• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang Masalah. dipengaruhi banyak faktor seperti ekonomi, pendidikan, sosial budaya,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang Masalah. dipengaruhi banyak faktor seperti ekonomi, pendidikan, sosial budaya,"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN A.Latar belakang Masalah

Masalah gizi merupakan masalah yang multidimensi dan dipengaruhi banyak faktor seperti ekonomi, pendidikan, sosial budaya, pertanian dan kesehatan. Menurut bagan yang dikembangkan oleh UNICEF (United Nations International Children’s Emergency Fund) tahun 2013 menunjukkan krisis ekonomi, politik dan sosial merupakan akar permasalahan gizi buruk.

Menurut Kementerian kesehatan (2013) hingga saat ini ada 2 faktor langsung yang diyakini menyebabkan timbulnya gizi kurang yaitu rendahnya konsumsi makanan dan adanya penyakit infeksi. Konsumsi makanan yang rendah umumnya merupakan sindroma kemiskinan, selain itu sanitasi lingkungan yang buruk menyebabkan meluasnya penyakit yang bersifat menginfeksi.

Menurut United Nations International Children’s Emergency Fund (2013) dalam Commiting to Child Survival A Promise Renewed Progress Report menjelaskan bahwa dari semua kematian balita di bawah usia lima tahun hampir setengah atau sekitar tiga juta kematian pertahun disebabkan oleh gizi buruk atau beberapa gangguan gizi. Gangguan gizi tersebut diantaranya adalah keterlambatan pertumbuhan, kasus pendek atau pengerdilan, kekurangan gizi baik sedang, akut maupun kronik dan praktik pemberian ASI yang tidak optimal.

(2)

Menurut World Health Organization (2012), jumlah penderita kurang gizi di dunia mencapai 104 juta anak, dan keadaan kurang gizi menjadi penyebab sepertiga dari seluruh penyebab kematian anak di seluruh dunia. Asia Selatan merupakan daerah yang memiliki prevalensi kurang gizi terbesar di dunia, yaitu sebesar 46%, disusul sub-Sahara Afrika 28%, Amerika Latin/Caribbean 7%, dan yang paling rendah terdapat di Eropa Tengah, Timur, dan Commonwealth of Independent States (CIS) sebesar 5% (UNICEF, 2006).

Gizi buruk hingga saat ini masih merupakan masalah di Indonesia, meskipun pemerintah telah berupaya menanggulanginya. Menurut data riset kesehatan dasar (2013) jumlah kasus gizi buruk sejak tahun 2010 dan 2013 didapatkan hasil prevalensi berat badan kurang (underweight) secara nasional. Prevalensi gizi kurang tahun 2013 adalah 19,6%, terdiri dari 5,7% gizi buruk dan 13,9% gizi kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4%) dan tahun 2010 (17,9%) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4% tahun 2007, menjadi 4,9% pada tahun 2010, Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9% tahun 2007 menjadi 5,7% tahun 2013. Untuk mencapai sasaran Millenium Development Goal’s tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk dan gizi kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4% dalam periode 2013` sampai 2015.

Anak balita yang mengalami gizi buruk, kekurangan makanan yang bergizi akan menyebabkan gangguan retardasi mental, salah satunya

(3)

kondisi kecerdasan anak jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan ketidakcakapan dalam interaksi sosial saat tumbuh menjadi anak-anak (Soetjiningsih, 1994).

Menurut Ivanovic et. al. (2000), masalah gizi yang dialami anak dalam jangka panjang akan memberikan efek terhadap perkembangan otak, Intelectual Quotient (IQ), dan Scolastic Achievement (SA) pada anak di masa dewasa. Pemantauan status gizi buruk di Kabupaten Sorong Selatan tahun 2013, penurunan prevalensi gizi buruk tersebut masih di bawah target nasional yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan Papua Barat. Upaya perbaikan gizi yang selama ini telah dilakukan di Kabupaten Papua antara lain promosi kesehatan gizi seimbang, termasuk penyuluhan gizi di posyandu, pemberian makan tambahan (PMT), pemberiam suplemen gizi (kapsul vitamin A dan tablet tambah darah).

Pemantauan dan penanggulangan gizi buruk serta pemberian MP– ASI pada balita keluarga miskin usia 6-24 bulan. Kenyataan menunjukkan bahwa penurunan masalah gizi buruk di Kota Sorong masih sangat memprihatinkan. Faktor yang mempengaruhi masalah gizi adalah tingkat kemampuan keluarga dalam menyediakan penanganan sesuai dengan kebutuhan anggota keluarga (Departemen Kesehatan, 2007).

Masalah gizi buruk pada balita merupakan suatu permasalahan yang rumit dan kompleks yang tidak akan bisa diselesaikan dengan sederhana dan hanya melihat satu faktor penyebab saja. Berdasarkan teori,

(4)

timbulnya masalah gizi buruk dipengaruhi oleh banyak determinan. Asupan makanan yang tidak cukup dan adanya penyakit pada balita merupakan penyebab langsung terjadinya gizi buruk yang saling mempengaruhi. Munculnya kedua penyebab langsung itu disebabkan oleh tiga penyebab tak langsung, yakni akses terhadap makanan dalam rumah tangga yang tidak cukup, pelayanan kesehatan yang tak memadai dan lingkungan yang tak sehat, serta pemeliharaan kesehatan balita. Sampai dengan saat ini pemenuhan gizi merupakan solusi yang selalu diperhatikan, namun keterampilan dan perilaku ibu dalam memelihara kesehatan balitanya juga penting sebagai salah satu penatalaksanaan dalam penanganan gizi buruk (Dinas Kesehatan, 2014).

Berdasarkan wawancara saat studi pendahuluan yang dilakukan dengan petugas kesehatan di Puskesmas Seremuk pada Oktober 2014 didapatkan bahwa upaya yang dilakukan dalam penanganan gizi kurang dan buruk meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif dan preventif yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Seremuk, Distrik Teminabuan, Kabupaten Sorong Selatan ini dengan memberikan penyuluhan gizi dan penimbangan anak yang dilakukan tiap bulannya di posyandu. Upaya penanggulangan lain terhadap balita gizi buruk dan gizi kurang yaitu dengan memberikan bantuan pemberian makanan tambahan berupa susu dan biskuit sesuai dengan waktu yang telah ditentukan oleh petugas puskesmas (Dinas Kesehatan, 2014).

(5)

Pengalaman kader posyandu ketika melakukan penanganan balita dengan masalah gizi buruk memunculkan beragam perasaan yang merupakan suatu proses untuk penerimaan keadaan yang dihadapinya (Brooks, 2001). Terdapat beberapa tahap dalam proses perasaan yang yakni pada tahap awal berupa anticipatory grief ataupun kesedihan. Tahap kedua adalah facing up yaitu berani menghadapi kenyataan terjadi setelah orang tua menerima kenyataan bahwa mereka mempunyai anak dengan masalah gizi. Tahap ketiga adalah bonding attachment yaitu ikatan dan kelekatan. Tahap keempat adalah learning stage adalah tahap orang tua mencari pengetahuan dan membutuhkan keterampilan untuk pengasuhan dan mengenali bahwa balita dengan gizi buruk memerlukan perawatan khusus baik di Rumah Sakit maupun di rumah. Dalam penelitian Saasa et al., (2000) Morbidity Associated with Infant Malnutrition didapatkan hasil bahwa anak malnutrisi lebih memungkinkan untuk mengalami stres yang lebih dan resiko penyakit daripada balita memiliki gizi baik.

Penelitian Minarto (2010) menyimpulkan pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama program perbaikan gizi balita yang menitikberatkan pada upaya pencegahan dan peningkatan keadaan gizi balita. Pemantauan pertumbuhan merupakan rangkaian kegiatan yang terdiri penilaian pertumbuhan balita secara teratur melalui penimbangan setiap bulan, pengisian dan penilaian hasil penimbangan berdasarkan kartu menuju sehat (KMS). Selain melakukan konseling dan

(6)

rujukan maka dilakukan tindak lanjut seperti pembuatan kebijakan dan program, disamping itu perlu dilakukan peningkatan pengetahuan dan ketereampilan para kader (Departemen kesehatan, 2010 ). Frekuensi kontinuitas berat badan yang tidak naik secara konsisten mempengaruhi pertumbuhan balita. Faktor penyakit anak juga dapat mengakibatkan penurunan berat badan dalam 2 bulan. Efektifitas pemantauan pertumbuhan di tingkat konseling dan rujukan, tidak lanjut berupa kebijakan dan program untuk memberdayakan kader-kader posyandu.

Data Papua Barat yang terdaftar saat ini terdapat 30,9% anak yang mengalami gizi kurang dan 21,8% mengalami gizi buruk. Dari data di atas diperkirakan masih ada balita yang belum dilakukan pengukuran berat badan secara teratur. Penimbangan rutin balita di posyandu di harapkan dilaksanakan oleh masyarakat melalui kader kesehatan dengan pembinaan dari puskesmas (Rikesda, 2015 ).

Data dari Dinas Kesehatan Papua Barat, khususnya dari Puskesmas Seremuk didapatkan bahwa terdapat 10 balita gizi kurang dan 5 balita gizi buruk. Dari hasil studi pendahuluan diketahui ada 8 posyandu namun masih ada kendala dalam pelayanan. Permasalahan yang dihadapi kader posyandu di Papua antara lain di ketahui kurangnya pengetahuan ibu akan makanan yang bergizi sejak dini bagi balita, kurangnya pengetahuan manfaat vitamin A untuk balita, dan juga manfaat imunisasi. Saat melakukan imunisasi banyak masyarakat yang tidak hadir sehingga posyandu yang dilaksanakan sepi, tidak ada pengunjung, ada penyuluhan

(7)

dari puskesmas yang belum dilaksanakan penyuluhan imunisasi dari KIA, kelompok penyuluhan yang belum berjalan dengan baik, tidak tersedianya vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Sorong Selatan menyebabkan kegagalan dalam pemberian pelayanan. Masalah teknis lain berupa sering padamnya lampu dari perusahaan listrik negara (PLN) yang berpengaruh pada penyimpangan vaksin. Kurangnya pelatihan dan penyelenggaraan kader posyandu. Dalam pelaksanaan kegiatan posyandu hambatan yang paling sering dijumpai kurang aktifnya kader-kader posyandu. Berdasarkan permasalahan tersebut diperlukan pelatihan kader terhadap pengetahuan dan ketrampilan dalam upaya deteksi dini gizi buruk.

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat disimpulkan rumusan masalah sebagai berikut: bagaimana pengaruh pelatihan peran kader posyandu terhadap pengetahuan dan keterampilan dalam upaya deteksi gizi buruk pada balita di Puskesmas Seremuk

C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pangaruh pelatihan Deteksi dini gizi buruk pada balita terhadap pengentahuan kader posyandu di Puskesmas Seremuk. 2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui pengaruh pelatihan deteksi dini gizi buruk pada balita terhadap pengetahuan kader posyandu

(8)

b. Mengetahui pengaruh pelatihan deteksi dini gizi buruk pada balita terhadap keterampilan kader posyandu sebelum dan sesudah diberikan pelatihan.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan ketrampilan kader posyandu dalam upaya peningkatan status gizi pada balita di Kabupaten Sorong Selatan Distrik Teminabuan.

2. Bagi kader

Dapat memberikan pengetahuan dan ketrampilan yang baru kepada kader mengenai deteksi dini gizi buruk pada balita

3. Bagi Puskesmas

Dapat meningkatkan kemitraan dan meningkatkan akses pelayanan kesehatan

4. Bagi Masyarakat

Dapat memberikan imformasi pengetahuan dan ketrampilan yang baru kepada kader mengenai deteksi dini gizi buruk pada balita.

(9)

peran kader dalam upaya deteksi dini gizi buruk pada balita.

Judul & Nama Tujuan Lokasi Hasil Persamaan Perbedaan

Pengaruh pelatihan berdasarkan kompetensi terhadap pengetahuan dan keterampilan kader gizi dalam pengelolaan posyandu (Khadir 2009) Untuk mengetahui pengaruh pelatihan berdasarkan kompetensi terhadap pengetahuan dan ketrampilan kader gizi dalam pengelolaan kegiatan posyandu Kabupaten Bengkulu Utara Hasil penelitian di peroleh Ada pengaruh pelatihan berdasarkan kompetensi terhadap pengetahuan kader gizi tentang pengelolaan kegiatan posyandu dengan kader gizi yang tidak mendapat pelatihan berdasarkan kopetensi . Jenis penelitian yang di gunakan Quasi eksperimen Dengan rancangan penelitian Non-randomdomized control group pretest postest design penelitian kuantitatif Lokasi Penelitian jenis penelitan yang digunaan Quasi eksperimen Pengaruh Pelatihan Dengan Metode Belajar Bedasarkan Masalah Kader Gizi Dalam kegiatan posyandu (Edy Sukiarto 2007). Untuk mengetahui pengaruh pelatihan dengan metode belajar berdasarkan masalah terhadap pengetahuan kader gizi dalam kegiatan posyandu. Kecamatan Tempurun Kabupaten Magelang.

Hasil uji statistik menunjukan tidak ada perbedaan skor pengetahuan antara kelompok BBM dan kelompok

konvesional pada saat pretes. Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian quasy exprimental Dengan rancangan penelitian non-randomized control group pretest design Lokasi Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian quasy exprimental

(10)

Kader Terhadap Pengetahuan dan Ketrampilan KaderPosyandu Menggunakan Dacin Di Wilayah KerjaPuskesmas ( Edy Sukiarto 2007). Tingkat pengetahuan kader tentang peran dan fungsi kader. (Cahya hardyta 2013). Penyegaran kader Terhadap pengetahuan an KetrampilanKader Posyandu Menggunakan DacinDi wilayah kerja puskesmas Untuk mengetahui tingkat pengetahuan kader tentang peran dan fungsi kader Kota Mataram Kelurahan kadiputro Surakarta di posyandu di wilayah kerja puskesmas Tingkat pengetahuan kader tentang peran dan fungsi kader di kelurahan Kadipiro Surakarta sebanyak 30 responden (33%)berpengetahuan baik 36 responden (47%) berpengetahuan cukup,15 responden (19%) pengetahuan kurang. Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian Pra experimental dengan ranncangan penelitian one pretest design Penelitian ini menggunakan penenlitian deskriptif kuantitatif desaian penelitian non experimental dengan metode survey analitik. Lokasi Penelitian Jenis penelitian yang di gunakan adalah penelitian quasy exprimental

(11)

di Desa dalam manajemen penatalaksanaan kasus gizi buruk pada Anak Balita Terhadap Pemulihan Kasus Gizi Buruk (Pujiati Setyaningsih 2009) yang meliputi pengetahuan dab keterampilan bidan di desa dalam manajemen penatalaksanaan kasus gizi buruk pada anak balita berpengaruh terhadap pemulihan

pengetahuan baik tentang manajemen kasus gizi buruk

penelitian non experimental dengan metode survey analitik pendekatan waktu menggunakan kuesioner kepada bidan dan orang tua anak balita.

experimental dengan metode survey analitik

Referensi

Dokumen terkait

Aedes aegypti merupakan salah satu vektor penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD).Setiap tahun kasus DBD mengalami peningkatan, maka dari itu pengendalian terhadap

Penelitian ini adalah sebuah kajian tentang iklim komunikasi kelompok dan organisasi terhadap motivasi kerja dewan guru (asatidz & asatidzah) di pondok

3 Adapun tujuan penelitian ini untuk memperoleh deskripsi tentang (1) kemampuan membaca pemahaman siswa kelas VIII Semester II SMP N 1 Gunung Talang, (2)

Demikian juga untuk mengendalikan validitas internal, caranya yaitu: (a) semua benda kerja yang akan dilapis cat harus sama dalam hal ini menggunakan plat eyzer dengan

Mengetahui bakteri penyebab ISK yang ditemukan pada urin pasien pengguna kateter yang dirawat di ruang rawat inap kelas I, II & III RSUD Dr.. 1.4

Acara yang berisi perbincangan hangat yang dipandu oleh dua host dengan menghadirkan artis atau narasumber terkait update artis terkini dan ragam berita

butir-butir pasir, debu, dan liat, tanah dikelompokkan dalam beberapa kelas

Pada lomba tersebut sebuah tim hanya menjawab benar 27 nomor, dan tidak menjawab sebanyak 6 nomor..