SUSTAINED
Serial The Legal Briefs #2
SUSTAINED
EMMA CHASE
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Sustained by Emma Chase
Published in 2015 by Gallery Books
All rights reserved including the right of reproduction in whole or in part in any form.
This edition is made possible under a licence arrangement originating with Amazon Publishing
Copyright © 2015 by Emma Chase All rights reserved
Sustained
Alih bahasa: Airien Kusumawardani Hak Cipta Terjemahan Indonesia Penerbit PT Elex Media Komputindo Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Diterbitkan pertama kali pada 2017 oleh Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta
717031647
ISBN: 978-602-04-4698-1
Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.
Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan
SUSTAINED
EMMA CHASE
Untuk para pahlawan. Para juara.
Untuk mereka yang melakukan apa yang berani dan terhormat dan benar.
Kalianlah alasan kami percaya pada akhir yang bahagia.
Prolog
Aku tidak menggunakan jam beker. Aku adalah salah seorang yang memiliki jam internal yang mem bangun-kanku pada waktu yang sama setiap pagi, tanpa peduli seberapa lelah atau seberapa larut aku tidur pada malam sebelumnya. Aku adalah anak itu—kalian para ibu tahu tipe yang kumaksud. Tipe yang membuatmu, para ibu, memohon agar bisa istirahat beberapa menit lagi se-belum akhirnya kau menetapkan peraturan bahwa tidak ada yang diizinkan untuk turun dari tempat tidur se-belum matahari muncul.
Semua itu menjelaskan kenapa, meskipun hari ini hari Minggu, kelopak mataku terbuka tepat pukul lima pagi. Aku meregangkan ototku yang mengeluh karena nyeri dan kaku akibat kurang tidur ... dan akibat olah tubuh berat setelah kami pulang dari bar.
Aku menendang selimut dan turun dari tempat tidur, masih dalam keadaan telanjang, dan berjalan me lewati wanita rambut pirang lembutnya mengintip dari balik selimut, menuju kamar mandi. Se te lah buang air dengan memuaskan, aku menyikat sisa-sisa men jijikkan dari gigiku dan mencipratkan air dingin
2
ke wajahku lalu menyibakkan rambut hitamku yang be rantakan ke belakang. Sambil mengerang, aku meng-gere takkan leherku dan meregangkan kedua lenganku.
Aku sudah terlalu tua untuk hal seperti ini.
Tetapi kemudian aku mengingat detail-detail yang lebih menyenangkan dari babak kedua semalam. Kete-gangan dari mencari mangsa baru, strategi verbal— me nga takan hal yang tepat dengan cara yang tepat. Pemanasan yang berpeluh, percintaan yang panas dan menggairahkan, kedua kaki jenjang di bahuku ... dan aku menyeringai.
Tidak ada kata terlalu tua.
Aku berjalan menuju lemari untuk mengambil kaus dan celana olahraga, kemudian tanpa suara keluar dari kamar menuju dapur. Kutekan tombol pada mesin pem-buat kopi yang sudah siap bekerja—lupakan anjing-anjing; mesin pembuat kopi yang baik adalah sahabat manusia yang sesungguhnya. Sementara mesin itu menyeduh kopi, aku menekan tombol TV layar datar kecil yang diletakkan di atas konter; para pembaca berita pagi hari mengoceh tentang kengerian dunia yang terbaru, hasil-hasil pertandingan olahraga, dan cuaca.
Stanton, teman sekamarku sejak sekolah hukum, pin dah tahun lalu untuk tinggal bersama Sofia—seorang rekan pengacara di firmaku. Stanton adalah pria yang luar biasa, Sofia adalah wanita yang mengagumkan, dan meski mereka mengawali hubungan hanya sebagai te-man yang tidur bersama, sudah lama aku bisa meli hat bahwa mereka akan menikah. Menempati aparte men ini seorang diri rasanya sangat fantastis. Bukan berar-ti Stanton adalah seorang pemalas, tetapi dia pernah
3
menjadi pemuda fraternitas. Aku adalah seorang pria yang teratur; aku menyukai berbagai hal dilakukan de-ngan cara tertentu—dede-ngan caraku. Rutinitas. Di si plin.
Rapi dan mudah adalah semboyan hidupku. Ibu ku selalu
bilang bahwa aku bisa menjadi seorang pria militer yang hebat, jika bukan karena faktor otoritas. Satu-satunya perintah yang kupatuhi adalah perintahku sendiri.
Uap mengepul dari cangkirku yang berisi kopi hitam ketika aku melangkah ke balkon sambil menyesapnya perlahan-lahan, sementara jalanan DC yang sunyi mulai riuh.
Suara nasal si pembaca berita menyelinap melalui pin tu balkon yang terbuka. “Kemarin jalan I-495 di
tu-tup selama beberapa jam karena tabrakan yang me reng gut nyawa seorang pelobi lingkungan ternama, Robert Mc-Quaid, dan istrinya. Penyebab kecelakaan maut ter se but masih dalam penyelidikan. Dalam berita lokal lainnya....”
Lengan lembut memeluk pinggangku dari belakang, diiringi oleh dua tangan kecil yang terjalin di otot perut-ku. Pipi yang halus menekan punggungperut-ku. “Kem ba lilah ke tempat tidur,” rengek wanita itu dengan manis. “Hari masih pagiiii sekali.”
Maaf, Cinderella, tapi jam sudah berdentang saat te-ngah malam. Kereta kuda sudah kembali menjadi labu dan sudah waktunya kau mengambil sepatu kacamu. Aku tidak pernah berpura-pura menjadi Pangeran Tam pan.
Beberapa wanita mampu melakukan percintaan se-malam tanpa nama atau percintaan tanpa ikatan. Tapi, sejujurnya, sebagian besar tidak sanggup menerima-nya. Asalkan mereka mengerti bahwa seks adalah satu-satunya yang bisa kutawarkan, satu-satu-satunya yang ingin
4
ku terima sebagai balasannya, aku siap untuk mengu lang per cintaan ini. Begitu mata para wanita memperlihatkan tatapan lembut, sentimental—atau yang lebih buruk lagi—terluka, aku akan meninggalkan mereka. Aku tidak punya waktu untuk permainan, tidak tertarik se-di kit pun untuk membicarakan tentang “ke mana hubu-ngan ini bisa berlanjut”.
Aku melepaskan diri dari pelukan si pirang. Dia me-ngekorku ketika aku kembali ke dapur dan mele tak kan cangkirku yang sudah kosong di bak cuci piring. “Aku mau lari pagi. Ada kopi di teko dan uang untuk taksi di meja depan. Kau tidak perlu berada di sini saat aku kembali.”
Bibir ranum itu—yang semalam memuaskanku de-ngan sangat menyenangkan—saat ini berkerut tidak se-nang. “Kau tidak perlu bersikap seperti seorang baji ngan.” Aku mengangkat bahu. “Aku tidak perlu mela ku-kannya ... tapi cara itu lebih mudah.”
Kupakai sepatu lariku lalu berjalan keluar dari pintu depan.
1
Empat minggu kemudian
“Mereka memperlakukanku seperti seorang penjahat kecil! Ini memalukan.”
Milton Cooper Carrington Bradley. Pewaris kerajaan hotel mewah internasional ternama ... dan klien abadiku. Usia kronologis? Dua puluh. Usia mental? Empat.
“Manusia rendahan bodoh itu tidak tahu mereka sedang berhadapan dengan siapa! Aku bilang pada mereka kalau mereka akan dipecat.”
Ya—nama pemuda itu benar-benar Milton Bradley1.
Orangtuanya jelas-jelas orang bodoh.
“Terutama kepala pramugari itu—dia wanita jalang yang tidak sopan. Kau bermain racquetball dengan pre-siden perusahaan penerbangan itu, bukan, Dad? Aku ingin wanita itu disingkirkan.”
Dan buah yang ini jatuh sangat dekat dari pohonnya.
1 Milton Bradley: Seorang pengusaha yang terkenal karena meluncurkan
papan-papan permainan populer, salah satunya adalah permainan Twister.
6
Aku bersandar di kursiku selagi Milton terus me-rengek kepada ayahnya tentang sikap tidak adil dari para kru penerbangan dan satu-satunya yang ingin ia lakukan adalah membalas mereka. Aku seorang pengacara pem bela pidana di Adams & Williamson—salah satu dari kelompok elite pengacara yang sedang naik daun di firma ini. Tetapi inilah tahun yang penting. Inilah waktu nya untuk melepaskan diri dari kelompok itu— untuk memperlihatkan kepada para partner bahwa aku ada lah salah satu dari mereka. Yang paling tangguh di antara semuanya. Yang terbaik.
Tidak seperti rekan-rekan kerjaku, yang kebetulan juga adalah teman-teman terdekatku, aku tidak ter ham bat oleh para pengisap waktu seperti keluarga, pacar, pernikahan, dan anak-anak—penyebab utama pe nyim pangan jalur bagi orang dewasa mana pun yang ingin meniti karier. Tidak adanya pengganggu dari dunia luar membuatku mam pu membuktikan komit men ku terhadap firma ini, mem perlihatkan kemam puan ku, dengan sedikit lebih mudah. Aku menyukai peker jaanku. Aku tidak akan me ngatakan bahwa aku men cintai pekerjaanku—tetapi aku sangat hebat dalam melaku kannya. Ini menarik. Me nantang. Membuatku selalu waspada. Karena pem-bela pidana bukan tentang mempem-bela yang lemah atau me lindungi yang tidak bersalah—ini adalah sebuah per-mainan. Menerima situasi yang disodorkan, fakta-fakta dari kasus yang dihadapi, dan memutarbalikannya demi keuntunganmu sendiri. Lebih cerdas dan lebih tangkas dari para jaksa penuntut. Memenangkan pertarungan ke-tika seluruh ke mungkinan mengatakan bahwa kau tidak bisa meme nang kan nya.