Suara perempuan memimpin dalam
kompetisi penulisan blog alam
Mengoptimalkan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Melalui Inklusi Gender
Memberdayakan Perempuan dalam Memelihara Burung Kicau
Halaman 6 Halaman 5
Suara Perempuan Memimpin dalam Kompetisi Penulisan Blog Alam
Halaman 3 Halaman 1
Halaman 2
Mengembangkan Kemitraan Konservasi yang Efektif
Tokoh Konservasi Dedy Asriady Halaman 4
Pengawasan Munculnya Penyakit Zoonosis Baru Menjadi Lebih Inklusif
Volume VIII Oktober - Desember 2020
Penerbitan buletin ini dimungkinkan dengan dukungan Rakyat Amerika melalui Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID). Isi dari buletin ini adalah tanggung jawab Chemonics International Inc. dan tidak mencerminkan pandangan USAID atau Pemerintah Amerika Serikat.
Saat Natalia Oetama berkunjung ke Taman Nasional Way Kambas (TNWK) pada tahun 2015, ia terpesona dengan badak sumatra (Dicerorhinus sumatrensis). Di TNWK, badak yang terancam punah ini berbagi habitat dengan empat mamalia besar lainnya – gajah sumatra, harimau sumatra, beruang madu, tapir – yang terancam punah. Natalia menelusuri taman nasional seluas 130.000 hektar ini dan belajar tentang satwa-satwa dan para staff TN yang melindunginya. Pengalaman pribadi Natalia hanyalah satu dari lebih dari 50 cerita yang dikirimkan ke kontes penulisan blog USAID BIJAK. Melihat minat dan semangat anak muda Indonesia terhadap alam, BIJAK menantang mereka untuk menulis artikel blog singkat yang membagikan pengalaman, kenangan, dan perasaan mereka tentang taman nasional dalam sebuah kontes untuk mendukung kampanye Anak Muda Cinta Taman Nasional (AMCTN).
Untuk mendorong para pecinta alam berkreasi mendukung taman nasional dan memandu mereka menulis blog, BIJAK dan @america – pusat kebudayaan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta – menyelenggarakan pelatihan Zoom pada tanggal 30 Oktober, 2020. Acara dua jam tersebut menampilkan empat pembicara perempuan, tiga di antaranya adalah blogger terkenal - penulis dan editor penerima penghargaan Windy Ariestanty, mantan pemimpin redaksi DiveMag Indonesia Riyanni Djangkaru, dan penulis dan aktivis lingkungan Olivia Purba. Mereka berbagi tips, trik, dan pandangan
DALAM EDISI INI:
BIJAK
BULETIN
Julang emas (Rhyticeros undulatus) terlihat di dekat Stasiun Penelitian Way Canguk, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS).
Foto:
Setiono /
WCS
2
unik mereka sebagai perempuan muda menulis blog tentang lingkungan dan taman nasional.
Tujuh puluh enam peserta hadir secara real-time dan 1.446 pemirsa telah menonton versi rekaman webinar di Facebook, YouTube*, dan Instagram.
Tantangan ini menarik 52 peserta dari berbagai pelosok negeri dengan partisipasi kuat dari perempuan yang menyumbang 57 persen dari semua tulisan yang masuk. Tulisan-tulisan ini mencerminkan beragam minat, pengalaman, dan hasrat anak muda, yang mencakup topik konservasi satwa liar, perubahan iklim, keterlibatan masyarakat sipil di kawasan konservasi, spesies dan ekosistem laut, serta kunjungan yang bertanggung jawab. Cerita-cerita ini meliputi 25 taman nasional dari 13 provinsi.
Ketiga pemenang – “TNBBS: Lebih dari Sekadar
Konservasi” oleh Hasna Afifah; “Mencari Garuda Merapi” oleh Rahmadiyono Widodo; dan “Ruang untuk Sang Pejuang” oleh
Natalia Oetama – tulisannya ditampilkan di situs web taman nasional Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan situs anggota koalisi AMCTN.
“Saya terkesan dengan bakat dan keterampilan penulis dalam menarik pembaca ke dalam cerita,” kata Ahmad Baihaqi, salah satu juri. “Saya berharap kompetisi seperti ini dapat membantu mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati di taman nasional kita.”
Dalam sebuah video yang dirilis tak lama setelah pengumuman tersebut, Riyanni Djangkaru mengucapkan selamat kepada para pemenang dan mendorong yang lain untuk terus menulis, serta mengungkapkan harapan agar “kita semua dapat segera mengunjungi taman nasional impian kita.”
Salah satu kondisi yang meningkatkan risiko munculnya penyakit baru adalah alih fungsi lahan hutan yang seringkali menyebabkan peningkatan interaksi antara satwa liar, manusia, dan ternak. Virus dengan tingkat kematian yang tinggi, termasuk Sindrom Pernafasan Akut Parah (SARS), Flu Burung, Sindrom Pernafasan Timur Tengah (MERS), Ebola, dan yang terbaru COVID-19, semuanya berasal dari satwa liar dan akhirnya menyebar ke manusia melalui penularan lintas spesies.
USAID BIJAK dan Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati (KKH) mendukung inisiatif One Health Indonesia dengan mengembangkan prosedur operasi standar (SOP) untuk memantau penyakit zoonosis dari populasi satwa liar secara sistematis, sesuai praktik baik dan protokol internasional.
Untuk merancang SOP yang mencakup seluruh interaksi manusia/satwa liar, mereka harus mencerminkan peran perempuan dalam menyiapkan makanan bagi keluarga,
Pengawasan munculnya penyakit zoonosis baru menjadi
lebih inklusif
Kehadiran perempuan yang kuat dalam kompetisi ini menunjukkan dalamnya keterlibatan mereka di bidang konservasi keanekaragaman hayati dan sama semangatnya dengan laki-laki di bidang konservasi. Dua kisah pemenang menampilkan perempuan yang kuat dan teguh yang telah melewati kondisi sulit namun mendapatkan pengalaman yang tak terlupakan di alam liar.
Dipromosikan di media sosial oleh enam organisasi masyarakat sipil yang tergabung dalam koalisi AMCTN, antara lain Burung Indonesia, Hutan Itu Indonesia, BW KEHATI, OnTrackMedia Indonesia, Tambora Muda, dan Borneo Orangutan Survival Foundation, kompetisi ini mencapai 74.984 orang dan menghasilkan 4.254 keterlibatan.
Drh. Taing Lubis, (tengah) melepasliarkan kukang sunda (Nycticebus coucang) ke alam liar.
BKSD A Aceh Foto: Willem v Strien, CC-BY -SA 2.0
membeli dan menangani ternak hidup dari pasar, dan merawat satwa liar sebagai hewan peliharaan di rumah.
Di Aceh misalnya, menurut Drh. Taing Lubis, seorang dokter hewan perempuan di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, meski mayoritas pemilik primata adalah laki-laki, namun beban untuk memelihara dan memberi makan hewan peliharaan ini sehari-hari seringkali jatuh pada pundak perempuan. Hal ini menyebabkan perempuan berisiko lebih tinggi terkena serangan hewan dan tertular penyakit, namun adalah hal yang lumrah bagi pejabat pemerintah untuk mengadakan konsultasi publik tentang topik ini dengan hanya mengundang laki-laki sebagai kepala rumah tangga tanpa kehadiran satu pun perempuan.
Pakar BIJAK memasukkan perspektif gender dalam pengembangan protokol, dan menerapkan prinsip kesetaraan gender dan inklusi sosial (GESI) untuk mengembangkan metodologi pengumpulan data. SOP akan mencerminkan peran sosial dan gender dalam budaya lokal untuk memastikan bahwa pemantauan diarahkan ke bidang dan kegiatan yang di mana perempuan secara khusus berisiko terpapar penyakit baru. Selain itu, pengumpulan data melalui kelompok terarah dan konsultasi publik akan mengajak partisipasi perempuan dan direncanakan di hari dan waktu tertentu untuk memaksimalkan kehadiran perempuan.
Mengintegrasikan GESI ke dalam SOP akan meningkatkan pemantauan pemerintah Indonesia terhadap munculnya penyakit zoonosis baru dan membantu mencegah atau merespons wabah di masa datang.
Seekor badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) bernama Rosa di Suaka Rhino Sumatera, Taman Nasional Way Kambas.
3
Kemitraan konservasi menawarkan cara untuk
mengurangi konflik dan meningkatkan pemahaman dan
partisipasi masyarakat adat dan lokal dalam kegiatan seperti reboisasi, melindungi, dan memantau hutan dari pembalakan liar. Sebagai imbalan atas kerja sama ini, pengelola taman nasional (TN) melalui perjanjian kemitraan konservasi mengakui hak-hak penduduk lokal berkegiatan ekonomi secara berkelanjutan di kawasan dilindungi dan memberikan bantuan teknis bagi anggota masyarakat untuk terlibat dalam budidaya lebah, pohon buah-buahan, tanaman pangan, dan tanaman obat.
USAID BIJAK dan penerima hibah Lembaga Alam Tropika Indonesia (LATIN) membantu Direktorat Jendral Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) menguji coba
kemitraan konservasi untuk menyelesaikan konflik tenurial
atau perambahan di TN Meru Betiri, TN Gunung Rinjani, TN Sebangau, TN Bantimurung Bulusaraung, dan Suaka Margasatwa Kateri.
Keikutsertaan perempuan sangat penting bagi suksesnya kemitraan konservasi, namun seringkali keterlibatan mereka dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan terbatas karena hambatan sosial. Untuk menjawab tantangan tersebut, BIJAK bekerjasama dengan KSDAE dan staf unit pelaksana teknis untuk memahami tantangan dan kesempatan meningkatkan keikutsertaan perempuan dan memakai pengetahuan ini untuk menyempurnakan delapan langkah pengelolaan kemitraan konservasi menjadi lebih inklusif.
Langkah 1: Kajian sosial-ekonomi. Fokus kajian ini untuk mencatat peran khusus perempuan dan hambatannya terhadap akses kegiatan mencari nafkah. Di Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) misalnya, kajian sosial-ekonomi mengungkap perempuan bertanggung jawab atas kegiatan pertanian seperti menanam jagung, kedelai, singkong, ubi, dan jamu. Maka, mereka harus dikonsultasikan saat mengembangkan kegiatan kemitraan konservasi terkait pertanian.
Langkah 2: Diskusi kelompok terarah (FGD). Agar suara, perspektif, dan pengetahuan perempuan disertakan dalam pengembangan dan pengelolaan kemitraan konservasi, manajer TN akan secara proaktif melibatkan perempuan dalam diskusi di komunitas atau merencanakan FGD khusus perempuan agar suara mereka didengar.
Langkah 3: Rumuskan rencana aksi. Akan ada bagian
di rencana aksi yang menjelaskan bagaimana kegiatan kemitraan konservasi dapat memenuhi kepentingan dan prioritas perempuan. Contohnya adalah berkonsultasi dengan perempuan untuk menentukan kepadatan tanam di area reboisasi. Di beberapa TN, perempuan punya minat menanam tanaman pangan dan herbal di sela-sela tanaman lainnya di area ini, sehingga rencana kerapatan tanam harus diakomodasi.
Langkah 4: Bentuk kelompok kemitraan konservasi yang akan merancang peran khusus bagi perempuan sebagai pemimpin dan pembuat keputusan. Kemitraan konservasi di TNMB akan menciptakan peluang bagi perempuan untuk memainkan peran kepemimpinan dan akan mencakup pelatihan atau pendampingan untuk mendukung perempuan dalam peran tersebut.
Langkah 5: Latih kelompok kemitraan konservasi. Manajemen TN harus memberikan perempuan dan laki-laki akses yang sama ke pengetahuan. Usaha mikro tidak hanya berkontribusi pada pendapatan rumah tangga dan ketahanan pangan tetapi juga memberikan kesempatan bagi perempuan untuk belajar kepemimpinan dan menghasilkan pendapatan. Pelatihan di TNMB memberdayakan perempuan untuk berperan aktif dalam usaha mikro berbasis hutan, seperti pengolahan keripik pisang dan jamu. Pihak TN melatih perempuan tata cara meningkatkan akses pasar dan daya saing, dan keterampilan pemasaran daring.
Langkah 6 dan 7: Kembangkan kesepakatan kemitraan konservasi dan rencana kerja tahunan. Sangat penting untuk secara aktif melibatkan perempuan dalam setiap langkah proses perencanaan kerja. BIJAK melatih staf TN tentang metode partisipatif untuk memastikan partisipasi perempuan dalam menghitung volume dan jenis tanaman yang akan
ditanam di bawah kemitraan konservasi, mengidentifikasi
mekanisme pembiayaan, dan merancang pemantauan hutan dan rencana restorasi ekosistem.
Langkah 8: Membentuk kelompok manajemen kemitraan konservasi multi-pemangku kepentingan. Selama pembentukan kelompok manajemen multi-pemangku kepentingan, penting untuk memastikan bahwa perempuan terwakili secara adil. Ini akan membantu memastikan bahwa semua anggota komunitas mendapat manfaat dari kemitraan konservasi.
Mengembangkan kemitraan konservasi yang efektif
Atas: Ibu Katemi, perempuan petani dari Desa Curah Nongko, TamanNasional Meru Betiri, menunjukkan salah satu tanaman obat yang ditanam di area kemitraan konservasi.
Kanan: Ibu Katemi, menanam kembali area kemitraan konservasi dengan spesies tumbuhan hutan setempat.
Foto:
LA
TIN
USAID BIJAK
4
Memberdayakan
perempuan dalam
memelihara burung kicau
Sejak Mei 2020, USAID BIJAK telah melakukan kampanye komunikasi perubahan perilaku (BCC) di Jawa Barat untuk mengurangi permintaan burung kicau hasil tangkapan liar – yang mengancam kelangsungan hidup spesies mereka di alam – dengan mengalihkan preferensi konsumen dari burung kicau tangkapan liar ke hasil penangkaran dan mempromosikan praktik pemeliharaan yang lebih baik.
Meskipun hobi memelihara burung kicau sangat didominasi laki-laki, penelitian BIJAK di Jawa Barat mengungkapkan bahwa perempuan punya peran penting dalam perawatan sehari-hari dan pemberian makan burung kicau. Selain itu, BIJAK menemukan perempuan muda sebagai bintang baru dalam komunitas penggemar burung kicau, sebagai kompetitor andal, dan tokoh berpengaruh di media sosial dengan ribuan pengikut.
BIJAK memproduksi dua video yang dibintangi Umi Kasum, penggemar burung kicau perempuan ternama yang telah memenangkan beberapa kompetisi bergengsi, seorang juri kompetisi yang disegani, dan memiliki kanal YouTube sendiri dengan 38.000 pengikut.
Video-video YouTube itu menyoroti pencapaian perempuan sebagai kompetitor, mengakui kontribusi perempuan dalam hobi memelihara burung kicau, dan menjelaskan ke pemirsa tentang manfaat burung kicau hasil penangkaran. Kedua video tersebut telah menarik perhatian lebih dari 18.300 penonton sejak Juni 2020.
Selain menampilkan Umi Kasum sebagai perempuan teladan yang kuat dan diberdayakan, pesan kampanye BIJAK dibuat untuk menunjukkan perempuan dan laki-laki adalah penggemar burung kicau dengan pengetahuan dan prestasi yang sama, dan menekankan peran berharga perempuan dalam perawatan dan asupan nutrisi sehari-hari burung kicau. Mitra media BIJAK, Daun Digital Indonesia, mengembangkan materi kampanye yang menunjukkan perempuan dan laki-laki secara sejajar mendiskusikan pengeluaran rumah tangga dan membuat keputusan bersama tentang pengeluaran untuk hobi di antara pengeluaran rumah tangga lainnya.
Pendekatan GESI telah membantu membuat kampanye lebih inklusif, mempertajam pesannya, meningkatkan keterlibatan target audiens, dan menunjukkan bahwa pengarusutamaan gender dan inklusi sosial dapat membantu
Komik-komik #BijakBerkicau ini menunjukkan kontribusi perempuan dalam membuat keputusan penting dalam pengeluaran rumah tangga dan untuk hobi.
Poster yang mempromosikan sesi kedua acara bincang-bincang Umi Kasum (kanan) di YouTube telah menarik lebih dari 18.300 penonton sejak Juni 2020.
Foto:
Umi Kasum
mencapai hasil dan dampak yang lebih besar dalam kampanye konservasi keanekaragaman hayati.
Setelah delapan bulan, survei garis akhir kampanye mengungkapkan perubahan
perilaku yang signifikan di
antara kelompok sasaran, dengan 80 persen responden sekarang mempraktikkan pemeliharaan burung kicau yang lebih baik dan 58 persen menyatakan preferensi untuk burung kicau hasil penangkaran.
Illustrasi:
USAID BIJAK
Illustrasi:
5
Ditetapkan pada tahun 2020, Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Teluk Pangpang seluas 1.664 hektare merupakan ekosistem hutan bakau yang rapuh dengan nilai konservasi
tinggi. Menurut definisinya, KEE berada di luar hutan negara
dan kawasan konservasi, sehingga rentan terhadap konversi. Banyak komunitas di sekitar KEE bergantung pada kawasan ini untuk jasa ekosistem serta mata pencaharian mereka.
Perempuan memainkan peran penting dalam pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan di kawasan konservasi, seperti di kawasan KEE Teluk Pangpang, Jawa Timur.
BIJAK dan Direktorat Bina Pengelolaan Ekosistem Esensial (BPEE) bekerja sama dengan Provinsi Jawa Timur untuk memperkuat forum pengelolaan KEE Teluk Pangpang di Banyuwangi, Pantai Taman Kili Kili di Trenggalek, Ujung Pangkah di Gresik, dan Pulau Masakambing di Sumenep. Keempat KEE tersebut telah ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur Provinsi Jawa Timur.
Salah satu dasar untuk meningkatan pengelolaan KEE adalah penelitian formatif melalui pemetaan pemangku kepentingan dan analisis kesenjangan. Di Teluk Pangpang, penelitian menunjukkan bahwa perempuan menghadapi banyak kendala terkait partisipasi dalam pengelolaan KEE. Meskipun mereka bergantung pada KEE sebagai sumber kepiting dan kerang untuk dikumpulkan demi menghidupi keluarga mereka, mereka memiliki akses terbatas ke pelatihan pengembangan mata pencaharian dan belum terlibat dalam pengambilan keputusan KEE.
Untuk mengatasi masalah gender yang serius ini, BIJAK dan penerima hibah ARuPA menyelenggarakan pelatihan kesetaraan gender dan inklusi sosial (GESI) untuk 15 anggota forum pengelola KEE Teluk Pangpang.
Peserta dari Dinas Kehutanan Jawa Timur dan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA), Perum Perhutani, Taman Nasional Alas Purwo, perwakilan dari organisasi masyarakat sipil, dan masyarakat lokal belajar cara baru untuk meningkatkan keterlibatan perempuan, dengan mengintegrasikannya ke dalam rencana aksi jangka pendek dan rencana pengelolaan tahunan.
Setelah pelatihan, diskusi bersama komunitas dan
Mengoptimalkan pengelolaan kawasan ekosistem
esensial melalui inklusi gender
grup terarah menghasilkan beberap kegiatan baru seperti pelatihan silvofishery – budidaya bandeng, udang windu, dan kerang hijau di hutan bakau yang berkelanjutan – yang khusus memfokuskan peningkatan keterampilan dan mata pencaharian perempuan.
Pengembangan kegiatan lain hasil masukan dari perempuan adalah menugaskan perempuan di komunitas untuk memimpin pengumpulan informasi terkait pemetaan pemangku kepentingan, analisis sosial ekonomi, analisis opsi pembiayaan, dan inventarisasi keanekaragaman hayati.
Forum pengelolaan KEE Teluk Pangpang menemukan cara ketiga untuk meningkatkan inklusi gender dan sosial dengan merevisi rencana pemantauan dan evaluasi untuk menilai dampak kegiatan KEE terhadap perempuan terutama yang terkait dengan mata pencaharian perempuan, mengukur bagaimana perempuan memperoleh manfaat dari KEE, dan memeriksa dampak kegiatan pengelolaan KEE tentang pemberdayaan perempuan.
Memasukkan prioritas dan perspektif perempuan dalam pengelolaan KEE memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat, pemerintah Indonesia, dan pemangku kepentingan lainnya untuk bekerja sama mengelola ekosistem penting dengan cara yang menguntungkan semua pihak.
Tim sistem informasi geospasial (GIS) ARuPA mempresentasikan hasil dari inventarisasi keanekaragaman hayati dan kegiatan pemetaan terkini di KEE Pantai Taman Kili-Kili.
Foto:
ARuP
A
Eka Agustina (tengah) dikenal sebagai pejuang perempuan lokal di Trenggalek dan telah memainkan peran penting dalam melindungi keanekaragaman hayati di KEE Pantai Taman Kili Kili selama tujuh tahun terakhir.
Foto:
ARuP
Kiri: Dedy Asriady (memegang papan) di puncak Gunung Rinjani.
Atas: Pak Dedy memberikan kata sambutan pada Rinjani Geopark Festival yang diadakan di Lombok Timur, awal Desember 2020.
Pemimpin Redaksi: Symantha Holben
Tim Produksi: Danumurthi Mahendra, Anastasia Ramalo, Chitra Chariyadi
kontributor: ARuPA, BKSDA Aceh, Dedy Asriady, USAID BIJAK – Bangun Indonesia untuk Jaga Alam demi Keberlanjutan
AIA Central, Level 41, Jl. Jend. Sudirman Kav 48-A, Karet Semanggi, Jakarta Selatan 12930 DKI Jakarta – Indonesia. Phone: +62 21 2253 5830
Tim Editorial BIJAK Buletin
Tokoh konservasi Dedy
Asriady
Selaku Kepala Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), Dedy Ariady memprioritaskan pemanfaatan kemitraan konservasi
sebagai alat untuk menyelesaikan konflik penggunaan lahan
dan bekerja sama dengan masyarakat untuk pengelolaan kawasan konservasi yang efektif.
Ceritakan tentang diri Anda.
Saya selalu dekat dengan alam. Saya dibesarkan di sebuah desa dekat Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, di mana saat kecil saya suka menangkap kupu-kupu. Saya lulusan Universitas Hassanuddin jurusan biologi dan seperti paman saya, saya bergabung dengan Dinas Kehutanan sebagai penjaga hutan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Saya ditempatkan di beberapa taman nasional sebelum ditempatkan di TNGR. Ceritakan tentang perjanjian kemitraan konservasi baru-baru ini antara TNGR dan Desa Bebidas. Masyarakat setempat telah membudidayakan jagung, umbi-umbian, dan bawang merah di TNGR selama bertahun-tahun meskipun pertanian tidak diperbolehkan di dalam taman nasional (TN). Pada tahun 2020, kami mulai menyikapi hal ini dengan menjelaskan bahwa pertanian tidak diperbolehkan di taman nasional. Pembicaraan awal itu membawa kami pada jalan untuk menyeimbangkan tujuan hutan dan konservasi keanekaragaman hayati dengan kebutuhan masyarakat. Itu bukanlah jalan yang mudah pada awalnya. Sulit untuk mengatasi ketidakpercayaan selama bertahun-tahun antara anggota masyarakat dan staf TNGR. Pembatasan jarak sosial COVID-19 terus membatasi kemampuan kami untuk menjangkau komunitas. Meski demikian, kami mengirim staf kami ke desa dari pintu ke pintu untuk menjelaskan dan mendiskusikan tujuan kami dengan masyarakat. Dengan membangun hubungan dengan masyarakat berdasarkan transparansi, kejujuran, kepercayaan, dan rasa hormat, akhirnya kami menjalin hubungan yang baik dengan mereka. Pada akhirnya, kami mendapatkan kepercayaan komunitas – dan sisanya adalah sejarah.
Bagaimana Anda akan menyeimbangkan konservasi dan pemakaian sumber daya alam untuk nafkah? Kami melakukan pemetaan sosial untuk lebih memahami kondisi sosial ekonomi rumah tangga, lalu melibatkan mereka secara langsung untuk bersama-sama menciptakan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Masyarakat telah sepakat untuk membatasi penanaman mereka pada zona tradisional baru yang ditetapkan khusus untuk tujuan ini.
Anggota masyarakat telah menerima beberapa pelatihan tentang bagaimana membantu staf TNGR dengan reboisasi di daerah yang membutuhkan restorasi. Para tokoh masyarakat sekarang memahami dan mendukung upaya konservasi TNGR. Kami terus berdialog terbuka dengan masyarakat tentang pentingnya konservasi keanekaragaman hayati, penanaman kembali kawasan dengan tanaman hutan, dan mencari mata pencaharian alternatif yang berkelanjutan seperti ekowisata. Apa strategi Anda untuk sukses?
Kuncinya adalah konsisten dan menjaga kepercayaan serta hubungan baik dengan masyarakat. Hubungan kami dengan komunitas itu unik dan kami harus mengelolanya dengan baik. Salah satu kegiatan yang melibatkan TNGR dan masyarakat adalah penanaman kembali kawasan kemitraan konservasi dengan 135.000 bibit dari 17 jenis tumbuhan hutan termasuk alpukat, nangka, dan kemiri. Staf TNGR menindaklanjuti dengan memberikan arahan tentang cara merawat mereka. Interaksi ini memberikan pengalaman positif yang berkontribusi pada kepercayaan yang menjadi sandaran kesuksesan kemitraan konservasi. Saat kami mengembangkan kemitraan konservasi, kami melakukan upaya khusus untuk membuat prosesnya seinklusif mungkin dengan melibatkan perempuan dalam diskusi dan pengambilan keputusan. Perempuan memberi pengetahuan tradisional mereka tentang jarak tanaman di area reboisasi.
Dengan kesepakatan yang ditandatangani, apa harapan jangka panjang Anda?
Kemitraan konservasi telah mengurangi konflik antara
Bebidas dan TNGR dan saya berharap ini akan mengarah pada hubungan saling menguntungkan jangka panjang yang positif antara Bebidas dan taman nasional. Kami ingin menerapkan model di luar Bebidas, mereplikasi kesuksesan kami saat ini di tiga desa lain yang berdekatan dengan taman nasional. Internet telah membantu kami belajar dari keberhasilan kemitraan konservasi lainnya.
Bagaimana TN lain di Indonesia belajar dari ini? Alangkah baiknya jika pengalaman dan hikmah pembelajaran yang kami peroleh dari pengembangan kemitraan ini dapat menjadi model bagi taman nasional lain untuk diikuti dan didokumentasikan dengan baik. Kemitraan konservasi
menawarkan satu cara untuk menyelesaikan konflik yang
tampaknya sulit diselesaikan antara taman nasional dan masyarakat.
Foto:
Dedy Asriady
Foto: