• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di berbagai daerah, seperti temu besar (bahasa Melayu), koneng gede (Sunda), dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. di berbagai daerah, seperti temu besar (bahasa Melayu), koneng gede (Sunda), dan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan

Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) dikenal dengan banyak nama di berbagai daerah, seperti temu besar (bahasa Melayu), koneng gede (Sunda), dan temu labak (Madura). Tanaman ini tidak hanya dikenal sebagai bahan baku jamu tradisional dalam negeri saja, tetapi sudah sejak lama dikenal di Eropa Barat sebagai bahan obat-obatan (Hayati, 2003).

2.1.1 Sistematika tumbuhan

Dalam taksonomi tumbuhan Temulawak diklasifikasikan sebagai berikut: Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledoneae Ordo : Zingiberales

Familia : Zingiberaceae Genus : Curcuma

Spesies : Curcuma xanthorriza Roxb. (Wijayakusuma, 2007). 2.1.2 Morfologi tumbuhan

Temulawak merupakan terna tahunan (perennial) yang tumbuh berumpun, berbatang basah yang merupakan batang semu yang terdiri atas gabungan beberapa pangkal daun yang terpadu. Tinggi tumbuhan temulawak sekitar 2 m, daun berbentuk memanjang sampai lanset, panjang daun 50-55 cm dan lebarnya sekitar 15 cm, warna daun hijau tua dengan garis coklat keunguan. Tiap tumbuhan mempunyai 2 helai daun (Wijayakusuma, 2007).

(2)

Tumbuhan temulawak mempunyai ukuran rimpang yang besar dan bercabang-cabang. Rimpang induk berbentuk bulat atau bulat telur dan disampingnya terbentuk 3-4 rimpang cabang yang memanjang. Warna kulit rimpang coklat kemerahan atau kuning tua, sedangkan warna daging rimpang kuning jingga atau jingga kecoklatan. Perbungaan lateral yang keluar dari rimpangnya, dalam rangkaian bentuk bulir dengan tangkai yang ramping. Bunga mempunyai daun pelindung yang banyak dan berukuran besar, berbentuk bulat telur sungsang yang warnanya beraneka ragam (Wijayakusuma, 2007).

2.1.3 Kandungan kimia

Rimpang temulawak mengandung zat warna kuning (kurkumin), desmetoksikurkumin, glukosa, kalium oksalat, protein, serat, pati, minyak atsiri yang terdiri dari d-kamfer, siklo isoren, mirsen, p-toluil metilkarbinol, falandren, borneol, tumerol, xanthorrhizol, sineol, isofuranogermakren, zingiberen, zingeberol, turmeron, artmeron, sabinen, germakron, atlantone (Wijayakusuma, 2007). Kandungan kurkumin dalam rimpang temulawak adalah 1-2% (Wiryowidagdo, 2008).

Berdasarkan penelitian Halim, Tan, Imail dan Mahmud (2006), hasil pengujian skrining fitokimia ekstrak temulawak dalam pelarut air menunjukkan bahwa di dalam ekstrak temulawak terdapat triterpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin. Senyawa fenol dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan, antitumor, antivirus dan antibakteri yang signifikan. Temulawak mengandung polifenol berupa campuran senyawa diarilheptanoid, yakni kurkumin, demetoksikurkumin, dan bisdemetoksikurkumin. Keberadaan gugusan fenolik pada ketiga senyawa tersebut dilaporkan menyebabkan aktivitas antioksidan yang kuat pada sistem biologis, sehingga dapat mencegah penyakit-penyakit yang berhubungan dengan

(3)

reaksi peroksidasi (Ahsan, et al., 1999). Senyawa fenol merupakan senyawa yang memiliki paling sedikit satu cincin aromatik yang berikatan dengan satu atau lebih gugus OH. Kapasitas antioksidan dari senyawa fenolik disebabkan oleh disumbangkannya atom hidrogen dari gugus hidroksil (OH) aromatik kepada radikal bebas (Duthie dan Crozier, 2000).

Menurut Rismunandar (1988), rimpang temulawak mengandung kurkumin sebesar 1,93%. Kadar kurkumin dan minyak atsiri tergantung pada umur rimpang. Kadar kurkumin dan minyak atsiri optimum tercapai saat rimpang berumur 10-12 bulan.

2.1.4 Manfaat tumbuhan

Temulawak dapat digunakan untuk meningkatkan nafsu makan, memperbaiki fungsi pencernaan, memelihara fungsi hati (hepatoprotektor), pereda nyeri sendi dan tulang, menurunkan lemak darah, antioksidan, dan membantu menghambat pembekuan darah. Hasil uji klinik menunjukkan bahwa dosis yang digunakan untuk memperoleh manfaat penurunan SGOT dan SGPT adalah 15-30 mg kurkumin (BPOM RI, 2005). Efek antioksidan dari kurkumin dapat menghambat poliferasi sel tumor, kanker usus besar dan kanker payudara (Tjay dan Rahardja, 2007).

Temulawak mempunyai khasiat laktagoga, kolagoga, antiinflamasi, tonikum, dan diuretik. Aktivitas kolagoga rimpang temulawak ditandai dengan meningkatnya produksi dan sekresi empedu yang bekerja sebagai kolekinetik dan koleretik (Liang, et al., 1985). Kolikinetik adalah suatu aktivitas yang berperan dalam proses biosintesis peningkatan produksi empedu akibat terkandungnya sodium kurkuminat yang aktif dalam kurkumin, sedangkan koleretik adalah peningkatan sekresi empedu dari kantung empedu ke dalam usus halus. Dengan

(4)

meningkatnya pengeluaran cairan empedu maka partikel padat dalam kandung empedu berkurang. Keadaan ini akan mengurangi kolik empedu, perut kembung akibat gangguan metabolisme lemak, dan menurunkan kadar kolesterol darah yang tinggi(Solichedi, 2003).

Konsumsi temulawak pada orang sehat juga sangat penting untuk memelihara kesehatan fungsi hati dan menjaga stamina tubuh. Usia antara 20-60 tahun merupakan usia produktif untuk melakukan berbagai aktivitas yang berat dan melelahkan. Salah satu penyebab menurunnya fungsi hati adalah faktor kelelahan sehingga kerja hati menjadi bertambah berat. Hal ini menyebabkan tubuh rentan untuk tertular virus hepatitis yang berbahaya karena virus ini mampu bertahan dan menetap di dalam tubuh, bersifat kronis serta dalam perjalanan selanjutnya berpotensi merusak hati, ukurannya mengecil dan mengeras (sirosis hati) dan dapat berakhir menjadi kanker hati (Suharjo, 2010).

Salah satu jenis pemeriksaan yang sering dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan pada hati adalah pemeriksaan enzim transaminase. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan enzim dengan penghancurannya. Apabila terjadi gangguan fungsi hati, enzim transaminase di dalam sel akan masuk ke dalam peredaran darah karena terjadi perubahan permeabilitas membran sel sehingga kadar enzim transaminase dalam darah akan meningkat (Widman, 1989).

Dua macam enzim transaminase yang berhubungan dengan kerusakan sel hati adalah GPT (Glutamat Piruvat Transaminase) dan GOT (Glutamat Oksaloasetat Transaminase). GPT merupakan enzim yang diproduksi oleh hepatosit, jenis sel yang banyak terdapat di organ hati. Kadar SGPT (Serum Glutamat Piruvat Transaminase) dalam darah akan meningkat seiring dengan

(5)

kerusakan pada sel hepatosit yang bisa terjadi karena infeksi virus hepatitis, alkohol, obat-obat yang menginduksi terjadinya kerusakan hepatosit, dan sebab lain seperti adanya shok atau keracunan obat. GOT merupakan enzim yang banyak dijumpai pada organ jantung, hati, otot rangka, pankreas, paru-paru, sel darah merah dan sel otak. Saat sel-sel organ tersebut mengalami kerusakan, maka GOT akan dilepaskan dalam darah. Kadar SGOT (Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase) dalam darah akan meningkat seiring dengan kerusakan pada sel-sel organ tersebut. Pengukuran konsentrasi enzim di dalam darah dengan uji SGPT dan SGOT dapat memberikan informasi penting mengenai tingkat gangguan fungsi hati (Lu, 1995).

2.2 Ekstrak

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain (Ditjen POM RI, 1986).

Ada beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan, yaitu: 1. Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan sesekali pengadukan pada temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara terus-menerus disebut maserasi kinetik sedangkan yang dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya disebut remaserasi.

(6)

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahap pelembaman bahan, tahap perendaman antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/ penampungan ekstrak) terus menerus sampai diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2. Cara panas a. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan alat pada terperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

b. Digesti

Digesti adalah proses penyarian dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang lebih tinggi dari pada temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40o-50oC.

c. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, dilakukan dengan menggunakan alat soklet sehingga menjadi ekstraksi kontinu dengan pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik. d. Infudasi

Infudasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit.

e. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90oC selama 30 menit (Ditjen POM RI, 2000).

(7)

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil ekstraksi yaitu penggembungan bahan baku, difusi, pH, ukuran partikel, suhu, dan pemilihan pelarut. Penggembungan dari bahan tanaman menaikkan perembesan dari pelarut dan mengakibatkan pergerakan substansi bahan terlarut di dalamnya. Akibat dari penggembungan bahan baku memastikan terjadinya penyerapan dari pelarut terhadap zat yang akan diekstrak. Untuk mengekstraksi senyawa aktif dari tanaman obat, pelarut harus dapat berdifusi ke dalam sel dan senyawa harus terlarut secara sempurna di dalam pelarut sehingga tercapai kesetimbangan antara pelarut dan bahan terlarut (Harborne, 1987).

2.3 Tablet

Tablet adalah sediaan padat kompak, dibuat secara kempa cetak, dalam bentuk tabung pipih atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang dapat berfungsi sebagai bahan pengisi, pengembang, pengikat, pelicin, pembasah atau bahan lain yang cocok (Depkes RI, 1979).

Tablet merupakan bahan obat dalam bentuk sediaan padat yang biasanya dibuat dengan penambahan bahan tambahan farmasetik yang sesuai. Tablet dapat berbeda-beda dalam ukuran, bentuk, berat, kekerasan, ketebalan, daya hancur dan dalam aspek lainnya tergantung pada cara pemakaian tablet dan metode pembuatannya. Kebanyakan tablet digunakan pada pemberian obat secara oral dan kebanykan dari tablet ini dibuat dengan penambahan zat warna, zat pemberi rasa dan lapisan-lapisan dalam berbagai jenis. Tablet lain yanng penggunaannya dengan cara sublingual, bukal atau melalui vagina, tidak boleh mengandung bahan tambahan seperti pada tablet yang digunakan secara oral (Ansel, 2008).

(8)

Obat-obat diberikan secara oral dalam bentuk sediaan farmasi yang beragam, masing-masing dengan keuntungan terapeutik yang mengakibatkan pengggunaannya yang selektif oleh dokter. Tablet adalah bentuk sediaan padat yang dibuat dengan cara kempa atau dengan mencetak dan mengandung zat obat dengan atau tanpa pengencer yang cocok, zat penghancur, zat penyalut, zat pemberi warna dan zat pembantu lainnya. Zat pengencer perlu dalam pembuatan tablet dengan ukuran dan kepadatan yang baik. Zat penghancur digunakan apabila diinginkan pemisahan yang cepat dari bahan tablet kempa. Hal ini menjamin penglepasan segera partikel-partikel obat ke dalam proses melarut yang meningkatkan absorpsi obat. Perbedaan ukuran dan warna dari tablet dalam perdagangan, serta sering menggunakan monogram dari simbol perusahaan dan nomor kode, memudahkan pengenalannya oleh orang-orang yang dilatih menggunakannya dan bermanfaat sebagai tambahan perlindungan bagi kesehatan masyarakat (Ansel, 2008).

Tablet merupakan jenis sediaan yang banyak digunakan sampai sekarang karena memberikan dosis yang tepat pada pemakaiannya, mudah pemakaiannya, mudah pengemasannya, stabilitas kimia dan aktifitas fisiologis dari bahan-bahan obat cukup baik (Banker dan Anderson, 1994).

Menurut Banker dan Anderson (1994), tablet yang dinyatakan baik harus memenuhi syarat, yaitu:

a. Memiliki kemampuan atau daya tahan terhadap pengaruh mekanis selama proses produksi, pengemasan dan distribusi.

b. Bebas dari kerusakan seperti pecah pada permukaan dari sisi-sisi tablet.

c. Dapat menjamin kestabilan fisik maupun kimia dari zat berkhasiat yang terkandung didalamnya.

(9)

d. Dapat membebaskan zat berkhasiat dengan baik sehingga memberikan efek pengobatan seperti yang dikehendaki.

Tablet dapat didefinisikan sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung satu atau lebih zat aktif dengan atau tanpa berbagai eksipien (yang meningkatkan mutu sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesifitas, kecepatan disintegrasi, dan sifat antilekat) dan dibuat dengan mengempa campuran serbuk dalam mesin tablet. Definisi lain tablet kempa adalah unit bentuk sediaan solid, dibuat dengan mengempa suatu campuran serbuk yang mengandung zat aktif dengan atau tanpa bahan tanbahan atau bahan tertentu yang dipilih guna membantu dalam proses pembuatan dan untuk menciptakan sifat-sifat sediaan tablet yang dikehendaki (Siregar dan Wikarsa, 2010).

Pada umumnya bahan baku tablet terdiri dari zat aktif dan bahan tambahan. Adapun bahan tambahan yang sering digunakan dalam penelitian yang terdiri dari :

1. Amilum Manihot

Pati pada umumnya digunakan sebagai pengisi dan pengikat dalam tablet yang dibuat dengan metode granulasi basah dan kering. Amilum mengandung lembap yang beragam antara 11% dan 14% (Siregar dan Wikarsa, 2010).

2. Laktosa

Laktosa hidrat merupakan pengisi yang paling luas digunakan dalam formulasi sediaan tablet. Zat ini menunjukkan stabilitas yang baik dalam gabungan dengan kebanyakan zat aktif hidrat ataupun anhidrat. Laktosa hidrat mengandung kira-kira 5% air kristal. Laktosa merupakan eksipien yang baik sekali digunakan dalam tablet yang mengandung zat aktif berkonsentrasi kecil karena mudah melakukan pencampuran yang homogen (Siregar dan Wikarsa, 2010).

(10)

3. Mikrokristalin selulosa

Dalam perdagangan, bahan ini sering dihubungkan sebagai Avicel PH 101 (serbuk) dan Avicel PH 102 (granula) yang digunakan secara luas dalam pembuatan tablet kempa langsung dan menunjukkan kekerasan dan friabilitas yang baik. Avicel mampu menahan (memegang) lebih dari 50% zat aktif (Lieberman, et al., 1989).

4. Mg stearat

Mg stearat digunakan sebagai glidan dan antiadheren untuk mengurangi gesekan antarpartikulat sehingga dapat mengalir dari lubang corong yang lebih besar ke lubang yang lebih kecil dan akhirnya ke dalam lubang kempa mesin tablet (Siregar dan Wikarsa, 2010).

5. Talk

Talk berfungsi sebagai lubrikan dan glidan. Talk juga digunakan secara luas dan mempunyai sifat menguntungkan, yaitu meminimalkan setiap kecenderungan zat yang melekat pada permukaan pons (Banker dan Anderson, 1994).

Terdapat beberapa metode pembuatan tablet yang digunakan dalam pembuatan tablet, yaitu:

a. Metode granulasi basah (wet granulation)

Granulasi basah merupakan suatu proses perubahan dari bentuk serbuk yang halus menjadi bentuk granul dengan bantuan larutan dari bahan pengikat yang sesuai. Pada metode granulasi basah ini digunakan bahan pengikat yang ditambahkan harus mempunyai jumlah yang relatif cukup, karena kekurangan atau kelebihan sedikit saja bahan pengikat akan menyebabkan granul yang tidak sesuai dengan yang diinginkan dan akan mempengaruhi hasil akhir tablet (Lieberman, et al., 1989).

(11)

Keuntungan metode granulasi basah, yaitu:

1) Meningkatkan kohesifitas dan kompaktibilitas serbuk sehingga diharapkan tablet yang dibuat dengan mengempa sejumlah granul pada tekanan kompresi tertentu akan menjadi massa yang kompak, mempunyai penampilan, cukup keras dan tidak rapuh

2) Untuk obat dengan sifat kompaktibilitas rendah, dalam takaran tinggi dibuat dengan metode ini tidak perlu bahan penolong yang menyebabkan bobot tablet lebih besar

3) Sistem granulasi basah mencegah terjadinya segregasi komponen penyusun tablet yang homogen selama proses pencampuran

4) Untuk yang hidrofob maka granulasi basah dapat memperbaiki kecepatan pelarutan kecepatan obat (Lieberman, et al., 1989).

Kelemahan granulasi basah yaitu tidak memungkinkan untuk dikerjakan pada obat-obat yang sensitif terhadap kelembaban dan panas serta disolusi obat lebih lambat. Pada metode ini memerlukan peralatan dan penanganan khusus serta tenaga yang cukup besar (Lieberman, et al., 1989).

b. Metode granulasi kering (dry granulation)

Metode pembuatan tablet yang digunakan jika dosis efektif terlalu tinggi untuk pencetakan langsung, obatnya peka terhadap pemanasan, kelembaban, atau keduanya yang mana merintangi dalam granulasi basah.

Pada metode granulasi kering, granul terbentuk oleh penambahan bahan pengikat kedalam campuran serbuk obat dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya lebih besar (slugging) dari campuran serbuk, dan setelah itu memecahkannya menjadi pecahan-pecahan kedalam granul yang lebih kecil (Ansel, 2008).

(12)

c. Metode cetak langsung (direct granulation)

Keuntungan penggunaan metode ini adalah waktu produksi yang lebih singkat, dapat dipakai untuk bahan yang tidak tahan air, tetapi kerugiannya adalah sering terjadi pemisahan antar partikel (segregation) pada waktu partikel turun di hopper ke die sehingga terjadi ketidakseragaman bahan aktif (Ansel, 2008).

Adapun pemeriksaan sifat fisik campuran granul yang sering dilakukan, yaitu:

a. Waktu alir

Merupakan waktu yang diperlukan untuk mengalirkan sejumlah granul pada alat yang dipakai. Apabila granul mempunyai sifat alir yang baik maka pengisian pada ruang kempa menjadi konstan sehingga dihasilkan tablet yang mempunyai bobot seragam (Parrott, 1971).

b. Sudut diam

Sudut diam adalah sudut yang terbentuk antara permukaan tumpukan granul dengan bidang horizontal. Corong berada pada suatu ketinggian yang dikehendaki diatas bidang horizontal. Bubuk atau granul dituang perlahan-lahan sampai didapat tumpukan bubuk yang berbentuk kerucut. Bila sudut diam <30o biasanya menunjukkan bahwa granul dapat mengalir bebas, dan bila sudutnya >40o biasanya sifat alirnya kurang baik (Banker dan Anderson, 1994).

c. Indeks pengetapan

Didefinisikan sebagai penurunan volume sejumlah granul karena kemampuannya mengisi ruang antara granul dan memampat secara lebih rapat. Alat yang digunakan volumeter, terdiri dari gelas ukur yang diletakkan pada suatu alat yang dapat bergerak naik turun secara mekanik dengan bantuan alat penggerak (Banker dan Anderson, 1994).

(13)

Beberapa parameter untuk pemeriksaan kualitas sediaan tablet, yaitu: a. Keseragaman bobot

Variasi bobot tablet dipengaruhi oleh ukuran dan distribusi granul yang berbeda, sifat alir granul yang tidak baik akan menyebabkan jumlah serbuk yang masuk dalam ruang kompresi tidak seragam, sehingga menghasilkan bobot tablet yang berbeda (Lieberman, et al., 1989).

Keseragaman bobot tablet ditentukan berdasarkan banyaknya penyimpangan bobot pada tiap tablet terhadap bobot rata-rata dari semua tablet sesuai syarat yang ditentukan Farmakope Indonesia.

b. Kekerasan

Dinyatakan sebagai daya tahan terhadap tekanan, tegangan, patahan, guliran, gosokan dan jatuhan (Voigt, 1995). Kekerasan tablet umumnya 4-8 kg (Parrott, 1971).

c. Waktu hancur

Didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan untuk hancurnya tablet dalam medium yang sesuai, kecuali dinyatakan lain untuk tablet tidak bersalut tidak lebih dari 15 menit (Parrott, 1971).

d. Kerapuhan

Dinyatakan sebagai ketahanan suatu tablet terhadap goncangan selama proses pengangkutan dan penyimpanan. Tablet yang mudah rapuh dan pecah akan kehilangan keindahan dalam penampilannya serta menimbulkan variasi pada bobot tablet tablet dan keseragaman dosis obat. Nilai kerapuhan yang dapat diterima sebagai batas tertinggi adalah 1% (Banker dan Anderson, 1994).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil : Hasil uji chi square pengetahuan bidan diperoleh sebesar 0,028 yang kurang dari 0,05 sehingga dapat diartikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan pengetahuan

rhizosfer merupakan daerah aktivitas biologis dan kimia tanah, dipengaruhi oleh senyawa yang dikeluarkanoleh akar secara intensif dan merupakan makanan bagi

Semua layer yang telah dihasilkan (R, K, LS, dan CP), selanjutnya digunakan untuk menghitung besarnya laju erosi.. Perhitungan laju

Hal tersebut sudah sesuai dengan nilai representasi, dikarenakan untuk menangkap gambar hanya sebagian tubuh GKR Hemas yaitu mulai dari dada sampai kepala sehingga dapat

penelitian yang dilakukan oleh penulis, bahwa hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika tetap mengacu kepada Undang-Undang

pegawai memperlihatkan tingkat kepercayaan bagi pelanggan, sikap ramah, sopan dan bersahabat menunjukkan adanya perhatian pada konsumen pada saat datang berkunjung dan

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Fakultas Pendidikan Ekonomi dan Bisnis. ©Faozan Rhamdani