• Tidak ada hasil yang ditemukan

Volume 1 Nomor 2 Juli 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Volume 1 Nomor 2 Juli 2017"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

ISSN

2548-9011

http://journal.fisika.or.id/rf

Volume

1

Nomor

2

Juli 2017

(2)

ISSN

2548-9011

http://journal.fisika.or.id/rf

mempublikasikan hasil-hasil penelitian dalam bidang fisika teori, fisika terapan, dan pendidikan fisika

EDITOR KETUA

Dr. Pramudita Anggraita, Himpunan Fisika Indonesia

EDITOR

Anto Sulaksono, Fisika Bintang dan Struktur Nuklir, Universitas Indonesia

L.T. Handoko, Fisika Partikel Teori, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

Nazli Ismail, Fisika Bumi, Universitas Syiah Kuala

Ni Nyoman Rupiasih, Biofisika dan Polimer, Universitas Udayana

Terry Mart, Fisika Nuklir dan Partikel Teori, Universitas Indonesia

Santoso Soekirno, Fisika Instrumentasi, Universitas Indonesia

MITRA BESTARI

Ariadne L. Juwono, Fisika Material, Universitas Indonesia

Bambang Heru Iswanto, Fisika Komputasi, Universitas Negeri Jakarta

Budhy Kurniawan, Fisika Material, Universitas Indonesia

Esmar Budi, Fisika Material, Universitas Negeri Jakarta

Mirza Satriawan, Fisika Partikel Teori, Universitas Gadjah Mada

Yetty Supriyati, , Pendidikan Fisika, Universitas Negeri Jakarta

ADMINISTRASI

Dewita

Frida Iswinning Dyah

Idrus Abdul Kudus

Sumadi

Penerbit:

Himpunan Fisika Indonesia (HFI)

Komplek Batan Indah Blok L No 48 Serpong Tangerang 15314, Banten Indonesia

Phone: +62-21-7561609

Fax: +62-21-7561609

(3)

Pengantar Redaksi i

Risalah Fisika Vol. 1 no. 1 (2017) i ISSN 2548-9011

PENGANTAR REDAKSI

Makalah-makalah dalam Risalah Fisika terbitan kedua ini (Volume 1, Nomor 2,

Juli 2017) masuk dan diterima untuk diterbitkan antara Oktober 2016 hingga Juli

2017, terdiri dari 5 makalah di bidang simulasi, aplikasi fisika nuklir, instrumentasi,

dan fisika bahan. Penerbitan lebih dari 5 makalah tiap nomor akan dipertimbangkan

jika cukup banyak makalah yang masuk dan dapat diterima untuk diterbitkan. Pada

penerbitan akhir Volume 1 ini dimuat indeks penulis dan katakunci dari semua

makalah yang telah diterbitkan dalam Volume 1 (Nomor 1 dan 2).

Simulasi komputer telah dilakukan untuk melihat pengaruh efek proksimitas

pada medan kritis superkonduktor, dan aplikasi fisika nuklir untuk optimasi produksi

radioisotop yodium-131 dari aktivasi neutron dari reaktor nuklir pada telurium

dioksida alam. Dua makalah di bidang instrumentasi membahas tentang

penyeder-hanaan alat atau sistem pengukuran yang murah, yaitu pengembangan alat ukur indeks

bias mengunakan prisma berongga dari lembaran kaca komersial biasa dan laser

He-Ne untuk pengujian kualitas minyak goreng, dan tentang sistem fotoakustik sederhana

berbasis laser dioda dan mikrofon condenser untuk pengukuran konsentrasi darah.

Makalah di bidang fisika bahan menyajikan hasil pengerasan permukaan logam

dengan menggunakan DC-Plasma Nitrocarburizing buatan buatan para peneliti

Indonesia, sehingga dapat meningkatkan kualitas komponen mesin (roda gigi)

terhadap keausan.

Penerbitan Risalah Fisika nomor berikutnya (Volume 2, Nomor 1) direncanakan

pada bulan Januari 2017. Segenap Editor Jurnal Fisika mengundang komunitas fisika

untuk aktif berpartisipasi mengirimkan naskah ke situs http://journal.fisika.or.id/rf

(bahasa Indonesia) maupun http://journal.fisika.or.id/jips (bahasa Inggris). Untuk

sementara penyerahan, penilaian (reviewing), perbaikan, dan proofreading makalah

masih dilakukan dengan menggunakan gabungan antara sistem on line dan surat

elektronik (surel, email).

(4)
(5)

Fuad Anwar - Simulasi Komputer Pengaruh Efek Proksimitas pada Medan Kritis Superkonduktor 29

Risalah Fisika Vol. 1 no. 2 (2017) 29-32 ISSN 2548-9011

Simulasi Komputer Pengaruh Efek Proksimitas pada Medan Kritis

Superkonduktor

(masuk/received 27 Juli 2016, diterima/accepted 9 Februari 2017)

s

Computational Simulation of Proximity Effect on Superconductor Critical

Field

Fuad Anwar

1

, Pekik Nurwantoro

2

, Arief Hermanto

2

1

Program Studi Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Indonesia 2

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, Indonesia [email protected]

Abstrak – Telah dibuat kajian pengaruh syarat batas efek proksimitas pada penyelesaian komputasi persamaan Ginzburg-Landau Gayut Waktu. Bahan kajian adalah superkonduktor berbentuk kotak yang berbatasan dengan bahan lain pada keempat sisinya dan dipengaruhi medan magnet luar. Metode pembuatan simulasi didasarkan pada persamaan Ginzburg-Landau gayut waktu serta persamaan syarat batas parameter benahan dan syarat batas medan magnet. Persamaan-persamaan tersebut lalu didiskretkan dengan menggunakan metode U. Hasil kajian menunjukkan bahwa nilai medan kritis permukaan membesar, medan kritis rendah mengecil pada ukuran bahan Nx×Ny = 12×12 dan

membesar pada ukuran bahan Nx×Ny = 32×32 jika nilai panjang ekstrapolasi membesar.

Kata kunci: efek proksimitas, persamaan TDGL, superkonduktor

Abstract – We have made a study about influence of the boundary conditions with the proximity effect on the computational solutions of the Time Dependent Ginzburg-Landau (TDGL) equations. The object of our study was a rectangular superconductor bounded by other material and applied to an external magnetic field. The TDGL equations and their boundary conditions was solved using U method. The result of this study shows that the surface critical field increases, the lower critical field decreases at the size of Nx×Ny = 12×12 and increases at the size of Nx×Ny = 32×32,

when the extrapolation length decreases.

Key words: proximity effect, TDGL equations, superconductor

I. PENDAHULUAN

Kajian sifat-sifat superkonduktor dengan menggunakan persamaan Ginzburg-Landau gayut waktu yang diselesaikan dengan menggunakan metode U telah dilakukan banyak orang [1-15]. Metode U dipilih karena hasil perhitungan dianggap tetap konvergen ketika medan magnet dinaikkan sampai mendekati nilai medan kritis permukaan [1,4,7].

Pada keadaan nyata dan ketika diterapkan dalam teknologi, superkonduktor hampir selalu terletak berbatasan dengan bahan lain yang bukan ruang hampa. Karena itulah, beberapa peneliti [5-8] telah memasukkan syarat batas parameter benahan dengan efek proksimitas dalam penyelesaian komputasi persamaan Ginzburg-Landau Gayut Waktu dengan metode U dan hasilnya dipakai untuk mengkaji sifat-sifat superkonduktor.

Selain itu, pada kajian sebelumnya [15], penulis telah mengkaji cara menentukan nilai medan kritis pada penyelesaian Persamaan Ginzburg-Landau Gayut Waktu dengan metode U. Sebagai lanjutan kajian tersebut, dalam makalah ini akan dibahas bagaimana pengaruh efek proksimitas pada nilai medan kritis superkonduktor. II. LANDASAN TEORI

Persamaan Ginzburg-Landau gayut waktu dapat dituliskan sebagai [1-3,16]

 

 

    

 

t t t t t i t t , ) , ( , , , , 2 2 r r r r r A r  

,

(1)  

           

 T   t  tt t i t t t t i t t ext , , , , 2 , , , , 2 1 , 2 2 r H r A r A r r r r r r A                    

,

(2)

Jika superkonduktor terletak berbatasan dengan medium lain (misalnya logam), maka syarat batas parameter benahannya adalah

b ψ ψ i     A

,

(3)

dan syarat batas medan magnetnya adalah A

Hext

.

(4) Dalam persamaan-persamaan di atas,  adalah parameter benahan dalam satuan 0=((T)/)1/2, A

adalah potensial vektor magnet dalam satuan A0=0Hc2(T)(T), Hext adalah intensitas medan magnet

luar dalam satuan Hc2(T),  adalah konduktivitas listrik

dalam satuan 0=1/(0(T)2D), r adalah panjang dalam

satuan (T), t adalah waktu dalam satuan (T)= (T)2/D,

(T) dan adalah koefisien ekspansi rapat energi bebas Ginzburg-Landau, Hc2(T) adalah medan kritis tinggi

superkonduktor, (T) adalah adalah panjang koherensi,

(T)adalah parameter Ginzburg-Landau, D adalah konstanta difusi fenomenologi serta b adalah panjang ekstrapolasi dalam satuan (T) [1-3,16].

(6)

30 Fuad Anwar - Simulasi Komputer Pengaruh Efek Proksimitas pada Medan Kritis Superkonduktor III. METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, ditinjau suatu bahan superkonduktor berbentuk kotak dengan panjang Nx dan lebar Ny pada

arah sumbu x dan y serta dikenai medan magnet luar yang seragam, gayut waktu dan searah sumbu z positif.

Di dalam metode U, superkonduktor berbentuk kotak berukuran Nx × Ny dianggap tersusun dari sekumpulan

sel berukuran x × y. Di tiap sel tersebut, terdapat tiga

besaran fundamental, yaitu , Ux dan Uy. Penjelasan ketiga besaran tersebut pada keadaan superkonduktor yang dikaji adalah [1-3]

 i,j adalah parameter benahan pada posisi (xi,yj)

dengan i = 1,2,…Nx+1 dan j = 1,2,…,Ny+1.

Ux disebut peubah pautan medan magnet pada arah

sumbu x dan didefinisikan sebagai

 

i Ay d

y x U U i i x x x j j i x x j i

    ( , ) exp 1 , ,

,

(5) dengan i = 1,2,…,Nx dan j = 1,2,…,Ny+1.

Uy disebut peubah pautan medan magnet pada arah sumbu y dan didefinisikan sebagai

       U x y i

A xdU j j y y y i j i y y j i, ( , ) exp 1 ,

,

(6) dengan i = 1,2,…,Nx+1 dan j = 1,2,…,Ny.

Jika persamaan Ginzburg-Landau gayut waktu diterapkan pada keadaan superkonduktor di atas dan didiskretkan dengan metode U serta diambil nilai  = 1, maka didapat sekumpulan persamaan berikut [1-3]

t t t t y t t U t t t U t x t t U t t t U t t t j i j i j i y j i j i j i y j i j i x j i j i j i x j i j i j i                                             ) ( ) ( 1 ) ( ) ( ) ( 2 ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( 2 ) ( ) ( ) ( ) ( , 2 , 2 1 , 1 , , 1 , , 2 , 1 , 1 , , 1 , , ,           (7)

L t L t

t t U y t t t t U t iU t U t t U j i j i x j i j i j i x j i x j i x j i x j i            1 ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( Im ) ( ) ( ) ( 1 , , , 2 ' 2 , 1 , , , , ,    (8)

L tL t

t t U x t t t t U t iU t U t t U j i j i y j i j i j i y j i y j i y j i y j i            1 ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( Im ) ( ) ( ) ( , 1 , , 2 2 1 , , , , , ,    (9) dengan

zij

x j i x j i y j i y j i j i U U U U i x yB L,  1, , ,1 , exp   ;,

.

(10)

Dengan cara yang sama, didapat pula syarat batas parameter benahan dan syarat batas medan magnet pada garis i = 1 b x t t U t j x j j   1 ) ( ) ( ) ( 1, 2, , 1   (11) dan

exp , 1 1 , 1 , 2 , 1 ext x j x j y j y j U U U i x yH U   

,

(12) pada garis i = Nx+1 b x t t U t N j x j N j N x x x     1 ) ( ) ( ) ( , , , 1   (13) dan

ext

x j N x j N y j N y j N U U U i x yH U x x x x1,  , ,1 , exp 

,

(14) pada garis j = 1 b y t t U t i y i i   1 ) ( ) ( ) ( ,1 ,2 1 ,  

,

(15) dan

ext

x i y i y i x i U U U i x yH U,11,1 ,1 ,2exp 

,

(16) pada garis j = Ny+1 b y t ψ t U t ψ y y y N i y N i N i    1 ) ( ) ( ) ( , , 1 , (17) dan UixN Uiy NUiyNUixN

i x yHext

y y y y1 1, , , exp  ,

.

(18)

Dari hasil diskretisasi persamaan Ginzburg-Landau gayut waktu dan syarat batasnya di atas, dapat dibuat program simulasi penyelesaian persamaan Ginzburg-Landau gayut waktu. Secara umum, proses pembuatan program simulasi tersebut dimulai dengan menganggap superkonduktor yang mempunyai nilai  tertentu berada pada keadaan suhu yang lebih kecil daripada suhu kritisnya dan dikenai medan luar Hext=0, sehingga seluruh

bagian superkonduktor mempunyai nilai i,j= 1 serta U x

i,j

=1 dan Uyi,j =1.

Selanjutnya nilai medan luar Hext dinaikkan dengan

mengikuti persamaan

ext ext

ext t t H t H

H ( ) ()

,

(19)

dengan Hext dimaksudkan sebagai kenaikan nilai Hext

untuk setiap nilai waktu t yang ditentukan. Kenaikan nilai Hext menyebabkan adanya perubahan nilai i,jserta

Uxi,j dan Uyi,j yang dihitung dengan menggunakan

persamaan (7) - (18).

Nilai medan magnet luar Hext dinaikkan berulang-ulang

sehingga membentuk suatu proses iterasi dalam program komputer. Untuk setiap nilai Hext perubahan nilai i,jserta

Uxi,j dan Uyi,j akan dihitung dan dicatat. Demikian

seterusnya program simulasi tersebut berjalan sampai Hext

mencapai nilai tertentu yang diinginkan.

Dari program komputer ini, dapat dihitung pula nilai magnetisasi M sebagai fungsi medan magnet luar dengan menggunakan persamaan ext H B M  

,

(20) dengan

 

y x N N j i j i z N N t B B y x      , 1 , 1 , ;

.

(21)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Untuk mendapatkan hasil keluaran, maka program simulasi ini diberi masukan x=0,5, y=0,5, t=0,010,

Hext=0,000001 dan =2,0. Selain itu, nilai masukan lain

(7)

Fuad Anwar - Simulasi Komputer Pengaruh Efek Proksimitas pada Medan Kritis Superkonduktor 31

Risalah Fisika Vol. 1 no. 2 (2017) 29-32 ISSN 2548-9011

Tabel 1. Variasi masukan Penelitian Proksimitas.

Nama Masukan

Nilai

Nx × Ny

Nilai b

A 6 × 6 tak ada efek proksimitas

A1 6 × 6 1

A2 6 × 6 3

A3 6 × 6 10

B 12 × 12 tak ada efek proksimitas

B1 12 × 12 1

B2 12 × 12 3

B3 12 × 12 10

C 32 × 32 tak ada efek proksimitas

C1 32 × 32 1

C2 32 × 32 3

C3 32 × 32 10

Pada penelitian ini, nilai masukan Nx × Ny dinyatakan

dalam satuan x × y.

Dari masukan yang diberikan tersebut, jika program simulasi ini dijalankan, maka akan didapat grafik magnetisasi rata-rata sebagai fungsi medan magnet luar atau M-Hext seperti terlihat di Gambar 1-3. Pustaka

sebelumnya [15] menyebutkan bahwa nilai medan kritis rendah (Hc1) dan medan kritis permukaan (Hc3) dapat

ditentukan berdasarkan titik maksimum lokal pertama dan titik nol grafik M-Hext. Dengan melihat Gambar

1-3, maka nilai Hc1 dan Hc3 dapat ditentukan sebagaimana

terlihat di Gambar 4 dan 5.

'

M

'

ext

H

Gambar 1. Grafik M-Hext pada

— : masukan A (Nx×Ny = 6×6 dan tak ada efek proksimitas) ... : masukan A1 (Nx×Ny = 6×6 dan b=1) ... : masukan A2 (Nx×Ny = 6×6 dan b=3) ... : masukan A3 (Nx×Ny = 6×6 dan b=10) ' M ' ext H

Gambar 2. Grafik M-Hext pada

— : masukan B (Nx × Ny = 12×12 dan tak ada efek proksimitas)

... : masukan B1 (Nx × Ny = 12×12 dan b=1) ... : masukan B2 (Nx × Ny = 12×12 dan b=3) ... : masukan B3 (Nx × Ny = 12×12 dan b=10) ' M ' ext H

Gambar 3. Grafik M-Hext pada

— : masukan C (Nx×Ny = 32 × 32 dan tak ada efek proksimitas)

... : masukan C1 (Nx × Ny = 32 × 32 dan b=1)

... : masukan C2 (Nx × Ny = 32 × 32 dan b=3) ... : masukan C3 (Nx × Ny = 32 × 32 dan b=10)

Gambar 4. Perbandingan nilai Hc1 untuk berbagai keadaan masukan penelitian tanpa efek proksimitas (warna hitam) dan penelitian ada efek proksimitas (warna biru).

Gambar 5. Perbandingan nilai Hc3 untuk berbagai keadaan masukan penelitian tanpa efek proksimitas (warna hitam) dan penelitian ada efek proksimitas (warna biru).

Dari kajian terhadap nilai Hc1 dan Hc3 di Gambar 4

dan 5, didapat fenomena-fenomena sebagai berikut: 1. Pada masukan A1, A2 dan A3 (Nx×Ny=6×6),

sebagaimana pada Gambar 4, nilai Hc1 tidak tampak,

karena grafik M-Hext pada gambar 1 tidak

mempunyai titik maksimum lokal pertama.

2. Pada masukan B1, B2 dan B3 (Nx×Ny = 12×12),

sebagaimana pada Gambar 4, jika nilai b membesar, maka nilai Hc1 mengecil dan mendekati nilai Hc1 tanpa

efek proksimitas, sedangkan pada masukan C1, C2 dan C3 (Nx×Ny = 32×32), sebagaimana pada gambar

(8)

32 Fuad Anwar - Simulasi Komputer Pengaruh Efek Proksimitas pada Medan Kritis Superkonduktor 5, jika nilai b membesar, maka nilai Hc1 membesar

dan mendekati nilai Hc1 tanpa efek proksimitas.

3. Pada semua masukan penelitian ini, sebagaimana pada Gambar 5, jika nilai b membesar, maka nilai Hc3

membesar dan mendekati nilai Hc3 tanpa efek

proksimitas. V. KESIMPULAN

Telah dilakukan pengkajian pengaruh efek proksimitas pada nilai medan kritis superkonduktor tipe II melalui penyelesaian komputasi Persamaan Ginzburg-Landau Gayut Waktu dengan metode U. Hasil pengkajian menunjukkan bahwa (1) pada ukuran Nx×Ny = 6×6 nilai

Hc1 tidak muncul, pada ukuran Nx×Ny = 12×12 nilai Hc1

mengecil jika nilai b membesar, dan pada ukuran Nx×Ny =

32×32 nilai Hc1 membesar jika nilai b membesar (2) pada

ukuran Nx×Ny = 6×6, Nx×Ny = 12×12, dan Nx×Ny = 32×32

nilai Hc3 membesar jika nilai b membesar.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti)-Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)-Indonesia untuk dukungan dana penelitian ini melalui beasiswa BPPS.

PUSTAKA

[1] C. Bolech, G. C. Buscaglia, and A. Lopez, Numerical Simulation of Vortex Arrays in Thin Superconducting Films, Phys. Rev. B, vol. 52, no. 22, 1995, pp. R15719-R15722.

[2] W. D. Gropp, H. G. Kaper, G. K. Leaf, D. M. Levine, M. Palumbo and V. M. Vinokur, Numerical Simulation of Vortex Dynamics in Type-II Superconductors, Journal of

Computational Physics, no. 123, 1996, pp. 254-266.

[3] T. Winiecki and C. S. Adams, A Fast Semi-Implicit Finite Difference Method for The TDGL Equations, Journal of

Computational Physics, no. 179, 2002, pp. 127-139.

[4] J. J. Barba, L. R. E. Cabral and J. A. Aguiar, Vortex Arrays in Superconducting Cylinders, Physica C, no. 460-462, 2007, pp. 1272-1273.

[5] J. J. Barba, C. C. de Souza Silva, L. R. E. Cabral and J. A. Aguiar, Flux Trapping and Paramagnetic Effects in Superconducting Thin Films: The Role of de Gennes Boundary Conditions, Physica C, no. 468, 2008, pp. 718-721.

[6] F. Anwar, M. Yunianto, R.A.S. Yosi, P. Nurwantoro, B.S.U. Agung, A. Hermanto, Simulasi Komputer Pengaruh Efek Proksimitas Pada Vorteks Superkonduktor,

Media Fisika, vol. 7, no. 2, 2008, pp. 1-9.

[7] J. Barba-Ortega and J. A. Aguiar, De Gennes Parameter Limit for The Occurrence of a Single Vortex in a Square Mesoscopic Superconductor, Physica C, no. 469, 2009, pp. 754-755.

[8] F. Anwar, M. Yunianto, R.A.S. Yosi, P. Nurwantoro, B.S.U. Agung, A. Hermanto, Simulasi Komputer Pengaruh Efek Proksimitas Pada Vorteks Superkonduktor Berlubang, Media Fisika, vol. 9, no. 2, 2010, pp. 7-16. [9] J. Barba-Ortega, A. Becerra, and J.A. Aguiar, Two

Dimensional Vortex Structures in a Superconductor Slab at Low Temperatures, Physica C, no. 470, 2010,pp. 225-230.

[10] M.C.V. Pascolati, E. Sardella, and P.N. Lisboa-Filho, Vortex Dynamics in Mesoscopic Superconducting Square of Variable Surface, Physica C, no. 470, 2010, pp. 206-211.

[11] J. Barba-Ortega, E. Sardella, J.A. Aguiar, and E.H. Brandt, Vortex State in a Mesoscopic Flat Disk with Rough Surface, Physica C, no. 479, 2012, pp. 49-52. [12] J. Barba-Ortega, E. Sardella, and J.A. Aguiar, Triangular

Arrangement of Defects in a Mesoscopic Superconductor,

Physica C, no. 485, 2013, pp. 107-114.

[13] A. Presotto, E. Sardella and R. Zadorosny, Study of The Threshold Line between Macroscopic and Bulk Behaviors for Homogeneous Type II Superconductors, Physica C, no. 492, 2013, pp. 75-79.

[14] F. Anwar, P. Nurwantoro, and A. Hermanto, Study of Anisotropy Superconductor using Time-Dependent Ginzburg-Landau Equation, Journal of Natural Sciences

Research, vol. 3, no. 15, 2013, pp. 99-106.

[15] F. Anwar, P. Nurwantoro, A. Hermanto,. Kajian Medan Kritis pada Penyelesaian Komputasi Persamaan Ginzburg-Landau Gayut Waktu, Prosiding Pertemuan Ilmiah XXVIII Himpunan Fisika Indonesia Jateng & DIY, Yogyakarta, April 2014, pp 145-148.

[16] M. Tinkham, Introduction to Superconductivity, McGraw-Hill Inc, Singapore, 1996.

(9)

Sriyono - Optimasi Produksi Radioiod-131 dari Aktivasi Neutron Sasaran Telurium Dioksida Alam 33

Risalah Fisika Vol. 1 no. 2 (2017) 33-37 ISSN 2548-9011

Optimasi Produksi Radioiod-131 dari Aktivasi Neutron Sasaran

Telurium Dioksida Alam

(masuk/received 28 Mei 2017, diterima/accepted 6 Juli 2017)

x

Optimation of Production Radioiodine-131 from Neutron Activated on

Natural Tellurium Dioxide Target

Sriyono, Maskur, Abidin, Triyanto, Hambali

Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka – BATAN

Gedung 11 Kawasan PUSPIPTEK, Serpong, Tangerang Selatan, Banten

[email protected]

Abstrak – Radioiod-131 adalah nama lain dari radioisotop yodium-131 (131I) yang merupakan radioisotop pemancar gamma pada energi 364 keV (81%) dan juga pemancar partikel beta dengan energi maksimum 610 keV dengan umur paro (T½) 8,02 hari sehingga dapat digunakan di kedokteran nuklir untuk keperluan diagnosa fungsi ginjal, kerusakan kelenjar gondok juga untuk terapi kanker thyroid, kanker kelenjar endoktrin, dan neuroblastoma. PTRR-BATAN telah memproduksi 131I untuk mem-back up kebutuhan radioiod-131, namun dari batch RI-001 sampai dengan RI-008 radioiod-131 yang dihasilkan masih belum memenuhi persyaratan medis. Pada penelitian ini dilakukan optimasi produksi dengan mengubah parameter proses seperti pabrikan bahan sasaran, setting temperatur, jumlah charcoal, dan waktu elusi. Dari perubahan parameter tersebut pada batch RI-009 – RI-014 dihasilkan larutan produk 131I dalam bentuk sodium iodida (Na131I) yang jernih tidak berwarna dengan pH = 12, konsentrasi radioaktif >100 mCi/ml dengan kemurnian radionuklida >99% dan kemurnian radiokimia >95%. Dengan spesifikasi tersebut larutan produk 131I telah memenuhi syarat untuk keperluan medis.

Kata kunci : optimasi produksi, telurium dioksida alam, radioiodine-131, aktivasi neutron, distilasi kering

Abstract – Radioiodine-131 is the other name of the radioisotope iodine-131 (131I) which is a gamma emitting radioisotope at 364 keV energy (81%) and also a beta emitter with a maximum energy of 610 keV with halflife (T½) of 8.02 days so it can be used in nuclear medicine to diagnose kidney function, thyroid damage, also for the treatment of thyroid cancer, endoktrin gland cancer, and neuroblastoma. PTRR-BATAN has produced 131I to back up the 131I demand, but from batch RI-001 until RI-008 our product have not met the medical requirements. Therefore, the optimation of production is needed by changing the process parameters such as manufacturer of target material, temperature setting, amount of charcoal, and elution time. By Changing those parameters, we got product in the form of sodium iodide solution which was colorless clear, pH 12, radioactive concentration of >100 mCi/ml, radionuclide purity >99% and radiochemical purity >95%. With these specification, the product of batch RI-009 – RI-014 have met the medical requirements.

Keywords : production optimation, natural tellurium dioxide, radioiodine-131, neutron activation, dry distillation

I. PENDAHULUAN

Dewasa ini ketersediaan akan radioisotop untuk keperluan medis di dalam negeri sudah merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi terutama radioisotop Teknesium-99m (99mTc) untuk diagnosa dan Radioiod-131 untuk diagnosa maupun terapi. Radioiod-Radioiod-131 adalah nama lain dari radioisotop yodium-131 (131I) yang merupakan radioisotop pemancar gamma pada energi 364 keV (81%) dan juga pemancar partikel beta dengan energi maksimum 610 keV dengan umur paro (T½) 8,02 hari sehingga dapat digunakan untuk keperluan diagnosa maupun terapi dalam kedokteran nuklir.[1] Pemanfaatan dari radioiod-131 di antaranya adalah 131I-Hippuran untuk diagnosis fungsi ginjal[2], Na-131I oral untuk diagnosis kerusakan kelenjar gondok dan terapi kanker thyroid[1,3,4],

131I-MIBG untuk diagnosis maupun terapi neuroblastoma

dan kanker kelenjar endoktrin.[5,6]

Radioiod-131 dalam jumlah besar pada umumnya diproduksi dari pembelahan inti uranium-235 melalui

reaksi neutron-fisi (n,f) dan juga penangkapan neutron tellurium dioksida (TeO2) alam melalui reaksi

neutron-gamma (n,).[7,8] Radioiod-131 dari hasil belah 235U (n,f) tidak dilakukan karena proses pemisahan 131I dari produk-produk fisi yang lain melalui proses kimia yang panjang dan membutuhkan fasilitas yang sangat rumit disamping itu juga menghasilkan limbah hasil fisi yang sangat kompleks dan mempunyai umur paro yang panjang, namun masih ada cara kedua yaitu dengan cara aktivasi neutron terhadap sasaran TeO2 alam dan proses

pemisahan produk dari bahan sasarannya cukup dengan distilasi distilasi kering dan limbah yang dihasilkan cukup sederhana sehingga mudah penanganannya. Adapun reaksi inti yang terjadi dari kedua metoda tersebut seperti terlihat pada Gambar 1 dan Gambar 2. Berdasarkan Peraturan Kepala BATAN Nomor 21 Tahun 2014 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di BATAN, maka Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR) yang merupakan salah satu unit

(10)

34 Sriyono - Optimasi Produksi Radioiod-131 dari Aktivasi Neutron Sasaran Telurium Dioksida Alam 235

U ( n , f )

131

I + neutron

99

Mo

Radioisotop lain

Gambar 1. Reaksi neutron-fisi (n,f).

130

Te ( n ,

)

131

I

131

Te

meluruh

Gambar 2. Reaksi aktivasi neutron (n,). kerja di BATAN di bawah Deputi Bidang Pendaya-gunaan Teknologi Nuklir mempunyai tugas melaksanakan perumusan dan pengendalian kebijakan teknis, pelaksanaan, dan pembinaan dan bimbingan di bidang teknologi produksi radioisotop dan radiofarmaka, maka BATAN khususnya PTRR harus mem-back up kebutuhan dalam negeri akan radioisotop 131I tersebut.

Kegiatan produksi radioisotop 131I melalui reaksi penangkapan neutron (n,) terhadap sasaran TeO2 alam di

dalam fasilitas iradiasi reaktor nuklir G.A. Siwabessy PRSG-BATAN Serpong dan proses pemisahannya melalui distilasi kering di dalam fasilitas hotcell dengan kapasitas produksi dapat mencapai 12.000 mCi dari 100 gram TeO2 alam. Proses pembuatan radioisotop 131I di

PTRR-BATAN masih mempunyai kendala yaitu proses pembuatannya masih menggunakan fasilitas glove box (bukan hotcell) yang hanya mampu untuk memproduksi kurang dari 1.000 mCi radioisotop 131I dari hasil aktivasi neutron terhadap 5 gram serbuk sasaran TeO2 alam.

Dengan demikian perlu perubahan dimensi sistem peralatan distilasi terutama ukuran vycor yang berkapasitas sampai dengan 100 gram sasaran menjadi hanya 5 gram sasaran. Setelah perubahan dimensi vycor pada sistem distilasi tersebut PTRR telah melakukan proses mulai batch RI-001 sampai dengan RI-008 dan dihasilkan 131I dengan radioaktivitas 300 – 700 mCi namun hasilnya masih belum memenuhi persyaratan medis, maka pada penelitian ini dilakukan optimasi produksi dengan melakukan perubahan beberapa parameter proses di antaranya adalah: pabrikan bahan sasaran TeO2, setting temperatur, jumlah charcoal, dan

waktu elusi. Diharapkan dari perubahan parameter tersebut dihasilkan larutan produk 131I dalam bentuk sodium iodida (Na131I) yang jernih tidak berwarna dengan pH = 12, konsentrasi radioaktif >100 mCi/ml dengan kemurnian radionuklida >99% dan kemurnian radiokimia >95%.

II. METODE PENELITIAN/EKSPERIMEN Bahan dan Peralatan

Sebagai sasaran iradiasi digunakan serbuk tellurium dioksida (TeO2) alam dari Sigma-Aldrich, karbon aktif

untuk menangkap/menyerap uap yodium diperoleh dari Fisher Scientific, dan untuk mengikat yodium digunakan larutan sodium hidroksida (NaOH) dari E. Merck, serta untuk mengukur pH larutan produk digunakan kertas pH

Universal dari E. Merck. Kemudian bahan-bahan gelas seperti ampul kuarsa, dan peralatan distilasi kering di pasok dari dalam negeri.

Seperangkat alat las acetylene untuk penutupan ampul kuarsa, dan untuk penutupan tabung aluminium (kapsul iradiasi) digunakan las tig/argon Telwin, No. Seri 096776 dari Italia, serta seperangkat alat uji gelembung (bubble test) digunakan untuk uji kebocoran kapsul iradiasi. Fasilitas hot cell digunakan untuk penanganan sasaran paska iradiasi, glove box berperisai timbal (Pb) yang dilengkapi dengan sistem ventilasi yang memadai untuk proses distilasi kering. Dose calibrator ATOMLAB untuk pengukuran aktifitas produk 131I dan spectrometer gamma untuk menentukan kemurnian radionuklida 131I, sedangkan untuk menentukan kemurnian radiokimia digunakan alat pencacah gamma (gamma counter). Cara Kerja

Sebanyak 5 g serbuk sasaran TeO2 alam dipanaskan

terlebih dahulu dalam furnace pada temperatur 500 oC selama 1 (satu) jam dan dikemas dalam kapsul iradiasi dari bahan aluminium kemurnian tinggi kemudian dikirim ke reaktor G.A. Siwabessy PRSG-BATAN Serpong untuk diaktivasi di fasilitas iradiasi Central Irradiation Position (CIP) selama sekitar 5 hari pada daya 15 MW dengan melampirkan isian formulir iradiasi dan formulir pengujian kapsul iradiasi dari Bidang Teknologi Radioisotop - PTRR.

Paska iradiasi, kapsul iradiasi dipindahkan dari fasilitas iradiasi (reaktor) ke fasilitas hotcell radioisotop menggunakan wadah yang terbuat dari timbal (Pb). Di dalam hotcell radioisotop, kapsul iradiasi dibongkar untuk mengeluarkan sasaran TeO2 alam teriradiasi yang

selanjutnya dimasukkan ke dalam labu distilasi dari bahan kuarsa berbentuk tabung (yang biasa disebut vycor). Kemudian vycor tersebut dimasukkan ke dalam tungku pemanas dan selanjutnya disambungkan ke sistem distilasi kering seperti pada Gambar 3.

Sebelum dilakukan proses produksi 131I dengan metoda distilasi kering (Gambar 3) harus dilakukan uji kebocoran di setiap sambungan pada sistem distilasi dengan cara vakum yaitu dengan menghidupkan pompa vakum kemudian mengatur kevakuman sistem sebesar 1,5 inHg melalui kran pada pompa vakum, apabila tidak ada gelembung udara pada botol trap maka semua sambungan dinyatakan tidak bocor.

Pada kondisi ini proses distilasi kering dimulai dengan menghidupkan heating tape dan tungku pemanas dengan setting temperatur secara bertahap mulai 100 °C sampai 750 °C. Pada kondisi ini proses distilasi mulai berjalan dan dipertahankan selama 5 jam untuk memas-tikan bahwa hampir semua uap yodium-131 dalam bentuk yodida (131I2) telah terdistilasi dan terperangkap

dalam kolom charcoal aktif yang terpasang pada sistem. Setelah proses distilasi berlangsung selama 5 jam, dilakukan pendinginan dengan menurunkan setting temperatur menjadi 100 °C dan ditunggu sampai temperatur dalam tungku mencapai sekitar 250 °C. Selanjutnya sistem distilasi dihentikan dengan menutup semua valve dan sambungan ke pompa vakum dilepas.

(11)

Sriyono - Optimasi Produksi Radioiod-131 dari Aktivasi Neutron Sasaran Telurium Dioksida Alam 35

Risalah Fisika Vol. 1 no. 2 (2017) 33-37 ISSN 2548-9011

Gambar 3. Proses produksi 131I dengan metoda distilasi kering.

Yodium yang telah terperangkap dalam kolom charcoal dikeluarkan dengan melewatkan larutan NaOH 0,05N ke dalam kolom charcoal dengan cara elusi.

Larutan hasil elusi tersebut adalah sebagai larutan produk radioiod-131 dalam bentuk sodium yodida (Na131I) yang selanjutnya disampling untuk dilakukan uji kualitas pengukuran radioaktivitas, pH, kemurnian radionuklida, kemurnian radiokimianya. Proses elusi dengan larutan NaOH 0,05N tersebut dilakukan beberapa kali sampai tingkat keradioaktifan produk < 50 mCi. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Pusat Teknologi Radioisotop dan Radiofarmaka (PTRR)-BATAN mulai tahun 2013 telah membuat radioisotop 131I tersebut dengan fasilitas glove box yang hanya mampu membuat 131I sebesar kurang dari 1000 mCi. Dengan fasilitas yang dimiliki maka desain sistem distilasi untuk pembuatan radioisotop tersebut juga mengalami perubahan terutama dimensi tabung vycor sebagai wadah bahan sasaran teriradiasi dari kapasitas 100 gram menjadi 5 gram sasaran TeO2. Perubahan dimensi vycor tersebut

ditunjukkan pada Gambar 4.

Mulai Mei 2013 sampai dengan Nopember 2014 PTRR-BATAN telah melakukan pembuatan radioisotop

131I dengan menggunakan fasilitas dan sistem distilasi

yang baru. Dari batch RI-001 sampai dengan RI-008 dihasilkan produk 131I yang tidak memenuhi persyaratan untuk keperluan medis seperti yang telah disampaikan oleh Maskur, dkk.[9], maka pada batch RI-009 – RI-014 dilakukan optimalisasi produksi dengan melakukan perubahan-perubahan parameter seperti penggantian pasokan bahan sasaran, preparasi sasaran, jumlah karbon aktif, setting temperatur, dan waktu elusi produk. Dari hasil perubahan tersebut diperoleh data-data produk radioiod-131 seperti pada Tabel 1.

40 mm 122 mm 40 mm 30 mm 306 mm 56 mm 30 mm

Gambar 4. Modifikasi ukuran vycor.

Setelah dilakukan perubahan parameter proses mulai dari pasokan bahan sasaran TeO2, setting temperatur,

jumlah charcoal, dan waktu elusi seperti pada Tabel 1, terlihat bahwa hanya perubahan setting suhu dari 850 °C menjadi 750 °C saja yang memberikan efek yang sangat signifikan terhadap produk 131I yang dihasilkan. Perubahan setting suhu tersebut dilakukan berdasarkan analisa hasil uji kualitas produk yang masih terkontaminasi Te dari bahan sasarannya sehingga larutan produk berwarna putih keruh, hal ini dimungkinkan karena terjadi panas belebih (over heating) di dalam vycor (wadah sasaran TeO2) yang mengakibatkan sasaran

TeO2 tersebut bukan hanya meleleh tetapi kemungkinan

sampai mencair atau bahkan mendidih sehingga sebagian Te ikut terbawa oleh uap yodium dan terperangkap pada kolom charcoal dalam sistem distilasi.

(12)

36 Sriyono - Optimasi Produksi Radioiod-131 dari Aktivasi Neutron Sasaran Telurium Dioksida Alam

Tabel 1. Parameter Proses dan Hasil uji kualitas produk 131I.

Parameter Hasil

Keterangan No. Batch Pasokan

TeO2 Setting Temp. (°C) Jumlah Charcoal (mg) Waktu elusi Produk Aktivitas Produk (mCi) Visual Produk pH larutan Produk Kem. Radio-nuklida (%) Kem. Radio-kimia (%) Kem. Kimia RI-001 Merck 850 500 Dibiarkanse malam 38 Putih Keruh 12 99,99 < 95 Terkontami nasi Te Produk tidak memenuhi persyaratan medis RI-002 Proses gagal karena filamen tungku pemanas putus

RI-003 Sigma-Aldrich Dibiarkan semalam 11,5 Putih Keruh 12 99,99 < 95 Terkonta-minasi Te RI-004 9 RI-005 Merck 230 RI-006 Sigma-Aldrich 370 95,72 RI-007 598 96,66 RI-008 Langsung dielusi 344 90,14 RI-009 750 561 Jernih tidak berwarna 95,88 Bebas kontamina-si Te Produk memenuhi persyaratan medis RI-010 477 97,54 RI-011 300 713 91,72 Produk tidak memenuhi persyaratan medis RI-012 392 90,23

RI-013 702 96,65 Produk memenuhi

persyaratan medis

RI-014 419 97,40

Berdasarkan hasil uji kualitas produk 131I tersebut, maka dilakukan kalibrasi tungku pemanas dengan cara pengukuran temperatur bagian dalam vycor dan dibandingkan dengan hasil pembacaan pada termokopel kontrol tungku pemanas. Kalibrasi tungku pemanas tersebut dilakukan oleh P.T. KALIMAN (Kalibrasi Instrumentasi Mandiri) dan hasilnya seperti terlihat pada Tabel 2.

Dari hasil kalibrasi seperti pada Tabel 2 terlihat bahwa ada perbedaan temperatur dari hasil pengukuran standar (dalam vycor) dengan setting temperatur yang sangat signifikan yaitu hampir 60 °C, misalnya dengan setting temperatur 850 °C ternyata temperatur yang sebenarnya dalam vycor sebesar 906,2 °C, sedangkan titik leleh serbuk TeO2 adalah 733 °C dan titik didih serbuk TeO2 pada

temperatur 1245 °C,[10, 11] ini membuktikan bahwa dengan setting temperatur 850 °C terjadi over heating dan dengan adanya sistem vakum maka mengakibatkan serbuk TeO2

menjadi cair atau bahkan mendidih sehingga sebagian Te terbawa oleh uap yodium dan terperangkap dalam kolom charcoal dan ketika kolom charcoal dielusi dengan larutan NaOH 0,05N maka larutan produk 131I yang diperoleh menjadi putih keruh sehingga tidak memenuhi persyaratan medis karena terkontaminasi Te. Setelah dilakukan penurunan setting temperatur dari 850 °C menjadi 750 °C, maka larutan produk tidak lagi terkontaminasi Te dan larutan menjadi jernih tidak berwarna seperti pada Tabel 1. Di samping itu juga dilakukan perubahan cara preparasi bahan sasaran yang akan diiradiasi di reaktor G.A. Siwabessy yang sebelumnya bahan sasaran TeO2 langsung

dikemas dalam kapsul iradiasi. Mulai batch RI-008, sebelum dikemas bahan sasaran TeO2 dipanaskan terlebih dahulu

dalam furnace pada temperatur 500 °C selama 1 jam. Ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air hidrat dalam bahan

sasaran sehingga memudahkan pada saat penanganan target paska iradiasi, yaitu saat mengeluarkan serbuk sasaran TeO2

dari kapsul iradiasi supaya tidak menggumpal.

Tabel 2. Hasil Kalibrasi Tungku Pemanas (furnace).

Pengaturan Setting (°C ) Pembacaan Alat Reading (°C ) Pembacaan Standard (°C ) 100 99 134,5 150 150 199,7 200 200 256,9 300 300 339,0 400 400 438,4 500 500 555,8 600 600 660,2 700 700 763,3 750 750 809,7 800 800 858,0 850 850 906,2

Ketidakpastian kalibrasi/calibration uncertainty ± 1,0 %

Setelah dilakukan perubahan setting temperatur dari 850 °C menjadi 750 °C mulai batch RI-009 sampai dengan RI-014 maka larutan produk 131I yang dihasilkan sudah tidak terkontaminasi lagi telurium (Te) sehingga larutan produk menjadi jernih tidak berwarna. Namun produk 131I batch RI-011 dan RI-012 meskipun secara visual larutan produk jernih tidak berwarna tetapi kemurnian radiokimianya diba- wah 95% (lihat Tabel 1). Hal ini disebabkan karena sebelum kolom charcoal dielusi dengan larutan NaOH 0,05N sudah mengalami kontak dengan udara sehingga sebagian 131I dalam bentuk Na131I teroksidasi menjadi iodat (Na131IO3) dan

(13)

Sriyono - Optimasi Produksi Radioiod-131 dari Aktivasi Neutron Sasaran Telurium Dioksida Alam 37

Risalah Fisika Vol. 1 no. 2 (2017) 33-37 ISSN 2548-9011

Kemudian untuk batch RI-013 dan RI-014 sebelum kolom charcoal dielusi dengan larutan NaOH 0,05N dijaga jangan sampai kontak dengan udara, sehingga dihasilkan produk 131I yang tingkat kemurnian

radiokimianya di atas 95% seperti yang terlihat pada Tabel 3 tentang Laporan Hasil Uji yang berisi Standar Keberterimaan dan Hasil Analisis terhadap produk

131I.

Tabel 3. Hasil Uji yang berisi Standar Keberterimaan dan Hasil Analisis terhadap produk 131I. No. Jenis Pengujian (Parameters) Standar Keberterimaan (Range)

Metode Analisis (Method

of Analysis)

Hasil Analisis

(Result of Analysis)

1 Kejernihan

(Clarity)

Jernih Visual Jernih

2 Derajad Keasaman (pH) 10 – 12 Indikator pH (SOP.016.3.10/RR 00 04/TRR.5) 12,0 3 Konsentrasi Radioaktif (Radioactive Concentration)

>100 mCi/ml Dose Calibrator

(SOP.016.3.10/RR 00 04/TRR.5)

Aktivitas saat pengujian 112,13 mCi/ml Tgl. 21-10-2014 pkl. 09.02 Ketidakpastian bentangan 2,28% 4 Kemurnian Radionuklida (Radionuclide Puryti) >99 % Spektrometri Gamma (SOP.016.3.10/RR 00 04/TRR.5) 99,99 % Ketidakpastian bentangan 2,00% 5 Kemurnian Radiokimia (Radiochemical Purity)

> 95 % Kromatografi Lapis Tipis (SOP.016.3.10/RR 00

04/TRR.5)

96,65 %

Ketidakpastian bentangan 2,39%

KESIMPULAN

Optimasi produksi radioiod-131 dari sasaran telurium dioksida (TeO2) alam teraktivasi telah dilakukan dengan

cara melakukan perubahan parameter-parameter proses dan diperoleh tetapan parameter yang akan digunakan untuk proses-proses berikutnya yaitu pasokan bahan sasaran TeO2 dari Sigma-Aldrich, setting temperatur 750

°C, jumlah charcoal 300 mg, dan waktu elusi langsung setelah pendinginan. Dari parameter tersebut dihasilkan larutan produk 131I dalam bentuk sodium iodida (Na131I) yang jernih tidak berwarna dengan pH = 12, konsentrasi radioaktif >100 mCi/ml dengan kemurnian radionuklida >99% dan kemurnian radiokimia >95%. Larutan produk

131

I yang dihasilkan telah memenuhi persyaratan medis dan selanjutnya dapat digunakan untuk penandaan sediaan radiofarmaka yang akan digunakan di rumah sakit untuk tujuan baik diagnosa maupun terapi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Kami mengucapkan terimakasih kepada Kepala PTRR BATAN (Ibu Siti Darwati), Kepala Bidang Teknologi Radioisotop (Bapak Hotman Lubis) dan Kepala Bidang Teknologi Radiofarmaka (Bapak Rohadi Awaludin) serta seluruh Tim Produksi 131I (Indra Saptiama, Chairuman, Yono S., Mulyono, Hermanto, dan Fath Priyadi) dan semua pihak yang telah bekerja bersama-sama dalam melakukan kegiatan ini.

PUSTAKA

[1] Anna Wyszomirska., Iodine-131 for therapy of thyroid diseases., Physical and Biological Basis., Nuclear Medicine Review 2012, 15, 2 : 120-123, ISSN 1506-9680.

[2] Evi Setiawati, Muhammad Munir, Endras Ari Prasaja.,

Pendeteksian kelainan fungsi ginjal dengan

memanfaatkan radiofarmaka Hippuran 131I menggunakan kamera gamma., Jurnal Pengembangan Rekayasa & Teknologi Vol. 11 No 1, Juni 2009: 1-7, ISSN1410-9840. [3] Kusakabe K, Maki M., Radionuclide therapy of thyroid

disease-radioactive iodine therapy., Departement of Radiology, Tokyo Women’s Medical College., Kaku Igaku 1993 Jul; 30 (7) : 813-9.

[4] ANONIMOUS: Iodine-131 Medical Use.

http://www.news-medical.net/health/Iodine-131-Medical-Use.aspx,diakses 21 Oktober 2016.

[5] Stefan Vöö, Jan Bucerius, Felix M. Mottaghy., I-131-MIBG therapies., 2011 Elsevier Inc.

[6] ANONIMOUS :131I-MIBG Therapy, written by Antonia Palmer, Neuroblastoma Parent June 2015, http://www. nant.org/dl/nc-mibg_article_june_2015.pdf, diakses 22 Oktober 2016.

[7] ANONIMOUS : A.F. RUPP, E. E. BEAUCHAMP, J. R. PARMAKES, Production of Fission Product Iodine-131, ORNL-1047.

[8] ANONIM, “Manual for Reactor Produced Radioisotops”, IAEA-TECDOC-1340, Austria, January 2003.

[9] Maskur, Sriyono, Yono Sugiharto, Fath Priyadi,

Chairuman, dan Hambali, Optimasi pembuatan

radioisotop I-131 dengan metoda aktivasi neutron dan pemisahan secara distilasi kering, Pros. Sem. Nasional Teknologi dan Aplikasi Reaktor Nuklir PRSG tahun 2014., ISBN 978-979-17109-9-2.

[10] ANONIMOUS, Tellurium Dioxide, https://en.wikipedia. org/wiki/Tellurium_dioxide, diakses 24 Oktober 2016. [11] A. Simek and B. Stehlik., The melting point of tellurium

dioxide., Collection of Czechoslovak Chemical Communication, 1930, Vol. 2, p. 447-456.

(14)

38 SFN 2017

Ikuti perkembangannya di https://conference.fisika.or.id/Events/detail/6

Simposium Fisika Nasional ke-30 (SFN XXX) adalah kegiatan yang diadakan oleh

Himpunan Fisika Indonesia (HFI). Kegiatan ini adalah agenda tahunan HFI dan

diselenggarakan berpindah dari satu kota besar ke kota besar lain. SFN XXX tahun

2017 dilaksanakan oleh HFI cabang Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta di

Yogyakarta pada tanggal 6 s.d. 8 September 2017 dengan mengangkat tema

"Physics for the Sustainability". Tujuan utama simposium adalah menampilkan,

membangun, dan menyebarluaskan hasil riset interdisiplin dari berbagai cabang

ilmu fisika. Peneliti dari universitas, institut, dan industri yang bekerja di beragam

bidang fisika di undang untuk berpartisipasi dan menampilkan hasil risetnya sebagai

pemakalah atau menyampaikan wawasannya sebagai peserta. Simposium ini

mencakup, namun tidak dibatasi, berbagai bidang berikut: fisika teori dan

komputasi, fisika material dan teknologi nano, biofisika dan fisika medik, fisika

nuklir dan partikel, geofisika, astrofisika, fisika instrumentasi, laser dan

optoelektronika, fisika energi dan lingkungan, pendidikan fisika, dan bidang

fisika lain.

Organized by

(15)

Nasrullah Idris dkk - Pengembangan Alat Ukur Indeks Bias Mengunakan Prisma Berongga dari Lembaran Kaca …….. 39

Risalah Fisika Vol. 1 no. 2 (2017) 39-46 ISSN 2548-9011

Pengembangan Alat Ukur Indeks Bias Mengunakan Prisma Berongga

dari Lembaran Kaca Komersial Biasa dan Laser He-Ne untuk

Pengujian Kualitas Minyak Goreng

(masuk/received 24 Oktober 2016, diterima/accepted 14 Juli 2017)

x

Developing a Refractive Index Measurement Instrument Using a Hollow

Prism Made from Ordinary Commercial Glass Plate and a He-Ne Laser for

Quality Examination of Edible Oil

Nasrullah Idris, Sarina, Maswati, Devi Susilayani

Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Syiah Kuala

Jl. Syech Abd. Rauf No. 3 Kopelma Darussalam 23111 Banda Aceh, Aceh, Indonesia

[email protected]

Abstrak –Prisma berongga telah dibuat dari lembaran kaca komersial biasa sebagai instrumen optik sederhana dan murah untuk penentuan secara cepat kualitas minyak goreng dengan pengukuran indeks biasnya. Dimensi lembaran kaca komersial tersebut yang dijadikan sisi-sisi prisma tersebut adalah 10 cm × 10 cm dengan ketebalan 5 cm. Pengukuran indeks bias minyak goreng dilakukan dengan memasukkan sampel minyak goreng ke dalam rongga prisma tersebut, kemudian dilewatkan berkas cahaya helium neon (He-Ne) dan diukur sudut deviasi berkas laser tersebut setelah lewat melalui prisma berongga tersebut. Indeks bias minyak goreng kemudian dihitung menggunakan besarnya sudut deviasi hasil pengukuran dan sudut apit prisma tersebut. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini ada 2 jenis, yaitu minyak goreng kualitas baik (minyak baru) dan minyak goreng kualitas rendah (minyak bekas pakai). Ditemukan bahwa indeks bias minyak goreng kualitas bagus (minyak goreng baru) adalah 1,5054. Sebagai pembanding, pengukuran indeks bias juga dilakukan untuk sampel air terdistilasi (aquades) dan ditemukan bahwa hasil pengukuran menggunakan prisma berongga yang dibuat dari kaca komersial biasa ini sangat dekat dengan hasil pengukuran menggunakan refraktometer Abbe. Ini menunjukkan bahwa indeks bias minyak goreng dapat diukur menggunakan prisma berongga yang dibuat dari kaca komersial biasa dengan akurasi yang relatif tinggi. Selanjutnya, telah ditemukan juga bahwa indeks bias minyak goreng kualitas rendah (bekas pakai) meningkat seiring meningkatnya frekuensi pemakaiannya, di mana minyak goreng yang telah dipakai tiga kali indeks biasnya adalah 1,5402. Hasil pengukuran indeks bias ini memperlihatkan bahwa indeks bias minyak goreng kualitas bagus (minyak baru) lebih rendah dibandingkan indeks bias minyak goreng kualitas rendah (minyak bekas pakai). Hal ini menyiratkan bahwa indeks bias minyak goreng semakin meningkat seiring penurunan kualitas minyak goreng sehingga dapat dikatakan bahwa indeks bias adalah sifat optik yang representatif untuk menyatakan kualitas minyak goreng. Hasil penerapan awal ini membuktikan prisma berongga yang dibuat dari lembaran kaca komersial biasa ini dapat digunakan sebagai instrumen optik sederhana untuk pengukuran secara cepat, murah, dan akurat indeks bias minyak goreng guna penentuan kualitasnya.

Kata kunci: prisma berongga, kaca komersial, indeks bias, kualitas minyak goreng, laser He-Ne

Abstract – A hollow prism was made from ordinary commercial glass plate as simple, cheap optical instrument for examining quickly the quality of edible oil by measuring its refractive index. The thickness of the glass plate is 5 mm with a dimension of 10 cm × 10 cm used for each sides of the prism. The refractive index was measured by filling the edible oil sample into the prism cavity and passing a He-Ne laser light through the prism and then the deviation angle of the laser light after passing through the filled prism was measured. The refractive index was calculated using the measured deviation angle of the laser light and the apex angle of the prism. There were two kinds of oil samples used in this work, namely good quality edible oil (new edible oil) and low quality edible oil (used edible oil). As the results, it was found that refractive index of the good quality edible oil (new oil) was 1.5054. It was also found that refractive index of the distilated water sample measured using the constructed hollow prism is extremely close to the result measured by the well established optical instrument, Abbe refractometer. This shows that refractive index of edible oil can be measured by using the hollow prism made from the ordinary commercial glass plate with very high accuracy. It was also found that refractive index of the low quality edible oil (used oil) increased with increasing its using frequency. The refractive index of the edible oil sample used 3 times was 1.5054. These results displayed that refractive index of good quality edible oil is lower than that of the used edible oil. This implies that the refractive index increases with lowering the quality of edible oil, confirming that refractive index is a representative optical property of the quality of edible oil. These preliminary results proved that the hollow prism made from the ordinary commercial glass plate can be used as a simple optical method for measuring quickly, cheaply and accurately refractive index to certify the quality of edible oils.

(16)

40 Nasrullah Idris dkk / Pengembangan Alat Ukur Indeks Bias Mengunakan Prisma Berongga dari Lembaran Kaca …… I. PENDAHULUAN

Minyak goreng adalah salah satu bahan makanan kebutuhan pokok manusia [1,2]. Secara umum di negara berkembang dan maju, konsumsi minyak goreng meningkat tajam karena minyak goreng selain untuk konsumsi rumah tangga juga menjadi bahan baku berbagai industri seperti industri makanan, industri sabun, industri kosmetik dan lain-lain. Permintaan minyak goreng yang terus meningkat tersebut telah mendorong pihak-pihak tertentu membuat dan mendistribusikan minyak goreng dengan kualitas rendah bahkan buruk kepada konsumen demi mendapatkan keuntungan yang besar. Minyak goreng kualitas rendah tersebut dapat dibuat dengan pengoplosan, yaitu minyak jelantah buangan hotel, restoran atau industri yang telah dipakai berulang-ulang dicampur dengan minyak baru dalam proporsi yang menguntungkan [3]. Selain itu, sebagian pengusaha makanan seperti para penjual gorengan, yang jumlahnya sangat banyak di berbagai wilayah di Indonesia, demi pengurangan biaya produksi dan mendapatkan keuntungan yang jauh lebih besar juga diperkirakan terus menggunakan minyak goreng secara berulang-ulang. Dengan demikian, minyak goreng kualitas rendah dapat berasal dari minyak goreng kualitas baik yang dioplos dengan minyak goreng bekas pakai dan minyak goreng yang telah dipakai secara berulang kali. Pada sisi lain, pemakaian minyak goreng secara berulang-ulang sangat berbahaya bagi kesehatan konsumen misalnya menyebabkan gangguan hati [4-6], dan bahkan pemakaian minyak goreng secara berulang dengan frekuensi pemakaian tinggi dalam kurun waktu tertentu dapat menyebabkan penyakit kanker [7-8]. Oleh karena itu, kualitas minyak goreng yang dikonsumsi masyarakat maupun yang digunakan industri makanan harus selalu diawasi [9-10].

Pada dasarnya, beberapa parameter fisika telah digunakan untuk menentukan kualitas minyak goreng, seperti indeks bias [11], warna [12], viskositas [13,14], dan lain-lain. Karena itu beberapa instrumen telah dikembangkan berbasis pada pengukuran parameter-parameter tersebut, sehingga menghasilkan instrumen-instrumen komersial yang digunakan untuk penentuan kualitas minyak goreng seperti refraktometer, interfero-meter, viskosimeter Ostwald [12-19], dan lain-lain. Namun demikian, secara umum peralatan-peralatan tersebut relatif tidak mudah digunakan dan harganya juga relatif mahal. Hal ini menyebabkan instrumen-instrumen tersebut hanya ada di laboratorium-laboratorium tertentu yang memiliki sumber pendanaan dan sumber daya manusia terampil yang cukup seperti Laboratorium Pengujian Badan Pengawasan Obat-obatan dan Makanan (BPOM), Laboratorium Kesehatan, dan laboratorium-laboratorium pelayanan atau penelitian di lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta lainnya [20,21]. Karena itu instrumen-instrumen tersebut tidak dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat umum yang membutuhkan pengujian cepat dan murah terhadap kualitas minyak goreng yang dikosumsi sehari-hari. Oleh karena itu perlu dikembangkan instrumen-instrumen yang

lebih sederhana prinsip penggunaannya, serta harganya lebih murah.

Seperti disebutkan di atas pada dasarnya beberapa besaran fisika dapat digunakan untuk menyatakan kualitas minyak goreng. Salah satu besaran yang digunakan dalam berbagai instrumen dengan bermacam-macam konfigurasi untuk penentuan sifat optik bahan termasuk bahan cair (fluida) adalah indeks bias. Dalam penelitian ini, sebuah refraktometer sederhana sebagai alat ukur cepat dan mudah dirancang dan dikonstruksi dengan menggunakan sebuah prisma berongga (hollow prism) atau disebut juga prisma fluida (fluid prism) dan sebuah laser He-Ne sebagai sumber berkas cahaya untuk pengujian kualitas minyak goreng yang berbasis pada pengukuran indeks biasnya.

Prisma berongga (hollow prism) merupakan sebuah piranti optik (transparan) yang dibuat dari lembaran kaca atau gelas paralel yang dibentuk menjadi sebuah segitiga dengan sudut apit (apex angle) dan sudut kaki tertentu di mana bagian tengah prisma tersebut berupa rongga kosong. Pada bagian tengah prisma (rongga) ini dapat diisi dengan bahan-bahan cair atau gas (fluida) yang ingin diukur indeks biasnya. Oleh karena itu prisma berongga disebut juga sebagai prisma fluida. Secara umum prisma berongga atau prisma fluida ini dibuat menggunakan pelat kaca paralel [22-24]. Pelat kaca paralel adalah bahan optik kualitas tinggi dengan harga yang relatif mahal dan tidak mudah didapatkan terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Prisma berongga (hollow prism) telah digunakan untuk pengukuran indeks bias berbagai fluida [25-28]. Dalam penelitian ini, prisma berongga (hollow prism) yang dirancang ini dibuat dari bahan lembaran kaca komersial biasa yang dapat diperoleh dengan mudah dan dengan harga yang jauh lebih murah dibanding dengan kaca paralel. Lembaran kaca komersial biasa ini umumnya digunakan untuk sebagai bahan jendela bangunan maupun pembuatan furnitur-furnitur perumahan maupun perkantoran ataupun keperluan-keperluan lainnya.

Prinsip pengukuran indeks bias menggunakan prisma berongga ini pada dasarnya berbasis pada prinsip pembiasan cahaya ketika lewat melalui 2 medium dengan kerapatan (indeks bias) berbeda. Berkas cahaya dilewat-kan melalui prisma berongga (hollow prism) yang berisi fluida untuk kemudian diukur sudut deviasi minimum berkas cahaya tersebut setelah melewati fluida dalam prisma seperti ditunjukkan dalam Gambar 1 [22-24]. Sudut deviasi d adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan dari perpanjangan garis penjalaran cahaya datang dengan perpanjangan garis penjalaran cahaya bias yang meninggalkan prisma pada sisi permukaan keluar prisma berongga tersebut. Sudut deviasi minimum dm

adalah sudut penyimpangan (deviasi) berkas cahaya dari arah datang awal berkas cahaya ketika sudut masuk berkas cahaya datang pada permukaan sisi masuk prisma sama dengan sudut keluar berkas cahaya pada sisi permukaan keluar prisma tersebut. Dengan mengukur sudut deviasi minimum tersebut, seperti ditunjukkan oleh Gambar 1, maka indeks bias zat cair tersebut dapat ditentukan.

(17)

Nasrullah Idris dkk - Pengembangan Alat Ukur Indeks Bias Mengunakan Prisma Berongga dari Lembaran Kaca …… 41

Risalah Fisika Vol. 1 no. 2 (2017) 39-46 ISSN 2548-9011

Gambar 1. Prinsip pembiasan cahaya pada sebuah prisma,

termasuk prisma berongga (hollow prism).

Indeks bias fluida dalam prisma berongga tersebut dapat ditentukan dengan persamaan [23-25]

A

A

d

n

m

2

1

sin

2

1

sin

(1)

dengan dm sudut deviasi minimum antara berkas cahaya

datang dengan cahaya yang dibiaskan oleh fluida tersebut, A sudut apit prisma (apex angle), dan n indeks bias prisma atau fluida dalam prisma tersebut. Untuk perhitungan indeks bias menggunakan sudut deviasi minimum tersebut mengharuskan pengukuran sudut datang cahaya pada prisma dan sudut keluar cahaya dari prisma tersebut. Dalam penelitian ini sudut deviasi minimum diaproksimasi menjadi sudut deviasi berkas cahaya saja sehingga tidak memerlukan pengukuran sudut datang berkas cahaya. Besarnya sudut deviasi berkas cahaya keluar dari prisma berongga berisi fluida ditentukan dengan formula Phytagoras seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Diagram pengukuran indeks bias minyak goreng

menggunakan prisma berongga dengan melewatkan berkas cahaya laser He-Ne melalui prisma yang diisi sampel minyak goreng yang hendak diuji.

Dengan pendekatan ini, maka sudut deviasi minimum dm

ditulis sebagai sudut deviasi d sebagai berikut

P

T

d

m

sin

(2)

P

T

d

d

m 1

sin

(3)

dengan d sudut deviasi antara berkas cahaya datang tanpa adanya fluida dalam prisma berongga dengan berkas cahaya yang dibiaskan setelah lewat melalui fluida dalam prisma berongga, T jarak antara titik acuan berkas cahaya laser pada layar ketika prisma tidak diisi fluida dengan sisi (permukaan) keluar prisma, dan P jarak pembiasan cahaya laser, yaitu jarak antara titik keluar berkas cahaya laser He-Ne pada sisi keluaran (permukaan) prisma ke layar pengamatan. T dan P diukur dalam eksperimen dan kemudian sudut deviasi berkas laser d dihitung menggunakan persamaan (3).

Indeks bias dihitung dengan memasukkan nilai atau besarnya sudut deviasi berkas laser d yang diperoleh dari persamaan (3) ke dalam persamaan (1) dan besarnya sudut apit prisma. Diasumsikan bahwa nilai indeks bias minyak goreng hasil pengukuran dengan pendekatan ini tidak akan berbeda secara signifikan dengan nilai indeks yang diukur menggunakan sudut deviasi minimum dm.

Meskipun akan muncul sedikit perbedaan namun diasumsikan bahwa secara sistematik perbedaan tersebut akan muncul dalam setiap pengukuran karena pengukuran dilakukan dengan prinsip yang sama. Hal ini pada dasarnya tidak terlalu berpengaruh pada hasil akhir penelitian karena fokus penelitian adalah pembandingan indeks bias minyak goreng kualitas bagus (minyak baru) dengan minyak goreng kualitas rendah (bekas pakai). II. BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu tahap perancangan dan konstruksi prisma berongga dan tahap pengujian awal untuk pengukuran indeks bias guna penentuan kualitas minyak goreng. Prisma dirancang dengan sudut apit 60° dan sudut-sudut lainnya juga 60° seperti ditunjukkan dalam Gambar 3.

10 c m 10 cm 60 60 60 o o o d = 5m m

Gambar 3. Rancangan prisma berongga.

Bahan yang digunakan untuk membuat prisma berongga (hollow prism) tersebut adalah pelat kaca komersial biasa dengan transparansi yang relatif tinggi dengan dimensi pelat-pelat kaca untuk sisi-sisi segitiga prisma tersebut adalah 10 cm × 10 cm. Ketebalan pelat

Gambar

Tabel 1. Variasi masukan Penelitian Proksimitas.
Gambar 3. Proses produksi  131 I dengan metoda distilasi kering.
Tabel 1. Parameter Proses dan Hasil uji kualitas produk  131 I.
Tabel 3. Hasil Uji yang berisi Standar Keberterimaan dan Hasil Analisis terhadap produk  131 I
+7

Referensi

Dokumen terkait

Analisis data tentang pengaruh konsumsi buah pisang raja sebelum makan, minum air mineral, dan jalan-jalan pagi dengan kejadian konstipasi pada ibu hamil

(8.048 &gt; 2,048) membuktikan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dan perbedaan yang nyata antara sebelum dan sesudah pemberian kompres hangat pada lipatan

Perkembangan konsumsi minyak goreng sawit per provinsi dalam rumah tangga yang bersumber dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS, tahun 2018 sampai 2020 terlihat

Ukuran efisiensi proses produksi dihitung dengan istilah MCE (Manufacturing Cycle Efficiency). Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa processing time berasal dari

Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyimpangan penggunaan kalimat efektif terhadap 20 laporan praktik kerja industri siswa, ditemukan bahwa terdapat dua aspek

Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui penerapan pembelajaran biologi dengan model PBI dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.. METODE PENELITIAN

Penelitian terdahulu diatas yang ter- kait dengan Pernikahan Beda Agama, namun beberapa penelitian tersebut ber- fokus pada faktor penyebab terjadinya pin- dah agama

Tujuannya adalah untuk menganalisis seberapa besar pendapatan yang diperoleh peternak dari usaha penggemukan babi bali yang menggunakan pakan komersial.. Sebanyak 60 ekor anak