek A juga memiliki hubungan sosial yang baik dengan teman-temannya “selama menjadi pasien gagal ginjal kronik, teman-teman sering berkunjung sekadar untuk bercerita”.103

Hal ini senada dengan penelitian Wunderer dan Schneewind yang menemukan bahwa suami dan istri yang saling memberi dukungan akan merasakan rasa dan kepuasan perkawinan yang lebih dirasakan, serta dapat mengatasi pelbagai stres yang dialami.104 Lebih lanjut kutipan wawancara terhadap subjek B “saya merasa diperhatikan oleh ketiga anak kandung saya. Terutama anak nomor dua yang selalu menemani saat terapi hemodialisa berlangsung. Ketiga anak saya juga mengingatkan untuk tetap melaksanakan ibadah. Saya juga sering mengikuti family gathering yang diadakan pihak Rumah Sakit, sesama pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa”.105

(21)

Iredho Fani Reza

Dalam pandangan Islam, berbuat baik kepada sesama manusia merupakan salah satu yang diperintahkan Allah yang bernilai ibadah. Hal ini berdasarkan QS. an-Nisa ayat 36:                                                           

Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang Ibu-Bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri”.106

Selanjutnya penelitian Cukor, Cohen, Peterson dan Kimmel menemukan bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat gejala depresi, persepsi penyakit dan kepuasan dalam hidup. Lebih lanjut Cukor dkk., menyatakan bahwa optimisme pada pasien gagal ginjal kronik adalah pengaruh mediasi antara dukungan sosial dan depresi. Individu yang mendapatkan dukungan sosial yang tinggi cenderung mengalami penurunan gejala depresi dari waktu ke waktu dibandingkan individu yang rendah dukungan sosialnya. Dukungan sosial dapat mempengaruhi psikologis, medis dan faktor bikimia dengan cara yang tidak diketahui untuk menimbulkan kesehatan yang lebih baik.107

Selanjutnya penelitian Habeeb menyarankan bahwa dukungan dan bimbingan sangat penting bagi individu sehingga faktor resiko untuk gangguan stres dapat di identifikasi dan diobati pada tahap awal. Sehingga dapat mengatasi durasi peristiwa gangguan emosional dan mengurangi kerusakan sosial dalam jangka panjang.108 Penelitian Lubis, Jaya, Arjadi, Hanum, Astri, Putri terhadap sekelompok individu yang berusia lanjut yang mengalami kecemasan, nyeri kronis, depresi dan insomnia menunjukkan bahwa terapi kelompok lebih disukai dibandingkan terapi individu. Hal ini dikarenakan individu lanjut usia dapat berbagi cerita dan mendapatkan teman.109

Selanjutnya penelitian oleh Fatimah Abdullah menyimpulkan bahwa integrasi etika moralitas dan beberapa aspek psikologi modern yang selaras

(22)

dengan pandangan prinsip-prinsip etika, nilai-nilai etika dan norma-norma Islam tidak hanya bisa menjadi sumber panduan tindakan, tetapi juga berfungsi sebagai metode efektif manajemen emosi yang mengarahkan ke pengembangan diri dan keterampilan hubungan interpersonal.110

Menurut Nurcholish Madjid, pelbagai kajian ilmiah mengenai manusia telah mengukuhkan bahwa manusia yang “reach out”, mengulurkan tangan untuk menolong orang lain, adalah orang yang bahagia.111 Interaksi sesama manusia dengan memberi dan menerima berdampak positif terhadap kesehatan individu. Menurut Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakir, salah satu bentuk psikoterapi dalam Islam yaitu melalui bergaul dengan orang salih. Jika seseorang dapat bergaul dengan orang yang salih, berarti individu tersebut dapat “berbagi rasa dan berbagi pengalaman”. Nasihat-nasihat orang salih akan dapat memberikan terapi bagi kelainan atau penyakit mental seseorang.112

Berdasarkan bentuk implementasi dari coping religious pada pasien gagal ginjal kronik, penulis menemukan bahwa pasien gagal ginjal kronik dalam menggunakan strategi coping religious, diaplikasikan melalui serangkaian ibadah dalam konteks agama Islam. Dalam hal ini, ibadah yang dilakukan bukan hanya keterhubungan dengan Allah SWT (hablun min Allah) yaitu melakukan serangkaian pelaksanaan ibadah seperti salat, zikir, puasa, berdoa, membaca Al-Qur’an. Akan tetapi keterhubungan sesama umat manusia (hablun min an-nas) melalui bentuk dukungan sosial atau dalam term Islam disebut dengan silaturahmi. Maka strategi coping religious yang digunakan pasien gagal ginjal kronik mencakupi hubungan dengan Tuhan dan hubungan dengan sesama manusia.

Kesimpulan

Berdasarkan hsail analisis yang dilakukan peneliti. maka Penelitian ini menemukan bahwa pasien gagal ginjal kronik rentan mengalami gangguan aspek fisik-psikologis-sosial-spiritual yang bersumber dari gangguan psikologis dan fisik. Adapun bentuk gangguan aspek fisiologis pada pasien gagal ginjal kronik berupa selera makan berkurang dan kepala terasa pusing. Adapun bentuk gangguan aspek psikologis pada pasien gagal ginjal kronik berupa melamun ketika sedang sendiri dan merasa tertekan dengan penyakit yang dialami. Adapun bentuk gangguan aspek sosial pada pasien gagal ginjal kronik berupa perasaan dijauhi oleh orang disekitar, kurang nyaman dengan lingkungan sekitar, merasa kurang diperhatikan oleh orang disekitar dan merasa kurang dipahami oleh orang

(23)

Iredho Fani Reza

disekitar. Adapun bentuk gangguan aspek spiritual pada pasien gagal ginjal kronik berupa hilangnya rasa kepercayaan terhadap kemampuan dan ketentuan Allah dan merasa Allah tidak adil.

Untuk mengatasi setiap aspek gangguan yang dialami pasien gagal ginjal konik, coping religious dalam perspektif agama Islam menjadi cara mengatasi permasalahan psikologis yang dialami pasien gagal ginjal kronik yang di implementasi dengan dua bentuk. Pertama, hubungan terhadap Allah SWT (hablun Min Allah) berupa pelaksanaan serangkaian ibadah, seperti: salat, zikir, puasa, berdoa, membaca Al-Qur’an. Kedua, hubungan dengan sesama manusia (hablun min an-nas), yaitu silaturahmi.

(24)

Endnote

1

Najati menjelaskan lebih lanjut bahwa motif fisiologis dimiliki setiap manusia seperti kebutuhan makan, minum, istirahat dan kebutuhan seksual. Sedangkan motif psikis dan spiritual seperti kebutuhan mengenal Allah, loyalitas terhadap kelompok, ingin diterima dan dicintai anggota masyarakat, kebutuhan akan penghargaan dan prestasi, yang akhirnya mewujudkan kehidupan yang tenang dan bahagia. Kebutuhan psikis timbul saat berinteraksi dalam kehidupan sosial. Muhammad Uthman Najati, Al-Qur’an wa Ilm’an-Nafs (Kairo: Dar al-Shuruq, 1981), 27-52.

2

Krisis ialah suatu masalah yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang harus dilalui oleh setiap individu. Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Remaja (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004), 79-80.

3

Gail Wiscarz Stuart and Sandra J. Sundeen, Buku Saku Keperawatan Jiwa, terjm. Achir Yani S. Hamid. Original title: Pocket Guide To Psychiatric Nursing (Jakarta: Buku Kedokteran Indonesia, 1998), 148.

4

Penyakit gagal ginjal kronik adalah suatu keadaan dimana ginjal mengalami kelainan struktur atau gangguan fungsi yang sudah berlangsung lebih dari 3 bulan. Menurunnya fungsi ginjal mengakibatkan berkurangnya kemampuan ginjal untuk menyaring darah, sehingga zat-zat sisa metabolisme yang seharusnya dikeluarkan melalui urin menumpuk di dalam darah. Semakin banyak zat sisa menumpuk di dalam darah, maka akan semakin memperberat kerja ginjal yang masih baik untuk menyaring darah. Disamping itu, penumpukan sisa metabolisme ini tentunya sangat berbahaya bagi tubuh. Suhardjono, Jose Roesma dan Triyani Kresnawan, Booklet Edukasi: Sehat dengan Penyakit Ginjal Kronik (Jakarta: Pernefri, AsDI dan Fresenius Kabi, Ed. 1 Cet. II, 2009), 4.

5

Andri, “Gangguan Psikiatrik Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik,” CDK-203 Vol. 40 No. 4 (2013): 259.

6

Wawancara dengan seorang pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa selama 3 bulan di RSUP Fatmawati Jakarta, tanggal 10 Oktober 2013.

7

Wawancara dengan istri salah seorang pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa selama 2 tahun di RSUP Fatmawati Jakarta, tanggal 10 Oktober 2013.

8

Dari hasil wawancara yang dilakukan, pasien gagal ginjal kronik mengindikasikan mengalami stres akibat krisis situasi penyakit yang diderita. Terbiasa dengan kesibukan yang dilakukan, tiba-tiba di diagnosa dokter untuk menjalani terapi hemodialisa karena menderita gagal ginjal kronik. Sehingga aktivitas yang dilakukan menjadi terbatas, akibat dari penyakit yang di derita, ditambah dengan terapi hemodialisa yang harus dijalani secara rutin yang membuat kondisi psikis semakin menurun. Wawancara dengan seorang pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa selama 6 tahun. Konfirmasi yang dilakukan dengan suster perawat, pasien yang menjalani terapi hemodialisa boleh menjalani puasa dengan syarat kondisi fisik dalam keadaan sehat untuk melaksanakan puasa, tanggal 10 Oktober 2013.

9

Triantoro Safaria, “Peran Religious Coping Sebagai Moderator Dari Job Insecurity Terhadap Stress Kerja Pada Staf Akademik,” Jurnal Humanitas Vol. VIII No. 2 Agustus (2011): 158.

(25)

Iredho Fani Reza

10

Positif religious coping, melibatkan fokus pemecahan permasalahan melalui dimensi agama. Tuhan di pandang sebagai dermawan, pemaaf, penuh kasih dan terkendali, mitra dalam menangani situasi sulit, mendapat dukungan dari jemaah keagamaan, upaya untuk melakukan perbuatan baik dan menjalani kehidupan yang lebih, adalah bagian dari positif religious coping. Sedangkan negatif religious coping, melibatkan rasa ketidakpuasan terhadap agama, Tuhan dipandang tidak memiliki kekuatan, individu tidak perlu meminta pertolongan Tuhan, sehingga memandang penderitaan datang karena agama. James M. Nelson, Psychology, Religion, and Spirituality (New York: Springer Science+Business Media, 2009), 324-325.

11

John E. Fetzer, Multidimensional Measurement of Religiousness /Spirituality for use in Health Research: a Report of The Fetzer Institute/National Institute on Aging Working Group (Kalamazo: Fetzer Isntitute, 2003), 53-55.

12

Observasi dan wawancara terhadap pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di RSUP. Fatmawati Jakarta, tanggal 10 Oktober 2013.

13

Christian Zwingmann, Markus Wirtz, Claudia Muller, Jurgen Korber and Sebastian Murken, “Positive and Negative Religious coping In German Breast Cancer Patients,” Journal of Behavioral Medicine Vol. 29 No. 6, Springer Science+Business Media. Inc (2006): 533.

14

G. Mahmoudi, A.G. Ebadi and H. Akbarzadeh, “Religious Coping and Anxiety in Students of Islamic Azad University-Sari Branch, 1999-2000,” World Applied Sciences Journal 2 (4) IDOSI Publications (2007): 363.

15

Menurut Shihab, ayat ini menegaskan bahwa alquran adalah obat bagi apa yang terdapat dalam dada. Penyebutan kata dada yang diartikan dengan hati, menunjukkan bahwa wahyu-wahyu Ilahi berfungsi menyembuhkan penyakit-penyakit ruhani seperti ragu, dengki, takabur dan semacamnya. Memang, dalam alquran hati ditunjuk sebagai wadah yang menampung rasa cinta dan benci, berkehendak dan menolak. Bahkan hati dinilai sebagai alat untuk mengetahui. Hati juga yang mampu melahirkan ketenangan dan kegelisahan serta menampung sifat-sifat baik dan terpuji. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an Volume 6 (Jakarta: Lentera Hati, 2009), 102.

16

Syaifuddin, Anatonomi Fisiologi; Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4 (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2010), 446.

17

Vinay Kumar, Ramzi S. Cotran dan Stanley L. Robbins, Buku Ajar Patologi; Edisi 7 Volume 2, terjm. Brahm U. Pendit, judul asli: Robbins Basic Pathology 7th Ed (Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2004), 572.

18

Syaifuddin, Anatonomi Fisiologi; Kurikulum Berbasis Kompetensi Untuk Keperawatan dan Kebidanan Edisi 4, 452-453.

19

Djuariah Chanafie, “Mengatasi Dampak Psikologis Pasien Gagal Ginjal,” Disampaikan dalam seminar Paradigma Baru Pelayanan Terpadu Penderita Gagal Ginjal Terminal di Unit Hemodialisis RS. Jakarta. Diakes melalui http://www.ikcc.or.id/content. php?c=2&id=372 pada tanggal 29 Mei 2014 jam 11:44 Wib.

(26)

20

Wawancara dengan salah seorang pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Ruang Unit Hemodialisa salah satu Rumah Sakit Umum Pemerintah di Jakarta pada tanggal 25 Agustus 2014.

21

Wawancara dengan salah seorang pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa di Ruang Unit Hemodialisa RSUP. Fatmawati Jakarta pada tanggal 27 Agustus 2014.

22

Jennifer Finnegan John and Veronica J. Thomas, “The Psychosocial Experience of Patients with End-Stage Renal Disease and Its Impact on Quality of Life: Findings from a Needs Assessment to Shape a Service,” Hindawi Publishing Corporation Article ID 308986, 8 pages (2013): 3.

23

Wawancara mendalam terhadap dua orang pasien dan keluarga dari pasien gagal ginjal kronik pada tanggal 17 Januari 2015 dan 21 Januari 2015.

24

Ahsin W. Al-Hafidz, Fikih Kesehatan (Jakarta: Amzah, 2007), 103.

25

Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, 256.

26

Menurut Shihab ayat ini menuntut Nabi SAW dan umatnya dengan menyatakan bahwa laksanakanlah secara berkesinambung lagi sesuai dengan syarat dan sunnah-sunnahnya semua jenis salat yang wajib (subuh, zuhur, ashar, maghrib dan Isya’) dari sesudah matahari tergelincir, yakni condong dari pertengahan langit sampai muncul gelapnya malam dan laksanakan salat di waktu al-fajr, yakni salat subuh yaitu salat yang disaksikan oleh malaikat. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an Volume 7 (Jakarta: Lentera Hati, 2009), 164.

27

“Wawancara dan Observasi Terhadap Pasien Gagal Ginjal Kronik”.

28

Menurut Shihab, ayat ini mengajak orang-orang yang beriman, menjadikan shalat seperti yang diajarkan Allah dan dengan mengarah ke kiblat, serta kesabaran sebagai penolong untuk menghadapi cobaan hidup. Penutup ayat yang menyatakan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar, mengisyaratkan bahwa jika seseorang ingin teratasi penyebab kesedihan atau kesulitannya, jika ia ingin berhasil memperjuangkan kebenaran dan keadilan, maka ia harus menyertakan Allah dalam setiap langkahnya. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an Volume 1, 339-340.

29

Komaruddin Hidayat, Psikologi Beragama: Menjadikan Hidup Lebih Nyaman dan Santun, 177-178.

30

Abdul Mujib, Kepribadian Dalam Psikologi Islam, 265.

31

Djamaludin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami: Solusi Islam atas Probem-Problem Psikologi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cetakan VIII, 2011), 98.

32

Irwan Kurniawan, Rahasia dan Hikmah Shalat 5 Waktu yang Bermakna (Bandung: Marja, 2012), 7-8.

33

Menurut Shihab ayat ini menjelaskan bahwa salat yang baik dan benar akan mengantarkan seseorang mengingat kebesaran Allah dan mengantarnya untuk melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Makna kandungan surah ini ialah isyarat tentang hikmah dibalik perintah salat. M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Qur’an Volume 7, 568.

34

Menurut Shihab, ayat ini dipahami sebagai tuntunan yang paling tepat untuk menjauhkan seseorang dari kemusyrikan dan aneka kedurhakaan. Hal ini dikarenakan

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

untuk mentransfer nutrisi dari masa pakan yang banyak..  Manajemen penggembalaan musiman memasok permintaan rumput yang telah. di gembalakan dengan cara prosedur alternative.

Jenis penelitian ini menurut tujuannya yaitu untuk menguji faktor-faktor yang mempengaruhi audit delay yaitu faktor ukuran perusahaan, ukuran KAP, opini auditor,

Populasi penelitian adalah seluruh orang tua yang mempunyai anak yang berusia 6 bulan dibawah 1 tahun yang diberikan ASI Ekslusif yang tinggal dengan mertua dan

[r]

Lingkungan tersebut mencangkup Lingkungan umum atau sering kali disebut Lingkungan Makro dan Lingkungan Khusus atau Lingkungan Mikro, dari masing-masing lingkungan

Tujuan umum: memberikan gambaran tentang asuhan keperawatan dengan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi pada pasien BBLR (Berat Badan Lahir Rendah).. Pembahasan:

Hal ini menyatakan bahwa setiap sinyal periodik dapat dinyatakan oleh deret harmonik (karena output dari sebuah eksitasi sinus pada sistem statik dapat dinyatakan sebagai

Pengadaan barang/jasa dilaksanakan secara elektronik dengan mengakses aplikasi Sistem Pengadaan Secara Elektronik (aplikasi SPSE) pada alamat website LPSE: