• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbandingan Hasil Klasifikasi Tutupan/Penggunaan Lahan Distrik Semangga dengan Dua Komposisi Spektral Berbeda pada Citra Landsat 8 OLI/TIRS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Perbandingan Hasil Klasifikasi Tutupan/Penggunaan Lahan Distrik Semangga dengan Dua Komposisi Spektral Berbeda pada Citra Landsat 8 OLI/TIRS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

2-1

Perbandingan Hasil Klasifikasi Tutupan/Penggunaan Lahan Distrik

Semangga dengan Dua Komposisi Spektral Berbeda pada Citra

Landsat 8 OLI/TIRS

Comparison of Landuse/Land Cover Classification using Two Different

Spectral Composition of Landsat 8 OLI/TIRS Image of Semangga District

Ardiansyah1*), Sidharta Sahirman1, M. Rif'an2, Edy H.P. Melmambessy3 1

Teknik Pertanian, Universitas Jenderal Soedirman, Jawa Tengah 2

Agroteknologi, Universitas Jenderal Soedirman, Jawa Tengah 3

Budidaya Perikanan, Universitas Musamus, Papua

*)

email : ardi.plj@gmail.com , cc : ard@unsoed.ac.id ABSTRACT

Declaration of Merauke as “national granary” requires careful planning regarding land use planning and planting. The purpose of this paper is; First, comparing the method of land classification on Landsat 8 OLI/TIRS with the use of 7 spectral (all except the thermal infrared spectral), and agriculture spectral (6,5,2). Second, exposing land classification in Semangga District, Merauke Regency, as a first step for land suitability analysis. Landsat images dated 24 April 2014 were used as the main research material. Groundcheck was held on April 9 to 15, 2015 (during survey activities). Google map image that usually have high resolution were also used as a verification tool. The classification method is supervised classification, which require supervising and adjusting repeatedly until satisfying result obtained. Results showed that the agriculture spectral were better illustrate the landcover and landuse in the Semangga District. Landcover of Semangga District, Merauke, dominated by swamp forest that has the potential to be developed. The classification results are expected to improve the accuracy of the land suitability analysis for agriculture and agricultural industry development planning in Merauke.

Key words:

supervised classification, land suitability analysis

ABSTRAK

Pencanangan Merauke menjadi lumbung padi nasional memerlukan perencanaan matang mengenai penggunaan lahan dan tata tanam. Tujuan dari penulisan ini adalah ; pertama, membandingkan metode klasifikasi lahan pada citra Landsat 8 OLI/TIRS dengan penggunaan 7 spektral (semua spektral kecuali thermal infrared), dan spektral agriculture (6,5,2). Kedua, memaparkan klasifikasi lahan di Distrik Semangga, Kabupaten Merauke, sebagai langkah awal untuk analisis kesesuaian lahan. Citra Landsat tanggal 24 April 2014 digunakan sebagai bahan utama. Verifikasi kondisi lahan (groundcheck) dilakukan tanggal 9 – 15 April 2015 (survey kondisi lahan). Citra google map beresolusi tinggi juga digunakan sebagai alat verifikasi. Metode yang dilakukan dalam proses klasifikasi adalah supervised classification (klasifikasi terbimbing). Hasil menunjukkan bahwa spektral agriculture lebih baik dalam menggambarkan tutupan dan penggunaan lahan di distrik semangga. Tutupan lahan di Distrik Semangga, Merauke, di dominasi hutan rawa yang berpotensi untuk dikembangkan. Hasil klasifikasi tersebut diharapkan dapat meningkatkan akurasi analisa kesesuaian lahan untuk perencanaan pengembangan pertanian dan industri pertanian di Merauke.

(2)

2-2

PENDAHULUAN

Dengan dicanangkan sebagai lokasi penghasil beras untuk Indonesia (Kementrian

Pertanian 2015), Merauke perlu dikaji lebih dalam. Secara umum, dikatakan bentuk lahan

Merauke datar dan ketersediaan air yang baik dengan kondisi rawa pasang surut. Namun,

belum diketahui lebih lanjut potensi detail dari lahan yang ada serta perlakuan yang

diperlukan untuk mengatasi kendala-kendala teknis. Ketiadaan informasi kesesuaian lahan

akan membuat perencanaan program tersebut menjadi terhambat.

Salah satu langkah yang dapat mendukung program pemerintah adalah melakukan

analisis kesesuaian lahan. Analisis dapat dimulai dari skala tinjau hingga skala detail yang

nantinya dapat dilanjutkan dengan perencanaan lebih detail. Informasi mengenai kondisi

terkini (present land use) dibutuhkan dalam analisis kesesuaian lahan aktual dan potensial

(Djaenudin et al. 2003). Survey dalam skala yang lebih detail memerlukan biaya yang

besar serta waktu dan tenaga yang lebih. Oleh karena itu, penggunaan data satelit dan

melakukan survey mini untuk mendapatkan data dasar akan sangat membantu.

Landsat 8 diluncurkan sebagai kelanjutan dari landsat sebelumnya dengan resolusi

(spasial, temporal, spektral) yang sama dengan landsat 7, begitu pula dengan metode

koreksi, dan karakteristik sensor. Ketinggian landsat 8 adalah 705 km dengan area cakupan

sebesar 170 x 183 km. Berbagai aplikasi dari data landsat telah dikembangkan,

diantaranya; untuk mengetahui kadar air tanah (Bosworth et al. 1998), untuk mengetahui

temperatur permukaan tanah untuk berbagai tujuan atau analisis (Zhang et al. 2006; Qin et

al. 2001; Suga et al. 2003), hingga pendugaan evapotranspirasi secara spasial (Ardiansyah

2008; Trezza 2006b; Trezza 2006a). Penggunaan satelit untuk klasifikasi tutupan lahan

sendiri adalah hal yang sangat mendasar dan sering dilakukan.

Tujuan dari penulisan ini adalah ; pertama, membandingkan metode klasifikasi lahan pada citra Landsat 8 dengan penggunaan semua band, dan hanya band agriculture saja. Kedua, memaparkan klasifikasi lahan di Distrik Semangga, Kabupaten Merauke, sebagai langkah awal untuk analisis kesesuaian lahan.

BAHAN DAN METODE

Citra satelit Landsat 8 tanggal 24 April 2014 digunakan untuk mengetahui penggunaan lahan dan tutupan lahan (lan duse-landcover) pada distrik semangga. Sebagai bahan verifikasi, digunakan citra dari Google Map dan groundcheck. Survey dilaksanakan pada tanggal 9 – 15 April 2015 untuk mengetahui kondisi lahan.

Ketersediaan data groundcheck dan google map memudahkan dalam penerapan metode

supervised classification (Gambar 1) untuk mengklasifikasi tutupan lahan citra. Metode unsupervised classification tidak diterapkan karena ketersediaan data groundcheck. Klasifikasi

terbimbing (supervised classification) memungkinkan pengguna memilih sendiri sampel-sampel pixel dari suatu peta yang menunjukkan kelas lahan tertentu. Perangkat lunak yang digunakan adalah GRASS GIS (Open Source Geospatial Foundation (OSGEO) 2015; Neteler & NetLibrary, Inc. 2004). Perangkat lunak GRASS menggunakan poligon vektor dalam klasifikasi terbimbing untuk menandai satu tutupan lahan tertentu. Pixel-pixel dibawah poligon menjadi dasar referensi untuk pengelompokan pixel – pixel lainnya dalam citra tersebut.

(3)

2-3 menggunakan semua band ( band 1 – 11, dan BQA ) (selanjutnya disebut all bands), dan kedua ; menggunakan band agriculture (band 6, 5, dan 2) (selanjtnya disebut agric. bands).

Hasil dari kedua kombinasi band tersebut direklasifikasi (diggabungkan dan dikelompokkan kembali) untuk mendapatkan gambaran yang valid tentang tutupan lahan/tata guna lahan berdasarkan groundcheck dan citra google map.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Klasifikasi Dua Kombinasi Band Citra Landsat 8

Landsat 8 memiliki 9 buah sensor (band 1-9) yang termasuk dalam Onboard Operational Land Imager (OLI) dan 2 buah sensor (band 10 dan 11) yang termasuk dalam Thermal Infrared Sensor (TIRS). Panjang gelombang sensor-sensor tersebut dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Sensor-Sensor (Band) pada Landsat 8 dan Panjang Gelombangnya

Landsat 8 Operationa l Land Imager (OLI) and Thermal Infrared Sensor (TIRS) Bands Wavelength (micrometers) Resolution (meters)

Band 1 - Coastal aerosol 0.43 - 0.45 30

Band 2 - Blue 0.45 - 0.51 30

Band 3 - Green 0.53 - 0.59 30

Band 4 - Red 0.64 - 0.67 30

Band 5 - Near Infrared (NIR) 0.85 - 0.88 30

Band 6 - SWIR 1 1.57 - 1.65 30

(4)

2-4 Launched February 11, 2013 Band 7 - SWIR 2 2.11 - 2.29 30 Band 8 - Panchromatic 0.50 - 0.68 15 Band 9 - Cirrus 1.36 - 1.38 30

Band 10 - Thermal Infrared (TIRS) 1 10.60 - 11.19 100 * (30)

Band 11 - Thermal Infrared (TIRS) 2 11.50 - 12.51 100 * (30)

(USGS 2015) Berdasarkan proses klasifikasi, diperoleh beberapa kelas (> 10 kelas) yang kemudian direklasifikasi kembali menjadi 8 kelas. Kelas-kelas tersebut berupa; 1. Water, 2. Uncultivated

Paddy, 3. Cultivated Pady, 4. Forest, 5. Swamp Forest, 6. Swamp, 7. Cloud, 8. Cloud Shadow. Cloud dan Cloud Shadow dimasukkan kedalam kelas tersendiri dan tidak akan digunakan dalam

analisis lanjutan. Pixel training yang digunakan pada all bands memberikan hasil klasifikasi yang beririsan antara satu kelas dan kelas lainnya. Irisan ini diketahui setelah mencocokkan data hasil klasifikasi dengan data lapangan dan citra resolusi tinggi dari google map. Pada klasifikasi agric.

bands juga terjadi beberapa error dalam penempatan tutupan lahan ke dalam kelas nya.

Reklasifikasi dan penggabungan-penggabungan membuat tutupan lahan dapat diklasifikasikan ke kelasnya. Hasil klasifikasi dan reklasifikasi pada kedua kombinasi band ditunjukkan pada Gambar 2. Terdapat perbedaan yang jelas pada detail keduanya. Hasil klasifikasi all bands tidak membedakan secara jelas antara forest, swamp forest, dan swamp. Ketiga kelas tersebut dimasukkan ke kelas swamp. Hasil dari klasifikasi agric bands lebih detail memisahkan kelas

forest, swamp forest, dan swamp. Uncultivated paddy dan cultivated paddy juga lebih detail

dipisahkan pada klasifikasi agric. bands.

Gambar 3 Menunjukkan perbandingan histogram landuse/landcover hasil dari dua klasifikasi (all bands dan agric. bands). Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelas

cloud dan cloud shadow pada kedua kombinasi band. Kelas water juga menunjukkan sedikit

perbedaan jumlah pixel pada kedua kombinasi band. Kelas cultivated paddy menunjukkan jumlah yang dapat dikatakan sama. Namun pada kelas uncultivated paddy, forest, swamp forest, dan

swamp, kedua klasifikasi menujukkan perbedaan yang signifikan. Sebagian besar hasil klasifikasi

pada all bands di kelas swamp.

Klasifikasi all bands menunjukkan tataguna/tutupan lahan yang cukup besar pada kelas

swamp, yaitu sebanyak 248 juta pixel atau mewakili area seluas 7443.0 km2 atau sebesar 68.6 % dari total wilayah Distrik Semangga. Pada klasifikasi agric.bands kelas swamp hanya seluas 1102.1 km2 (10.2 % dari total luas Distrik Semangga). Sebagian besar kelas swamp pada klasifikasi all

bands terdistribusi menjadi tiga kelas pada klasifikasi agric. bands yaitu forest, swamp forest dan swamp, yang totalnya mencakup 64.5% dari total luas Distrik Semangga.

(5)

2-5 (a)

(b)

(6)

2-6

Potensi Lahan Distrik Semangga

Informasi mengenai potensi lahan di Distrik Semangga memerlukan pengolahan data lebih lanjut. Data hasil pengolahan citra Landsat menunjukkan ada wilayah kurang lebih seluas 64.5% (forest, swamp forest, dan swamp) (Gambar 4) dari luas Distrik Semanga (6992.7 km2), yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan-pengembangan. Pengembangan yang berkaitan dengan usaha tani untuk tanaman pangan, terutama beras dapat dilakukan setelah dilakukan kajian mendalam terhadap tanah dan iklim, serta dampak transformasi tutupan lahan semula menjadi tutupan lahan usaha tani. Potensi semua lokasi untuk usaha tani tertentu belum tentu sama, demikian juga biaya yang diperlukan untuk memberikan perlakuan agar lahan siap ditanam akan berbeda-beda untuk tiap lokasi. Optimasi penggunaan lahan diperlukan untuk memetakan tata guna lahan menurut potensi maksimumnya.

Penggunaan alat-alat berat untuk pembukaan lahan dan pembuatan akses jalan sangat intensif. Beberapa saluran drainase juga dirintis untuk mengalirkan kelebihan air, baik dari rawa maupun air pasang-surut di sekitar pantai. Pembuatan embung-embung juga intensif dikerjakan untuk kebutuhan padi, meskipun masih terkendala kualitas air. Pencampuran dengan air laut membuat sebagian besar air pada embung adalah air payau.

(7)

2-7

Gambar 5. Sawah Berbatasan dengan Hutan Rawa Gambar 4. Persentase Tutupan Lahan Distrik Semangga

(8)

2-8 Gambar 6. Tanah Hutan Rawa

(9)

2-9 Gambar 5 menggambarkan kondisi lahan pada lokasi persawahan yang berbatasan dengan hutan rawa. Gambar 6 Menunjukkan kondisi tanah di hutan rawa. Secara umum, kondisi lahan yang ada di Distrik Semangga ditanami dengan padi. Wawancara singkat dengan beberapa petani menunjukkan kepemilikan lahan oleh sorang petani dapat mencapai 4 ha hingga 9 ha. Dengan jumlah tenaga kerja yang sedikit, maka pengolahan tanah maupun pemanenan dilakukan dengan peralatan mekanis seperti traktor dan combine harvester (Gambar 7). Analisis usaha tani diperlukan untuk menilai kelayakan usaha dan mengukur kesejahteraan petani termasuk apabila petani tersebut bermitra dengan pemerintah.

Dari sisi pengkondisian tanah, kondisi pH tanah di berbagai lokasi, misalnya, bervariasi dari agak masam, netral hingga agak alkalis. Perlu penanganan khusus untuk tiap jenis tanaman budidaya. Tiap-tiap penanganan tersebut berimplikasi biaya. Pengaturan air juga merupakan investasi yang penting. Misalnya, pada budidaya tanaman pada tanah sulfat masam perlu menjaga ketinggian air permukaan agar tanah tidak mudah teroksidasi, agar reaksi tanah tidak turun secara cepat, yang mengakibatkan kematian tanaman.

KESIMPULAN

Sebagai langkah awal klasifikasi kesesuaian lahan di Distrik Semangga, Kabupaten Merauke, klasifikasi tutupan lahan dengan menggunakan band agriculture (agric. bands) memiliki akurasi yang lebih baik dan mendekati keadaan yang ada di lapangan. Hasil dari klasifikasi tersebut menunjukkan potensi yang dapat dimanfaatkan adalah kelas forest, swamp forest, dan

swamp dengan luasan sebesar 64.5% (4510.3 km2) dari luas Distrik Semangga (6992.7 km2). Penggunaan data-data tanah dan iklim mutlak untuk analisis kesesuaian lahan dan akhirnya analisis usaha tani untuk tiap-tiap penggunaan lahan tertentu.

DAFTAR PUSTAKA

Ardiansyah, 2008. Estimation of Evapotranspiration in Cultivated and Uncultivated Paddy

Field in Tropical Watershed. Doctoral Thesis. The University of Tokyo.

Bosworth, J., Koshimizu, T. & Acton, S.T., 1998. Automated Segmentation of Surface Soil

Moisture from Landsat TM Data. In Image Analysis and Interpretation, 1998 IEEE

Southwest Symposium on. Image Analysis and Interpretation, 1998 IEEE Southwest

Symposium on. pp. 70–74.

Djaenudin, D. et al., 2003. Petunjuk teknis evaluasi lahan untuk komoditas pertanian,

Bogor: Balai Penelitian Tanah, Puslitbangtanak [i.e. Puslitbangtanah], Badan

Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Kementrian Pertanian, 2015. Potensi Produksi Pangan Luar Biasa di Merauke. Available

at: http://goo.gl/1qLBQO [Accessed September 25, 2015].

Neteler, M. & NetLibrary, Inc., 2004. Open source GIS a GRASS GIS approach 2nd ed.,

Boston: Kluwer Academic Publishers.

Open Source Geospatial Foundation (OSGEO), 2015. GRASS GIS. Available at:

https://grass.osgeo.org/ [Accessed September 17, 2015].

Qin, Z., Karnieli, A. & Berliner, P., 2001. A Mono-Window Algorithm for Retrieving Land

Surface Temperature from Landsat Tm - Data and Its Application to the

Israel-Egypt Border Region. International Journal of Remote Sensing, 22(18), p.3719.

Suga, Y. et al., 2003. Detection of Surface Temperature from Landsat-7/ETM+. Advances

in Space Research, 32(11), pp.2235–2240.

(10)

2-10

Balance Models For Water Management In The Rio Guarico Irrigation System,

Venezuela. In EARTH OBSERVATION FOR VEGETATION MONITORING AND

WATER MANAGEMENT. EARTH OBSERVATION FOR VEGETATION

MONITORING AND WATER MANAGEMENT. Naples (Italy): AIP, pp. 162–169.

Available at: http://link.aip.org/link/?APC/852/162/1 [Accessed April 4, 2008].

Trezza, R., 2006b. Evaporation from a Remote Sensing Model for Water Management in

an Irrigation System in Venezuela. Interciencia: Revista deficiencia y tecnología de

América, 31(6), pp.417–423.

USGS, 2015. USGS Landsat Mission. USGS Landsat Mission. Available at:

http://landsat.usgs.gov/ [Accessed September 17, 2015].

Zhang, J., Wang, Y. & Li, Y., 2006. A C++ Program for Retrieving Land Surface

Temperature from the Data of Landsat Tm/Etm+ Band6. Comput. Geosci., 32(10),

pp.1796–1805.

Gambar

Tabel 1. Sensor-Sensor (Band) pada Landsat 8 dan Panjang Gelombangnya Landsat 8  Operationa l   Land  Imager   (OLI)   and   Thermal   Infrared   Sensor   (TIRS)   Bands  Wavelength  (micrometers)  Resolution (meters)
Gambar  3  Menunjukkan  perbandingan  histogram  landuse/landcover  hasil  dari  dua  klasifikasi  (all  bands  dan  agric
Gambar 2. Reklasifikasi Citra Landsat 8 pada (a) semua band, (b) agriculture band (6, 5, 2)
Gambar 3. Perbandingan Histogram Landuse/Landcover Hasil dari Dua Klasifikasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah menghitung perubahan kapasitas panas yang disebabkan oleh perubahan komposisi luas tutupan lahan hutan, semak, kebun sawit dan

Identifikasi karakteristik tutupan lahan pada penelitian ini dilakukan dengan melihat kenampakan objek dalam berdasarkan ciri-ciri terhadap gambar citra dan keadaan

Perbandingan luas tutupan lahan yang dihasilkan dari citra Landsat 7 ETM+ dengan citra ALOS PALSAR hasil klasifikasi menggunakan metode klasifikasi tidak terbimbing (

 Dari analisis overlay data pada pengolahan spasial, didapati data lahan kawasan pesisir RTRW kabupaten Sidoarjo tahun 2007 tidak sesuai dengan hasil klasifikasi

Hasil identifikasi tutupan lahan secara visual pada penelitian ini ditemukan 13 kelas tutupan lahan yaitu perkebunan sawit, hutan tanaman akasia, awan, bayangan awan,

Hasil pemetaan tutupan lahan 1 di sebagian wilayah Kabupaten Pidie berdasarkan klasifikasi multispektral menggunakan metode random forest pada citra Landsat-8 OLI menunjukkan bahwa

3.4 Ketersediaan Tutupan Lahan di Kota Surabaya Tahun 2022 Berdasarkan hasil analisis overlay klasifikasi tutupan lahan Kota Surabaya tahun 2022 dengan peta rencana tata ruang RTRW

Peta kesesuaian lahan tanaman Jagung Kabupaten Lampung Selatan Musim Tanam 1 Pada Musim Tanam 1, hampir seluruh wilayah di Kabupaten Lampung Selatan memiliki potensi kesesuaian lahan