• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Akhir Penyusunan Pedoman Teknis Analisis Beban Kerja Pegawai Proyek SCBD Kabupaten Sleman

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Laporan Akhir Penyusunan Pedoman Teknis Analisis Beban Kerja Pegawai Proyek SCBD Kabupaten Sleman"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

P E D A H U L U A N A. Latar Belakang

Amanat desentralisasi yang dikembangkan dewasa ini adalah memberikan peran yang lebih luas kepada daerah untuk melakukan manajemen pemerintahan. Terdapat dua amanat di bidang manajemen daerah, yaitu pada kendali fiskal dan manajemen operasional yang terkait secara langsung terhadap penataan sistem penyelenggaraan administrasi pemerintahan secara luas. Desentralisasi memberikan ruang lingkup kewenangan yang lebih luas sehingga daerah mempunyai kemandirian untuk melakukan berbagai eksekusi kebijakan di level lokal. Adanya tuntutan mewujudkan sistem pemerintahan yang efisien dalam desentralisasi mensyaratkan kesiapan manajemen sumberdaya manusia secara komprehensif. Untuk itu diperlukan sistem pengelolaan SDM yang mumpuni.

Dalam pengelolaan SDM ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah jumlah SDM yang dimiliki, jenis pekerjaan, kualitas dan distribusi serta utilitas SDM tersebut (Keban, 2004:100). Lebih lanjut Keban mengungkapkan bahwa aspek-aspek tersebut sangat menentukan karena berkenaan dengan tuntutan pekerjaan yang setiap saat bisa berubah. Sementara di dalam distribusi SDM akan sangat tergantung pada beban kerja dari setiap unit kerja yang ada, sementara itu utilisasi sangat tergantung kepada komitmen yang dimiliki.

Sumber Daya Manusia (SDM) dalam organisasi dipandang sebagai aset utama, karena merupakan komponen internal yang paling penting. Keberadaan SDM yang baik akan menentukan fungsi komponen internal lainnya efisiensi struktur organisasi, anggaran, budaya kerja, teknologi dan iklim organisasi. Dalam skema organisasi SDM merupakan motor penggerak komponen organisasi secara menyeluruh. Ketersediaan komponen-komponen lain menjadi tidak berarti tanpa diimbangi oleh kemampuan SDM mengelola dan mengintegrasikannya.

Mengingat peran strategis SDM, maka perlu dilakukan kebijakan manajemen SDM yang memenuhi kebutuhan pemeliharaan, pengembangan maupun pemanfaatannya. Pemeliharaan, pengembangan serta pemanfaatan SDM hendaknya dilakukan seimbang. Kelayakan pemanfaatan SDM khususnya perlu

(2)

dipertimbangkan, dengan menempatkan SDM sebagai manusia yang berharga, bukan sebagai mesin yang dapat dieksploitasi.

Satu langkah yang tampaknya perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas SDM organisasi publik adalah melakukan analisis pegawai secara keseluruhan. Analisis pegawai ini diperlukan untuk melakukan strukturisasi, dan perencanaan human

resources (SDM) dan analisa tugas dan beban kerja serta pengembangan karir,

pengukuran kinerja maupun kompensasi (Sulistiyani, 2003:118).

Menurut Bernadin dan Russel (dalam Sulistiyani, 2003:119), tujuan analisis pegawai adalah salah satunya untuk mencari informasi secara lengkap job

description secara detail tiap pegawai dan melakukan klasifikasi pekerjaan menurut

kelompok-kelompok berdasarkan garis kewenangan dan tugas masing-masing bidang. Dengan demikian akan diketahui secara jelas jenis-jenis pekerjaan berdasarkan bidang-bidangnya dan beban kerja yang diemban oleh masing-masing personel dan kapasitas yang dimiliki oleh personel tersebut. Juga akan diketahui distribusi kerja dalam tiap-tiap unit organisasi, berkait dengan tugas pokok dan fungsinya masing-masing.

Pegawai dengan segala posisi dan eksistensinya dalam organisasi pemerintah tidak terlepas dari konsekuensi pelaksanaan tugas pokok dan fungsi (tupoksi). Wujud dari kewenangan, tugas dan tanggungjawab secara eksplisit akan tampak pada praktik kegiatan rutin maupun periodik serta eksidental. Keseluruhan dari aktivitas tersebut tidak lain merupakan beban kerja yang diberikan kepada pegawai.

Agar terjadi keseimbangan beban kerja pegawai dalam suatu instansi diperlukan alokasi yang jelas dengan distribusi yang merata. Beban kerja yang terdistribusi merata, akan memberikan ruang aktivitas pegawai lebih baik, dapat mengembangkan diri, melakukan inovasi kerja tanpa tertekan. Sebaliknya distribusi beban kerja yang tidak terprogram, tidak berimbang, akan menimbulkan beban berat,

over load (kelebihan beban), dan penuh dengan tekanan pada beberapa orang atau

jabatan, sementara beberapa orang lain atau jabatan tertentu terdapat kekosongan tanggung jawab dan cenderung menganggur. Tentu kondisi semacam ini tidak sehat dan menimbulkan efek kontraproduktif bagi organisasi, karena roda birokrasi menjadi tidak berimbang, dan menghambat pencapaian tujuan.

(3)

Alokasi beban kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Dengan alokasi beban kerja yang optimal dan berimbang diharapkan dapat mencapai kinerja pegawai dan kinerja instansi menjadi optimal pula. Dengan demikian visi, misi dan tujuan organisasi pemerintah daerah dapat tercapai. Dalam kegiatan operasional pemerintahan, pembangunan serta pelayanan publik dapat berjalan lancar.

Dewasa ini alokasi beban kerja pegawai di berbagai instansi pemerintah Kabupaten Sleman belum didasarkan atas dasar pedoman analisis beban kerja. Kendati pedoman analisis beban kerja telah diterbitkan dan diberlakukan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, namun belum ada tindak lanjut untuk operasionalisasi secara teknis secara menyeluruh pada semua instansi. Pemerintah Kabupaten Sleman belum memiliki petunjuk teknis (juknis) untuk mengimplementasikan analisis beban kerja. Dengan belum dilakukan analisis beban kerja, maka sangat mungkin terjadi kekosongan pekerjaan di satu sisi dan beban lebih di sisi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa amanat desentralisasi khususnya pada fungsi manajemen pemerintahan khususnya penataan SDM belum dilakukan secara baik.

Ada gap antara amanat desentralisasi dan implementasi desentralisasi di Kabupaten Sleman, khususnya dalam hal manajemen SDM. Pembagian kerja yang belum memperhatikan analisis beban kerja mengakibatkan kinerja pemerintah tidak optimal, produktivitas belum optimal dan penyelenggaraan pembangunan belum seimbang.

Pentingnya keseimbangan dan meningkatnya produktivitas serta kinerja pemerintah perlu segera diupayakan. Sementara menurut UU Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian diperlukan upaya teknis untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas pegawai, dengan memberikan alokasi beban kerja yang seimbang dan sesuai dengan kapasitas. Undang-undang No 43 Tahun 1999 juga menyebutkan bahwa tujuan manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berhasilguna dan berdayaguna. Untuk itu diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggungjawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Pegawai yang profesional tersebut akan dapat mencapai produktivitas tinggi

(4)

dan kinerja tinggi jika diberikan beban kerja yang sesuai. Hal ini didukung pula oleh PP No 97 Tahun 2000 tentang Formasi PNS agar terjadi optimalisasi penempatan dan pemanfaatan pegawai, sehingga dapat mendukung tercapainya tujuan-tujuan lembaga.

Pengoptimalan beban kerja PNS juga harus mempertimbangkan persoalan keseimbangan gender, yang menjadi tuntutan zaman pada saat ini, dimana perempuan makin produktif dan mempunyai kemampuan kerja yang sama dengan laki-laki. Untuk itu, membuka peluang yang sama besar bagi perempuan untuk meningkatkan karirnya, serta mengoptimalkan kemampuan intelektual dan kepemimpinannya menjadi prioritas dalam penataan dan pembinaan pegawai. Sesuai dengan Inpres No 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender, maka pemberian beban kerja harus disesuaikan dengan pola keseimbangan gender dan tidak bersifat diskriminatif terhadap perempuan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Beban Kerja seorang pegawai

,

adanya pedoman perhitungan beban kerja Pegawai Negeri Sipil adalah untuk meningkatkan kualitas perencanaan pegawai khususnya untuk penyusunan formasi yang rasional dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang efektif dan efisien.

Adapun aspek-aspek dalam perhitungan beban kerja pegawai adalah: (1)Beban kerja.

Beban kerja merupakan dasar untuk melakukan perhitungan, yang ditetapkan melalui program yang dicanangkan tiap unit kerja dan capaian yang diharapkan dari pekerjaan itu.

(2) Standar kemampuan rata-rata

Merupakan standar yang diukur dari satuan waktu yang disebut norma waktu. Sedangkan standar kemampuan dari satuan hasil disebut norma hasil.

(3) Waktu kerja

Waktu kerja yang dimaksud terdiri dari jam kerja efektif, yakni jumlah jam kerja formal dikurangi waktu kerja yang hilang karena tidak bekerja misalnya istirahat makan siang. Sementara hari kerja efektif merujuk pada jumlah hari pada kalender dikurangi hari libur dan cuti.

(5)

Dengan merujuk pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara tersebut, maka perhitungan beban kerja masing-masing pegawai (point 1), seharusnya juga melihat beberapa indikator, yakni (1) jenis pekerjaan, (2) sifat pekerjaan, (3) beban kerja dan kapasitas PNS pelaksana, (4) prinsip pelaksanaan pekerjaan serta (5) peralatan yang diperlukan. Indikator ini diperlukan untuk melihat keragaman pekerjaan di sebuah instansi, yang tentunya berbeda dengan instansi lainnya. Hal ini untuk menghindari pandangan yang seragam tentang jenis kerja dan beban kerja dalam setiap instansi di Kabupaten Sleman.

B. Perumusan Masalah

Kabupaten Sleman memiliki misi pokok dalam kegiatan administrasi-pemerintahan yakni meningkatkan taraf hidup penduduk dan meningkatkan kinerja pelayanan publik sehingga mampu menunjang kegiatan masyarakat yang produktif dan berkelanjutan (Audit Hasil Kinerja Pemda Sleman, 2005: 17). Misi ini didukung oleh 13.017 pegawai (BKD Kabupaten Sleman 2004). Misi ini didukung oleh 12.813 pegawai (BKD Kabupaten Sleman, Juli 2007). Sebanyak 305 pegawai ada di Dinas Pendidikan, 415 pegawai ada di Dinas Pertanian dan Kehutanan, 243 pegawai ada di Dinas P3BA, 238 pegawai ada di Setda, 277 ada di RSUD. Sementara pegawai lainnya tersebar di dinas, kantor, badan dan kecamatan dengan masing-masing di dukung kurang dari 150 pegawai. Di samping itu, struktur organisasi yang ada di Pemerintah Kabupaten Sleman tentunya sangat berpengaruh di dalam pencapaian tujuan tersebut. Hal ini jika tidak disiasati dengan penataan aparatur dan penyesuaian beban kerja yang berimbang sesuai dengan jabatan dan kapasitas serta karakter organisasi masing-masing instansi, maka kemungkinan penempatan seorang pejabat seringkali mengabaikan prinsip the right man on the right places. Elit birokrasi cenderung berkompetisi untuk memperjuangkan kepentingan dirinya.

Observasi sementara mengenai uraian detail tugas instansi (2007) masih dijumpai instansi yang memiliki tugas yang padat, sementara instansi lainnya mengalami tugas yang belum maksimal. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa sistem alokasi tupoksi masih belum memperhatikan secara memadai terhadap indikator beban kerja seperti mempertimbangkan jenis pekerjaan, sifat pekerjaan, beban dan kapasitas, prinsip pelaksanaan kerja serta peralatan yang diperlukan.

(6)

Pada tahun 2006, Magister Ekonomi Pembangunan UPN “Veteran” bekerja sama dengan Bagian Organisasi Setda Kabupaten Sleman, meneliti beban kerja di tiga institusi di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman, yakni BPKKD, KPDL, dan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Penelitian ini bertujuan untuk membuat uriaian penelitian yang sesuai dengan uraian tugas pada masing-masing unit terendah di setiap instansi. Tujuan akhir dari penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar kebutuhan pegawai/jabatan nonstruktural pada masing-masing unit terendah di setiap instansi. Hasil analisis beban kerja di BPKKD diusulkan nama jabatan non struktural sebanyak 89 nama jabatan. Di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata nama jabatan non struktural diusulkan sebanyak 42 nama jabatan. Di Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan nama jabatan non struktural di usulkan sebanyak 41 nama jabatan.

Penelitian ini menjadi penting artinya untuk melihat secara lebih detail beban tugas setiap pegawai dalam sebuah instansi dan kebutuhan pegawai. Namun demikian penelitian ini masih merupakan penelitian praksis, yang semata-mata meneliti beban kerja instansi, sehingga ketika instansi lain ingin membuat analisis yang sama, akan menemui kesulitan karena tidak ada pedoman teknis.

Bertolak dari fenomena tersebut, maka dapat dirumuskan permasalahan yang dihadapi oleh kabupaten Sleman adalah: Bagaimana menyusun panduan teknis

untuk analisis beban kerja di Kabupaten Sleman?

Untuk itu penelitian ini mencoba mengisi celah yang belum terisi yaitu membuat sebuah kemajuan, yakni membuat sebuah panduan dalam melakukan analisis beban kerja sebuah instansi. Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat dijadikan acuan untuk menganalisis beban kerja pegawai di setiap instansi secara mandiri oleh instansi yang bersangkutan.

C. Tujuan

Melalui studi ini akan dicapai beberapa tujuan, yaitu :

1. Melakukan evaluasi terhadap analisis beban kerja yang sudah dilakukan pada tiga instansi di Pemkab Sleman.

(7)

2. Merumuskan pedoman teknis untuk analisis beban kerja pegawai berdasarkan evaluasi analisis beban kerja yang sudah dilakukan dan pengkajian terhadap berbagai sumber pustaka, dengan memperhatikan pengarusutamaan gender.

D. Input

Upaya pencapaian tujuan di atas memerlukan input sebagai sumber daya berupa:

1. UU Nomor 43 tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 97 tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

3. Keputus Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

4. Instruksi Presiden Nomor 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender. 5. Peratutan Pemerintah No. 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan PNS

Jabatan Struktural.

6. Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2002 tentang Perubahan PP No. 100 Tahun 2000.

7. Keputusan Kepala BKN No. 13 Tahun 2002 tentang Ketentuan Pelaksanaan PP No. 100 Tahun 2000.

8. Hasil Audit Kinerja Pemda, SCBD Kab Sleman tahun 2007.

9. Hasil Penelitian tentang Detail Tugas Insansi, SCBD Kab Sleman tahun 2007. 10. Hasil Penelitian tentang Detail Tugas Pejabat Fungsional dan Struktural,

SCBD Kab Sleman tahun 2007.

11. Hasil Penelitian tentang Penyusunan Pedoman Kompetensi Pejabat Fungsional, SCBD Kab Sleman tahun 2007.

12. Hasil Penelitian analisis beban kerja yang dilakukan oleh MEP UPN “Veteran” tahun 2006.

(8)

E. Output

Berdasarkan temuan dan fenomena yang dikumpulkan berkenaan dengan pelaksanaan analisis beban kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman, maka diharapkan dapat menghasilkan :

1. Buku pedoman teknis analisis beban kerja dengan memperhatikan pengarusutamaan gender.

2. Hasil pelaksanaan analisis beban kerja di salah satu satu instansi yaitu Sekretariat Daerah Kab Sleman.

F. Outcome

Dengan tersusunnya dokumen akademik dalam bentuk pertimbangan logis perlunya analisis beban kerja pegawai, dokumen analisis beban kerja serta pertunjuk teknis analisis beban kerja dapat memberikan manfaat secara komprehensif dalam pengelolaan SDM di Kab Sleman:

1. Masing-masing instansi dapat melakukan analisis beban kerja berdasarkan buku pedoman petunjuk teknis.

2. Pimpinan instansi dapat menciptakan kondisi seimbang berdasarkan pertimbangan beban kerja.

3. Terbangunnya kondisi yang seimbang antar pegawai, antar bagian dan antar instansi, sehingga masing-masing memberikan kontribusi yang sebanding bagi tercapainya tujuan, visi dan misi.

4. Alokasi beban kerja dapat dilakukan secara proporsional, sehingga tidak ada instansi yang over load, under load dan tidak ada instansi yang vacuum. 5. Terjadi kerjasama yang seimbang sehingga memudahkan pencapaian tujuan,

visi dan misi.

6. Terjadi kemudahan mengenali serta mengetahui spesifikasi ketugasan dan beban kerja masing-masing pegawai, bagian dan instansi, sehingga memudahkan koordinasi.

7. Terjadi efisiensi kerja secara terpadu karena semua pegawai, bagian dan instansi menerima beban kerja yang sesuai dan optimal.

(9)

G. Metode

Dalam ranah teoritis, studi ini akan mencoba untuk mengkombinasikan sejumlah metode, seperti desk-study, field-study dan workshop.

1. Metode desk-study, di tingkatan operasional diarahkan untuk melakukan: a. Kajian dan penelusuran literatur yang berkaitan dengan analisis beban

kerja di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman.

b. Kajian terhadap produk hukum (undang-undang, peraturan menteri, surat edaran, dan surat keputusan) yang memberi pedoman dalam analisis beban kerja di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman.

2. Metode field-study, pada ranah empiris akan digunakan sebagai instrumen untuk melakukan:

a. Analisis data historis dan data aktual mengenai pelaksanaan analisis beban kerja di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman.

b. Wawancara pada berbagai instansi yang terkait dengan untuk melakukan penjaringan mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi atas analisis beban kerja.

Di dalam pelaksanaan analisis beban kerja tersebut berpedoman pada tiga metode yang dibagi dalam dua kegiatan mendasar yakni:

1. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Peninjauan Lapangan:

i. Data Sekunder dari sumber-sumber data terkait ii. Wawancara terstruktur

b. Focus Group Discussion

Metode ini digunakan untuk mencari titik temu antara kebutuhan analisis beban kerja bagi instansi pemerintah dengan instansi pembina yang berwenang melakukan pengendalian dan manajemen analisis beban kerja yang dibutuhkan.

(10)

2. Analisis

Untuk menyusun petunjuk teknis analisis beban kerja Kabupaten Sleman, data yang diperoleh dianalisis melalui pendekatan:

a. Pendekatan Teori, yaitu berdasarkan teori-teori yang telah ada

b. Pendekatan Lapangan, yaitu melaksanakan analisis beban kerja di organisasi Setda Kabupaten Sleman sebagai sampel instansi yang relatif kompleks yang ada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman.

H. Ruang Lingkup Kegiatan

Di tataran konseptual, studi ini akan diarahkan untuk merumuskan pedoman yang jelas dan rinci tentang pelaksanaan analisis beban kerja di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Sleman. Pada level operasional, arahan studi tersebut akan diaplikasikan dalam lingkup studi sebagai berikut:

1. Melakukan evaluasi terhadap analisis beban kerja yang sudah pernah dilakukan di tiga instansi di Kabupaten Sleman.

2. Mengkaji beberapa sumber pustaka untuk merumuskan pedoman teknis penyusunan analisis beban.

3. Perhitungan beban kerja seorang personel didasarkan pada KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang pedoman perhitungan beban kerja seorang pegawai, khususnya di organisasi Setda. Menurut Kepmen ini, perhitungan beban kerja seorang personal dilihat dari aspek:

(1) beban kerja, yakni merupakan aspek pokok yang menjadi dasar perhitungan. Beban kerja perlu ditetapkan melalui program unit kerja yang kemudian menjadi target dari sebuah lembaga.

(2) standar kemampuan rata-rata, yakni standar kemampuan rata-rata yang diukur dari satuan waktu yang digunakan untuk satuan hasil. Standar satuan waktu ini disebut Norma waktu. Sementara standar dari suatu hasil disebut norma hasil.

NORMA WAKTU = orang X Waktu Hasil

(11)

NORMA HASIL = hasil Orang x waktu

(3) waktu kerja yang efektif berlaku. Waktu kerja efektif terdiri dari hari kerja efektif, yang merupakan jumlah hari dalam kalender dikurangi dengan libur dan cuti. Sementara waktu efektif kerja adalah jumlah jam kerja formal dikurangi waktu kerja yang hilang. Jumlah kerja yang hilang kira-kira 30% dari jumlah jam kerja formal. Jumlah jam kerja efektif akan dihitunga dalam ukuran mingguan.

4. Melakukan penyempurnaan pedoman teknis agar dapat digunakan untuk melakukan analisis beban kerja di instansi yang belum memiliki analisis beban kerja.

Adapun ruang lingkup analisis dalam pekerjaan ini adalah organisasi Setda Kabupaten Sleman sebagai sampel dan selanjutnya akan dilakukan penyusunan pedoman teknis analisis penghitungan beban kerja untuk digunakan sebagai acuan di Kabupaten Sleman.

I. Tahapan dan Jadwal Kegiatan

Kegiatan studi ini akan dilakukan dalam waktu 5 (lima) bulan tahun 1 (Bulan Juni– Oktober 2007). Tahapan dan Jadwal Kegiatan seperti terlampir (Lampiran 1).

J. Rancangan Laporan

a. Laporan Hasil Studi dirancang dengan sistematika sebagai berikut:

I. Pendahuluan: berisi tentang Latar Belakang Permasalahan dan Rumusan Masalah.

II. Landasan Teoritik mengenai metode analisis beban kerja serta persyaratan minimal untuk terjadinya alokasi tugas yang adil.

III. Penyajian data evaluasi analsisis beban kerja di tiga instansi di Kabupaten Sleman.

IV. Penyajian hasil analisis penghitungan beban kerja Kantor Setda Kabupaten Sleman.

(12)

V. Penutup terdiri atas Kesimpulan dan Rekomendasi.

VI. Lampiran: Draft pedoman teknis analisis penghitungan beban kerja Kantor Setda Kabupaten Sleman.

(13)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Analisis Beban Kerja

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989), yang dimaksud kapasitas adalah kemampuan (kesanggupan, kecakapan) yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah, sehingga dengan kemampuan yang dimiliki akan dapat berfungsi dan berproduksi secara proporsional sesuai dengan tugas dan fungsi yang dimiliki. Pengelolaan sumberdaya manusia di suatu organisasi apabila dilakukan dengan pertimbangan kapasitasnya, tentu saja akan berjalan lancar. Agar sesuai dengan kapasitas, diperlukan langkah perencanaan tenaga kerja dengan cepat. Pengelolaan yang terencana dan profesional akan menghasilkan tingkat motivasi yang tinggi, dan hal tersebut akan menyebabkan pelayanan kepada publik menjadi lebih baik

Perencanaan tenaga kerja akan berakibat pada kesuksesan atau kegagalan organisasi terutama pada jangka panjang. Tanpa pengelolaan yang efektif, tenaga kerja tidak akan dapat melakukan pekerjaan dengan lancar. Secara umum, perencanaan tenaga kerja adalah kegiatan yang meliputi penetapan dasar agar organisasi dapat memahami kebutuhan tenaga kerja, menempatkan tenaga kerja pada tempat yang sesuai, pada waktu dan kompensasi yang tepat (Randall: 142). Sedangkan Moeljadi (1992: 93) mengatakan, perencanaan tenaga kerja dalam jangka panjang ditentukan oleh sisi permintaan perusahaan, yaitu perkiraan kebutuhan tenaga kerja dan sisi penawaran yaitu ketersediaan tenaga kerja di pasar. Perkiraan kebutuhan tenaga kerja perusahaan ditentukan oleh perkiraan tersedianya tenaga kerja di perusahaan dan rencana-rencana perusahaan. Sedangkan perkiraan tersedianya tenaga kerja itu sendiri, ditentukan dari analisis beban kerja, analisis perpindahan tenaga kerja dan analisis kelebihan atau kekurangan tenaga kerja. Analisis kelebihan atau kekurangan tenaga kerja perusahaan, berkaitan dengan besarnya jumlah tenaga kerja yang ada pada perusahaan tersebut berada pada kondisi berlebih atau kurang jika dikaitkan dengan beban kerja. Analisis tersebut dapat dilaksanakan jika sudah diketahui beban kerjanya, dan analisis beban kerja sendiri memberikan arahan tentang produktivitas. Produktivitas kerja dapat

(14)

digambarkan dalam efisiensi penggunaan tenaga kerja. Tenaga kerja tersebut akan dapat digunakan secara efisien jika jumlah tenaga kerja yang ada seimbang dengan beban kerjanya.

Menurut Komaruddin (1996: 235)1 analisa beban kerja adalah proses untuk menetapkan jumlah jam kerja orang yang digunakan atau dibutuhkan untuk merampungkan suatu pekerjaan dalam waktu tertentu, atau dengan kata lain analisis beban kerja bertujuan untuk menentukan berapa jumlah personalia dan berapa jumlah tanggung jawab atau beban kerja yang tepat dilimpahkan kepada seorang petugas. Sedangkan menurut Simamora (1995: 57) 2, analisis beban kerja adalah mengidentifikasi baik jumlah karyawan maupun kualifikasi karyawan yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Sementara itu menurut Men.Pan (1997)3, pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Di samping itu, Men.Pan (1997 : 5) 4 juga menyatakan, pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut dikemukakan pula, pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik manajemen untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan pengkajian yang dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan agar dapat digunakan sebagai alat untuk menyempurnakan aparatur baik di bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia. Untuk melaksanakan analisis beban kerja perlu memperhatikan faktor analisis jabatan dan standar waktu kerja.

1

Pengukuran Kapasitas Kelembagaan Di Lingkungan Badan Kepegawaain Negara (http://www.bkn.go.id/penelitian/buku%20penelitian%202004/buku%20kapasitas%20kelembagaan/BAB%20II.h tm) 2 Ibid. 3 Ibid. 4 Ibid.

(15)

Analisis beban kerja berhubungan dengan banyaknya tugas-tugas dengan tanggung jawab yang harus dilakukan organisasi atau bagian organisasi. Oleh karena itu, terlebih dahulu harus dimiliki informasi yang berkaitan dengan kemungkinan pekerjaan-pekerjaan yang akan dihadapi dengan melakukan peramalan-peramalan terhadap perubahan lingkungan pekerjaan yang harus dihadapi (Suharyanto dan Hadna, 2005: 76).

Dessler (1993: 85) mengemukakan, analisis pekerjaan adalah prosedur untuk menentukan tugas-tugas dan hakekat pekerjaan, serta jenis orang yang perlu diangkat untuk melaksanakannya, atau dengan kata lain analisis pekerjaan menyediakan data tentang syarat pekerjaan yang digunakan untuk menyusun uraian pekerjaan (job description) dan spesifikasi pekerjaan (job specification). Informasi ini berguna di dalam proses analisis beban kerja, penghitungan jumlah tenaga kerja, rekruitmen dan seleksi pegawai, penetapan kompensasi, penilaian prestasi kerja, serta pendidikan dan pelatihan. Memungkinkan pula diambil keputusan yang tepat bagi kepentingan masa depan pekerjaan tersebut, serta sekaligus dapat diputuskan tipe orang seperti apa yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan berhasil. Analisis pekerjaan yang sempurna dan menyeluruh, mencakup tujuan, posisi, tugas utama, kualitas yang diperlukan, dan lingkungan kerja. Maitland (1993 : 42)5 mengatakan, analisis pekerjaan adalah proses mengumpulkan dan mempelajari informasi yang berkaitan dengan semua aspek dari suatu jabatan. Dengan informasi tersebut, memungkinkan untuk mengambil keputusan yang tepat bagi kepentingan masa depan pekerjaan tersebut, serta sekaligus dapat diputuskan tipe orang seperti apa yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan berhasil. Analisis pekerjaan yang sempurna dan menyeluruh, mencakup tujuan, posisi, tugas utama, kualitas yang diperlukan, dan lingkungan kerja.

Sedangkan standar waktu pekerjaan dapat diperoleh dari hasil pengukuran kerja atau penetapan tujuan partisipatip (Handoko; 1998: 135). Teknik pengukuran waktu kerja yang dapat digunakan antara lain: studi waktu, data standar, data waktu standar yang telah ditetapkan sebelumnya, dan pengambilan sampel kerja (work

sampling). Penetapan standar kerja dapat dilakukan melalui pembahasan antara

manajer dengan para bawahannya, di mana materi pembahasan mencakup

5

(16)

sasaran pekerjaan, peranannya dalam hubungan dengan pekerjaan-pekerjaan lain, persyaratan-persyaratan organisasi, dan kebutuhan karyawan. Proses penentuan standar kerja seperti ini sering menimbulkan komitmen karyawan, semangat kerja, kepuasan, dan motivasi yang lebih besar.

Pendapat serupa disampaikan oleh Moekijat (1995 : 58) mengemukakan, analisis jabatan memberikan informasi tentang syarat-syarat tenaga kerja secara kualitatif serta jenis-jenis jabatan dan karyawan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas-tugas. Di samping itu dinyatakan pula, bahwa jumlah waktu yang dipergunakan untuk menyelesaikan pekerjaan adalah sama dengan jumlah keempat waktu berikut : a) waktu yang sungguh-sungguh dipergunakan untuk bekerja yakni waktu yang dipergunakan dalam kegiatan-kegiatan yang langsung berhubungan dengan produksi (waktu lingkaran/waktu baku/dasar); b) waktu yang digunakan dalam kegiatan-kegiatan yang tidak langsung berhubungan dengan produksi (bukan lingkaran/non-cyclical time); c) waktu untuk menghilangkan kelelahan (fatigue time); d) waktu untuk keperluan pribadi (personal time). Lebih lanjut dikemukakan, bahwa jumlah orang yang diperlukan untuk menyelesaikan jabatan/pekerjaan sama dengan jumlah waktu untuk menyelesaikan jabatan/pekerjaan dibagi dengan waktu yang diberikan kepada satu orang. Namun demikian, untuk menentukan jumlah orang yang diperlukan secara lebih tepat, maka jumlah tersebut perlu ditambah dengan prosentase tertentu akibat ketidakhadiran pegawai.

Dari semua uraian pemikiran sebagaimana tersebut di atas, tersirat makna bahwa dalam melaksanakan analisis beban kerja diperlukan hal-hal sebagai berikut:

1. Hasil analisis jabatan yang berupa informasi jabatan. 2. Menetapkan jumlah jam kerja per hari.

3. Adanya satuan hasil.

4. Waktu penyelesaian dari tugas-tugas/produk. 5. Adanya standar waktu kerja.

6. Adanya beban kerja yang akan diukur.

7. Perhitungan jumlah pegawai yang dibutuhkan.

Data mengenai tujuh aspek tersebut di atas akan sangat membantu di dalam pelaksanaan analisis beban kerja. Kelengkapan data-data akan mempermudah

(17)

proses penyusunan ABK. Untuk itulah sebaiknya sebuah organisasi selalu melakukan up-date data yang dimiliki, sehingga ABK dapat selalu terbarukan.

B. Manfaat Analisis Beban Kerja

Analisis beban kerja dapat memberikan berbagai manfaat, antara lain:

1. Sebagai standar perhitungan beban kerja unit organisasi. Standar perhitungan beban kerja unit organisasi diperlukan guna mengetahui langsung seberapa besar beban kerja suatu unit organisasi. Hal tersebut bisa dilihat dengan menguraikan fungsi-fungsi menjadi proses aktivitas dan tugas yang didistribusikan kepada unit kerja, sehingga dapat meningkatkan koordinasi dan menghindari tumpang tindih dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. 2. Mewujudkan kinerja organisasi yang professional. Untuk mewujudkan kinerja

organisasi yang profesional, dibutuhkan sistem manajemen yang terpola secara baik. Dengan demikian, analisa beban kerja menjadi syarat mutlak dalam menata kerja organisasi perangkat daerah.

3. Dapat menganalisis beban kerja, dapat menjawab kebutuhan sebuah unit kerja dan sekaligus menentukan tingkat “eselonering” jumlah pegawai dan sarana pendukung yang dibutuhkan serta menghitung besarnya tugas yang harus diselesaikan.

C. Dasar Hukum

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara melalui Surat Edaran (SE) Nomor: SE/28/M.PAN/10/2004 tanggal 14 Oktober 2004 Tentang Penataan PNS, mewajibkan setiap instansi baik pusat maupun daerah melaksanakan kegiatan berikut:

1. Melakukan penataan PNS dilingkungan unit kerja mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor: KEP/23.2/M.PAN/2004 tanggal 16 Pebruari 2004 Tentang Pedoman Penataan Pegawai.

2. Melaksanaan analisis jabatan yang mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor:KEP/61/M.PAN/6/2004 Tanggal 21 Juni 2004 Tentang Pedoman Pelaksanaan Analisis Jabatan.

(18)

3. Melaksanakan analisis beban kerja berdasarkan/ mengacu pada Keputusan Men.PAN Nomor:KEP/ 75/M.PAN/7/2004 Tanggal 23 Juli 2004 Tentang Pedoman Perhitungan Kebutuhan Pegawai Berdasarkan Beban Kerja Dalam Rangka Penyusunan Formasi Pegawai Negeri Sipil.

D. Pedoman Analisis Beban Kerja

Pemaknaan pedoman secara harfiah merupakan suatu acuan yang menjadi dasar secara teknis operasional untuk melakukan suatu aktivitas, penilaian, evaluasi atau sejenisnya. Dalam lingkup pekerjaan penyusunan pedoman analisis beban kerja dapat dipahami sebagai sebuah acuan yang dapat digunakan sebagai dasar oleh instansi untuk melakukan penghitungan beban kerja dalam lingkup instansi yang bersangkutan. Dengan demikian sebuah pedoman analisis beban kerja merupakan acuan teknis operasional yang dapat digunakan untuk melakukan penghitungan atas jumlah jam kerja yang dinyatakan dalam satu satuan waktu serta jumlah tenaga kerja yang digunakan untuk melaksanakan proses pekerjaan hingga selesai. Dengan istilah yang lebih sederhana maka sebuah pedoman analisis beban kerja merupakan: ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, tersusun secara sistematis, diwujudkan dalam sebuah petunjuk teknis tentang tata cara menghitung curahan waktu dan curahan tenaga yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam suatu instansi. Obyek penghitungan beban kerja dimaksud meliputi seluruh jabatan fungsional dan struktural. Dari uraian tersebut maka definisi konsep sebuah pedoman analisis beban kerja merupakan petunjuk teknis yang mencakup tata cara penghitungan curahan waktu dan tenaga baik dalam lingkup jabatan fungsional maupun struktural di lingkungan instansi pemerintah.

Untuk merumuskan sebuah pedoman diperlukan penentuan cakupan atau ruang lingkup. Maksud penentuan ruang lingkup adalah untuk memberikan pembatasan substansial mengenai aspek-aspek yang sebaiknya dicantumkan dalam sebuah pedoman. Penentuan ruang lingkup juga akan memberikan gambaran sistematika.isi sebuah pedoman. Secara umum pedoman teknis meliputi istilah, definisi, kriteria, tata cara, prosedur, dan format pedoman. Pedoman juga mencakup ketentuan umum dan ketentuan khusus. Yang digunakan dalam analisis beban kerja.

(19)

Bertolak dari cakupan atau ruang lingkup sebuah pedoman, maka untuk konteks penyusunan pedoman analisis beban kerja sebaiknya meliputi aspek-aspek sebagai berikut:

I. Ketentuan Umum

a. Istilah Pedoman Analisis Beban Kerja b. Definisi Pedoman Analisis Beban Kerja

c. Maksud dan Tujuan Pedoman Analisis Beban Kerja d. Manfaat Pedoman Analisis Beban Kerja

II. Ketentuan Khusus

a. Kriteria-kriteria Penghitungan Beban Kerja b. Indikator Penghitungan Beban Kerja

c. Argumentasi penentuan indikator Penghitungan Beban Kerja d. Metode atau teknik Penghitungan Beban Kerja

e. Pejabat yang berwenang melakukan Penghitungan Beban Kerja f. Tata cara dan prosedur Penghitungan Beban Kerja

g. Batas maksimum dan minimum beban verja

Baik ketentuan umum maupun ketentuan khusus yang dirumuskan di atas akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan di dalam penyusunan buku pedoman teknis analisis penghitungan beban kerja. Mengingat sifatnya masih sebagai acuan, maka cakupan dari keseluruhan ketentuan tersebut selanjutnya akan dilakukan cross check dengan motode-metode yang dilakukan oleh organisasi lain dalam penghitungan analisis beban kerja. Untuk itu masih sangat dimungkinkan mengalami penyesuaian terhadap kebutuhan instansi.

(20)

E. Pola Pikir dan Prosedur Pekerjaan

Gambar 1

Pola Pikir dan Prosedur Pekerjaan

Analisis beban kerja yg sudah dilakukan (case) Kajian Pustaka FGD dgn pejabat beberapa instansi Analisis data (hasil wawancara) PEDOMAN TEKNIS Analisis Beban Kerja (ABK) Pengujian Pedoman Teknis ABK EVALUASI

Acuan dalam penugasan Analisis beban Kerja

(21)

BAB III

REVIEW ANALISIS BEBAN KERJA

Upaya melacak analisis penghitungan beban kerja sangat diperlukan. Dokumen yang mencakup metode maupun teknis penghitungan analisis beban kerja digunakan sebagai referensi untuk penyusunan pedoman analisis penghitungan kerja lebih lanjut. Dari referensi tersebut akan diketahui nilai lebih maupun kelemahan dalam metode penghitungan beban kerja. Penemuan mengenai kasus analisis penghitungan beban kerja menjadi kebutuhan yang harus dipenuhi.

A. Kasus Analisis Penghitungan Beban Kerja

Beberapa contoh kasus penerapan analisis beban kerja:

Kasus 1:

Biro Kepegawaian BKN bertanggung jawab atas pendayagunaan secara efisien sumber daya manusia dan lebih memperhatikan kebutuhan individual dan penyesuaian organisasi. Biro Kepegawaian juga bertanggung jawab atas pengembangan organisasi dan membantu dalam pencapaian tujuan. Tahun 2003, Biro Kepegawaian bekerjasama dengan Pusdiklat BKN telah melaksanakan Diklat Pengukuran Kebutuhan Pegawai dengan melakukan uji coba praktek kerja lapangan dengan menggunakan formulir pengukuran beban kerja ke unit kerja setingkat eselon II di Pusat dan Kantor regional (kanreg). Pada tahun 2004, Biro Kepegawaian sebagai suporting unit di lingkungan BKN telah membentuk Tim Pengukuran Kapasitas Kelembagaan yang bertugas untuk mengetahui menganalisis beban kerja dari masing-masing unit kerja dengan maksud agar diketahui bahwa setiap pemegang jabatan mempunyai produk kerja.

Data beban kerja yang digunakan sebagai dasar dalam pengukuran adalah hasil laporan tahunan dari masing-masing unit setingkat eselon II pada tahun 2003 dan untuk mengukur beban kerja, digunakan salah satu butir informasi jabatan yaitu uraian tugas dari setiap pemegang jabatan.

Dengan menggunakan informasi dan jabatan uraian tugas dapat dilakukan perhitungan beban kerja, yaitu dengan cara menentukan indikator satuan hasil, waktu penyelesaian, standar waktu kerja, jumlah beban kerja, dan pegawai yang

(22)

dibutuhkan yang dituangkan ke dalam bentuk formulir/ matriks untuk memudahkan pengumpulan, pengolahan dan perhitungan ratio kekuatan pegawai dengan beban kerja. Contoh formulir yang digunakan adalah sebagaimana tersebut dalam Tabel 1.

Tabel 1

Formulir Pengukuran beban Kerja

NO URAIAN TUGAS SATUAN HASIL WAKTU PENYELESAIAN STANDAR KERJA BEBAN KERJA PEGAWAI YANG DIBUTUHKAN KET 1 2 3 4 5 6 7 8 JUMLAH

Jumlah Pemegang Jabatan: ...orang

Kolom (2) Uraian Tugas:

a. Uraian tugas ini merupakan uraian tugas dari hasil Analisis Jabatan yang telah dianalisis oleh Tim Anjab.

b. Apabila dari uraian tugas tersebut, ada tugas yang sesungguhnya bukan tugas saudara, maka tidak perlu diisi, artinya dikosongkan.

c. Jika dari uraian tugas tersebut, ada tugas saudara yang belum termuat didalamnya, maka dapat ditambahkan (dituliskan dibalik formulir) dengan menggunakan rumusan WHW yaitu:

- What : Apa yang saudara kerjakan. Misalnya : Menyusun rencana operasional.

(23)

Misalnya : Dengan mengacu pada laporan tahunan, Rencana Kepala Kanreg (kantor regional).

- Why : Untuk apa pekerjaan itu dilakukan

Misalnya : Sebagai pedoman kelancaran pelaksanaan tiga bidang/ seksi...

Dengan demikian rumusan uraian tugasnya adalah “Menyusun rencana operasional dengan mengacu pada laporan tahunan, Rencana Kepala Kantor Regional (Kanreg0 sebagai pedoman kelancaran pelaksanaan tugas Bidang/ Seksi tertentu (disesuaikan dengan seksinya)”.

Kolom (3) Satuan Hasil:

Tulislah satuan hasil kerja yang saudara peroleh dalam melaksanakan tugas pada setiap uraian tugas. Satuan hasil tersebut diisi dalam bentuk kata, yaitu : rencana, kegiatan, surat, data, berkas, buku, laporan, dll.

Contoh:Kepala Bidang/ Seksi

Menyusun rencana operasional dengan mengacu pada laporan...., maka satuan

hasilnya adalah= Rencana.

Kolom (4) Waktu Penyelesaian:

Adalah jumlah waktu yang wajar dan benar-benar dipergunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan oleh pemegang jabatan.

Contoh : Pengadministrasi Umum

Salah satu tugasnya adalah menerima dan mencatat surat masuk dan ke luar ke

dalam buku agenda. Satuan hasilnya adalah surat, sebanyak 15 surat. Jika waktu

penyelesaian penerimaan dan pencatatan per surat diperlukan waktu 3 menit, maka ditulis 3’.

Kolom (5) Standar Kerja/ Standar Waktu kerja (SWK):

Adalah waktu yang efektif digunakan untuk bekerja, yaitu: 1 hari waktu efektif = 300 menit; 1 minggu = 1500 menit; 1 bulan = 6000 menit; dan 1 tahun = 72000 menit. Dalam pengisian kolom ini tidak lepas dari frekuensi pekerjaan yang menjadi beban tugas saudara.

(24)

Contoh : Pengadministrasi Umum

Yang dimaksud dengan frekuensi adalah apakah pekerjaan penerimaan dan

pencatatan surat masuk dan ke luar... ada dilakukan setiap hari. Jika ada, maka

SWK adalah 300 menit. Namun jika pekerjaan tersebut tidak dapat dihitung dalam satu hari, tetapi ada dalam 1 minggu, maka SWK menjadi 1500 menit, maka ditulis 1500’. Demikian seterusnya.

Kolom (6) Beban Kerja:

Adalah rata-rata jumlah satuan hasil yang diwujudkan dengan angka yang mempunyai hubungan dengan SWK.

Contoh : Pengadministrasi Umum

Yang dimaksud dengan rata-rata adalah apakah tugas penerimaan dan pencatatan

surat masuk dan ke luar ada dilakukan setiap hari. Jika ada, maka berapa jumlahnya

setiap hari. Jika tidak ada dalam setiap hari, maka ditingkatkan menjadi per minggu/bulan/tahun berapa banyak jumlahnya.

Kolom (7) Pegawai Yang Dibutuhkan:

Adalah hasil perkalian antara waktu penyelesaian dengan jumlah beban kerja dibagi standar kerja.

Jumlah Pemegang Jabatan:

Tulislah dengan angka berapa jumlah pegawai yang mengerjakan tugas ini. Contoh: Pengadministrasi Umum

Jumlah Pemegang Jabatan sebanyak = 2 orang.

Kasus 2:

Perhitungan beban kerja di tiga instansi di Kabupaten Sleman.

Perhitungan beban kerja seorang personel didasarkan pada KEP/75/M.PAN/7/2004 tentang pedoman perhitungan beban kerja seorang pegawai. Menurut Kep.Men ini, perhitungan beban kerja seorang personal dilihat dari aspek:

(1) beban kerja, yakni merupakan aspek pokok yang menjadi dasar perhitungan. Beban kerja perlu ditetapkan melalui program unit kerja yang kemudian menjadi target dari sebuah lembaga.

(25)

(2) standar kemampuan rata-rata, yakni standar kemampuan rata-rata yang diukur dari satuan waktu yang digunakan untuk satuan hasil. Standar satuan waktu ini disebut Norma waktu. Sementara standar dari suatu hasil disebut norma hasil.

NORMA WAKTU = orang X Waktu hasil NORMA HASIL = hasil

Orang x waktu

(3) waktu kerja yang efektif berlaku. Waktu kerja efektif terdiri dari hari kerja efektif, yang merupakan jumlah hari dalam kalender dikurangi dengan libur dan cuti. Sementara waktu efektif kerja adalah jumlah jam kerja formal dikurangi waktu kerja yang hilang. Jumlah kerja yang hilang kira-kira 30% dari jumlah jam kerja formal. Jumlah jam kerja efektif akan dihitung dalam ukuran mingguan.

(4) Melakukan penyempurnaan pedoman teknis agar dapat digunakan untuk melakukan analisis beban kerja di instansi yang belum memiliki analisis beban kerja.

Kasus 3:

Analisis beban kerja yang sudah dilakukan di Kabupaten Sleman khususnya di BPKKD, KPDL dan BUDPAR adalah sbb:

a. Pendekatan hasil kerja

Hasil kerja adalah produk atau output jabatan. Metode dengan pendekatan hasil kerja adalah menghitung formasi dengan mengidentifikasi beban kerja dari hasil jabatan. Metode ini dipergunakan untuk jabatan yang hasil kerjanya fisik atau bersifat kebendaan atau hasil kerja non fisik tetapi dapat dikuantitatifkan. Perlu diperhatikan, metode ini efektif dan mudah digunakan untuk jabatan yang hasil kerjanya hanya satu jenis. Dengan menggunakan metode ini, informasi yang diperlukan adalah:

(26)

- Jumlah beban kerja yang tercermin dari target kerja yang harus dicapai - Standar kemampuan rata-rata untuk memperoleh hasil kerja.

Rumusan menghitung dengan menggunakan pendekatan metode ini adalah: ∑ Hasil X 1 Orang ...

Standar kemampuan rata-rata

b. Pendekatan Obyek Kerja

Obyek kerja yang dimaksud di sini adalah obyek yang dilayani dalam pelaksanaan pekerjaan. Metode ini dipergunakan untuk jabatan yang beban kerjanya tergantung dari jumlah obyek yang harus dilayani. Sebagai contoh, dokter melayani pasien, maka obyek kerja jabatan dokter adalah pasien. Banyaknya pekerjaan dokter tersebut dipengaruhi oleh banyaknya pasien. Metode ini memerlukan informasi:

- Wujud obyek kerja dan satuannya

- Jumlah beban kerja yang tercermin dari banyaknya obyek yang harus dilayani.

- Standar kemampuan rata-rata untuk melayani obyek kerja

Formulasi dengan menggunakan pendekatan metode ini adalah: ∑ obyek kerja X 1 Orang ...

Standar kemampuan rata-rata

c. Pendekatan Peralatan kerja

Peralatan kerja adalah peralatan yang dipergunakan dalam bekerja. Metode ini dipergunakan untuk jabatan yang beban kerjanya bergantung pada peralatan kerjanya. Sebagai contoh, pengemudi beban kerjannya bergantung pada kebutuhan operasional kendaraan yang harus dikemudikan. Dengan menggunakan metode ini, informasi yang diperlukan adalah:

- Satuan alat kerja

- Jabatan yang diperlukan untuk mengoperasian alat kerja - Jumlah alat kerja yang dioperasionalkan

(27)

- Rasio jumlah pegawai per jabatan per alat kerja (RPK)

Formulasi dengan menggunakan pendekatan metode ini adalah: ∑ Peralatan

Rasio penggunaan alat kerja

d. Pendekatan Uraian Kegiatan dan Uraian Tugas Unit

Metode ini adalah metode untuk menghitung kebutuhan pegawai pada jabatan yang hasil kerjanya abstrak atau beragam. Hasil beragam artinya hasil kerja dalam jabatan yang banyak jenisnya. Informasi yang diperlukan untuk dapat menghitung dengan menggunakan metode ini adalah:

- Uraian tugas beserta jumlah beban untuk setiap tugas. - Waktu penyelesaian tugas

- Jumlah waktu kerja efektif per hari rata-rata

Formulasi dengan menggunakan pendekatan metode ini adalah: ∑ Waktu Penyelesaian Tugas

(28)

BAB. IV

EVALUASI DOKUMEN ABK KABUPATEN SLEMAN

A. Deskripsi Penelitian ABK oleh MEP UPN

Sebagai langkah awal untuk menyusun pedoman analisis beban kerja (ABK) diperlukan studi terlebih dahulu mengenai sejauh mana Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman telah menempatkan ABK sebagai sebuah kebutuhan yang penting untuk dipenuhi. Studi ini juga mengidentifikasi tentang kepemilikan ABK tersebut oleh beberapa instansi di Kabupaten Sleman. Bertolak dari dokumen ABK yang dimiliki oleh beberapa instansi selanjutnya dapat disusun langkah yang lebih strategis untuk penyusunan pedoman penghitungan ABK secara lebih konstruktif.

Berangkat dari dokumen ABK yang dimiliki oleh instansi pemerintah, maka selanjutnya dapat dianalisis keunggulan dan kelemahan terhadap pendekatan yang digunakan. Informasi tentang pendekatan yang digunakan dapat mengantarkan pada suatu analisis yang lebih menukik pada upaya melakukan rekonstruksi terhadap pendekatan yang digunakan, sehingga hasil penghitungan selanjutnya dapat mendekati kondisi faktual yang dihadapi. Dengan demikian dokumen ABK dapat dijadikan sebagai pedoman baik untuk penempatan, promosi, maupun rotasi pegawai secara terarah.

Kecurigaan akan ketidaksesuaian beban kerja pegawai sering menghantui setiap instansi pemerintah. Belum adanya ABK yang memadai maka semakin mempersulit untuk distribusi beban kerja secara proporsional kepada pegawai. Penelitian tentang analisis beban kerja relatif jarang dilakukan, terutama di lingkungan lembaga pemerintah. Hal ini disebabkan oleh beragamnya tugas dalam lembaga pemerintahan dan lebih bersifat kualitatif, sementara pengukuran analisis beban kerja menggunakan ukuran kuantitatif, sehingga menimbulkan kompleksitas obyek dan alat analisisnya. Perlu diingat bahwa mengkuantifikasi data-data kualitatif tidak mudah untuk dilakukan.

Mengingat pentingnya informasi tentang beban kerja, maka sesungguhnya analisis beban kerja merupakan hal yang mendasar untuk dilakukan dalam sebuah

(29)

lembaga pemerintah. Terutama ketika analisis beban kerja dikaitkan dengan sumber daya manusia (SDM) yang menjadi motor penggerak aktivitas organisasi dalam rangka pencapaian tujuan, visi dan misi organisasi. Harus dipahami dalam konteks operasioanalisasi visi misi pemerintah memerlukan keberadaan dan peran SDM untuk menjalankan fungsi yang terkait dengan beban kerja. Dalam konteks fungsi yang terkait beban kerja ini melekat tuntutan akan kualitas dan komitmen pegawai sebagai pendukung utama, agar semua dapat mewujudkan visi misi tersebut. Di sisi lain masih terdapat agenda yang jauh lebih penting daripada sekedar pencapaian visi dan misi, agenda tersebut adalah pengembangan organisasi. Dengan demikian aspek kualitas SDM, kapasitas kerja, beban serta motivasi kerja menjadi sangat penting untuk dipahami secara mendalam, yaitu tidak hanya terhenti pada keberhasilan dalam pencapaian visi dan mini, namun juga digunakan untuk kepentingan pengembangan organisasi di masa yang akan datang, secara berkelanjutan.

Penelitian terbaru tentang analisis beban kerja di lingkungan Pemda Sleman dilakukan pada tahun 2006 oleh Magister Ekonomi Pembangunan UPN ”VETERAN” Yogyakarta bekerja sama dengan Bagian Organisasi Skretariat Daerah Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman. Penelitian ini melihat bahwa analisis beban kerja merupakan fundamen penting untuk melihat besaran organisasi dan struktur yang berkembang di dalamnya. Dalam organisasi yang memiliki beban kerja yang sarat pada umumnya memiliki struktur yang kompleks dan disertai oleh volume yang besar pula. Kegunaan lain ABK adalah memberikan informasi dan pertimbangan-pertimbangan mendasar bagi pimpinan untuk melakukan penataan organisasi serta merancang peningkatan pendayagunaan aparatur pemerintah. Secara keseluruhan ABK menjadi pedoman distribusi dan pertimbangan reposisi, rotasi, promosi, dan mutasi yang bersifat proporsional untuk semua organisasi baik terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik maupun dalam melakukan pekerjaan yang terkait dengan pencapaian visi misi organisasi.

Analisis beban kerja dipandang semakin memiliki arti penting, ketika analisis beban kerja tersebut dikaitkan dengan rancangan penataan SDM, untuk mencapai efektivitas dan efisiensi kerja di masing-masing unit kerjanya. Efektivitas yang dimaksudkan di sini adalah jumlah pegawai yang dialokasikan untuk mencapai

(30)

tujuan dan sasaran dari unit yang ditetapkan. Sedangkan efisiensi dapat diartikan sebagai alokasi jumlah pegawai yang tepat, sehingga berdampak pada efisiensi pembiayaan unit organisasi.

Penelitian ini melihat bahwa selama ini organisasi pemerintah kurang memperhatikan besaran-besaran beban kerja individu (pegawai), beban kerja kelompok, beban kerja masing-masing unit, maupun beban kerja organisasi secara utuh menyeluruh. Sementara itu ABK senantiasa selalu dikaitkan dengan eksistensi dan kemampuan SDM di dalam menyengga tanggung jawab serta dalam pelaksanaan fungsinya secara konsisten. Ketiadaan informasi yang jelas mengenai ABK ini, mengakibatkan tidak ada gambaran yag lebih jelas tentang besaran organisasi dan kebutuhan akan kuantitas dan kualitas SDM. Hal ini tentu saja akan menyulitkan dalam melakukan penataan organisasi dan merancang pengembangan organisasi, terutama dalam hal pengembangan kapasitas SDM. Misalnya saja, dalam menerapkan reward and punishment, karena ukuran penilaian kinerja yang mungkin tidak sesuai dengan beban kerja per unit kerja, maka menyulitkan dalam penentuan penghargaan dan sanksi secara adil.

Kesulitan yang dialami oleh organisasi pemerintah dalam menganalisis beban kerja adalah karena selama ini beban kerja bagi masing-masing jabatan dalam unit kerja lebih bersifat kualitatif, sedangkan instrumen yang digunakan untuk memngukurnya bersifat kuantitatif. Dengan demikian hal ini harus diusahakan untuk melakukan konversi pekerjaan tersebut ke dalam bentuk kuantatif. Kesulitan lain yang dijumpai yakni beragamnya besaran organisasi instansi pemerintah, yang berarti makin beragam pula jenis pekerjaan di tiap-tiap unit kerja, terutama di unit terendah dengan asumsi sebagai unit yang paling banyak menyerap pegawai.

Tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh MEP UPN adalah:

1. Mengidentifikasi uraian penelitian yang sesuai dengan uraian tugas masing-masing unit terendah di setiap instansi.

2. Menghitung beban kerja pada masing-masing unit terendah pada setiap instansi.

3. Bertolak dari hasil analisis beban kerja tersebut akan dilanjutkan pada upaya menghitung jumlah kebutuhan pegawai /jabatan non struktural pada masing-masing unit terendah di setiap instansi.

(31)

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu

1. Dapat menjadi tolok ukur bagi penataan organisasi.

2. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi dasar bagi pemberian reward and

punishment, serta

3. Mampu menganalisis kemampuan rata-rata pegawai instansi pemerintah, dan kebutuhan pegawai di masa yang akan datang.

Melalui studi yang dilakukan oleh MEP UPN ini selanjutnya menghasilkan seperangkat keluaran studi terkait dengan ABK. Secara eksplisit penelitian ini menghasilkan produk-produk akademik sebagai berikut:

1. Uraian tugas dan jabatan pada masing-masing unit terendah, 2. Volume beban kerja masing-masing pegawai,

3. Kemampuan rata-rata pegawai serta 4. Kebutuhan pegawai.

B. Evaluasi Pendekatan Studi

Dalam penelitian beban kerja ini digunakan beberapa pendekatan, yakni pendekatan organisasi yang melihat bahwa selama ini belum ada ukuran beban kerja yang jelas, sehingga diperlukan kesepakatan tiap satuan kerja yang sejenis. Ukuran kerja yang belum ada ini dapat diselesaikan dengan melakukan pendekatan norma waktu dan norma hasil. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan pendekatan analisis jabatan untuk jabatan-jabantan non struktural yang bersifat umum dan bersifat teknis.

Adapun beberapa aspek penting dalam perhitungan analisis kebutuhan pegawai adalah

1. Target beban kerja, yang ditetapkan berdasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh organisasi terhadap capaian hasil kerja pada masing-masing unit kerja.

2. Bertolak dari target beban kerja ini, selanjutnya secara jelas harus diperhitungkan kemampuan rata-rata pegawai. Adapun kemampuan rata-rata

(32)

pegawai dilihat dari aspek kondisi kemampuan secara normal, evaluasi kerja diwaktu lalu, serta perangkat pendukung kerja yang digunakan.

3. Dari perhitungan di atas, masih juga harus dilihat aspek-aspek mendasar lainnya, yakni waktu kerja pegawai secara normal, atau dikenal dengan norma waktu. Yang dimaksud dengan norma waktu adalah suatu satuan waktu yang dipergunakan untuk mengukur beberapa hasil yang diperoleh .

4. Sementara norma hasil adalah satuan hasil yang dapat diperoleh dalam waktu tertentu.

Dari beberapa aspek penting tersebut, diperoleh kesepakatan bahwa hari kerja efektif dalam satu tahun adalah 285 hari, dari seluruh hari dalam satu tahun dikurangi libur minggu, cuti dan tanggal merah. Jika menit kerja pertahun adalah 81.225 menit, diperoleh dari perkalian hari kerja efektif yakni 285 dengan menit kerja efektif per harinya yakni 300 menit, kemudian dikurangi kesalahan 5%.

Adapun untuk menganalisis kebutuhan pegawai dilakukan dengan memakai beberapa pendekatan, yakni :

1. Pendekatan hasil kerja yakni dengan cara meghitung formasi dengan mengidentifikasi beban kerja dari hasil jabatan. Namun demikian pendekatan ini hanya efektif digunakan dalam jabatan yang hasil kerjanya satu jenis saja. 2. Pendekatan obyek kerja, yang melihat jabatan yang beban kerjanya

tergantung dari jumlah obyek yang harus dilayani.

3. Pendekatan peralatan kerja, yang digunakan untuk jabatan yang beban kerjanya tergantung pada peralatan kerjanya.

4. Pendekatan uraian kegiatan dan uraian tugas unit. Metode ini lebih cocok untuk menghitung kebutuhan pegawai pada jabatan yang hasil kerjanya abstrak atau beragam jenisnya. Pendekatan ini pula yang akan digunakan dalam penelitian ini, mengingat besaran organisasi yang tidak sama, serta ragam jabatan dan ragam tugas yang sangat kompleks.

C. Tahapan penelitian

Sistematika dan pengorganisasian pekerjaan menjadi bagian yang sangat penting. Dalam pekerjaan ini juga dilakukan sistematika dan pengorganisasian

(33)

pekerjaan. Khususnya untuk kegiatan sistematika dan pengorganisasian juga disusun sehingga mampu memberikan pedoman dalam menyelesaiakan pekerjaan tersebut. Adapun pengambilan data penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahap, yakni :

1. Tahap pertama melakukan wawancara kepada responden yang dianggap memahami permasalahan uraian kegiatan unit.

2. Tahapan kedua adalah melakukan observasi di lapangan, yakni dengan cara mengamati langsung proses kerja di lapangan guna memperoleh cross check data dari responden serta melihat unit organisasi yang spesifik serta antisipasi terhadap kekhususan yang dijumpai pada jabatan fungsional. Telah diketahui bahwa sepsifikasi akan lebih cenderung dimiliki atau ditemukan pada bentuk organisasi fungsional. Kekhususan fungsi tersebut mengakibatkan perlunya sehingga perlu kajian yang lebih mendalam.

3. Tahapan yang ketiga adalah melakukan Focus Group Discussion (FGD) untuk menggali data yang sifatnya kualitatif dan berusaha menangkap makna-makna inter subjektif yang sulit dimakna-maknai oleh peneliti. Dari FGD ini diharapkan diperoleh data dan informasi :

a. target beban kerja unit di masa yang akan datang, b. mengklarifikasi hasil sementara observasi,

c. mendiagnosa keakuratan data,

d. serta memperoleh konsensus antar peserta terhadap target beban kerja di masa yang akan datang.

Dari berbagai pendekatan yang ada di atas, maka pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah untuk beban kerja merupakan hasil perkalian antara volume kerja dengan waktu penyelesaian pekerjaan. Pendekatan tersebut diekspresikan dengan melalui rumus perhitungan ABK sebagai berikut:

BK: V x WP

Ket: BK: Beban Kerja, V: Volume tugas per hari

(34)

Selain perhitungan ABK juga ada komponen lain yang tidak kalah pentingnya, yaitu penghitungan kebutuhan pegawai. Sementara untuk kebutuhan pegawai dihitung dari hasil pembagian beban kerja denagn waktu kerja efektif.

KP: BK WKE

Ker: KP: Kebutuhan Pegawai BK: Beban Kerja

WKE: Waktu Kerja Efektif per tahun

Penentuan nama jabatan diperlukan tidak sekedar berfungsi sebagai nomenklatur, karena nama jabatan secara ekspresif juga menunjukkan fungsinya. Oleh karena itu nama jabatan juga perlu untuk ditentukan. Sedangkan untuk penentuan nama jabatan tentu saja didasarkkan pada Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI No:KEP/M.PAN/6/2004 tentang pelaksanaan analisis jabatan dan Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No.4 tahun 2005 tentang pedoman analisis jabatan di lingkungan departemen dalam negeri dan pemerintah daerah. Bahwa setiap jabatan hasus memenuhi rumusan nomenklatur dan uraian jabatan yakni tugas berkisar antara 5 hingga 12 tugas, tugas memiliki kaitan proses yang jelas, syarat jabatan serasi, sejajar, dan seimbang, serta menyerap waktu secara penuh.

Pada setiap unit kerja memiliki beban kerja tertentu, yang pelaksanaannya didukung orang para pegawai yang ditempatkan pada unit kerja tersebut. Satuan beban kerja tahunan perlu diketahui, sehingga dengan demikian dapat diketahui kelebihan atau kekosongan. Dalam hal ini terkait dengan kemampuan rata-rata pegawai. Menghitung rata-rata pegawai akan memberikan gambaran kemampuan pegawai dalam melakukan pekerjaan atau beban tahunan. Selanjutnya untuk menghitung kemampuan rata-rata pegawai diperoleh dari perhitungan di bawah ini:

(35)

Total volume beban kerja per tahun Norma waktu per tahun

Kemampuan rata-rata=________________________________________ Jumlah kebutuhan pegawai yang disarankan

D. Hasil Penelitian

Menurut perhitunngan ABK yang dilakukan oleh MEP UPN selanjutnya diketahui kemampuan rata-rata unit kerja. Dari hasil perhitungan beban kerja dan kemampuan rata-rata pegawai di lingkungan instansi pemerintah daerah diperoleh data bahwa

1. Badan Pengelola Keuangan dan Kekayaan Daerah (BPKKD) secara sruktur organisasi terbagi dalam lima bidang, yakni :

a. bidang kesekretariatan, b. bidang pendapatan, c. bidang belanja, d. bidang kekayaan,

e. bidang pembukuan dan pelaporan.

Kelima bidang ini menyerap pegawai sejumlah 129. Namun demikian, dari hasil perhitungan analisis beban kerja diperoleh fakta bahwa instansi ini membutuhkan 168 pegawai untuk menyeimbangkan beban kerja dengan kemampuan pegawai. Yang artinya lembaga ini membutuhkan pegawai baru sebanyak 39 pegawai baru. Dari hasil analisis ini pula terlihat bahwa beban kerja terbesar terjadi pada bidang belanja terutama sub bidang anggaran, dan diikuti bidang pembukuan dan pelaporan denga sub bidang pembukuan. Sementara pada bidang kesekretariatan dan bidang belanja mempunyai beban kerja paling sedikit. Nama jabatan non struktural yang diusulkan sebanyak 89 nama jabatan.

2. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (BUDPAR) secara terstruktur mempunyai empat bidang yakni :

a. bidang tata usaha,

(36)

c. bidang kesenian d. bidang pariwisata.

Lembaga ini menyerap 64 pegawai. Namun demikian, dari analisis beban kerja, terdapat fakta bawa lembaga ini masih membutuhkan 78 pegawai. Ini artinya dinas BUDPAR membutuhkan tambahan pegawai sebanyak 14 orang. Penempatan pegawai baru bisa merata di semua bidang kecuali bidang tata usaha dan bidang peninggalan budaya dan nilai tradisional yang beban kerjanya relatif rendah. Nama jabatan non sturktural yang dibutuhkan sebanyak 42 jabatan.

3. Kantor Pengendalian Dampak Lingkungan (KPDL) secara struktur organisasi sangat sederhana, yakni hanya terdiri dari :

a. kepala kantor,

b. subagian tata usaha seksi pengawasan dan pengendaian, c. seksi pemantauan dan pemulihan,

d. seksi pengembangan kapasitas dan peranserta.

Kantor ini mempu menyerap 29 pegawai. Sementara hasil analisis beban kerja idealnya kantor ini membutuhkan 37 pegawai, yang artinya ada kekurangan personel sebanyak 8 orang. Kebutuhan paling mendesak terdapat pada seksi pengawasan dan pengendalian serta seksi pengembangan kapasitas dan peran serta. Nama jabatan non struktural yang diusulkan ada 41 nama jabatan.

E. Analisis

Penelitian ini berusaha memotret beban kerja pegawai secara detail dan cukup bagus dalam mengkonversikan pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya kuantitatif ke arah kualitatif. Namun demikian penelitian ini tampaknya masih menyimpan beberapa kelemahan, yakni:

1. Penelitian ini diarahkan untuk menghitung secara kuantitas beban kerja, namun justru mengabaikan soal kualitas penyelesaian perhitungan pekerjaan

(37)

oleh masing-masing. Terjadi banyak pembulatan angka pada kemampuan rata-rata pegawai seperti yang tampak pada tabel uraian kegiatan dan kemampuan rata-rata jabatan fungsional umum:

a. Bidang Pelestarian dan Pengembangan Nilai sejarah

b. Nilai Tradidional di seksi Sejarah dan Nilai Tradisional BUDPAR (l.193).

Terjadi empat kali pembulatan yakni tugas mengirim undangan, membuat notulen rapat, membuat konsep SPPD ke kabupaten serta pengajuan permohonan kas anggaran. Pembulatan masing-masing sebanyak 0,5. Pembulatan serupa terjadi pula pada tabel-tabel yang lain, sehingga jika ditotal akan memberikan perbedaan angka yang sangat signifikan. Dari data ini terlihat bahwa kemampuan rata-rata yang tertulis dalam tabel bukanlah gambaran yang benar-benar riil.

Akibat lebih jauh dari ketidak akurata data ini adalah terjadinya ketidak akuratan data kebutuhan pegawai, yang bisa saja sebenarnya lebih keci dari angka yang diusulkan atau lebih besar. Padahal penambahan pegawai membawa konsekuensi yang tidak sederhana pada struktur organisasi, beban kerja lembaga, alkasi SDM, serta pembiayaan organisasi dalam hal ini penggajian pegawai.

2. Penelitian ini hanya berhenti pada analisis beban kerja saja, namun tidak dilanjutkan pada bagaimana secara operasonal membuat semacam panfuan dalam melakukan analisis beban kerja. Sehingga ketika instansi lain akan membuat analisis beban kerja berdasarkan penelitian ini akan menemui kesulitan, karena tidak adanya panduan yang sederhana dan operasional. Celah inilah yang akan dimanfaatkan dalam penelitian SCBD-P ABK untuk disamping membuat analisis beban kerja, juga berujung pada pembuatan panduan melakukan analisis beban kerja yang sederhana dan operasional. Hal ini perlu dilakuka agar pemda ke depannya dapat membuat analisis beban kerja secara mandiri di tiap instansinya, sesuai perkembangan organisasinya.

(38)

3. Kekurangan kecil lainnya namun cukup mengganjal adalah penelitan ini tidak secara eksplisit menyebutkan alasan-alasan kenapa memilih BPKKD, BUDPAR dan KPDL sebgai lembaga yang diteliti. Selain itu, hasil publikasi penelitian ini tidak menyertakan dalam lampirannya kuesioner sebagai bahan pembelajaran bagi yang ingin mendalami analisis beban kerja.

Dengan mempertimbangkan kelemahan tersebut maka dalam analisis perhitungan beban kerja selanjutnya perlu dilakukan ekspektasi sebagai berikut :

1. memperhatikan aspek kualitas

2. pembulatan perhitungan beban kerja tidak dilakukan pada setiap satuan pekerjaan, melainkan pembulatan dilakukan pada beban kerja satuan organisasi.

Dengan mengunakan sistim penghitungan tersebut maka akan dapat mengantisipasi masalah overestimate yang terjadi. Sistim pembulatan yang dilakukan per satuan pekerjaan mengakibatkan kebutuhan pegawai mengalami pelonjakan. Dengan melalui pembulatan per satuan organisasi, maka kebutuhan tenaga kerja lebih dapat mendekati realitas. Sedangkan perhatian terhadap kualitas yang dalam hal ini memperhitungkan background pendidikan pegawai maka dapat diketahui relevansi dengan load kerja, apakah seseorang pegawai berposisi pada overload atau underload. Dengan analisis seperti ini maka rekomendasi yang disampaikan akan memberikan solusi yang lebih relevan serta tidak menimbulkan risiko rekrutmen yang terlalu banyak yang berdampak pada beban rutin.

(39)

BAB V

DESKRIPSI SKRETARIAT DAERAH PEMERINTAH DAERAH

KABUPATEN SLEMAN

A. Unit Analisis Uji Coba Pedoman Penghitungan Beban Kerja

Dalam konteks penerapan pedoman penghitungan ABK, maka dilakukan uji coba di Instansi Sekretariat Daerah. Instansi tersebut dipilih karena memiliki kompleksitas satuan organisasi yang paling bervariasi. Untuk memberikan contoh model penghitungan ABK maka cenderung memililih instansi yang paling kompleks. Dengan penetapan Setda sebagai unit analisis dalam uji coba penerapan ABK diharapkan dapat lebih mengakomodasi permasalahan penghitungan ABK ketika dilakukan secara mandiri oleh instansi-instansi lain di masa yang akan datang.

B. Aspek Legal Formal

Aspek legal formal yang mendasari keberadaan Sekretariat Daerah (untuk selanjutnya disingkat Setda) Kabupaten Sleman adalah Perda Kabupaten Sleman No.12 tahun 2003 tentang Perubahan Pertama Atas Peraturan Daerah Kabupaten Sleman No12 tahun 2002 tentang Organisasi Perangkat Daerah Pmerintah Kabupaten Sleman.

Pada pasal 1 Perda 12/2003 ini disebutkan bahwa Setda adalah unsur pembantu Pimpinan Pemerintah Daerah, dalam hal ini Pemerintah Daerah Kabupaten Sleman. Jika dilihat dari struktur organisasi pemerintah daerah Sleman, maka setda merupakan pembantu langsung bupati yang mempunyai tugas mengkoordinasi instansi-instansi yang berada di bawah wewenang pimpinan pemerintah daerah sleman, daam hal ini bupati sleman.

Segala aktifitas Setda dilandasi oleh SK Bupati No.23/Kep.KDH/A/2003 tentang struktur organisasi, Penjabaran Tugas Pokok dan Fungsi, serta tata kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Sleman. Dari SK Bupati ini, tergambar struktur organisasi yang ada dalam Setda, serta kompleksitas tugas dan wewenang di dalamnya. SK ini juga secara tegas menyatakan tugas dan fungsi masing-masing jabatan dalam setda, serta tata laksananya. Dari gambaran ini kemudian dapat dilihat besaran organsiasi serta besaran beban kerja Setda.

Referensi

Dokumen terkait

Pengadilan Agama Palangka Raya adalah salah satu Entitas Akuntansi di bawah Mahkamah Agung Republik Indonesia yang berkewajiban menyelenggarakan akuntansi dan

Usaha yang dilakukan oleh guru Madrasah Tsanawiyah Negeri Pucanglaban yaitu guru selalu memberi memotivasi siswa dengan cara memberikan wawasan tentang pentingnya

Luka lecet adalah luka yang superfisial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit epidermis.Jika abrasi terjadi lebih dalam dari lapisan epidermis pembuluh

 Konsep rumah tangga pertanian adalah rumah tangga yang salah satu atau lebih anggota rumah tangganya melakukan dan bertanggungjawab dalam kegiatan pembudidayaan,

Dari gambar arsitektur diatas menunjukkan bahwa sumber data utama adalah citra garis telapak tangan kiri, selanjutnya citra tersebut akan dilakukukan pre-processing

: Di kota/kabupaten saya, sekolah saya merupakan sekolah cukup sering menjuarai kompetisi antar SMA/SMK/MA, namun ada 1 atau 2 sekolahan yang lebih sering : Di kota/kabupaten

Pada IKU Persentase mata kuliah S1 dan D4/D3/D2 yang menggunakan metode pembelajaran pemecahan kasus (case method) atau pembelajaran kelompok berbasis projek (team-based

Penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) yang bertujuan untuk meningkatkan Kemampuan Menyimak Bahasa Indonesia Murid Kelas V SD