• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks. 11) Cara hubungan kelamin yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. jenis infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks. 11) Cara hubungan kelamin yang"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Infeksi Menular Seksual

IMS sering disebut sebagai penyakit kelamin yaitu penyakit yang sebagian besar ditularkan melalui hubungan seks atau hubungan kelamin. Ada banyak sekali jenis infeksi yang ditularkan melalui hubungan seks.11) Cara hubungan kelamin yang tidak hanya terbatas pada genito - genital, tetapi dapat juga secara oro-genital atau ano-genital, sehingga kelainan yang timbul tidak terbatas pada daerah genital saja, tetapi juga pada daerah ekstra genital. Infeksi menular seksual tertentu juga bisa menular kepada orang lain melalui pakaian, handuk atau sentuhan kulit dengan orang yang sudah terinfeksi. Adapun beberapa ciri dari IMS adalah :

2.1.1. Penularan infeksi tidak selalu harus melalui hubungan kelamin.

2.1.2. Infeksi dapat terjadi pada orang – orang yang belum pernah melakukan hubungan kelamin dan orang – orang yang tidak promiskus.

2.1.3. Sebagian besar penderita adalah akibat korban keadaan di luar kemampuan mereka, dalam arti mereka sudah berusaha sepenuhnya untuk tidak mendapat penyakit, tetapi kenyataan masih juga terjangkit.1)

(2)

2.2. Jenis-jenis IMS

IMS yang paling umum ditemukan dan menjadi prioritas di Indonesia adalah : 2.2.1. Gonore

a. Defenisi

Gonore adalah salah satu jenis IMS yang paling sering ditemukan. Nama awam Gonore adalah kencing nanah. Gonore adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh Neisseria gonorrhoeae yang menginfeksi lapisan dalam uretra, leher rahim, rektum, tenggorokan, dan bagian putih mata (konjungtiva).13)

b. Etiologi

Penyebab gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879 dan baru diumumkan pada tahun 1882. Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8 u dan panjang 1,6 u, dan bersifat tahan asam.

Daerah yang paling mudah terinfeksi adalah daerah dengan mukosa epitel kuboid atau lapis gepeng yang belum berkembang (immature), yakni pada vagina wanita yang belum pubertas.1)

c. Epidemiologi

Di dunia, gonore merupakan IMS yang paling sering terjadi sepanjang abad ke 20, dengan perkiraan 200 juta kasus baru yang terjadi tiap tahunnya.13) Di Amerika terdapat insiden 600.000 infeksi baru setiap tahunnya. Dilaporkan terdapat kurang lebih 240 kasus pada setiap 100.000 populasi. Rata-rata penyakit

(3)

gonore banyak terjadi pada ras Afrika Amerika dibandingkan dengan ras lain dan lebih tinggi kejadiannya di pedesaan sebelah tenggara Amerika Serikat dan di dalam kota, kemungkinan hal ini dihubungkan dengan faktor budaya dan sosioekonomi masyarakat daerah tersebut.3)

Pada tahun 2008, kasus baru penderita gonore di wilayah Asia Tenggara adalah 25,4 juta kasus. Sedangkan untuk angka prevalensinya adalah 9,3 juta kasus. Angka insidensi dan prevalensi lebih tinggi pada jenis kelamin wanita dibandingkan jenis kelamin laki – laki. Untuk jenis kelamin wanita angka insidensinya 8,3 per 1000 populasi sedangkan untuk jenis kelamin laki – laki 7,0 per 1000 populasi.14)

Sedangkan di Indonesia, dari data rumah sakit yang beragam seperti RSU Mataram pada tahun 1989 dilaporkan gonore yang sangat tinggi yaitu sebesar 52,87% dari seluruh penderita IMS. Sedangkan pada RS Dr.Pirngadi Medan pada tahun 1991 ditemukan 16% dari sebanyak 326 penderita IMS.15)

Pada tahun 2013, kasus gonore di Sumatera Utara adalah sebanyak 811 kasus dengan rincian kasus pada jenis kelamin laki - laki adalah sebanyak 477 kasus dan pada perempuan sebanyak 333 kasus.9)

d. Gejala klinis

Masa tunas gonore sangat singkat yaitu sekitar 2 hingga 5 hari pada pria. Sedangkan pada wanita, masa tunas sulit ditentukan akibat adanya kecenderungan untuk bersifat asimptomatis pada wanita.

Keluhan subjektif yang paling sering timbul adalah rasa gatal, disuria, polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari ujung uretra yang

(4)

kadang-kadang dapat disertai darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan orifisium uretra eksternum tampak kemerahan, edema, ekstropion dan pasien merasa panas. Pada beberapa kasus didapati pula pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral maupun bilateral.

Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dari pria. Pada wanita, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah didapati kelainan objektif. Adapun gejala yang mungkin dikeluhkan oleh penderita wanita adalah rasa nyeri pada panggul bawah, dan dapat ditemukan serviks yang memerah dengan erosi dan sekret mukopurulen.1)

Bayi baru lahir bisa terinfeksi gonore dari ibunya selama proses persalinan, sehingga terjadi pembengkakan pada kedua kelopak matanya dan dari matanya keluar nanah. Pada dewasa, bisa terjadi hal yang sama, tetapi seringkali hanya satu mata yang terkena. Jika infeksi ini tidak diobati dapat terjadi kebutaan.12)

e. Pemeriksaan

e.1. Sediaan Langsung

Pada sediaan langsung dengan pengecatan Gram akan ditemukan gonokok negatif Gram, intraselular dan ekstraselular. Bahan duh tubuh pada pria diambil dari daerah fosa navikularis, sedangkan pada wanita diambil dari uretra, muara kalenjar Bartholin, serviks dan rektum. Pemeriksaan ini direkomendasikan untuk dilakukan di klinik luar rumah sakit/praktek pribadi, klinik dengan fasilitas labotarium terbatas, maupun rumah sakit dengan

(5)

e.2. Kultur (biakan)

Untuk identifikasi perlu dilakukan kultur (pembiakan). Dua macam media yang dapat digunakan adalah media transpor dan media pertumbuhan. Kultur untuk bakteri Neisseria gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media pertumbuhan Thayer-Martin yang mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram positif dan kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-gram dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini dianjurkan untuk dilakukan pada rumah sakit dengan fasilitas dengan labotarium lengkap.

e.3. Tes defenitif

Tes defenitif adalah tes yang dibagi atas 2 bagian yaitu tes oksidasi dan tes fermentasi. Pada tes oksidasi semua Neisseria memberi reaksi positif dengan memberi perubahan warna koloni yang semula bening menjadi merah muda hingga merah lembayung. Kemudian tes oksidasi positif dilanjutkan dengan tes fermentasi memakai glukosa, maltosa, dan sukrosa. Kuman gonokok hanya meragikan glukosa.

e.4. Tes beta-laktamase

Tes ini menggunakan cefinase TM disc yang mengandung

chromogenic chepalosporin dan akan tampak perubahan warna koloni dari

(6)

e.5. Tes Thomson

Tes ini berguna untuk mengetahui sejauh mana infeksi sudah berlangsung. Dahulu pemeriksaan ini perlu dilakukan karena pengobatan pada waktu itu adalah pengobatan setempat. Syarat mutlak untuk melakukan tes ini ialah kandung kencing harus mengandung air seni paling sedikit 80 - 100 ml.1)

f. Pengobatan

Pada pengobatan yang perlu diperhatikan adalah efektifitas, harga, dan sedikit mungkin efek toksiknya. Dulu pilihan utama adalah penisilin + probenesid, kecuali di daerah yang tinggi insidens Neisseria gonorrhoeae penghasil Penisilinase (N.G.P.P). Secara epidemiologis pengobatan yang dianjurkan adalah obat dengan dosis tunggal. Macam – macam obat yang dapat dipakai antara lain : Penisilin, Ampisilin dan Amoksisilin, Sefalosporin, Spektinomisin, Kanamycin, Tiamfenikol, dan Kuinolon. 16)

2.2.2. Infeksi Genital Non-Spesifik (IGNS) a. Defenisi

Infeksi Genital Non-Spesifik (IGNS) atau Nonspecific Genital Infection (NSGI) adalah IMS berupa peradangan di uretra, rektum atau serviks yang disebabkan oleh kuman nonspesifik.1)

(7)

b. Etiologi

Penyebab 30% hingga 50% kasus IGNS adalah Chlamydia trachomatis, sedangkan kasus selebihnya umumnya disebabkan oleh Ureaplasma urealyticum berkisar antara 10-40 %. Sedangkan penyebab lain yang jarang adalah

Trichomonas vaginalis, Ragi, Virus Herpes simplex, dan Adenovirus.1)

c. Epidemiologi

Di beberapa negara, insidens IGNS merupakan IMS yang paling tinggi, banyak ditemukan pada orang dengan dengan keadaan sosial ekonomi lebih tinggi, usia lebih tua, dan aktivitas seksual yang tinggi. Insiden juga lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita, dan golongan heteroseksual lebih banyak dibandingkan golongan homoseksual. 1)

Di dunia, WHO memperkirakan terdapat 140 juta kasus yang terjadi akibat infeksi Chlamydia trachomatis. Terdapat 1,1 juta kasus dilaporkan di Amerika Serikat dengan prevalensi tertinggi terjadi pada wanita di usia 15-24 tahun pada tahun 2007.16)

Sedangkan di Indonesia, dari data yang diambil dari poliklinik IMS RS dr.Pirngadi Medan didapatkan prevalensi UNG (Uretritis Non Gonore) sebesar 54% pada tahun 1990-1991. Di RSUP Denpasar prevalensi UNG/IGNS sebesar 13,8% pada tahun 1993-1994. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan terhadap kelompok pramuwaria di Jakarta mendapatkan data prevalensi klamidia sebesar 35,48% dari 62 orang yang diperiksa sedangkan pada pemeriksaan terhadap WTS di Medan menunjukkan prevalensi sebesar 45% .1)

(8)

d. Gejala klinis

Pada pria gejala baru timbul biasanya setelah 1-3 minggu kontak seksual dan umumnya tidak separah gonore. Gejalanya berupa disuria ringan, perasaan tidak enak di uretra, sering kencing, dan keluarnya tubuh duh seropurulen. Dibandingkan dengan gonore perjalanan penyakit lebih lama karena masa inkubasi yang lebih lama dan ada kecenderungan kambuh kembali. Pada beberapa keadaan tidak terlihat keluarnya cairan duh tubuh, sehingga menyulitkan pemeriksaan.

Pada wanita infeksi lebih sering terjadi di serviks dibandingkan dengan di vagina, kalenjar Bartholin, atau uretra sendiri. Sama seperti gonore pada wanita, umumnya wanita tidak menunjukkan gejala. Sebagian kecil dengan keluhan keluarnya duh tubuh vagina, disuria ringan, nyeri di daerah pelvis, dan disparenia.16)

e. Pemeriksaan

Diagnosis secara klinis sukar untuk membedakan infeksi karena gonore atau non-gonore. Menegakkan diagnosis servisitis atau uretritis oleh klamidia, perlu pemeriksaan khusus untuk menemukan atau menentukan adanya Chlamydia

trachomatis. Pemeriksaan labotarium yang umum digunakan sejak lama adalah

pemeriksaan sediaan sitologi langsung dan biakan dari inokulum yang diambil dari spesimen urogenital. Baru pada tahun 1980-an ditemukan teknologi pemeriksaan terhadap antigen dan asam nukleat Chlamydia trachomatis. Sampai saat ini pemeriksaan biakan masih dianggap sebagai baku emas pemeriksaan

(9)

klamidia. Spesifisitasnya mencapai 100%, tetapi sensitivitasnya bervariasi bergantung pada labotarium yang digunakan (berkisar antara 75% - 85%). Prosedur, tehnik, dan biaya pemeriksaan biakan ini tinggi serta perlu waktu 3 -7 hari. 16)

f. Pengobatan

Tetrasiklin sampa ini saat ini masih efektif untuk pengobatan Chlamydia dan Ureaplasma urealyticum . Eritromisin lebih efektif terhadap Ureaplasma dibandingkan Chlamydia. Obat ini dipakai untuk mengobati wanita hamil dengan I.G.N.S. 1)

2.2.3. Sifilis a. Defenisi

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema

pallidum dan mempunyai beberapa sifat, yaitu : perjalanan penyakitnya sangat

kronis, dalam perjalanannya dapat menyerang semua organ tubuh, dapat menyerupai bermacam – macam penyakit, mempunyai masa laten, dapat kambuh kembali, dan dapat ditularkan dari ibu ke janinnya sehingga menimbulkan kelainan kongenital. Selain melalui ibu ke janinnya dan melalui hubungan seksual, sifilis bisa juga ditularkan melalui luka, transfusi, dan jarum suntik.3) b. Etiologi

Treponema pallidum merupakan anggota dari jenis Spirochaetaceae.

(10)

-12 uliran kecil yang beraturan dengan ujung filament selalu lurus. Morfologi kuman mudah dilihat dengan mikroskop latar belakang gelap (dark-field

microscope) atau diperiksa di bawah mikroskop menggunakan pewarnaan perak. Treponema pallidum merupakan organisme yang relatif rapuh yang tidak dapat

hidup lebih dari beberapa jam pada daerah yang lembab di luar tubuh.17), 18) c. Epidemiologi

Sifilis tersebar diseluruh dunia dan telah dikenal sebagai penyakit kelamin klasik yang dapat dikendalikan dengan baik. Di Amerika Serikat kejadian sifilis dan sifilis kongenital yang dilaporkan meningkat sejak tahun 1986 dan berlanjut sampai dengan tahun 1990 dan kemudian menurun sesudah itu. Peningkatan ini terjadi terutama dikalangan masyarakat dengan status sosial ekonomi rendah dan dikalangan anak-anak muda dengan kelompok usia yang paling sering terkena infeksi adalah golongan usia muda berusia antara 20 - 29 tahun, yang aktif secara seksual.

Adanya perbedaan prevalensi penyakit pada ras yang berbeda lebih disebabkan oleh faktor sosial daripada faktor biologis. Dari data tahun1981-1989 insidensi sifilis primer dan sekunder di Amerika Serikat meningkat 34% yaitu 18,4% per 100.000 penduduk. Banyak wilayah di AS, terutama di daerah perkotaan dan di daerah pedesaan bagian selatan faktor risiko yang melatarbelakangi peningkatan prevalensi sifilis pada kelompok ini antara lain pemakaian obat-obat terlarang, prostitusi, AIDS dan hubungan seks pertama kali pada usia muda. Pada tahun 2003-2004 terjadi peningkatan prevalensi sifilis

(11)

sebanyak 8% dari 2,5 menjadi 2,7 per 100.000 populasi. Sedangkan pada tahun 2006-2007 terjadi peningkatan 12% dari 3,3 menjadi 3,7 per 100.000 populasi.20)

Pada tahun 2013, menurut Laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara bagian P2P, terdapat sebanyak 1.112 kasus sifilis di Sumatera Utara. Untuk kasus dengan jenis kelamin laki-laki ada sebanyak 663 kasus dan pada perempuan ada 449 kasus. 9)

d. Gejala klinis

Masa inkubasi berlangsung antara 9 - 90 hari, kemudian diikuti timbulnya gejala klinis yang terdiri dari 3 stadium. :

d.1. Stadium Primer

Kelainan pertama yang timbul atau lesi primer terjadi pada organ genital berupa ulkus yang keras. Sesudah itu akan terjadi limfangitis, diikuti pengerasan kalenjar limfe regional yang tidak terasa nyeri.

d.2. Stadium sekunder

Pada stadium sekunder terjadi gejala – gejala klinis sebagai berikut : kelainan berupa makula, papula dan pustula, yang juga terjadi pada telapak tangan dan kaki. Tanpa pengobatan kelainan kulit akan hilang dengan sendirinya, tetapi akan muncul 2 -3 tahun kemudian. Juga akan terjadi depigmentasi kulit.

d.3. Stadium tersier

Pada stadium tiga timbul gumma pada berbagai organ. Selain itu terjadi aortitis yang menimbulkan aneurisma dan insufiensi aortik.18)

(12)

e. Pemeriksaan

Beberapa pemeriksaan terhadap sifilis dapat dilakukan dengan berbagai cara:

e.1. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field) dengan bahan pemeriksaan dari bagian dalam lesi. Ruam sifilis primer dibersihkan dengan larutan NaCl fisiologis. Serum diperoleh dari bagian dasar atau dalam lesi dengan cara menekan lesi sehingga serum akan keluar. Kemudian serum diperiksa pada lapangan gelap untuk melihat ada tidaknya Triponema pallidum berbentuk ramping, dengan gerakan lambat dan angulasi. Bahan apusan lesi dapat pula diperiksa dengan metode mikroskop fluoresensi, namun pemeriksaan ini memberikan hasil yang kurang dapat dipercaya sehingga pemeriksaan dark

field lebih umum dilaksanakan.

e.2. Penentuan antibodi di dalam serum yang timbul akibat infeksi Triponema

pallidum. Tes yang dilakukan sehari-hari dapat menunjukkan reaksi IgM dan

juga IgG tetapi tidak dapat menunjukkan antibodi spesifik adalah tes Wasserman, tes Kahn, tes VDRL (Veneral Diseases Research Laboratory), tes RPR (Rapid Plasma Reagin) dan tes Automated Reagin. Tes-tes tersebut merupakan tes standar untuk sifilis dan memiliki spesifisitas rendah sebab dapat menunjukkan hasil positif semu. Sedangkan tes RPCF (Reiter Protein

(13)

antibodi spesifik. Tes dengan spesifitas tinggi dan dapat menentukan antibodi spesifik sifilis ini adalah tes TPI, tes FTA-ABS, tes TPHA dan tes Elisa. f. Pengobatan

Sifilis dapat diobati dengan berbagai jenis antibiotika, yaitu dengan Penisilin prokain jangka panjang, Tetrasiklin diberikan jika penderita alergi penisilin, dan juga obat – obatan lain yang dapat diberikan adalah eritromisin dan sefalospori.17)

2.2.4. HIV (Human Imunodefiency Virus) a. Definisi

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adakah kumpulan gejala

yang timbul akibat menurunnya system kekebalan tubuh yang didapat disebabkan oleh infeksi human immunodeficiency virus (HIV). 3)

b. Etiologi

HIV disebabkan oleh retrovirus yang disebut Lymphadenopathy

Associated Virus (LAV) atau Human T-Cell Leukima Virus (HTLV-III). LAV

ditemukan oleh Montagnier dkk pada tahun 1983 di Perancis, sedangkan HTLV-III ditemukan oeh Gallo di Amerika Serikat pada tahun berikutnya.1)

Virus ini termasuk ke dalam genus Lentivirus, golongan retrovirus dan family retroviridae. Sepsis HIV-1 dan HIV-2 merupakan penyebab infeksi HIV terbanyak pada manusia.17)

(14)

c. Epidemiologi

HIV telah menginfeksi hampir 60 juta orang di dunia, dan 40 juta orang saat ini hidup dengan penyakit ini. Sekitar 95% jumlah tersebut berada di negara berkembang, dengan lebih dari 25 juta dari mereka yang saat ini terinfeksi tinggal di sub-Sahara Afrika. 18)

Transmisi heteroseksual mencapai lebih dari 85% di seluruh dunia. Penularan secara heteroseksual ini menyebabkan 25 – 30% infeksi baru di Eropa dan AS dengan ras dan etnik minoritas. Di Vietnam, Malaysia, India Timur Laut dan Cina, insidensi tertinggi adalah pengguna obat suntik.2)

Berdasarkan laporan Ditjen PP & PL, secara kumulatif penderita HIV/AIDS dari tahun 1987 hingga 2013 adalah sebanyak 127.416 untuk HIV dan 52.348 untuk AIDS. Secara nasional Indonesia memiliki prevalensi sebesar 22,03 per 100.000 penduduk. Prevalensi menurut propinsi, Papua memiliki prevalensi tertinggi yaitu sebesar 357,03 per 100.000 penduduk. Pada tahun 2013, penderita HIV/AIDS di Indonesia adalah sebanyak 35.371 kasus dengan rincian kasus HIV sebanyak 29.037 kasus, AIDS sebanyak 5.608 kasus, dan yang tercatat meninggal sebanyak 726 kasus.11)

d. Gejala Klinis

Gejala klinis HIV adalah sebagai berikut :

d.1.HIV Stadium 1 : asimtomatis atau terjadi PGL (persistent generalized

(15)

d.2. HIV Stadium 2 : berat badan menurun lebih dari 10%, ulkus atau jamur di mulut, menderita herpes zoster 5 tahun terakhir, sinusitis rekuren.

d.3. HIV Stadium 3 : berat badan menurun lebih dari 10%, diare kronis dengan sebab tidak jelas lebih dari 3 bulan.

d.4. HIV Stadium 4 : berat badan menurun lebih dari 10%, gejala – gejala infeksi pneumositosis, TBC, kriptokokosis, herpes zoster dan infeksi lainnya sebagai komplikasi turunnya system imun (AIDS).

e. Kriteria W.H.O gejala klinis AIDS untuk penderita dewasa meliputi minimum 2 gejala mayor dan 1 gejala minor.

e.1. Gejala mayor adalah :

i. Berat badan menurun lebih dari 10%. ii. Diare kronis lebih dari 1 bulan. iii. Demam lebih dari 1 bulan e.2. Gejala minor adalah :

i. Batuk lebih dari 1 bulan. ii. Pruritus dermatitis menyeluruh.

iii. Infeksi umum rekuren misalnya herpes zoster atau herpes simpleks. iv. Limfadenopati generalisata.

v. Kandidiasis mulut dan orofaring. 17) e. Pemeriksaan

Pada orang yang akan melakukan tes HIV atas kemauan sendiri atau karena saran dokter, terlebih dahulu dilakukan konseling. Bila semua berjalan baik, maka

(16)

tes HIV dapat dilaksanakan pada individu tersebut dengan persetujuan yang bersangkutan.

Diagnosis dini dilakukan melalui pemeriksaan labotarium dengan petunjuk dari gejala-gejala klinis atau dari adanya perilaku resiko tinggi individu tertentu. Diagnosis labotarium dilakukan dengan 2 metode :

e.1. Langsung : yaitu isolasi virus dari sampel. Salah satu cara deteksi antigen virus ialah Polymerase Chain Reaction (PCR)

e.2. Tidak langsung : dengan melihat respon zat anti spesifik, misalnya dengan ELISA, Western blot, immunofluorescent assay (IFA), atau

radioimmunoprecipitation assay (RIPA).15)

f. Pengobatan

Pengobatan penderita HIV dibagi atas 2 bagian yaitu untuk infeksi dini HIV dan infeksi yang sudah lanjut termasuk AIDS. Perbedaan tatalaksana terletak pada prinsip pencegahan yang dapat dilakukan pada fase dini untuk mencegah timbulnya infeksi oppurtunistik serta memperpanjang hidup penderita, sedangkan pada tahap lanjut kita hanya dapat memberikan pengobatan untuk infeksi oppurtunistik dan keganasan serta perawatan pada fase terminal.

f.1. Infeksi Dini

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, sekarang sudah dipastikan bahwa pemberian antiretroviral pada periode asimtomatik fase lebih awal dapat memperpanjang periode asimtomatik dan menghambat perkembangan penyakit

(17)

antiretroviral yang disarankan adalah Zidovudin (ZDV), Didanosin (DDI), Dideoxycytidine (DDC) dan Profilaksis. Banyak ahli cenderung mempergunakan terapi kombinasi ZDV dengan obat antiretroviral lain, dan terbukti memberikan hasil lebih baik dan mengurangi kemungkinan timbulnya resistensi virus terhadap obat-obat antiretroviral tersebut.

f.2. Stadium Lanjut

Pada stadium lanjut, tingkat imunitas penderita sudah sangat menurun dan banyak komplikasi banyak terjadi, umumnya berupa infeksi oppurtunistik yang mengancam jiwa penderita. Pada stadium lanjut ZDV cukup banyak memberi manfaat. Pada keadaan penyakit yang berat dosis ZDV diperlukan lebih tinggi agar dapat menembus ke susunan syaraf pusat (SSP). Dosis dan pemberian belum ada kesepakatan, tetapi sebagai dosis awal pada penderita dengan berat badan 70 kg, diberikan ZDV 1000mg, dalam 4 hingga 5 kali pemberian.

Untuk pengobatan infeksi oppurtunistik, memerlukan perawatan multidisipliner, para spesialis, konselor, dan kelompok-kelompok lainnya. Umumnya pada stadium yang lebih lanjut, bila sesekali muncul infeksi maka jarang bersifat tunggal tetapi beberapa macam infeksi terjadi bersamaan. Keadaan ini memerlukan pengobatan yang rumit. Bila sudah timbul keadaan yang demikian maka sebaiknya penanganan penderita dilakukan oleh sebuah tim.

Pada fase terminal, dimana penyaktit sudah tak teratasi, pengobatan yang diberikan hanyalah bersifat simtomatik dengan tujuan agar penderita merasa cukup enak, bebas dari rasa mual, sesak, mengatasi infeksi yang ada dan mengurangi rasa cemas.23)

(18)

2.2.5. Kandidiasis Vulvovaginalis

a. Definisi

Kandidiasis (kandidosis) adalah suatu infeksi dengan manifestasi klinis yang bervariasi, bersifat akut atau subakut. Kandidosis Vulvovaginalis (KVV) adalah infeksi mukosa vagina dan atau vulva dan didapat baik secara endogen maupun eksogen, yang sering menimbulkan keluhan duh tubuh pada vagina.3)

b. Etiologi

Kandidiasis Vulvovaginalis adalah infeksi dengan berbagai manifestasi klinis oleh Candida Albicans. Kandida adalah kuman oportunis, dapat dijumpai di seluruh badan, terutama dalam mulut, kolon, kuku, vagina, dan saluran anorektal.15)

c. Epidemiologi

Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua umur, baik laki - laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai saprofit. Gambaran klinisnya bermacam-macam sehingga tidak diketahui data-data penyebarannya dengan tepat.1)

Pada beberapa negara Kandidiasis vulvovaginalis merupakan terbanyak diantara infeksi vagina terutama di daerah iklim subtropis dan tropis. Pada umumnya lebih banyak terjadi pada perempuan dengan status sosial ekonomi rendah dan masa kehamilan. Kandidiasis vulvovaginalis terjadi pada banyak perempuan selama masa hidupnya dengan persentase sekitar 70-75% wanita mendapat setidaknya sekali infeksi Kandidiasis vulvovaginalis selama masa hidupnya.3)

(19)

sebanyak 3.269 kasus, dengan rincian sebanyak 18 kasus pada jenis kelamin laki - laki dan 3.251 kasus pada perempuan.9)

d. Gejala Klinis

Keluhan utama ialah gatal di daerah vulva. Pada yang berat terdapat pula rasa panas, nyeri sesudah miksi, dispaneuria. Pada pemeriksaan yang ringan tampak hyperemia di labia menora, introitis vagina, dan vagina terutama 1/3 bagian bawah. Sering pula terdapat kelainan yang khas ialah bercak - bercak putih kekuningan.

Fluor albus pada kandidiasis vagina berwarna kekuningan. Tanda yang khas ialah disertai gumpalan-gumpalan sebagai kepala susu berwarna putih kekuningan. Gumpalan tersebut berasal dari massa yang terlepas dari dinding vulva atau vagina.1) e. Pemeriksaan

Diagnosis Kandidiasis vulvovaginalis ditegakkan berdasarkan keluhan penderita, pemeriksaan klinis, pemeriksaan labotarium berupa sediaan basah maupun gram, pemeriksaan biakan jamur dan pemeriksaan pH cairan vagina.

Biakan jamur mempunyai nilai sensitivitas yang tinggi sampai 90%, sedangkan pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10% kepekaannya hanya 40%. Pemeriksaan gram tidak terlalu sensitif tetapi bisa sangat menolong untuk pemeriksaan yang cepat.3)

f. Pengobatan

Hal penting yang harus dilakukan dalam mengobati Kandidiasis vulvovaginalis adalah menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi. Rejimen yang di rekomendasikan adalah :

(20)

2. Klotrimazol 500 mg intravaginal dosis tunggal 3. Nystatin 100 000 IU intravaginal/ hari, 14 hari.

Kandidiasis vulvovaginalis biasa terjadi pada masa kehamilan, hanya preparat azol topical yang dapat dipakai pada wanita hamil. Kebanyakan diantaranya untuk memberikan pengobatan selama 7 hari selama masa kehamilan.1)

2.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyebaran IMS

Penyebaran IMS terjadi karena perubahan pola distribusi maupun pola perilaku penyakit yang tidak terlepas dari faktor – faktor yang mempengaruhinya , yaitu :

2.3.1. Faktor Dasar

a. Adanya penularan penyakit. b. Berganti – ganti pasangan seksual. 2.3.2. Faktor medis

a. Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis. b. Pengobatan yang modern.

c. Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif, sehinga risiko resistensi tinggi, dan bila disalahgunakan akan meningkatkan faktor penyebaran infeksi.

2.3.3. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi pencegahan kehamilannya saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan.

(21)

2.3.4. Faktor sosial

a. Mobilitas penduduk b. Prostitusi

c. Waktu yang santai d. Kebebasan individu e. Ketidaktahuan

Selain faktor – faktor diatas masih ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi yang mempengaruhi perbedaan prevalensi antara negara maju dan negara berkembang adalah :

i. Diagnosis yang kurang tepat karena keterbatasan sarana penunjang.

ii. Komplikasi lebih banyak ditemukan di negara berkembang, karena keterlambatan diagnosis dan pengobatan.

Yang tidak kalah penting adalah perubahan dinamis yang terjadi di masyarakat, baik perubahan demografi maupun sosio-budaya, akan mempengaruhi penyebaran IMS. Peningkatan insiden IMS tidak terlepas kaitannya dengan perilaku resiko tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa rata – rata penderita sifilis melakukan hubungan seks sebanyak 5 pasangan seksual yang tidak diketahui asal usulnya, sedangkan gonore sebanyak 4 pasangan seksual. Demikian juga halnya dengan IMS dengan pecandu narkotik, terlihat bahwa 73% penderita gonore melakukan promiskuitas karena ketagihan narkotik.18)

Selain itu menurut penelitian pada WPS di Medan pada Tahun 2005, hubungan seks tanpa penggunaan kondom masih tinggi. Hal ini terlihat dari penggunaan kondom dalam kurun waktu seminggu terakhir, hanya 12% WPS

(22)

langsung dan 72% WPS tidak langsung yang selalu menggunakan kondom waktu berhubungan seks dengan pelanggannya. Sebagian besar (62% WPS langsung dan 8% WPS tidak langsung) tidak menggunakan kondom sama sekali, perilaku yang paling berisiko untuk penularan IMS.8)

2.4. Pencegahan IMS

2.4.1. Pencegahan Primer

Pencegahan primer merupakan hal yang paling penting agar seseorang yang sehat jangan sampai tertular IMS. Beberapa cara pencegahan yang perlu diperhatikan yaitu:

a) Mengurangi pajanan IMS dengan program penyuluhan untuk menjauhkan masyarakat terhadap perilaku berisiko tinggi. Didik masyarakat tentang cara-cara umum menjaga kesehatan, berikan petunjuk tentang kesehatan dan hubungan seks yang sehat. Jelaskan manfaat tentang menunda aktivitas seksual sampai pada usia matang secara seksual demikian juga jelaskan pentingnya perkawinan monogami dan mengurangi jumlah pasangan seksual. Selain itu perlu juga diberikan penyuluhan tentang pentingnya memanfaatkan pelayanan kesehatan seperti klinik IMS, serta tentang gejala - gejala dari IMS dan cara - cara penyebarannya.25),26)

b) Perilaku seksual yang aman (dikenal dengan singkatan ABC) yaitu,

Abstinensia, tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Be faithful,

(23)

dapat dilakukan di daerah-daerah yang beresiko tinggi. Kalau digunakan dengan benar, kondom dapat mencegah penularan IMS termasuk HIV. Setiap orang pada golongan umur seksual aktif harus tahu cara menggunakannya. Petugas pelayanan kesehatan harus mampu menjelaskan dan memperagakan penggunaan kondom.6),25)

c) Penerapan kewaspadaan universal di waktu melakukan pelayanan kesehatan dan menggunakan alat suntik ataupun alat kesehatan lainnya yang steril. Hal ini terkait kewaspadaan terhadap zat yang menularkan, kewaspadaan tentang alat yang digunakan dan kewaspadaan tentang penjagaan diri.25)

2.4.2. Pencegahan sekunder

a) Diagnosis yang tepat. Sediakan fasilitas pelayanan kesehatan untuk diagnosa dini dan pengobatan dini IMS. Bentuk fasilitas pelayanan kesehatan ini hendaknya sesuai dengan budaya setempat dan mudah diakses dan dapat diterima oleh masyarakat, tanpa mempertimbangkan status sosial ekonomi seseorang.1),25)

b) Pengobatan yang efektif dan membuat program penemuan kasus secara intensif termasuk kegiatan melakukan anamnesis penderita, motifikasi pasangan seksual mereka. Lakukan pemeriksaan serologis ulang untuk mengesampingkan kemungkinan infeksi IMS lainnya termasuk infeksi HIV.26) c) Konseling kepada pasien, dalam rangka memberikan KIE (komunikasi,

informasi, dan edukasi), mengenai penyakitnya, pentingnya, mematuhi pengobatannya, upaya mencegah penularan, dan sebagainya. Edukasi

(24)

merupakan kegiatan penting dalam upaya mendorong seseorang agar dapat melakukan perilaku seksual aman dan membantu mereka yang terpapar resiko. Tujuan edukasi adalah mendidik mereka untuk meyakinkan bahwa penderita yang diobati akan bebas dari infeksi dan mencegah infeksi selanjutnya.1),3)

d) Penanganan pasangan seksual penderita IMS. Mitra seksual yang telah diketahui harus diobati terhadap IMS-nya meskipun tanpa gejala sehingga demikian petugas kesehatan perlu menganjurkan penderita untuk memberitahu pasangannya, merupakan sesuatu yang perlu direncanakan secara hati hati sehingga perlu dijalin hubungan yang baik agar penderita bersedia memberitahukan mitra seksualnya.1), 6)

2.4.3. Pencegahan Tersier a. Isolasi

Isolasi perlu dilakukan untuk pasien-pasien rawat inap, tindakan kewaspadaan universal untuk darah dan sekret harus dilakukan. Penderita harus menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seksual sampai pengobatan lengkap dan semua lesi menghilang; untuk menghindari reinfeksi, mereka harus menahan diri untuk tidak melakukan hubungan seksual dengan pasangan-pasangan sebelumnya sampai pasangan tersebut selesai diperiksa dan diobati.26)

(25)

b. Membantu menerima dengan sikap yang positif

Pada umumnya IMS merupakan stigma yang menimbulkan perasaan malu, rasa aib dan tabu. Agar dapat bekerja secara efektif dengan penderita maka petugas kesehatan harus menghargai penderita. Dalam hal ini kita perlu mawas diri tentang sikap kita terhadap penderita IMS dan HIV. Semua petugas kesehatan harus bersikap positif.6)

(26)

2.5. Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka di atas, maka kerangka konsep dari penelitian ini digambarkan sebagai berikut :

KARAKTERISTIK PENDERITA INFEKSI MENULAR SEKSUAL 1. Sosiodemografi Usia Jenis Kelamin Pendidikan Status pernikahan Daerah Asal 2. Jenis kunjungan

3. Waktu terakhir kali berhubungan seks 4. Jumlah pasangan seks

5. Penggunaan kondom 6. Jenis IMS yang diderita

Referensi

Dokumen terkait

Koentjaraningrat (1984) menambah- kan model pengasuhan yang biasa dilaku- kan para orang tua Jawa pada anak-anak- nya, yaitu: (1) “menyuap” anak dengan menjanjikannya

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Bapa di Surga atas rahmat dan kasih karuniaNya yang telah dianugerahkan kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan

Jika tidak sempat menurunkan asi dari freezer pada malam harinya, bisa gunakan cara alternatif lain, yaitu dengan cara mengaliri botol asi di bawah air keran

Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui sikap pelajar SMA Surabaya terhadap pemberitaan Development Basketball League (DBL) Movement 2010 setelah mereka membaca

R50/53 Very toxic to aquatic organisms, may cause long-term adverse effects in the aquatic environment. R51/53 Toxic to aquatic organisms, may cause long-term adverse effects

(2) Tjm Petaksana Desa metaksanakan sepenuhnya kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat dan pubtik yang bersumber dari ADD dan ditetapkan datam

Kadar air yang rendah dari beras analog sagu baruk dan ubi jalar ungu disebabkan kadar amilosa pada beras analog pati sagu baruk yang mempengaruhi daya serap air