• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu terhadap Penurunan Gaya Regang Power Chain Ortodontik dalam Larutan Saliva Buatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Suhu terhadap Penurunan Gaya Regang Power Chain Ortodontik dalam Larutan Saliva Buatan"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Suhu terhadap Penurunan Gaya Regang Power Chain

Ortodontik dalam Larutan Saliva Buatan

Taufik Hamzah Sulaiman*, Yosi Kusuma Eriwati, Decky Joesiana Indrani

Department of Dental Materials, Faculty of Dentistry. Universitas Indonesia. Jakarta 10430. Indonesia

*E-mail: taufik.hamzah@ui.ac.id

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh suhu dan larutan saliva buatan terhadap gaya regang

power chain ortodontik. Digunakan 56 power chain ortodontik merek Ormco, USA, tipe tertutup, yang

diregangkan pada jarak 100% dari panjang awal yaitu 40 mm. Setiap kelompok diregangkan pada plat akrilik yang direndam dalam larutan saliva buatan dan akuades selama 210 menit. Gaya regang diukur menggunakan

correx meter force gauge dengan satuan gram-force (gf) pada awal dan akhir perendaman. Perlakuan suhu yang

digunakan adalah 4oC diperoleh dari mesin pendingin, 23oC diperoleh dari penyimpanan pada suhu kamar, 37oC diperoleh dari penyimpanan dalam inkubator dan 55oC diperoleh dari pemanasan dengan hot plate. Hasil penelitian ini adalah terjadi penurunan gaya regang yang berbeda bermakna (p<0,05) pada berbagai suhu perendaman. Pengaruh media perendaman berupa larutan saliva buatan dan akuades menghasilkan penurunan gaya regang pada perlakuan suhu 23oC yang berbeda bermakna (p<0,05), tetapi hasil pada 4oC, 37oC dan 55oC tidak berbeda bermakna.

Effect of Temperature towards Tensile Force of Orthodontics Power Chain in Artificial Saliva Solution

Abstract

The objective of this study was to determine the effect of temperature and artificial saliva solution toward tensile force of orthodontic power chain. Specimens of 56 orthodontic power chain brand Ormco, USA, closed type, which stretched at 100% of the initial length, 40 mm. Each group is stretched on acrylic plate immersed in artificial saliva solution and aquadest for 210 minutes. Tensile force was measured using correx meter force gauge with units of grams-force (gf) at the initial and final of the immersion. The temperature used in this study is 4oC obtained from the refrigerator, 23oC obtained from storage at room temperature, 37°C obtained from storage in incubator and 55°C obtained from heating with a hot plate. The results of this study were decreased tensile force that is significant (p <0.05) at various temperatures immersion. Effect of immersion medium in the form of artificial saliva solution and aquadest resulted in a decline in tensile force at 23oC temperature treatment were significantly different (p<0.05), but the results at 4°C, 37°C and 55°C are not significantly different.

Keyword: artificial saliva; aquadest; power chain; temperature; tensile force.

Pendahuluan

Bentuk susunan gigi, terutama bagian anterior dapat menjadi faktor yang mempengaruhi penilaian atau persepsi seseorang terhadap masalah estetika gigi.1 Perawatan ortodonti

(2)

sehingga mendukung estetika. Perawatan ortodonti pada umumnya menggunakan piranti yang bertujuan untuk menyalurkan gaya langsung ke gigi agar bergerak ke posisi yang ideal, yang terdiri dari kawat stainless steel, karet elastik elastomer, maupun kombinasi antar keduanya. Penggunaan piranti ini bertujuan untuk menyalurkan gaya langsung ke gigi agar bergerak ke posisi yang ideal. Saat ini, penggunaan bahan elastik elastomer seperti power

chain lebih banyak digunakan daripada kawat stainless steel.2

Power chain merupakan karet elastomer yang terbuat dari polyurethane, berbentuk rantai

panjang dengan lubang yang saling terhubung (inter-koneksi) dan tersedia dalam berbagai warna. Mekanisme kerja power chain adalah menarik gigi dengan kemampuan elastiknya. Besar gaya yang diberikan oleh elastis dalam hal ini secara langsung berkaitan dengan jumlah dan jarak perlekatan ring power chain tergantung pada tujuan perawatan ortodontik.3

Keuntungan dari penggunaan rantai elastomer seperti ini adalah mudah digunakan, sedikit atau bahkan tidak memerlukan kerjasama pasien, biokompabilitas baik, relatif higienis dan lebih ekonomis. Sedangkan dari sisi kerugiannya adalah gaya yang dihasilkan adalah gaya

irreversible sehingga perlu dilakukan penggantian pada waktu tertentu.4. Hal ini terjadi

karena banyak faktor yang mempengaruhinya, salah satunya adalah suhu rongga mulut. Menurut penelitian sebelumnya, rantai elastomer seperti power chain sangat dipengaruhi oleh suhu, yaitu penurunan gaya meningkat seiring dengan meningkatnya suhu dalam mulut.5 Salah satu perbedaan budaya pola makan yang terjadi adalah konsumsi makan dan minum sehari-hari. Orang Amerika Utara biasanya meminum air dingin saat mereka makan, berbeda dengan orang Eropa yang lebih menyukai meminum air pada suhu ruang, serta lain halnya dengan orang Asia yang gemar meminum air hangat atau teh.6 Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengaruh suhu konsumsi makanan dan minuman dapat menurunkan (atau menaikkan) suhu rongga mulut.7 Hal ini akan berdampak pada gaya regang yang dihasilkan pada pemakaian power chain ortodontik yang dinyatakan oleh Taloumis dkk (1997). Pengujiannya menggunakan berbagai merek power chain pada suhu ruang (23oC) dan suhu mulut (37oC) dan dihasilkan bahwa terjadi penurunan gaya regang yang lebih besar pada suhu mulut.8 Adanya penurunan gaya regang yang bervariasi inilah yang dapat menyulitkan para ortodontis untuk menentukan lama penggantian power chain yang sebenarnya disalurkan ke gigi-geligi untuk mendapatkan hasil yang optimal.9

(3)

Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh berbagai suhu yang dihasilkan seperti yang terjadi dalam mulut, yang dapat mempengaruhi penurunan gaya regang power chain ortodonti.

Tinjauan Teoritis Power Chain Ortodontik

Power chain merupakan salah satu alat kedokteran gigi yang biasa dipakai dalam piranti

ortodonti cekat. Alat ini terbuat dari elastik sintetis diproduksi dari derivat minyak bumi yaitu

polyurethane.10 Power chain adalah suatu elastik yang tersedia dalam bentuk rantai panjang

dengan lubang yang saling terhubung (inter-koneksi), bila diaplikasikan akan menyerupai pita yang menyambungkan gigi satu dengan yang lain. Rantai elastomer ini dikenalkan kepada profesi ortodontis sekitar tahun 1960, hingga sekarang elastik ini banyak dipakai.3 Penggunaan power chain tidak terlepas dengan alat ortodonti lainnya, seperti bracket pada piranti ortodontik cekat. Fungsi power chain dalam kedokteran gigi khususnya di bidang ortodontik adalah untuk menggerakkan gigi dan penutupan ruang (space closure). Power

chain yang beredar di pasaran dapat dibagi menjadi 3 kekuatan yang berbeda berdasarkan

jarak antar rantainya, yaitu tipe panjang, tipe pendek dan tipe bersambung. Penggunaan rantai terbuka (tipe panjang & pendek) digunakan untuk menutup ruang yang lebar, biasanya karena prosedur ekstraksi gigi. Sedangkan rantai tertutup (bersambung) digunakan untuk menutup jarak antar gigi yang lebih sempit.11

Tahapan Pembuatan Power Chain

Rantai elastomer ini termasuk material viskoelastik dengan sifat padat dan cairan kental yang dipengaruhi oleh waktu dan suhu.10 Power chain dengan bahan dasar polyurethane, yang terdiri dari kumpulan ikatan monomer berupa urethane. Elastomer ini memiliki beberapa tahap pembuatan yang diawali dengan pembentukan polimer dengan berat molekul rendah yang selanjutnya direaksikan dengan diisocyanat sehingga menghasilkan prepolimer.2

Dalam dunia industri polimer, power chain dibuat dalam suhu tertentu sehingga dapat menghasilkan bentuk yang elastik. Hal ini dikenal istilah glass transition temperature (Tg),

(4)

bagi industri dan biomekanikal dari polyurethane berkisar antara -50oC sampai -80oC.2 Penggunaan suhu yang tidak tepat dalam pembuatan dan penyimpanan power chain akan mempengaruhi struktur dan sifat dari power chain sehingga gaya yang dihasilkan juga tidak sesuai dengan yang diinginkan dan akan mempengaruhi bentuk fisik dari power chain. Sifat kaku power chain berbanding lurus dengan nilai Tg, hal ini berarti semakin tinggi nilai Tg maka power chain semakin kaku, semakin rendah Tg power chain semakin elastis bahkan dapat berbentuk cair. Power chain yang lebih kaku akan memiliki gaya yang lebih besar daripada power chain yang elastis. Hal ini dikarenakan modulus elastisitas power chain semakin besar.2

Pada aplikasinya, power chain diharapkan dapat memberikan gaya yang cukup dalam jangka waktu yang lama. Saat ini, modifikasi power chain banyak dilakukan untuk meminimalisasi kekurangan dari struktur penyusunnya yaitu polyurethane. Salah satu modifikasi yang dilakukan yaitu dengan mengubah komposisinya. Semakin panjang rantai atom power chain maka ikatan rantai atomnya semakin kuat. Pemanjangan rantai dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah atom karbon pada saat reaksi diisocyanat tersebut. Ikatan yang lebih kuat akan mengakibatkan berkurangnya penyerapan air dari polimer. Dengan hal ini, maka deformasi permanen juga semakin berkurang.10

Sifat Power Chain

Polimer terdiri dari ikatan-ikatan dengan gaya ikatan primer dan sekunder yang rendah. Pada awalnya, polimer tampak terlihat sebagai suatu pola spiral. Pola ini memungkinkan power

chain untuk memiliki sifat dapat kembali ke ukuran semula (elastic memory) dan bentuk

semula (shape memory) setelah mengalami peregangan. Ikatan primer power chain akan tetap berikatan silang hingga mencapai batas elastis dari power chain. Akan tetapi bila peregangan melebihi batas elastik dapat berakibat terjadinya deformasi yang menghasilkan perubahan struktur ikatan yang semula spiral menjadi linier, sehingga power chain akan rusak dan kehilangan sifat elastisnya.9

Dalam keadaan tanpa tekanan, elastomer akan berbentuk amorf dan terdiri dari rantai molekul yang saling berikatan silang, sangat bengkok, tertekuk, dan melingkar. Pada saat dilakukan penarikan, terjadi deformasi elastik dengan terurainya dan terjadi pelurusan sebagian molekul, pemanjangan yang dihasilkan searah dengan arah penarikan.12 Namun,

(5)

peregangan dari segmen rantai harus dibatasi agar polimer untuk kembali ke bentuk aslinya, karena pergerakan yang berlebihan akan menyebabkan deformasi permanen dari material.2 Peranan dari gaya penggerak pada deformasi elastis adalah suatu parameter termodinamika yang disebut entropi, yang merupakan ukuran tingkat ketidakteraturan dalam sistem. Entropi meningkat dengan meningkatnya ketidakteraturan. Pada elastomer yang ditarik, rantai menjadi lurus dan lebih selaras sehingga sistem menjadi lebih teratur. Dari pernyataan ini, entropi akan meningkat jika rantai kembali ke keadaan semulanya yaitu tertekuk dan kontur yang melingkar. Ada dua hasil menarik yang disebabkan oleh efek entropi ini, yaitu pertama ketika meregang, elastomer akan mengalami kenaikan suhu dan yang kedua modulus elastisitas akan meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Hal ini berlawanan dengan reaksi bahan terhadap pemanasan yang ditemukan dalam bahan lainnya, seperti logam, kaca, dll.12

Reaksi polimer terhadap gaya mekanik pada suhu tinggi dipengaruhi oleh struktur molekul di dalamnya. Suatu klasifikasi berdasarkan reaksi bahan terhadap meningkatnya suhu dibagi menjadi 2 jenis, yaitu termoset (atau polimer termoset) dan termoplastik (atau polimer termoplastik). Polimer termoset secara permanen menjadi keras dimulai dari proses pembuatannya dan tidak melunak jika dipanaskan. Polimer ini pada umumnya lebih keras, lebih kuat dan memiliki stabilitas dimensi yang lebih baik dari daripada termoplastik. Ikatan antar rantai termoset berupa ikatan silang yang meluas hingga 10-50%. Pada saat pemanasan, ikatan antar rantai secara bersama-sama berusaha untuk menghambat getaran dan rotasi molekul sehingga polimer termoset tidak akan melunak saat dipanaskan. Hanya pada pemanasan dengan suhu yang berlebihan yang akan menyebabkan pemutusan ikatan silang ini.12

Power chain ortodontik merupakan polimer termoplastik. Polimer termoplastik akan melunak

bila dipanaskan (dan akhirnya mencair), sebaliknya akan mengeras bila didinginkan. Proses ini dapat terjadi secara reversibel dan dapat diulang. Di tingkat molekuler, pada saat suhu dinaikkan, kekuatan ikatan sekunder akan berkurang (dengan gerak molekul meningkat) sehingga pergerakan rantai yang relatif berdekatan difasilitasi pergerakannya. Hasil degradasi menjadi ireversibel ketika termoplastik mengalami kenaikan suhu yang terlalu tinggi.12

(6)

Power chain akan mengalami penurunan gaya regang selama aplikasi penggunaan, hal ini

yang menyebabkan power chain perlu diganti secara berkala untuk mempertahankan gaya yang diterapkan pada gigi. Menurut penelitian, power chain mengalami penurunan gaya terbesar pada 24 jam pertama pemakaian yaitu sekitar 50%-75% dari gaya awal. Setelah 3 minggu pemakaian gaya regang yang berkurang sekitar 10%.13

Faktor yang Mempengaruhi Gaya Regang Power Chain

Profit (2007) menjelaskan bahwa salah satu faktor terbesar yang mempengaruhi gaya elastik adalah sifat menyerap air dan cepat mengalami penurunan gaya regang dalam lingkungan rongga mulut.4 Power chain dapat menyerap molekul-molekul air. Ion hidrogen dari air akan masuk kedalam molekul polimer. Masuknya ion ini terjadi karena adanya muatan negatif dari atom oksigen yang ada pada polimer, sehingga power chain akan mengembang. Air yang berada di dalam polimer akan menyebabkan jarak antar molekul polimer menjadi jauh sehingga gaya yang dihasilkan juga semakin kecil.2

Pada saat penggunaan dalam rongga mulut, suhu menjadi efek terbesar yang mempengaruhi rantai elastomer, penurunan gaya akan semakin meningkat pada suhu yang lebih tinggi.5 Pada suhu tinggi, elastik akan lebih fleksibel dan lebih lebar, tetapi susunan partikelnya menjadi lebih kecil. Akan tetapi, pada suhu rendah, elastik juga dapat lebih meregang dan mengalami peregangan tetapi dalam ukuran yang lebih sedikit, hal ini karena molekul sebenarnya menjadi lebih terorganisasi menjadi bentuk yang dapat melakukan regangan yang lebih efisien. Intinya, molekul akan bergerak lebih cepat saat suhu panas dan lebih lambat saat suhu rendah. Elastik akan lebih rapuh ketika terpapar suhu panas karena penyusutan molekul.12 Beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi gaya regang power chain adalah pergerakan gigi, variasi pH, obat kumur dengan fluoride, enzim dalam saliva, tekanan pengunyahan juga termasuk faktor pengaruh penurunan gaya.11,14,15

Suhu Rongga Mulut

Suhu adalah besaran atau ukuran kuantitatif terhadap temperatur, derajat panas. Alat pengukur suhu adalah termometer.16 Suhu tubuh manusia merupakan besaran derajat panas yang dihasilkan sel tubuh untuk melaksanakan fungsi esensial bagi kelangsungan tubuh dan berperan dalam keseimbangan homeostatik. Suhu inti internal secara homeostasis

(7)

dipertahankan sebesar 37.8oC (100oF), dengan suhu mulut dalam keadaan istirahat adalah 37oC (98,6oF).16

Suhu mulut manusia merupakan salah satu indikator dalam menentukan suhu tubuh, Menurut Ronald (2010), pengambilan suhu di dalam mulut normal sekitar 37oC, di antara lengan sekitar 36,5oC, sedangkan rectum (anus) sekitar 37,5oC.17 Suhu tubuh ini dikendalikan oleh pusat integrasi termoregulasi manusia yang berada di otak yaitu hipotalamus. Bagian ini mengendalikan suhu tubuh dari pengaruh suhu luar dengan tujuan untuk mempertahankan homeostasis dengan cara menerima informasi melalui saraf aferen di setiap bagian tubuh dan melakukan penyesuaian bila terjadi penyimpangan dari batasan normal suhu tubuh dengan mekanisme penyeimbangan panas.16

Respon hipotalamus dalam termoregulasi juga terjadi dalam rongga mulut. Gigi dan mukosa mulut diinervasi oleh sistem saraf yang dapat mengidentifikasi suhu sehingga menyulitkan manusia untuk mengonsumsi makanan atau minuman yang jauh melebihi batas spectrum suhu normal.17

Salah satu jenis konsumsi yang sering diminum masyarakat secara luas dengan suhu tinggi adalah kopi. Menurut Watts (2001), kebiasaan minum kopi pada setiap orang memiliki frekuensi yang berbeda-beda sesuai dengan usia. Frekuensi minum kopi rata-rata pada usia 30-39 tahun tahun yaitu dua cangkir sehari dengan lama konsumsi 15 menit hingga 30 menit dengan 5 menit pada suhu stabil. Frekuensi tertinggi terdapat pada usia 60-69 tahun dengan rata-rata 2,5 gelas per hari.18,19

Barclay (2005) mengungkapkan bahwa cairan dengan kisaran suhu tinggi dapat ditoleransi oleh variasi kelompok tertentu, tetapi tidak halnya dengan cairan dingin. Suhu maksimal yang dapat meningkatkan suhu mulut sekitar 70oC dan suhu minimal konsumsi minuman dingin minimal pada gigi yang sama sekitar 0oC. Bagian permukaan bukal pada gigi anterior bawah dan palatal anterior atas merupakan daerah yang terkena fluktuasi suhu tertinggi selama meminum cairan dengan gelas.20 Hal ini berpengaruh pada pengguna piranti ortodonti cekat yang menggunakan power chain karena suhu konsumsi dapat mempengaruhi penurunan gaya regang pada pemakaian power chain ortodonti.

(8)

Pengukuran Gaya dengan Correx Meter Force Gauge

Correx Meter Force Gauge (gambar 1) merupakan alat pengukur yang diproduksi oleh

Haag-Streit, Swiss. Instrumen ini ideal untuk mengukur dan mengkalibrasi tekanan atau gaya yang dibutuhkan dalam berbagai keperluan, contohnya dalam bidang kedokteran gigi alat ini digunakan dalam ortodontik, implant gigi dan kedokteran gigi anak. Ketika melakukan pengukuran, penting untuk menjaga arah pergerakan jarum indikator karena perubahan arah jarum akan menghasilkan pembacaan yang salah.21

Pengukur ketegangan Correx yang digunakan pada penelitian ini adalah correx meter force

gauge 100-500g. Rentang ukuran tersedia dalam dua jenis, yaitu gramm/pond (gf) dan

centiNewton, pada dial yang sama.

Gambar 1. Correx meter force gauge

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan uji eksperimental laboratorik yang dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengembangan Material Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (PPMKG FKG UI) pada bulan November hingga Desember 2014. Penguijian dilakukan terhadap lima puluh enam spesimen power chain ortodontik (Generation II, Ormco, USA) dengan tipe bersambung berukuran 20 mm (6 lumen). Peregangan dilakukan pada plat akrilik dengan dua baris pasak stainless steel yang berjarak 40 mm atau 100% dari panjang awal spesimen dengan tujuh buah pasak pada setiap baris. Ada dua jenis media perendaman yang digunakan selama penelitian, yaitu larutan saliva buatan Fusayama Meyer dan akuades dengan pH 7. Spesimen dibagi menjadi delapan

(9)

kelompok, yaitu saliva 4oC, saliva 23oC, saliva 37oC, saliva 55oC, akuades 4oC, akuades 23oC, akuades 37oC, dan akuades 55oC yang masing-masing berjumlah tujuh buah spesimen.

Gambar 2. Power chain ortodontik (Generation II, Ormco, USA)

Selanjutnya, spesimen direndam berdasarkan kelompok suhu yang ditentukan yaitu 4oC yang diperoleh dari penyimpanan pada mesin pendingin, 23oC yang diperoleh dari penyimpanan pada suhu ruang, 37oC yang diperoleh dari penyimpanan pada inkubator dan 55oC yang diperoleh dari pemanasan dan dipertahankan dengan hot plate. Lama perendaman yang digunakan untuk merendam sampel power chain ortodontik adalah 210 menit, yang merupakan asumsi waktu konsumsi minuman dalam suhu stabil selama 5 menit sebanyak 3 kali sehari dan pergantian power chain setiap 14 hari.

Pengujian gaya regang dilakukan dengan alat correx meter force gauge pada saat sebelum dan sesudah perendaman. Secara umum, cara pengukuran yang digunakan adalah dengan ujung lumen pertama power chain diletakkan pada kawat plat akrilik dan ujung lumen terakhir disematkan pada lengan pengait correx meter. Selajutnya, penarikan dilakukan hingga jarak yang ditentukan, dalam hal ini sejauh 40 mm atau 100% panjang awal dan lihat besaran gaya pada dial di bagian “gramm/pond” untuk menghasilkan satuan gram-force. Besaran gaya yang dihasilkan pada pengukuran dapat dilihat dengan bantuan jarum indikator pada dial. Pengukuran setelah perendaman dilakukan dengan keadaan awal power chain tidak teregang, kemudian dilakukan uji regang dengan jarak yang ditentukan (40 mm). Setelah itu, hasil uji diterapkan dalam rumus yang telah ditentukan untuk mendapatkan rerata penurunan

(10)

gaya regang power chain. Rumus persentase penurunan gaya regang power chain ortodonti yang digunakan adalah sebagai berikut:

% penurunan gaya regang = selisih gaya awal dan akhir x 100 gaya awal

Data hasil penelitian kemudian dikumpulkan dan dianalisa menggunakan program Special Package for Social Science (SPSS) 17.0 untuk pengujian statistik. Analisis data yang digunakan berupa analisis statistik deskriptif, untuk mendapatkan nilai rerata persentase dan standar deviasi (SD) masing-masing kelompok. Kemudian dilakukan analisis normalitas data, untuk mengetahui apakah distribusi data hasil pengujian memiliki distribusi normal. Analisis

One-Way ANOVA dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaan penurunan gaya regang

power chain karena pengaruh suhu.dan media perendaman dan dilanjutkan dengan analisis

post hoc Tukey untuk mengidentifikasi antar kelompok variabel dengan pengaruh suhu dan

media perendaman.

Hasil Penelitian

Pengukuran power chain telah dilakukan sebelum dan sesudah perendaman pada suhu yang bervariasi, yaitu pada suhu 4oC, 23oC, 37oC dan 55oC. Pada penelitian ini, larutan perendaman yang digunakan adalah larutan saliva buatan dan akuades. Secara garis besar, terjadi deformasi pada setiap sampel berupa pemanjangan dari keadaan semula dan adanya penurunan gaya regang. Besar rerata persentase penurunan gaya regang power chain di setiap kelompok perlakuan dapat dilihat di tabel I dan tabel II.

Tabel I. Persentase Penurunan Gaya Regang Power Chain dalam Saliva Buatan pada Berbagai Suhu Perendaman

Suhu Perendaman (oC)

Besar Gaya Regang Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Penurunan Gaya (%) (gf) (gf) 4 ± 2 382,86 ± 4,88 357,14 ± 4,88 6,71 ± 1,35 23 ± 2 384,29 ± 5,34 342,86 ± 4,88 10,77 ± 1,69 37 ± 2 381,43 ± 6,90 311,43 ± 6,90 18,35 ± 1,40 55 ± 2 378,57 ± 6,90 240,00 ± 5,77 36,61 ± 0,85

(11)

Tabel II. Persentase Penurunan Gaya Regang Power Chain dalam Akuades pada Berbagai Suhu Perendaman

4 ± 2 384,29 ± 5,34 358,57 ± 6,90 6,69 ± 1,38 23 ± 2 372,86 ± 4,88 317,14 ± 4,88 14,94 ± 1,34 37 ± 2 378,57 ± 3,78 304,29 ± 9,76 19,64 ± 2,15 55 ± 2 378,57 ± 3,78 231,43 ± 6,90 38,87 ± 1,86

Gambar 1. Diagram persentase penurunan gaya regang power chain dalam saliva buatan dan akuades terhadap berbagai suhu perendaman.

Dari tabel I dan II dapat terlihat bahwa penurunan gaya regang power chain yang paling kecil terjadi pada kelompok perlakuan suhu 4oC dan paling besar pada kelompok suhu 55oC, baik pada media perendaman berupa larutan saliva buatan maupun akuades. Data hasil penurunan gaya regang power chain dengan larutan saliva buatan terlihat pada tabel I. Berdasarkan uji homogenitas data, signifikansi data yang dihasilkan memiliki variasi data yang homogen sehingga dapat dilakukan uji analisis data dengan One-Way ANOVA. Hasil analisis data dengan One-Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p<0,05) pada antar kelompok perlakuan suhu dengan perendaman larutan saliva buatan. Pada tabel III, terlihat hasil uji statistik menggunakan analisa Post-hoc Tukey untuk mengidentifikasi perbandingan

6.71   10.77   18.35   36.61   6.69   14.8   19.63   38.86   0   5   10   15   20   25   30   35   40   45   4   23   37   55   Penurunan  Ga ya  T arik  ( %)  

Suhu  Media  Perendaman  (oC)  

Saliva  Sinte5k   Akuades   Suhu Perendaman

(oC)

Besar Gaya Regang Sebelum Perendaman Setelah Perendaman Penurunan Gaya (%) (gf) (gf)

(12)

saliva buatan. Berdasarkan analisa Post-hoc Tukey dapat diketahui bahwa penurunan gaya regang power chain antar seluruh kelompok perlakuan suhu dalam perendaman dengan larutan saliva buatan terlihat berbeda bermakna (p<0,05).

Tabel III. Hasil analisa post-hoc tukey pada penurunan gaya regang

Power chain dalam larutan saliva buatan pada berbagai suhu perendaman.

Dalam Saliva Buatan

Suhu (◦C) 4 23 37 55 Da la m Sa li va B ua ta n 4 * * * 23 * * * 37 * * * 55 * * * (p < 0,05)

Hasil analisis data dengan One-Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p<0,05) antar kelompok media perendaman pada suhu yang sama. Pada tabel IV, terlihat hasil uji statistik menggunakan analisa post-hoc Tukey untuk mengidentifikasi perbandingan penurunan gaya regang antar kelompok dalam media perendaman saliva buatan dan akuades pada berbagai suhu. Berdasarkan analisa post-hoc Tukey dapat diketahui bahwa penurunan gaya regang power chain pada media perendaman saliva buatan dan akuades memiliki hasil berbeda bermakna (p<0,05) hanya pada perlakuan suhu 23oC. Hasil tidak berbeda bermakna ditunjukkan pada kelompok suhu lainnya, yaitu 4oC, 37oC dan 55oC.

Tabel IV. Hasil analisa post-hoc tukey pada penurunan gaya regang Power chain dalam larutan saliva buatan dan akuades pada berbagai suhu perendaman.

Dalam Saliva Buatan

Suhu (◦C) 4 23 37 55 Da la m Ak ua de s 4 23 * 37 55 (p < 0,05)

(13)

Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa power chain dengan gaya regang awal sebesar 381,8 ± 28,2 gf dalam larutan saliva buatan dengan suhu berbeda menghasilkan penurunan gaya regang yang bervariasi. Gaya regang akhir yang dihasilkan pada perlakuan suhu 4oC, 23oC, 37oC dan 55oC secara berurutan sebesar 357,14 ± 4,88 gf; 342,86 ± 4,88 gf; 311,43 ± 6,90 gf dan 240,00 ± 5,77 gf dengan hasil penurunan gaya regang berturut-turut sebesar 6,8%; 10,8%; 18,3% dan 36,6%. Perhitungan statistik menunjukkan bahwa penurunan gaya regang antar kelompok perlakuan suhu ini terlihat berbeda bermakna (p<0,05).

Proses peregangan power chain yang dilakukan pada jarak dan waktu tertentu menyebabkan penurunan gaya regang awal. Hal ini terjadi karena power chain yang diregangkan akan mengalami pergeseran dan pemanjangan ikatan struktur penyusunnya. Pergeseran ikatan struktur akan mengakibatkan perubahan yang lambat dan permanen, sedangkan pemanjangan ikatan struktur akan mengakibatkan perubahan sangat cepat dan tidak permanen. Kedua sifat ini mengakibatkan power chain memiliki gaya yang stabil tetapi dalam jangka waktu tertentu

power chain akan mengalami penurunan gaya dan deformasi permanen.2 Hal ini didukung

oleh penelitian yang dilakukan oleh Syaukani pada tahun 2011 yang menunjukkan bahwa penurunan gaya power chain dengan berbagai merek paling besar terjadi pada 24 jam pertama material, untuk selanjutnya gaya akan menurun sedikit demi sedikit secara konstan.14 Suhu berpengaruh pada penurunan gaya regang power chain yang dibuktikan dengan adanya perbedaan bermakna (p<0,05) antar kelompok perlakuan suhu. Penurunan gaya regang yang paling rendah terlihat pada kelompok dengan perlakuan suhu 4oC, sebaliknya pada kelompok dengan perlakuan suhu tertinggi (55oC) mengalami penurunan gaya regang yang tertinggi pula. Penelitian oleh Taloumis, dkk pada tahun 1997 mengungkapkan bahwa penurunan gaya regang karet elastomer dipengaruhi oleh suhu (53% sampai 68%) dalam 24 jam pertama.8 Selain itu, penelitian Nattrass pada tahun 1998 menyatakan bahwa rantai elastomer dipengaruhi oleh suhu sehingga penurunan gaya regang meningkat seiring dengan meningkatnya suhu.5

Power chain ortodontik merupakan polimer termoplastik yang terbuat dari polyurethane.

(14)

sekunder akan berkurang (dengan gerak molekul meningkat) sehingga pergerakan rantai yang relatif berdekatan difasilitasi pergerakannya.12 Hal ini terlihat pada hasil penelitian bahwa semakin tinggi suhu yang diterima power chain, maka penurunan gaya yang dihasilkan akan semakin tinggi.

Dalam penelitian ini, perendaman power chain dalam akuades dengan suhu berbeda menghasilkan penurunan gaya regang yang bervariasi pula. Gaya regang akhir yang dihasilkan pada perlakuan suhu 4oC, 23oC , 37oC dan 55oC secara berurutan adalah sebesar 358,57 ± 6,90 gf; 317,14 ± 4,88 gf; 304,29 ± 9,76 gf dan 231,43 ± 6,90 gf, dengan hasil penurunan gaya regang berturut-turut sebesar 6,7%; 14,9%; 19,6% dan 38,9%. Perhitungan statistik menunjukkan bahwa penurunan gaya regang antar kelompok perlakuan suhu dalam akuades ini terlihat berbeda bermakna (p<0,05).

Secara deskriptif, dapat dilihat pada gambar 1 bahwa gaya regang dalam perendaman dalam saliva buatan mengalami penurunan yang lebih sedikit dibandingkan dengan perendaman dalam akuades. Akan tetapi dengan analisa statistik post-hoc Tukey, hanya pada perlakuan suhu 23oC yang terlihat berbeda bermakna (p<0,05) antara perendaman dalam larutan saliva buatan dan dalam akuades. Sementara itu, pengujian dalam suhu lainnya seperti 4oC, 37oC dan 55oC menunjukkan hasil tidak berbeda bermakna. Hal ini dapat disebabkan oleh proses penarikan ion H+ yang bermuatan positif dari molekul air ke dalam molekul polimer sehingga rantai elastomer menjadi lebih besar, sehingga menyebabkan antar struktur polimer lebih jauh yang menyebabkan masuknya molekul air, pada akhirnya gaya regang rantai elastomer menjadi lebih kecil.9 Oleh karena itu, pengaruh saliva buatan terhadap penurunan gaya regang power chain ortodontik lebih disebabkan oleh pengaruh suhu dibandingkan dengan kandungan mineral dalam larutan saliva buatan.

Kesimpulan

Kesimpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penurunan gaya regang power chain ortodontik dipengaruhi oleh suhu perendaman. 2. Gaya regang power chain ortodontik yang direndam di dalam saliva buatan

(15)

penurunan gaya yang berbeda bermakna, sedangkan pada suhu 4oC, 37oC maupun 55oC tidak terdapat perbedaan yang bermakna.

Saran

Bagi peneliti selanjutnya:

1. Perlu penelitian lebih lanjut dengan membandingkan pH saliva buatan terhadap penurunan gaya regang.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan berbagai merek power chain lainnya. 3. Perlu penelitian lebih lanjut secara in vivo untuk melihat besarnya penurunan gaya

regang power chain terhadap perubahan suhu mulut dan saliva manusia. Bagi ortodontis dan pasien

1. Sebaiknya pasien dianjurkan untuk lebih memilih konsumsi makanan atau minuman dengan suhu rendah selama masa pemakaian power chain agar fungsi elastiknya optimal.

2. Sebaiknya ortodontis menyesuaikan lama penggantian power chain berdasarkan karakteristik diet pasien, khususnya suhu makanan dan minuman yang dikonsumsinya.

Kepustakaan

1. Nofrizal, R. (2012) Persepsi Estetika Dental antara Orang Awam dengan Ortodontis berdasarkan Aesthetic Component dari IOTN. Tesis. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia.

2. Brantley, WA., Eliades, T. (2001). Orthodontic Materials: Scientific and Clinical

Aspects. New York: Thieme.

3. Bhalaji, SI. (2004). Orthodontics: The Art and Science. 3rd ed. New Delhi: Arya. 4. Proffit, RP. (2007). Contemporary Orthodontics. 4th ed. Canada: Elsevier.

5. Nattrass, C., Ireland, AJ,. Sherriff, M. (1998). The effect of environmental factors on elastomeric chain and nickel titanium coil springs. European Journal Orthodontics, 20(2):169-176.

(16)

6. Mony, P., Tokar, T., Pang, P., Meullenet, J-F., Fiegel, A., Han-Seok, S. (2013).

Temperature of served water can modulate sensory perception and acceptance of food.

Food Quality and Preference, 28(2):449-455.

7. Engelen, L., de Wijk, RA., Prinz, JF., an der, Bilt A., Janssen, AM., Bosman, F. (2002). The effect of oral temperature on the temperature perception of liquids and semisolids in the mouth. European Journal Oral Science, 110(6):412-416.

8. Taloumis, LJ., Smith, TM., Hondrum, SO., Meade, FGG. (1997). Force decay and Deformation of Orthodontic Elastomeric Ligatures. American Journal Orthodontics

Dentofacial Orthopedics, 111(1):1-11.

9. Brantley M, Eliadest. (2001). Orthodontic Material: Scientific and Clinical Aspects. New York: George Thiemeverlag.

10. Bishara, SE. (2001). Textbook of Orthodontics. Philadelphia: W. B. Saunders; 2001. 11. Baty, D., Storie, D., Von Fraunhofer, J. (1994). Synthetic Elastomeric Chains: A

Literature Review. American Journal Orthodontics Dentofacial Orthopedics, 105:536-542.

12. Callister, WD. (2007). Materials Science and Engineering: An Introduction. 7th ed. USA: John Wiley & Sons, Inc

13. Da Silva, DL., Kochenborger, C., Marchioro, EM. (2009). Force Degradation In Orthodontic Elastics Chains. Rev Odontocienc, 24(3):274-278.

14. Syaukani, A. (2011). Pengaruh Jarak dan Lama Peregangan terhadap Besar Gaya dari Berbagai Macam Produk Rantai Elastomerik. Tesis. Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Indonesia. Jakarta.

15. Ferriter J, M.C., Lorton L. (1990). The Effect of Hydrogen Ion Concentration on Force Degradation Rate of Ortodontics. American Journal Orthodontics Dentofacial.

98(5):404-410.

16. Sherwood L. (2001). Human Phisiology: From Cell to System 2nd ed. New York: Elsevier.

17. Charles D. Lennox, Richard A. Noddin RS. (1993). Device for heating tissue in a patient’s body. Prutech Research And Development Partnership Ii. US5191883, 1-12. 18. Watts, A., Addy, M. (2001). Tooth Discolouration and Staining: a Review of the

Literature. British Dental Journal, 190(6):309-312.

19. National Coffee Association of USA . New York. 2010. Behaviors and attitude.

Portrait of the coffee consumer : The impact of Age, gender & Ethnic on Costumer Behaviors & Attitudes from URL:

(17)

20. Barclay CW, Spence D, Laird WRE. (2005). Intra-oral temperatures during function.

Journal Oral Rehabilitation, 32(12):886-894.

21. Grum, JW. Correx Gram Force Gauge. (2014) Long Island Indicator. Available at: http://www.longislandindicator.com/p10.html. Accessed October 7, 2014.

Gambar

Gambar 1. Correx meter force gauge
Gambar 2. Power chain ortodontik (Generation II, Ormco, USA)
Tabel II. Persentase Penurunan Gaya Regang Power Chain dalam Akuades   pada Berbagai Suhu Perendaman
Tabel III. Hasil analisa post-hoc tukey pada penurunan gaya regang   Power chain dalam larutan saliva buatan pada berbagai suhu perendaman

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa waktu pemingsanan selama 8 jam, suhu pemingsanan pada 6 0 C, suhu simpan pada 18 0 C, dengan penurunan konsentrasi O 2 sebesar 0% di

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa waktu pemingsanan selama 8 jam, suhu pemingsanan pada 6 0 C, suhu simpan pada 18 0 C, dengan penurunan konsentrasi O 2 sebesar 0% di

Pada uji ekstraksi yang telah dilakukan dengan variasi suhu dan massa terhadap solven atau pelarut pada variasi suhu 55 o C, 60 o C, 65 o C dari hasil

Dengan nilai suhu minimum 24,2 o C, rerata suhu 28,1 o C, dan Suhu maksimum 30,6 o C, menunjukkan bahwa keefektifan nilai diupayakan mendekati kondisi minimum untuk penurunan

Dari Tabel 3 diperoleh hasil, bahwa perlakuan pada suhu 35 o C dengan lama thawing 20 detik, 25 detik dan 30 detik masih layak untuk digunakan dalam pelaksanaan IB, sedangkan

Pada power chain yang direndam dalam saliva buatan, chlorhexidine mengandung NaF dan chlorhexidine tanpa NaF, hasil uji statistik menunjukkan tidak terdapat

Tabel 7 menunjukan bahwa interaksi antara suhu pengeringan dengan jenis jagung menunjukkan bahwa suhu pengeringan 60 o C dan 70 o C pada jagung manis dan jagung

Pada uji ekstraksi yang telah dilakukan dengan variasi suhu dan massa terhadap solven atau pelarut pada variasi suhu 55 o C, 60 o C, 65 o C dari hasil