• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapak Maturasi Ikan Komet_kelompok 12

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Lapak Maturasi Ikan Komet_kelompok 12"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM TEKNOLOGI PEMBENIHAN IKAN MATURASI PADA IKAN KOMET DENGAN MENGGUNAKAN PAKAN

YANG DIPERKAYA OLEH TEPUNG OTAK SAPI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Akhir Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan

Disusun oleh :

KELOMPOK 12/ KELAS C

Kelana Putra Thahir 230110130213 Takbir Setiantoro 230110130214 Reyhan Alif 230110130218 Fahira Nur Amalina 230110130225 Rury Ratnafuri 230110130228

UNIVERSITAS PADJADJARAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN PROGRAM STUDI PERIKANAN

JATINANGOR

(2)

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena kami telah menyelesaikan laporan akhir praktikum Teknologi Pembenihan Ikan yang berjudul “Pengaruh Penambahan Tepung Otak Sapi Terhadap Tingkat Kematangan Gonad Ikan Komet (Carassius auratus)”. Tujuan Penulisan laporan ini adalah memenuhi salah satu tugas laporan akhir praktikum Teknologi Pembenihan Ikan semester genap tahun akademik 2015-2016.

Laporan akhir praktikum ini tidak terlepas dari peran serta berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :

1. Tim Dosen Mata Kuliah Teknologi Pembenihan Ikan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran

2. Tim Asisten Praktikum Teknologi Pembenihan Ikan yang telah membimbing dan memberikan arahan dalam kegiatan praktikum

3. Kelompok 12 Perikanan C atas kerjasamanya dalam kegiatan praktikum Penulis telah berusaha sebaik mungkin dalam penulisan laporan akhir praktikum ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran-sarannya agar menjadi masukkan yang berguna bagi penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga laporan akhir praktikum ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Jatinangor, Mei 2016

Penyusun

(3)

ii DAFTAR ISI BAB Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR LAMPIRAN ... vi I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Komet ... 2

2.1.1 Morfologi Ikan Komet... 2

2.1.2 Klasifikasi Ikan Komet... 3

2.1.3 Habitat Ikan Komet ... 3

2.1.4 Reproduksi Ikan Komet... 4

2.2 Maturasi ... 4

2.3 Tepung Otak Sapi ... 5

2.4 Kinerja Reproduksi ... 6

2.4.1 Klasifikasi Tingkat Kematangan Gonad ... 8

2.4.2 Diameter Telur ... 9

2.4.3 Pergerakan Inti Telur ... 9

2.4.4 Tingkat Kematangan Telur ... 10

2.4.5 Indeks Kematangan Gonad ... 10

2.4.6 Fekunditas ... 11

2.5 Kualitas Air... 13

III METODOLOGI PRAKTIKUM 3.1 Waktu dan Tempat... 14

3.2 Alat dan Bahan ... 14

3.2.1 Alat Praktikum ... 14 3.2.2 Bahan ... 14 3.3 Prosedur Praktikum ... 15 3.3.1 Persiapan Praktikum... 15 3.3.2 Pelaksanaan Praktikum ... 15 3.4 Metode... 16 3.5 Analisis Data ... 16

IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan Kelas ... 17

4.1.1 Pengaruh Perbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh Tepung Otak Sapi dengan Dosis yang Berbeda terhadap Tingkat Kematangan Telur dalam Proses Maturasi ... 19

4.1.2 Pengaruh Perbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh Tepung Otak Sapi dengan Dosis yang Berbeda terhadap GSI dalam Proses Maturasi... 22

(4)

iii

4.1.3 Pengaruh Perbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh Tepung Otak Sapi dengan Dosis yang Berbeda terhadap Bobot Gonad dan Fekunditas dalam Proses Maturasi (dalam

5 gr Ikan Sampel)... 23

4.1.4 Pengaruh Perbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh Tepung Otak Sapi dengan Dosis yang Berbeda terhadap Diameter Telur dalam Proses Maturasi... 25

4.2 Hasil dan Pembahasan Kelompok ... 27

4.2.1 Indeks Kematangan Gonad (GSI) ... 29

4.2.2 Diamter Telur ... 29

4.2.3 Persentase Tingkat kematangan telur Ikan ... 30

4.2.4 Fekundutas Ikan ... 31

V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan... 33

5.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA ... 34

(5)

iv DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1 Ciri induk ikan komet (Carassius auratus) ... 12

2 Alat yang digunakan dalam praktikum ... 14

3 Bahan yang digunakan dalam praktikum ... 14

4 Data Mentah (Bagian 1) ... 17

5 Data Mentah (Bagian 2) ... 17

6 Data Mentah (Bagian 3) ... 18

7 Tingkat Kematangan Telur Vitelogenik ... 19

8 Tingkat Kematangan Telur Awal Matang... 20

9 Tingkat Kematangan Telur Matang ... 20

10 Sidik Ragam Tingkat Kematangan Telur Vitelogenik ... 20

11 Sidik Ragam Tingkat Kematangan Telur Awal Matang... 21

12 Sidik Ragam Tingkat Kematangan Telur Matang ... 21

13 GSI... 22

14 Sidik Ragam GSI ... 23

15 Bobot Gonad Per 5 gr Berat Ikan Sampel... 23

16 Fekunditas Per 5 gr Berat Ikan Sampel... 24

17 Sidik Ragam Bobot Gonad Per 5 gr Berat Ikan Sampel ... 24

18 Sidik Ragam Fekunditas Per 5 gr Berat Ikan Sampel ... 25

19 Diameter Telur ... 25

20 Sidik Ragam Diameter Telur ... 26

21 Perbandingan Antara Kelompok yang Perlakuannya Sama ... 27

(6)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Alur Pelaksanaan Praktikum ... 36 2 Dokumentasi kegiatan ... 37

(7)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia, telah banyak ikan hias yang berhasil dibudidayakan, salah satunya adalah ikan komet (Carassius auratus). Ikan komet merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang populer saat ini di kalangan pecinta ikan hias. Kelebihan ikan komet memiliki warna yang indah dan lebih terang, bentuk dan gerakan yang menarik, serta mudah dipelihara dalam akuarium. Saat ini dikenal dua cara pemijahan ikan komet yaitu secara alami atau disebut juga pemijahan secara tradisional, dan pemijahan buatan yaitu menyuntik ikan dengan ekstrak kelenjar hipofisa atau biasa disebut dengan istilah induce breeding. Pemijahan secara buatan biasanya dilakukan untuk merangsang ikan yang sulit memijah atau tidak bisa memijah bila berada dalam lingkungan budidaya.

Dewasa ini, penerapan berbagai pengetahuan mengenai hormone untuk meningkatkan produksi budidaya, bukan lagi hal baru. Sejak dua dekade terakhir, perkembangan endokrinologi ikan sangat berkembang pesat dan berperan serta dalam meningkatkan produksi budidaya, terutama melalui induksi pemijahan, kultur monoseks, dan perangsangan pertumbuhan (Hartanti dan Nurjanah 2008).

Induksi pemijahan pada ikan pertama kali dilakukan di brasil pada tahun 1934 dengan menyuntikan ekstrak kelenjar hypofisa pada calon induk untuk menginduksi ovulasi. Penemuan baru ini merupakan pemecahan masalah budidaya, yang mana ikan tidak dapat matang sempurna da n memijah di dalam wadah pemeliharaan. Sejak saat itu induksi pemijahan berkembang pesat di seluruh penjuru dunia (Hartanti dan Nurjanah 2008).

1.2 Tujuan

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah untuk mengetahui efektifitas konsentrasi tepung otak sapi yang berbeda untuk mempengaruhi tingkat kematangan gonad ikan komet.

(8)

2 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ikan Komet

2.1.1 Morfologi Ikan Komet

Ikan komet memiliki keindahan warna, gerak-gerik, dan bentuk tubuhnya yang unik, oleh karena itu ikan komet digemari oleh masyarakat. Morfologi ikan komet relatif menyerupai dengan morfologi ikan mas. Karakteristik yang membedakan dari ikan komet dan ikan mas adalah bentuk siripnya. Ikan komet mempunyai bentuk sirip yang lebih panjang dari ikan mas, meskipun jika didekatkan keduanya akan sangat mirip, oleh sebab itu diluar negeri ikan komet dijuluki sebagai ikan mas (goldfish). Perbedaan ikan komet jantan dan betina. Ikan komet jantan memiliki sirip dada panjang dan tebal, kepala tidak melebar, tubuh lebih tipis (ramping), sedangkan ikan komet betina memiliki sirip dada relatif pendek dan luar tipis, kepala relatif kecil dan bentuknya agak meruncing, tubuh lebih tebal/gemuk (Lingga dan Heru 1995). Morfologi ikan komet dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ikan Komet (Carassius auratus)

Bentuk tubuh ikan komet agak memanjang dan memipih tegak (compressed) mulutnya terletak di ujung tengah dan dapat disembulkan. Bagian ujung mulut memiliki dua pasang sungut. Di ujung dalam mulut terdapat gigi kerongkongan yang tersusun atas tiga baris dan gigi geraham secara umum. Sebagian besar tubuh ikan komet ditutupi o leh sisik kecuali beberapa varietas yang memiliki beberapa sisik. Sisik ikan komet termasuk sisik sikloid dan kecil.

(9)

Sirip punggung memanjang dan pada bagian belakangnya berjari keras. Letak sirip punggung berseberangan dengan sirip perut. Gurat sisi pada ikan komet tergolong lengkap berada di pertengahan tubuh dan melentang dari tutup insang sampai ke ujung belakang pangkal ekor (Partical Fish Keeping 2013).

Ikan komet sangat aktif berenang baik di dalam kolam maupun di dalam akuarium, tidak dapat bertahan dalam ruang yang sempit dan terbatas, serta membutuhkan filtrasi yang kuat dan pergantian air yang rutin. Ikan komet banyak ditemui dengan warna putih, merah dan hitam, dapat tumbuh dan hidup hingga berumur 7 hingga 12 tahun dan panjang dapat mencapai 30 cm (Partical Fish Keeping 2013).

2.1.2 Klasifikasi Ikan Komet

Menurut Goenarso (2005), identifikasi dan taksonomi ikan komet sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Carassius

Spesies : Carassius auratus 2.1.3 Habitat Ikan Komet

Ikan komet adalah jenis ikan air tawar yang hidup di perairan dangkal yang airnya mengalir tenang dan berudara sejuk. Untuk bagian substrat dasar aquarium atau kolam dapat diberi pasir atau krikil, ini dapat membantu ikan komet dalam mencari makan karena ikan komet akan dapat menyaringnya pada saat memakan plankton. Ikan komet dapat hidup dalam kisaran suhu yang luas, meskipun termasuk ikan yang hidup dengan suhu rendah 15 – 20oC tetapi ikan komet juga membutuhkan suhu yang tinggi sekitar 27 – 30oC. Adapun konsentrasi DO di atas 5 ppm dan pH 5,5 - 9,0. Hal tersebut khususnya diperlukan saat ikan komet akan memijah (Partical Fish Keeping 2013).

(10)

2.1.4 Reproduksi Ikan Komet

Pada upaya pembenihan, seleksi induk merupakan hal yang penting untuk dilakukan agar hasil pemijahan ikan menghasilkan keturunan yang berkualitas. Perbedaan ciri ikan komet jantan dan ikan komet betina dijelaskan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Ciri induk ikan komet (Carassius auratus)

Induk jantan Induk betina

1. Terdapat bintik-bintik bulat menonjol pada sirip dada dan jika diraba terasa kasar

2. Induk yang telah matang gonad jika diurut perlahan dari perut ke arah lubang genital akan keluar cairan berwarna putih

1. Terdapat bintik-bintik pada sirip dada namun terasa halus jika diraba 2. Jika diurut perlahan dari perut ke

arah lubang genital akan keluar cairan kuning bening

3. Induk yang telah matang gonad perutnya terasa lembek juga lubang genital berwarna kemerah-merahan Sumber : Derri 2010

Secara alami, pemijahan terjadi pada tengah malam sampai akhir fajar. Menjelang memijah, induk- induk ikan komet aktif mencari tempat yang rimbun, seperti tanaman air atau rerumputan yang menutupi permukaan air. Substrat inilah yang nantinya akan digunakan sebagai tempat menempel telur sekaligus membantu perangsangan ketika terjadi pemijahan (Gursina 2008).

Sifat telur ikan komet adalah menempel pada substrat. Telur ikan komet berbentuk bulat, berwarna bening, berdiameter 1,5-1,8 mm, dan berbobot 0,17-0,20 mg. Ukuran telur bervariasi, tergantung dari umur dan ukuran atau bobot induk. Embrio akan tumbuh di dalam telur yang telah dibuahi oleh spermatozoa. Antara 2-3 hari kemudian, telur-telur akan menetas dan tumbuh menjadi larva. Larva ikan Komet mempunyai kantong kuning telur yang berukuran relatif besar sebagai cadangan makanan bagi larva. Kantong kuning telur tersebut akan habis dalam waktu 2-4 hari.

2.2 Maturasi

Maturasi adalah peroses pematangan gonad, Kinerja reproduksi merupakan suatu proses reproduksi pada ikan akibat adanya rangsangan dari luar ataupun dari dalam tubuh ikan. Rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan hormonal ataupun rangsangan lingkungan .

(11)

Perkembangan gonad pada reproduksi ikan membutuhkan hormon gonadotropin (GtH). Hormon gonadotropin tersebut diproduksi oleh kelenjar pituitari dan dialirkan oleh darah kedalam gonad. Hormon tersebut kemudian menstimulasi hormon testosteron yang kemudian diubah menjadi hormon estradiol 17β kemudian masuk ke dalam hati melalui aliran darah dan merangsang hati untuk mensintesis vitelogenin (kuning telur) yang akan dialirkan lewat darah menuju gonad untuk diserap oleh oosit sehingga penyerapan vitelogenin ini desertai dengan perkembangan diameter telur (Sumantri 2006 dalam Dodi 2009). Vitelogenin tersebut akan terus terbentuk sampai telur mencapai kematangan. Setelah telur matang maka telur akan menunggu sinyal lingkungan untuk ovulasi dan pemijahan. Perkembangan telur pada tahap penyerapan vitelogenin akan kembali berhenti ketika oosit telah mencapai ukuran maksimal.

Menurut Sumantadinata (1997) dalam Sarwoto (2001) manipulasi hormonal dapat dilakukan antara lain dengan menstimulasi hipofisis atau gonad untuk menghasilkan hormon yang dapat mempercepat kematangan gonad, ovulasi dan pemijahan.

2.3 Tepung Otak Sapi

Upaya peningkatan pemanfaatan otak yang dapat dilakukan salah satunya menjadikan otak terutama bagian hipotalamusnya menjadi bahan tambahan dalam pakan untuk membantu proses pertumbuhan pada ikan terutama yang memiliki pertumbuhan lambat. Hipotalamus terdiri dari berbagai nukleus yang mampu mengatur keseimbangan dalam tubuh dan sangat peka terhadap steroid dan glukokortikoid, glukosa dan suhu. Hipotalamus menghasilkan RH (releasing hormone) yaitu hormon yang dilepaskan untuk merangsang agar hormon lain bekerja dan menghasilkan IH (Inhibiting Hormone) yaitu hormon yang menghambat atau menghentikan hormon lain. Hormon yang dihasilkan hipotalamus antara lain Corticotrophin releasing hormone (CRH), Gonadotropin releasing hormone (GnRH), Thyrotropin releasing hormone (TRH), Growth hormone releasing hormone (GHRH), Samatostatin dan Dopamine (Susane and Andrzej 1998)

(12)

Nutrisi yang diserap oleh tubuh ikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Penggunaan suplemen pada pakan seperti pe nambahan tepung hipotalamus untuk meningkatkan produksi GHRH (Growth Hormone Releasing Hormone) agar merangsang kelenjar hipofisa memproduksi GtH (Gonadotropin Hormone). Tepung hipotalamus berperan sebagai nuttrisi ya ng akan dicerna oleh usus. Pankreas pada usus menghasilkan hormon yang selanjutnya dialirkan melalui darah ke organ target, didalam hal ini organ target adalah hipofisa (Novalina 2009).

2.4 Kinerja Reproduksi

Kinerja reproduksi merupakan suatu proses yang berkelanjutan pada ikan akibat adanya rangsangan dari luar ataupun dari dalam tubuh ikan itu sendiri. Rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan hormonal ataupun rangsangan lingkungan. Rangsangan hormonal yang terjadi pada induk ikan betina berbeda dengan induk jantan. Pada induk betina, rangsangan hormonal ditujukan untuk pembentukan telur dan pematangannya, sedangkan pada ikan jantan rangsangan tersebut untuk pembentukan sperma (Permadi 2009).

Effendie (2002) menyatakan bahwa terdapat faktor- faktor utama yang mampu mempengaruhi kematangan gonad ikan, antara lain suhu dan makanan, tetapi secara relatif perubahannya tidak besar dan di daerah tropik gonad dapat masak lebih cepat. Kualitas pakan yang diberikan harus mempunyai komposisi khusus yang merupakan faktor penting dalam mendukung keberhasilan proses pematangan gonad dan pemijahan.

Proses oogenesis pada ikan dapat dibedakan atas empat tahapan perkembangan (Wallace dan Shelman 1981).

1. Tahap I berupa perkembangan struktur seluler dasar meliputi perbesaran nukleus, pembentukan nukleoli dan organel subseluler seperti cortical alveoli yang memegang peranan penting dalam fertilisasi. Di sekeliling oosit berkembang dua lapisan sel yaitu sel theca dan sel granulosa yang berperan dalam produksi hormon steroid ovarium.

(13)

2. Tahap II, berupa vitelogenesis. Vitelogenesis melibatkan interaksi antara hipofisis anterior, sel-sel folikel, hepar dan oosit. Gonadotropin yang disekresikan oleh hipofisis anterior memacu sel-sel theca untuk memproduksi testosteron. Testosteron berdifusi ke sel-sel granulosa dan diaromatisasi menjadi estradiol-17β (Kagawa et al. 1982). Estradiol-17β dibawa oleh aliran darah menuju hepar untuk memacu organ tersebut membentuk vitelogenin yaitu prekursor protein yolk (Pelissero et al. 1991; Peyton et al. 1992). Vitelogenin dibawa oleh aliran darah dan diinternalisasi ke dalam oosit melalui reseptor spesifik. Di dalam oosit, vitelogenin diproses lebih lanjut menjadi protein yolk berukuran lebih kecil yang akan digunakan sebagai cadangan makanan bagi embryo (Wallace dan Begovac 1985; Tyler 1991).

3. Tahap III, adalah tahap pemasakan oosit. Selama pemasakan, oosit bergerak dari posisi tengah menuju posisi tepi sitoplasma kemudian inti oosit menghilang, proses ini dikenal dengan germinal vesicle break down (GVBD). Proses ini menandai berakhirnya proses meiosis pertama. Selanjutnya kromosom mengalami kondensasi, benang-benang spindel terbentuk dan polar bodi pertama dilepaskan pada akhir meiosis pertama (Yoshikuni dan Nagahama, 1991). Hasil penelitian pada beberapa spesies ikan menunjukkan bahwa hormon yang berperan dalam pemasakan oosit adalah 17,20-P. 17,20-P dihasilkan atas kerjasama sel-sel theca dan sel granulosa dibawah kendali hormon gonadotropin. Sel theca menghasilkan 17-hydroxyprogenteron. Hormon ini berdifusi ke dalam sel-sel granulosa dan diubah menjadi 17,20-P yang juga dikenal sebagai maturation inducing hormone (MIH) (Nagahama 1987). Tahap ini harus tercapai agar oosit dapat diovulasikan dan dioviposisikan pada saat pemijahan. Beberapa penelitian mengindikasikan bahwa ovulasi dipacu oleh prostaglandin, terutama prostaglandin F2 (Goetz 1987).

4. Tahap IV, oosit yang telah mengalami GVBD dioviposisikan dalam proses pemijahan. dan progesteron selama satu siklus pemijahan.

(14)

2.4.1 Klasifikasi Tingkat Kematangan Gonad

Tingkat Kematangan Gonad Menurut Kesteven (Bagenal dan Braum, 1968)

1. Dara

Organ seksusal sangat kecil, berdekatan dengan tulang punggug bawah. Testis dan ovarium transparan, tidak berwarna sampai keabu-abuan. Hanya dapat dilihat dengan mikroskop atau alat perbesaran.

2. Dara Berkembang

Testis dan ovarium transparan, abu-abu dan merah. Telur satu persatu dapat dilihat dengan kaca pembesar.

3. Perkembangan I

Testis dan ovarium bentuknya bulat telur, kemerah- merahan dengan pembuluh kapiler. Setengah ruang bagian bawah terisi, telur dapat dilihat dengan mata seperti serbuk putih

4. Perkembangan II

Testis putih kemerah-merahan. Pada jantan bila perutnya ditekan belum keluar sperma. Ovarium berwarna orange kemerah – merahan. Telur sudah dapat dibedakan dengan jelas. Bentuknya bulat telur dan mengisi 2/3 ruang telur bagian bawah.

5. Bunting

Tertis berwarna putih, telur bentuknya bulat dan beberapa telur masak. 6. Mijah

Telur dan sperma akan keluar jika ditekan. Kebanyakan telurnya berwarna transparan.

7. Mijah/ Salin

Gonad masih terisi telur dan sperma. 8. Salin

Testis dan ovarium kosong dan berwarna merah. 9. Pulih salin

(15)

2.4.2 Diameter Telur

Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer b ers ka la ya ng s ud a h d iter a. Se mak in me ningka t t ingka t ke ma ta nga n go nad gar is tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar. Masa pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda, ada pemijahan yang be r la ngs ung s ingkat ( total leptolepisawner), te tap i b a nyak pula pe m ija ha n da la m waktu yang panjang (partial leptolepisawner) ada pada ikan yang berlangsung beberapa hari. Semakin meningkat tingkat kematangan, garis tengah telur yang ada dalam ovarium semakin besar pula (Arief, 2009).

2.4.3 Pergerakan Inti Telur

Pergerakan inti telur terbagi kedalam 3 fase yakni, fase vitelogenik yang dicirikan dengan inti telur di tengah, kemudian fase awal matang yang dicirikan dengan inti telur berada di tepi, dan fase matang dicirikan dengan inti telur yang telah melebur atau mengalami GVBD (Germinal Visicle Break Down) yang dipengaruhi oleh proses steroidogenesis. Pergerakan inti telur akan berdampak positif terhadap tingkat pembuahan dalam proses pemijahan. Posisi inti yang melakukan peleburan dan berada dibawah mikrofil menyebabkan sperma mudah melakukan proses pembuahan.

Menurut Affandi (2002), Proses perkembangan sel telur terjadi dalam 2 tahap yaitu previtellogenesis dan vitellogenesis. Proses previtellogenesis adalah tahap dimana telur aktif dalam melakukan pembelahan dan terhenti pada tahap profase meiosis pertama (fase diplotein), pada fase diplotein ini dihasilkan oosit primer, sedangkan vitellogenesis merupakan tahap dimana terjadi pergerakan inti telur yang telah mengalami perkembangan diameter telur disebabkan oleh aktivitas

MPF (Maturation Promoting Factor) untuk kemudian terjadi peleburan inti di bawah mikrofil yang disebut GVBD (Germinal Visicle Break Down). Nutrien hasil dari steroidogenesis yang berasal dari estradiol-17ß oleh hati diubah menjadi vitellogenin, kemudian oleh darah vitellogenin diangkut dan masuk ke dalam

(16)

oosit fase diplotein itu, yang menyebabkan peningkatan akumulasi kuning telur dan diameter telur.

2.4.4 Tingkat Kematangan Telur

Induk ikan yang memasuki fase pematangan oosit akan dipengaruhi oleh hormon tropik hipotalamus dan kelenjar pituitari. Folikel yang sedang tumbuh mensintesis dan mengekskresi hormon-hormon steroid ke dalam peredaran darah. Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya, sehingga volume oosit membesar (Yaron, 1995). Peningkatan nilai gonad somatik indek, fekunditas, dan diameter telur dapat disebabkan oleh perkembangan oosit. Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama proses tersebut berlangsung sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad.

2.4.5 Indeks Kematangan Gonad

Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, tingkat perkembangan gonad secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu Indeks Kematangan Gonad (IKG) yaitu suatu nilai dalam persen sebagai hasil perbandingan berat gonad dengan berat tubuh ikan dikalikan 100 persen (Effendie, 1979 dalam Hadiaty, 2000).

IKG = Wg / W x 100% Wg = berat gonad

W = berat tubuh ikan

Indeks Kematangan Gonad akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada saat terjadi pemijahan. Pada ikan betina nilai IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Adakalanya IKG dihubungkan dengan Tingka Kematangan Gonad (TKG) yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad, sehingga akan tampak hubungan antara perkembangan di dalam dengan di luar gonad. Nilai IKG akan sangat bervariasi setiap saat tergantung pada macam dan pola pemijahannya.

(17)

Selain indeks kematangan gonad untuk mengetahui tingkat kematangan gonad dapat juga menggunakan perhitungan yang dikemukakan oleh Batts (1972) yang dinamakan dengan “ Gonado Index” atau (GI) yaitu perbandingan antara berat gonad dengan panjang ikan dengan rumusan seperti berikut :

GI = 𝑾

𝑳𝟑 x 108

GI = Gonado Index

W = Berat gonad segar (gram) L = Panjang ikan (mm)

2.4.6 Fekunditas

Fekunditas ikan adalah jumlah telur pada tingkat kematangan terakhir yang terdapat dalam ovarium sebelum berlangsung pemijahan. Nikolsky (1963), menamakan fekunditas yang menunjukkan jumlah telur yang dikandung individu ikan sebagai “fekunditas mutlak”, sedangkan jumlah telur persatuan berat atau panjang ikan disebut sebagai fekunditas relatif. Fekunditas menunjukkan kemampuan induk ikan untuk menghasilkan anak ikan dalam suatu poemijaha. Tingkat keberhasilan suatu pemijahan ikan dapat dinilai dari prosentase anak ikan yang dapat hidup terus terhadap fekunditas (Sumantadinata, 1981).

Menurut Feed Burner (2008), semua telur-telur yang akan dikeluarka pada waktu pemijahan disebut dengan fekunditas. Dalam menentukan fekunditas itu ialah komposisi telur yang heterogen, tingkat kematangan gonad yang tidak seragam dari populasi ikan termasuk waktu pemijahan yang berbeda dan lain-lainnya. Bagenal (1978), membedakan antara fekunditas yaitu jumlah telur matang yang dikeluarkan oleh induk. Dan menurut Hariati (1990), fekunditas ialah jumlah telur masak sebelum dikeluarkan pada waktu ikan memijah.

Fekunditas mempunyai hubungan atau keterpautan dengan umur, panjang, atau bobot tubuh dan spesies ikan. Pertumbuhan bobot dan panjang ikan cenderung meningkatkan fekunditas secara linear (Bagenal, 1978 dalam Andy Omar, 2004). Nikolsky (1963) menyatakan bahwa pada umumnya fekunditas meningkat dengan meningkatnya ukuran ikan betina. Semakin banyak makanan

(18)

maka pertumbuhan ikan semakin cepat dan fekunditasnya semakin besar. Selanjutnya,

Andy Omar (2004) menyatakan bahwa fekunditas pada setiap individu betina tergantung pada umur, ukuran, spesies, dan kondisi lingkungan, seperti ketersediaan pakan (suplai makanan). Djuhanda (1981) menambahkan bahwa besar kecilnya fekunditas dipengaruhi oleh makanan, ukuran ikan dan kondisi lingkungan, serta dapat juga dipengaruhi oleh diameter telur. Berikut beberapa metode perhitungan fekunditas:

a. Mengitung langsung satu persatu telur ikan

b. Metode volumetrik yaitu dengan pengenceran telur X : x = V : v

Keterangan

X : Jumlah telur yang akan dicari x : Jumlah telur dari sebagian gonad V : Volume seluruh gonad

v : Volume sebagian gonad contoh c. Metode gravimetrik

Perhitungan fekunditas telur dengan metode gravimetrik dilakukan dengan cara mengukur berat seluruh telur yang dipijahkan dengan teknik pemindahan air. Selajutnya telur diambil sebagian kecil diukurberatnya dan jumlah telur dihitung. Dengan bantuan rumus berikut ini :

F=G/g.n

Keterangan:

F : fekunditas jumlah total telur dalam gonad G : bobot gonad setiap ekor ikan

g : bobot sebagian gonad (gonad contoh) n : jumlah telur dari (gonad contoh)

d. Metode gabungan (hitung gravimetrik dan volumetrik). F= 𝐆 𝐱 𝐕 𝐱 𝐗 𝐐

(19)

Keterangan F : Fekunditas

G : Berat gonad total V : Volume pengenceran

X : Jumlah telur yang ada dalam 1 cc Q : Berat telur contoh

2.5 Kualitas Air

Kualitas air yang baik merupakan syarat utama untuk kelangsungan hidup ikan. Akuarium yang bersih akan memberikan rasa nyaman pada ikan sehingga ikan akan lebih sehat. Parameter fisika kimia yang diukur adalah suhu, pH dan DO. Seperti yang diketahui pengukuran parameter ini berguna untuk pengontrolan media pemeliharaan. Pengelolaan kualitas air yang kontiniu merupakan faktor eksternal lain yang menentukan keberhasilan pemeliharaan ikan, karena berkaitan dengan lingkungan perairan dengan berkembangnya hama dan penyakit pada organisme air tawar yang dipelihara.

Dengan demikian pengelolaan lingkungan budidaya akan menentukan keberhasilan dan keberlanjutan pemeliharaan ikan budidaya. Lingkungan perairan merupakan faktor yang berpengaruh terhadap keseimbangan fisiologis dari alat-alat tubuh ikan, yang diperlukan untuk pertumbuhan dan reproduksi ikan. Bila terjadi perubahan atau ketidakseimbangan dapat menimbulkan penyakit bahkan kematian bagi ikan itu sendiri.

(20)

14 BAB III

METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum maturasi ikan komet dilaksanakan pada hari Jum’at, 11 Maret 2016 hingga Jum’at, 27 Mei 2016 yang bertempat Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Gedung Dekanat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Praktikum

Tabel 2. Alat yang digunakan dalam praktikum

Nama Alat Fungsi

Akuarium Sebagai tempat pemeliharaan ikan komet Instalasi aerasi Sebagai sumber oksigen bagi ikan

Timbangan analitik Untuk menimbang tepung otak sapi, pakan komersil, dan bobot ikan

Baki Untuk menyimpan peralatan bedah

Baskom Sebagai tempat menaruh ikan sebelum ikan dipindahkan ke akuarium

Mangkuk Sebagai wadah untuk mencampur pakan Sendok Untuk mengambil pakan dan tepung otak sapi Alat tulis Untuk mencatat segala informasi

Kamera digital Sebagai alat dokumentasi

3.2.2 Bahan Praktikum

Tabel 3. Bahan yang digunakan dalam praktikum

Nama Bahan Fungsi

Induk betina ikan komet Sebagai ikan uji/target

Tepung otak sapi Untuk mempercepat kematangan gonad pada ikan

Putih telur Sebagai pengikat agar pakan dan tepung otak sapi dapat tercampur

Pakan komersil (PF 800) Sumber makanan ikan yang telah ditambahkan dengan tepung otak sapi

(21)

3.3 Tahapan Praktikum 3.3.1 Persiapan Praktikum

Persiapan Alat dan bahan praktikum Maturasi adalah sebagai berikut :  Aquarium dibersihkan, diisi 2/3 dengan air bersih

 Dipasang dan dipastikan instalasi aerasi berfungsi dengan baik  Ditimbang bobot ikan uji

 Ditimbang bobot pakan yang diperlukan  Ditimbang Tepung Otak sapi yang diperlukan

 Disiapkan putih telur untuk merekatkan tepung otak sapi pada pakan 3.3.2 Pelaksanaan Praktikum

1. Pembuatan pakan uji dengan tepung otak sapi  Pakan ditimbang sesuai dengan yang dibutuhkan  Ditimbang tepung otak sapi yang dibutuhkan

 Tepung otak sapi yang telah ditimbang dengan putih telur diaduk hingga merata

 Dimasukan pakan komersil pada putih telur yang sudah diberi tepung otak sapi, diaduk hingga merata.

 Pakan uji dikeringkan dengan cara diangin-anginkan

 Pakan uji disimpan kedalam freezer dengan suhu dibawah 0⁰C sampai pakan dibutuhkan

2. Pemeliharaan Induk Komet

 Induk ikan diberi pakan harian sebanyak 3% dari bobot tubuh ikan dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari.

 Sisa pakan dan sisa metabolisme ikan dibersihkan untuk pemeliharaan kualitas air pada akuarium percobaan

3. Prosedur praktikum Gametogenesis

 Pemeriksaan tingkat kematangan gonad dilakukan dengan cara mengamati preparasi gonad ikan.

(22)

 Ikan kemudian dibedah.

 Diambil dan ditimbang gonad ikan.

 Dipotong gonad ikan dengan ketebalan tertentu.  Potongan gonad dimasukkan ke atas object glass.

 Potongan gonad ditetesi dengan larutan sierra kemudian ditutup menggunakan cover glass.

 Diamati gonad menggunakan mikroskop. 3.4 Metode

Percobaan dilakukan secara eksperimental mengunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dengan 3 ulangan. Perlakuan yang digunakan adalah sebagai berikut :

 Perlakuan A : Pemberian Hormon MT 9 mg/kg bobot induk (kel 1,6,11)  Perlakuan B : Pemberian Tepung Otak sapi 0 mg/kg bobot induk (kel

2,7,12)

 Perlakuan C : Pemberian Tepung Otak sapi 40 mg/kg bobot induk (ke l 4,8,13)

 Perlakuan D : Pemberian Tepung Otaksapi 50 mg/kg bobot induk (kel 9,10,14)

 Perlakuan E : Pemberian tepung Otak sapi 60 mg/kg bobot induk (kel 3, 5,15)

3.5 Analisis Data

Data hasil pengamatan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar dan kemudian dianalisis dengan analisis sidik ragam uji F dengan taraf kepercayaan 95 % untuk mengetahui pengaruh pemberian tepung otak sapi pada pakan terhadap diameter telur, TKT, IKG, TKG dan fekunditas ikan komet. Jika terdapat perbedaan nyata maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf kepercayaan 95%. Hasil analisis data kemudian dibahas secara deskriptif

(23)

17 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Pembahasan Kelas

Tabel 4. Data Mentah (Bagian 1) KELOMPOK PERLAKUAN BERAT

IKAN (GR)

BERAT IKAN YANG DI BEDAH (GR) 1 KONTROL 64 46 2 40 mg 80 65 3 50 mg 75 45 4 60 mg 87 61 5 40 mg 66 17,77 6 50 mg 63 42,17 7 60 mg 58 31,53 8 KONTROL 53 43,13 9 KONTROL 94 63,59 10 40 mg 70 50,66 11 50 mg 83 53,25 12 60 mg 84 53

Tabel 5. Data Mentah (Bagian 2) KELOMPOK TOS YANG DIGUNAKAN (MG) DIAMETE R TELUR (ΜM) BOBOT GONAD (GR) FEKUNDITAS 1 - 51,3 2,09 2299 2 3,2 37,6 3 750 3 3,75 42,5 6 276 4 5,22 48,83 6,8 6305 5 2,64 46 3,01 2072 6 3,15 48,3 6,44 9660 7 3,48 43,3 6,68 2114 8 - 41,36 2,41 2289 9 - 42,33 1,37 0 10 2,8 73,2 7,35 2783 11 4,15 126,16 8,26 9983 12 5,04 119,33 5,56 5560

(24)

Tabel 6. Data Mentah (Bagian 3) KELOMPOK TKT (%) GSI (%) H S I VITELOGEN AWAL MATANG MATANG 1 100,00 0,00 0,00 4,54 - 2 0,00 0,00 100,00 4,60 - 3 36,67 50,00 13,33 13,33 4 43,33 13,33 43,33 11,15 - 5 90,00 6,67 3,33 20,00 - 6 63,33 10,00 26,67 18,02 7 0,00 30,00 70,00 26,88 - 8 40,00 0,00 60,00 5,59 - 9 100,00 0,00 0,00 2,15 - 10 20,00 16,67 63,33 14,51 - 11 33,33 33,33 33,33 18,36 - 12 20,00 15,00 65,00 10,49 -

Kematangan gonad adalah tahapan tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah memijah. Selama proses reproduksi, sebagian energi dipakai untuk perkembangan gonad. Bobot gonad ikan akan mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah kemudian akan menurun dengan cepat selama proses pemijahan berlangsung sampai selesai. Menurut Effendie (1997), umumnya pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat stadium matang gonad dapat mencapai 10-25 persen dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5-10 persen. Lebih lanjut dikemukakan bahwa semakin rneningkat tingkat kematangan gonad, diameter telur yang ada dalam gonad akan menjadi semakin besar. Pendapat ini diperkuat oleh Kuo et al. (1974) bahwa kematangan seksual pada ikan dicirikan oleh perkembangan diameter rata-rata telur dan melalui distribusi penyebaran ukuran telurnya.

Berdasarkan hasil praktikum penggunaan TOS untuk mempercepat kematangan gonad ikan komet dilakukan empat perlakuan sebagai kotrol, 40 mg, 50 mg, 60 mg. Dosis TOS yang paling besar diberikan pada kelompok 11 yaitu sebesar 0,0377 mg, yang mempercepat besarnya diameter telur 102 µm, fekunditas 5737,6 butir, tingkat kematangan telur fase Vitelogen 43,33%; Awal matang 23,33%; Mtang 33,33%, GSI 11,61% maupun HSI 0,57%. Sedangkan jika dilihat dari perlakuakn kontrol kelompok 9 ikan komet belum mengalami

(25)

pemijahan dengan belum terbentuknya telur yang ada. Hal ini menujukan bahwa TOS tepat untuk mempercepat kematangan gonad ikan.

Tepung otak sapi dapat mempercepat kematangan gonad ikan karena otak sapi merupakan penghasil gonadotropin releasing hormone (GnRH) yang salah satunya berfungsi sebagai pengatur aktivitas adenohipofisa dalam menstimulasi pelepasan follicle stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Stimulasi pelepasan FSH dan LH menyebabkan folikel pada ovari tumbuh, mensekresikan hormon estrogen yang mengatur tingkah laku berahi dan akhirnya ovulasi di bawah pengaruh LH. Dalam siklus reproduksi, estrogen memiliki umpan balik positif terhadap sekresi FSH dan LH oleh adenohipofisa. Dalam hal ini GnRH beraksi sebagai neurotransmitter dan neuromodulator pada sistem saraf pusat dan akan beraksi pada pituitary gonadotrope. Peningkatan level GnRH akan mengakibatkan peningkatan level LH. Hormon GnRH memengaruhi secara positif tingkah laku seksual. Hormon steroid ovari memengaruhi sistem saraf pusat untuk melepaskan GnRH. Konsentrasi estradiol yang rendah dan progesteron tinggi akan menurunkan pelepasan GnRH oleh hipotalamus.

4.1.1 Pengaruh Pe rbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh Tepung Otak Sapi dengan Dosis yang Berbeda terhadap Tingkat Kematangan Telur dalam Proses Maturasi

Tabel 7. Tingkat Kematangan Telur Vitelogenik

PERLAKUAN ULANGAN RATA-RATA TOTAL

1 2 3 KONTROL 100,00 40,00 100,00 80,00 240,00 40 mg 0,00 90,00 20,00 36,67 110,00 50 mg 36,67 63,33 33,33 44,44 133,33 60 mg 43,33 0,00 20,00 21,11 63,33 Jumlah 180,00 193,33 173,33 182,22 546,67

(26)

Tabel 8. Tingkat Kematangan Telur Awal Matang

PERLAKUAN ULANGAN RATA-RATA TOTAL

1 2 3 KONTROL 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 40 mg 0,00 6,67 16,67 7,78 23,33 50 mg 50,00 10,00 33,33 31,11 93,33 60 mg 13,33 30,00 15,00 19,44 58,33 Jumlah 63,33 46,67 65,00 58,33 175,00

Tabel 9. Tingkat Kematangan Telur Matang

PERLAKUAN ULANGAN RATA-RATA TOTAL

1 2 3 KONTROL 0,00 60,00 0,00 20,00 60,00 40 mg 100,00 3,33 63,33 55,56 166,67 50 mg 13,33 26,67 33,33 24,44 73,33 60 mg 43,33 70,00 65,00 59,44 178,33 Jumlah 156,67 160,00 161,67 159,44 478,33

Uji ANOVA TKT Vitelogenik t = 4 r = 3 𝐹𝐾 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙2 𝑡 ∗ 𝑟 𝐹𝐾 = 546,672 4 ∗ 3 𝐹𝐾 = 24903,7

Tabel 10. Sidik Ragam Tingkat Kematangan Telur Vitelogenik

DB JK KT Fhit F0,5 F0,01

Perlakuan 3 5592,593 1864,198 1,786454 4,066181 7,590992 Galat 8 8348,15 1043,519

(27)

Uji ANOVA TKT Awal Matang t = 4 r = 3 𝐹𝐾 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙2 𝑡 ∗ 𝑟 𝐹𝐾 = 175,002 4 ∗ 3 𝐹𝐾 = 2552,083

Tabel 11. Sidik Ragam Tingkat Kematangan Telur Awal Matang

DB JK KT Fhit F0,05 F0,01

Perlakuan 2 1667,361 833,6806 4,479478 4,066181 7,590992 Galat 6 1116,67 186,1111

Total 8 2784,03

Uji ANOVA TKT Matang t = 4 r = 3 𝐹𝐾 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙2 𝑡 ∗ 𝑟 𝐹𝐾 = 478,332 4 ∗ 3 𝐹𝐾 = 19066,9

Tabel 12. Sidik Ragam Tingkat Kematangan Telur Matang

DB JK KT Fhit F0,5 F0,01

Perlakuan 2 3785,88 1892,94 1,461312 4,066181 7,590992

Galat 6 7772,22 1295,37

Total 8 11558,10

Dilihat dari Tabel Sidik Ragam TKT Matang di atas, dapat dilihat bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Dapat dibuktikan dengan nilai F hit lebih kecil daripada nilai F tabel. Jadi, perlakuan pemberian tepung otak sapi terhadap TKT Matang tidak memberikan hasil yang signifikan.

Seperti dikutip dari (Yaron, 1995) bahwa Ikan yang memasuki fase pematangan oosit dipengaruhi oleh hormon tropik hipotalamus dan kelenjar pituitari. Lalu pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur

(28)

bertambah dalam jumlah dan ukurannya, sehingga volume oosit membesar. Peningkatan nilai gonad somatik indek, fekunditas, dan diameter telur dapat disebabkan oleh perkembangan oosit. Perkembangan gonad yang semakin matang juga merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Se lama proses tersebut, sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad.

Menurut Nagahama (1983) stadium oosit dapat dicirikan berdasarkan volume sitoplasma, penampilan nukleus dan nukleolus, serta keberadaan butiran kuning telur. Berdasarkan kriteria ini, oosit dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kelas. Yamamoto dalam Nagahama (1983) membaginya ke dalam 8 kelas, yaitu stadia kromatin- nukleolus, perinukleolus (yang terdiri atas awal dan akhir nukleolus), stadium oil drop stadium yolk prime r, sekunder, tertier, dan stadium matang.

4.1.2 Pengaruh Pe rbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh Tepung Otak Sapi dengan Dosis yang Berbeda te rhadap GSI dalam Proses Maturasi

Tabel 13. GSI

PERLAKUAN ULANGAN RATA-RATA TOTAL

1 2 3 KONTROL 4,54 5,59 2,15 4,10 12,29 40 mg 4,60 20,00 14,51 13,04 39,11 50 mg 13,33 18,02 18,36 16,57 49,72 60 mg 11,15 26,88 10,49 16,17 48,52 Jumlah 33,62 70,50 45,51 49,88 149,63

Uji ANOVA GSI t = 4 r = 3 𝐹𝐾 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙2 𝑡 ∗ 𝑟 𝐹𝐾 = 149,632 4 ∗ 3 𝐹𝐾 = 1865,832

(29)

Tabel 14. Sidik Ragam GSI

DB JK KT Fhit F0,5 F0,01

Perlakuan 2 302,9621 151,4811 2,875864 4,066181 7,590992 Galat 6 316,04 52,67324

Total 8 619,00

Indeks Kematangan Gonad (IKG) adalah suatu nilai dalam persen yang merupakan hasil dari perbandingan antara berat gonad dengan berat ikan termasuk gonadnya, dikalikan dengan 100% (Effendi 2002). Nilai Indeks Kematangan Gonad (IKG) akan sejalan dengan perkembangan gonad, dimana indeks kematangan gonad akan semakin bertambah besar dan nilai aka n mencapai kisaran maksimum pada saat akan terjadi pemijahan (Effendie 1979).

Berdasarkan hasil yang didapat, kemungkinan besar nilai IKG tidak bergantung dari perlakuan yang diberikan, melainkan dari umur ikan itu sendiri atau sudah berapa kali ikan tersebut berpijah. Apalagi, data mengenai umur dan siklus reproduksi ikan komet yang menjadi objek penelitian tersebut tidak diketahui.

Dilihat dari Tabel Sidik Ragam GSI di atas, dapat dilihat bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Dapat dibuktikan dengan nilai F hit yang lebih kecil daripada nilai F tabel. Jadi, perlakuan pemberian tepung otak sapi terhadap GSI tidak memberikan hasil yang signifikan.

4.1.3 Pengaruh Pe rbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh Tepung Otak Sapi dengan Dosis yang Berbeda terhadap Bobot Gonad dan Fekunditas dalam Proses Maturasi (dalam 5 gr Ikan Sampel)

Tabel 15. Bobot Gonad Per 5 gr Berat Ikan Sampel

PERLAKUAN ULANGAN RATA-RATA TOTAL

1 2 3 KONTROL 0,23 0,28 0,11 0,20 0,61 40 mg 0,23 0,85 0,73 0,60 1,80 50 mg 0,67 0,76 0,78 0,74 2,21 60 mg 0,56 1,06 0,52 0,71 2,14 Jumlah 1,68 2,95 2,13 2,25 6,76

(30)

Tabel 16. Fekunditas Per 5 gr Berat Ikan Sampel

PERLAKUAN ULANGAN RATA-RATA TOTAL

1 2 3 KONTROL 249,89 265,36 0,00 171,7506 515,25 40 mg 57,69 583,01 274,66 305,1206 915,36 50 mg 30,67 1145,36 937,37 704,4672 2113,40 60 mg 516,80 335,24 524,53 458,856 1376,57 Jumlah 855,05 2328,97 1736,56 1640,19 4920,58

Uji ANOVA Bobot Gonad Per 5 gr Berat Ikan Sampel t = 4 r = 3 𝐹𝐾 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙2 𝑡 ∗ 𝑟 𝐹𝐾 = 6,762 4 ∗ 3 𝐹𝐾 = 3,813

Tabel 17

.

Sidik Ragam Bobot Gonad Per 5 gr Berat Ikan Sampel

DB JK KT Fhit F0,5 F0,01

Perlakuan 2 0,546545 0,273272 3,947835 4,066181 7,590992 Galat 6 0,42 0,069221

Total 8 0,96

Dilihat dari Tabel Sidik Ragam Bobot Gonad Per 5 gr Berat Ikan Sampel di atas, dapat dilihat bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Dapat dibuktikan dengan nilai F hit yang lebih kecil daripada nilai F tabel. Jadi, perlakuan pemberian tepung otak sapi terhadap Bobot Gonad Per 5 gr Berat Ikan Sampel tidak memberikan hasil yang signifikan.

Perbedaan bobot gonad ikan komet dapat dipengaruhi berbagai hal selama praktikum, dimana salah satunya adalah adanya kematian pada ikan beberapa kelompok yang membuatnya mengganti ikan dengan yang baru, sehingga perlakuan tidak serentak dari awal praktikum dan data menjadi kurang valid. Selain itu, data mengenai ikan mana yang diganti tersebut tidak dicantumkan sehingga ketika muncul hasil yang beragam. Maka tidak dapat terjawab mengapa. Ada baiknya bila data tersebut dimasukkan sehingga dapat dibandingkan antara

(31)

ikan yang memang dari awal praktikum sudah diberi perlakuan dan ikan yang baru diberi perlakuan di pertengahan praktikum.

Uji ANOVA Fekunditas Per 5 gr Berat Ikan Sampel t = 4 r = 3 𝐹𝐾 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙2 𝑡 ∗ 𝑟 𝐹𝐾 = 4920,58 2 4 ∗ 3 𝐹𝐾 = 2017678,145

Tabel 18. Sidik Ragam Fekunditas Per 5 gr Berat Ikan Sampel

DB JK KT Fhit F0,5 F0,01

Perlakuan 2 470580,8324 235290,4 1,55251 4,066181 7,590992

Galat 6 909329,02 151554,8

Total 8 1379909,86

Fekunditas adalah jumlah telur yang akan dikeluarkan pemijahan. Fekunditas meningkat secara logaritmik seiring pertumbuhan panjang atau bobot ikan. Dilihat dari Tabel Sidik Ragam Fekunditas Per 5 gr Berat Ikan Sampel di atas, dapat dilihat bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Dapat dibuktikan dengan nilai F hit yang lebih kecil daripada nilai F tabel. Jadi, perlakuan pemberian tepung otak sapi terhadap Fekunditas Per 5 gr Berat Ikan Sampel tidak memberikan hasil yang signifikan.

4.1.4 Pengaruh Pe rbedaan Pakan Komersil yang Diperkaya oleh Tepung Otak Sapi dengan Dosis yang Berbeda terhadap Diame ter Telur dalam Proses Maturasi

Tabel 19. Diameter Telur

PERLAKUAN ULANGAN RATA-RATA TOTAL

1 2 3

KONTROL 51,3 41,36 42,33 45,00 134,99

40 mg 37,6 46 73,2 52,27 156,8

50 mg 42,5 48,3 126,16 72,32 216,96

(32)

Uji ANOVA Diameter Telur t = 4 r = 3 𝐹𝐾 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙2 𝑡 ∗ 𝑟 𝐹𝐾 = 4920,58 2 4 ∗ 3 𝐹𝐾 = 2017678,145

Tabel 20. Sidik Ragam Diameter Telur

DB JK KT Fhit F0,5 F0,01

Perlakuan 3 1639,96743 546,6558 0,502015 4,066181 7,5909919 Galat 8 8711,39 1088,924

Total 11 10351,36

Pengukuran diameter telur dapat mengindikasikan apakah telur dari ikan komet yang menjadi objek sudah matang (siap dikeluarkan) atau belum, dimana jika telur sudah matang maka ukuran diameter telur akan besar dan seragam. Karena data mengenai seragam atau tidaknya diameter tidak disebutkan, maka yang dapat dibandingkan dari setiap kelompok hanya ukuran besarnya diameter.

Dilihat dari Tabel Sidik Ragam Diameter Telur di atas, dapat dilihat bahwa perlakuan tersebut tidak berbeda nyata. Dapat dibuktikan dengan nilai F hit yang lebih kecil daripada nilai F tabel. Jadi, perlakuan pemberian tepung otak sapi terhadap Diameter Telur tidak memberikan hasil yang signifikan.

Pembahasan Data Kelas

Berdasarkan uji F yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pemberian Tepung Otak Sapi sebanyak 40 mg/kg, 50 mg/kg, dan 60 mg/kg bobot ikan tidak memberikan perbedaan yang nyata pada tingkat kematangan telur, GSI, bobot gonad, fekunditas, dan diameter telur pada ikan komet. Pemberian Tepung Otak Sapi sebanyak 40mg/kg bobot ikan merupakan perlakuan yang paling efisien untuk mempercepat proses maturasi dan gametogenesis pada ikan komet.

(33)

27 4.2 Hasil dan Pembahasan Kelompok

Praktikum yang dilakukan oleh beberapa kelompok dihasilkan data sebagai berikut:

Tabel 21. Perbandingan Antara Kelompok yang Perlakuannya Sama

Kel. Perlakuan (mg) Berat ikan (gram) Berat ikan yg di bedah (gram) TOS yg digunakan (mg) Diameter telur (µm) Bobot gonad (gram) Fekunditas (butir) TKT GSI (%) Vitelogen (%) Awal matang (%) Matang (%) 4 60 87 61 5,22 48,83 6,8 6305 43,33 13,33 43,33 11,15 7 60 58 31,53 3,48 43,3 6,68 2114 0,00 30,00 70,00 26,88 12 60 84 53 5,04 119,33 5,56 5560 20,00 15,00 65,00 10,49

Berdasarkan hasil praktikum dengan perlakuan dosis 60mg/kg memberikan tingkat kematangan yang tinggi untuk ikan komet. Tingginya nilai GSI, HSI, fekunditas, diameter telur akan memepercepat tingkat kematangan gonad ikan. Bobot gonad ikan akan mencapai maksimum sesaat ikan akan memijah kemudian akan menurun dengan cepat selama proses pemijahan berlangsung sampai selesai. Menurut Effendie (1997), umumnya pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat stadium matang gonad dapat mencapai 10-25 persen dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5-10 persen. Lebih lanjut dikemukakan bahwa semakin rneningkat tingkat kematangan gonad, diameter telur yang ada dalam gonad akan menjadi semakin besar.

(34)
(35)

29 4.2.1 Indeks Kematangan Gonad (GSI)

Kelompok Perlakuan GSI (%)

4 60 mg 11,15

7 60 mg 26,88

12 60 mg 10,49

Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, tingkat perkembangan gonad dapat dinyatakan dengan suatu Indeks Kematangan Gonad menggunakan rumus:

IKG = Wg / W x 100% Wg = berat gonad W = berat tubuh ikan

Dapat dilihat dari tabel di atas, bahwa kelompok 12 memiliki indeks kematangan gonad sebesar 10,49%. Maka dari itu, IKG kelompok 12 adalah yang terkecil dibandingkan dengan IKG kelompok 4 sebesar 11,15 dan kelompok 7 sebesar 26,88 dengan perlakuan yang sama. Ada kemungkinan diakibatkan oleh pakan yang tidak termakan seluruhnya, ataupun TOS yang tidak tercampur merata dengan putih telur dan pakan itu sendiri.

Pada literatur telah disebutkan bahwa Indeks Kematangan Gonad akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada saat terjadi pemijahan. Pada ikan betina, nilai IKG lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Adakalanya IKG dihubungkan dengan Tingka Kematangan Gonad (TKG) yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad, sehingga akan tampak hubungan antara perkembangan di dalam dengan di luar gonad. Nilai IKG akan sangat bervariasi setiap saat tergantung pada macam dan pola pemijahannya.

4.2.2 Diameter Telur (mm)

Kelompok Perlakuan Diameter Telur (mm)

4 60 mg 48,83

7 60 mg 43,3

(36)

Dari hasil yang kelompok 12 dapatkan, kami mendapatkan diameter telur sebesar 119,33 mm. Jika dibandingkan dengan kelompok 4 dengan 48,83 mm dan kelompok 7 dengan 43,3 mm kelompok kami memiliki diameter telur terbesar dari kelompok tersebut dengan perlakuan yang sama.

Hasil pengamatan diameter yang diambil yaitu dari bagian ujung, tengah, dan tepi gonad. Semakin besar diameter telur, menunjukkan bahwa ikan komet yang diamati semakin matang telur. Ukuran diameter telur sendiri akan menggambarkan apakah ikan sudah siap melepaskan telurnya atau belum, dimana telur yang diameternya besar dan ukurannya seragam berarti sudah siap dilepaskan oleh ikan, atau ikan sudah siap ovulasi.

Diameter telur dapat dihitung dengan menghitung garis tengah atau ukuran panjang telur yang diukur dengan mikrometer ber ska la ya ng s uda h d it era. Seper t i ya ng te la h d is eb utka n p ada lit e rat ur, ba hwa s e mak in me ningka t t ingk at ke mata nga n go nad , gar is tengah telur yang ada di dalam ovarium semakin besar. Namun, masa pemijahan setiap spesies ikan berbeda-beda. Ada pemijahan yang be r la ngs ung s ingka t ( total leptolepisawner), da n ada p ula pe mij a ha n d a la m waktu yang panjang (partial leptolepisawner). Menurut (Arief 2009), bahwa semakin meningkat tingkat kematangan, garis tengah telur yang ada dalam ovarium akan semakin besar pula.

4.2.3 Persentase Tingkat Kematangan Telur Ikan

Kelompok TKT (%)

Vitelogen Awal Matang Matang

4 43,33 13,33 43,33

7 0,00 30,00 70,00

12 20,00 15,00 65,00

Tingkat kematangan telur ikan dapat dilihat dari 3 fase yaitu fase vitelogenik, fase awal matang, dan pada fase matang.

(37)

Rumus Menghitung Tingkat Kematangan Telur (TKT) Ikan:

Berdasarkan hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh kelompok 12, maka kelompok 12 berada pada tingkat kematangan telur fase vitelogenik 20%, fase awal matang 15%. Fase matang 65%. Hasil tersebut cenderung sedang jika dibandingkan keompok lain pada perlakukan yang sama. Dimana hasil kelompok 12 selalu berada di antara hasil kelompok 4 dan 7. Tingkat kematangan telur kelompok 12 yang matang sebesar 65% berbeda tipis dengan kelomok 7 dengan hasil tertinggi yaitu sebesar 70%. .

4.2.4 Fekunditas Ikan

Kelompok Perlakuan Fekunditas Ikan

4 60 mg 6305

7 60 mg 2114

12 60 mg 5560

Rumus untuk menghitung fekunditas adalah sebagai berikut: 𝑓𝑒𝑘𝑢𝑛𝑑𝑖𝑡𝑎𝑠 =𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑔𝑜𝑛𝑎𝑑 𝑥 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟

𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑖𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 𝑔𝑜𝑛𝑎𝑑

Fekunditas ikan adalah jumlah telur pada tingkat kematangan terakhir yang terdapat dalam ovarium sebelum berlangsung pemijahan. Fekunditas mempunyai hubungan atau keterpautan dengan umur, panjang, bobot tubuh dan spesies ikan. Pertumbuhan bobot dan panjang ikan pun cenderung meningkatkan fekunditas secara linear. Menurut (Nikolsky, 1963) menyatakan bahwa pada umumnya fekunditas meningkat dengan meningkatnya ukuran ikan betina.

(38)

Semakin banyak makanan maka pertumbuhan ikan semakin cepat dan fekunditasnya semakin besar

Penghitungan fekunditas pada praktikum kali ini merupakan salah satu parameter untuk mengetahui jumlah larva yang dihasilkan dan menentukan jumlah ikan dalam kelas umur. Hasil pengukuran fekunditas pada kelompok 12 sebanyak 5560 butir. Fekunditas meningkat secara logaritmik seiring pertumbuhan panjang atau bobot ikan. Fekunditas terbesar pada kelompok 4 yaitu 6305 butir, dan paling sedikit yaitu kelompok 7 dengan 2114 butir. Fekunditas dipengaruhi oleh GSI ikan itu sendiri, karena semakin berat bobot gonad ikan maka semakin banyak jumlah telur yang ada di dalamnya, hal ini menujukan bahwa besar atau kecilnya nilai fekunditas dipengaruhi oleh bobot ikan masing- masing kelompok yang di amati.

(39)

33 BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:

a. Pemberian pakan yang dicampur dengan Tepung Otak Sapi secara rutin mampu meningkatkan bobot ikan komet.

b. Pemberian pakan dengan campuran Tepung Otak Sapi memberikan hasil yang tidak signifikan dalam meningkatakan atau mempercepat kematangan gonad pada ikan. Hal ini terbukti dari Diameter telur, Tingkat Kematangan Telur, Indeks Kematangan Gonad serta Fekunditas yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata setelah diberi perlakuan. Hasil perhitungan F pun menunjukkan hasil yang kurang signifikan. Maka dari itu, lebih efisien apabila menggunakan perlakuan 40 mg/kg bobot ikan.

c. Faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan ovulasi atau pemijahan diantaranya suhu, lingkungan, keadaan fisiologis ikan, cahaya dan arus air serta sifat fisik dan kimia.

5.2 Saran

Pemilihan induk ikan komet sangat diperlukan dalam percobaan selanjutnya, sehingga tingkat kegagalan dapat diminimalisir. Selain itu, pemeriksaan ciri-ciri fisik pada ikan komet perlu dilakukan untuk mengetahui apakah ikan komet tersebut sudah cukup matang gonad atau belum sehingga proses ovulasi akan dapat berlangsung dan mendapatkan hasil sesuai dengan yang diharapkan.

(40)

34

DAFTAR PUSTAKA

Gilad O., Yun S., Zagmutt-Vegara FJ., Leutenegger CM., Bercovier H., Hedrick RP. 2004. Consentrations of a Koi herpesvirus (KHV) in tissues of experimentally infected Cyprinus carpio koi as assessed by realtime Tagman PCR. Dis Aqua Org 60: 179-187.

Gray, W.L., Mullis, L., LaPatra, S.E. 2002. Detection of Koi Herpesvirus DNA in Tissues of Infected Fish. Journal of Fish Diseases. 25 : 171 - 178. Nuraini, N., Kania, W. Triastuti, R. 2013. Buku Panduan Pelatihan Konvensional

PCR. Disampaikan dalam Training Deteksi Virus Ikan. Jakarta : PT. Genecraft Labs.

Republik Indonesia. 1992. Undang-undang No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Ikan. Lembaga Negara RI Tahun 1992, No. 115. Sekretariat Negara. Jakarta.

Sambrook J., Fritsch E. F., and Maniatis T., 1989, Molecular Cloning a laboratory Manual, Volume 1, 2nd edition, Cold Spring Harbor Laboratory Press. New York. Page 14.2-14.5.

Sunarto, A. Rukyani, A., Cameron, A., Reantaso, M. dan Subasinghe, R. 2004. Outbreak of Disease Causing Mass Moratlity in Koi and Common Carp (Cyprinus carpio) in Indonesia. Paper presented in the International Workshop on Koi Herpesvirus, 12 - 13 February 2004, London, England.

Taukhid, A., Komarudin, O., Supriyadi, H. dan Bastiawan, D. 2005. Strategi Pengendalian Penyakit pada Budidaya Ikan Air Tawar. Kumpulan Makalah Strategi Pengelolaan dan Pengendalian Penyakit KHV. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Jakarta.

Yuwono, T., 2006. Teori dan Aplikasi Polymerase Chain Reaction. Yogyakarta : Penerbit Andi.

(41)

35

(42)

36 Lampiran 1. Alur Pelaksanaan Praktikum

Diaduk tepung otak sapi yang telah ditimbang dengan putih telur hingga merata

Bersihkan aquarium, isi 2/3 dengan mengunakan air, Pasang dan pastikan instalasi aerasi berfungsi dengan baik

Induk ikan diberi pakan harian sebanyak 3% dari bobot tubuh ikan dengan frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari. Bersihkan sisa pakan dan sisa metabolisme ikan untuk pemeliharaan kualitas air pada akuarium percobaan

Timbang bobot pakan, Tepung Otak sapi dan ikan uji komet yang diperlukan serta siapkan putih telur untuk merekatkan tepung otak sapi pada pakan

Pemeriksaan tingkat kematangan gonad ikan uji dilakukan pada praktikum. Pemijahan semi alami ikan uji dilakukan pada praktikum pertemuan

Keringkan pakan uji dengan cara diangin-anginkan, Simpan pakan uji ke dalam kulkas dengan suhu dibawah 5 ͦC sampai pakan dibutuhkan Aduk tepung otak sapi yang telah ditimbang dengan putih telur hingga merata, Masukan pakan komersil pada putih telur yang sudah diberi tepung otak sapi, aduk hingga merata.

(43)

37 Lampiran 2. Dokumentasi Kegiatan 1. Persiapan Alat dan bahan praktikum

Alat Praktikum Maturasi Menimbang bobot komet betina

2. Pembuatan pakan uji dengan tepung otak sapi

(44)

38

3. Pemeriksaan Tingkat kematangan gonad dan Pemijahan semi alami

1. Menusuk otak komet 2. Memotong secara vertikal

\ 7

(45)

39

5. Menimbang bobot gonad 6. Menimbang bobot tanpa gonad

Gambar

Gambar  1. Ikan Komet (Carassius auratus)
Tabel 1. Ciri induk ikan komet (Carassius auratus)
Tabel  4. Data  Mentah  (Bagian  1)  KELOMPOK  PERLAKUAN  BERAT
Tabel  6. Data  Mentah  (Bagian  3)  KELOMPOK  TKT (%)  GSI (%)  H S I  VITELOGEN  AWAL  MATANG  MATANG  1  100,00  0,00  0,00  4,54  -  2  0,00  0,00  100,00  4,60  -  3  36,67  50,00  13,33  13,33     4  43,33  13,33  43,33  11,15  -  5  90,00  6,67  3,3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan pembangkitan tersebar pada bus indarmg mengakibatkan terjadinya peningkatan arus hubung singkat tiga fasa pada masing-masing

Selain untuk menyalin data, anda juga dapat menyalin rumus atau format yang telah

Tujuan penelitian ini adalah: (1) menganalisis penggunaan dan ketersediaan lahan untuk pengembangan tanaman pangan di Kabupaten Muaro Jambi, (2) menganalisis kesesuaian

Walaupun hak atas tanah itu hapus, namun pemberi Hak Tanggungan tetap berkewajiban untuk membayar hutangnya. Hapusnya Hak Tanggungan yang dilepas oleh pemegang Hak

Dengan demikian, nikah lintas agama secara operasional dimaksudkan adalah pernikahan yang diselenggarakan oleh kedua belah pihak yang berlainan1. Bandingkan

Kesimpulan : Selama masa penelitian ditemukan 35 kasus baru tumor sinonasal di RSUD propinsi NTB, yang terdiri dari 40% tumor ganas, 20% tumor jinak dan 40% yang belum diketahui

DAPATAN DAN PERBINCANGAN 4.1 Pengenalan 4.2 Profil Responden 4.3 Tahap Kepemimpinan Distributif 4.3.1 Dimensi Visi, Misi dan Matlamat 4.3.2 Dimensi Budaya Sekolah 4.3.3

Berdasarkan studi Bank Dunia pada tahun 2004, bila dibandingkan dengan negara-negara lain di kawasan ASEAN, perijinan untuk memulai suatu usaha dari berbagai instansi baik