Peningkatan keterampilan pemecahan masalah soal cerita
matematika dengan menggunakan model probing-prompting
learning (PPL) pada peserta didik kelas IV sekolah dasar
K Ningrum1*, Riyadi2, dan Sukarno2
1Mahasiswa PGSD, Universitas Sebelas Maret, Jl. Brigjend Slamet Riyadi No. 449, Pajang, Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, 57146, Indonesia
2Dosen PGSD, Universitas Sebelas Maret, Jl. Brigjend Slamet Riyadi No. 449, Pajang, Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah, 57146, Indonesia
Abstract. The purpose of research is improve problem solving skills in the stories matter by using the Probing–Prompting Learning (PPL) models. This research is Classroom Action Research with two cycles. The subjects of this research were students of IV class at SD Negeri Tegalrejo in the 2019/2020 academic year, totaling 24 students. This research uses data collection techniques in the form of interviews, observations, tests, and documentation with data analysis of source triangulation and technique triangulation. The analysis of the data used is the interactive analysis model of Miles-Huberman. The initial conditions of problem solving skills of IV class students showed 25% classically. The cycle resulting in a percentage of 54,16% in classical, and the study continued with the second cycle with the percentage of 75% in classical terms. Based on the result of the research, it can be conclude that the ability to solve water cycle problems on IV students of SD Negeri Tegalrejo in the 2019/2020 academic year can be improved through the Probing–Prompting Learning models.this research is expected to be able to add scientific insights and as input for further researchers.
Keywords: problem solving skills, Probing-Prompting Learning, elementary school and
mathematic learning
1. Pendahuluan
Matematika merupakan mata pelajaran yang dirasa sulit oleh sebagian besar peserta didik Sekolah Dasar karena membutuhkan konsentrasi, pemikiran yang analitis dan pengerjaan yang sistematis. Salah satu tujuan mata pelajaran matematika yaitu memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang pola pengerjaan, menyelesaikan sesuai denngan rancangan dan pengecekkan kembali[1]. Keterampilan pemecahan masalah mengimplikasikan pemikiran tingkat lanjut yang berupa menalar, mengidentifikasi, mengevaluasi, menginterprestasikan, dan merefleksi[2]. Keterampilan yang dimaksud bukan gerak motorik tubuh melainkan keterampilan intelektual dalam pemecahan masalah[3]. Menurut Walled dan Aksu menyatakan “Problem can be defined as an unknown result of an uncertain situation and difficulty which needs to be overcome” bahwa masalah dapat didefinisikan sebagai hasil yang tidak diketahui dari situasi yang tidak pasti dan kesulitan yang perlu diatasi[4]. Maka dari itu keterampilan tersebut perlu dibiasakan dalam pembelajaran matematika atau non matematika ataupun dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan pemecahan merupakan keterampilan untuk menemukan jalan keluar dalam penyelesain masalah melalui proses pengumpulan informasi dengan memanfaatkan matematika dan ilmu pengetahuan yang dimiliki[5]. Sedangkan pemecahan masalah matematika merupakan proses dimana seseorang dihadapkan pada konsep,
keterampilan, dan proses matematika untuk memecahkan masalah matematika[6]. Indikator dalam pemecahan masalah menurut Polya meliputi : 1) memahami masalah (understanding of problem); 2) merencanakan penyelesaian (planning); 3) melaksanakan penyelesaian (perfoming the plan); 4) memeriksa kembali (confirmation of answer)[7]. Soal matematika dapat disajikan dalam bentuk soal cerita. Soal cerita merupakan soal yang menggunakan kalimat matematis serta berkaitan dengan kehidupan sehari-hari[8]. Didalam penyelesaian soal cerita terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan model dan pendekatan terjemahan. Pendekatan model ialah peserta didik diharuskan untuk membaca dan mendengarkan soal cerita kemudian dicocokkan dengan model soal cerita yang sebelumnya dipelajari. Sedangkan pendekatan terjemahan soal cerita melibatkan kegiatan membaca kata demi kata yang kemudian menterjemahkan kata tersebut ke dalam kalimat matematis[8]. Kurikulum 2013 banyak menyediakan permasalahan berupa soal cerita. Faktanya peserta didik merasa kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita tersebut. Permasalahan tersebut terjadi dikelas IV SD Negeri Tegalrejo tahun ajaran 2019/2020 hal tersebut terjadi karena keterampilan pemecahan masalah yang dimiliki peserta didik rendah sehingga hasil belajar matematika belum maksimal. Padahal keterampilan pemecahan masalah pada tingkat Sekolah Dasar ini akan menjadi dasar untuk pemecahan masalah pada tingkat pendidikan yang lain[9]. Dari hasil observasi dan wawancara menyatakan bahwa guru belum menemukan model yang cocok untuk diterapkan dan peserta didik kesulitan dalam menterjemahkan kalimat matematis. Guru membutuhkan model pembelajaran yang inovatif serta menuntut peserta didik untuk aktif, konsentrasi, penuh dengan tantangan, dan pembiasaan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Andri penelitian tersebut memiliki persamaan pada variabel bebas yaitu penggunaan model Probing-Prompting di SD[10]. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Helma penelitian tersebut memiliki persamaan pada variabel bebas dan terikat yang membedakan yaitu pada jenjang pendidikan. Model tersebut diterapkan pada jenjang SMP sedangkan pada penelitian ini model digunakan pada jenjang SD[11].
Probing-Prompting Learning (PPL) merupakan pembelajaran yang berupa pemberian pertanyaan ditujukan untuk mengarahkan dan menggali informasi peserta didik selanjutnya peserta didik menginterprestasikan konsep dan aturan menjadi pengetahuan baru[12][13]. Terdapat probing question gunanya untuk menggali informasi guna mendapatkan jawaban yang lebih jelas dan berdasar.
Probing question dilakukan secara berulang dengan adanya pengulangan tersebut peserta
didik menjadi terbiasa untuk mengumpulkan dan menuliskan informasi yang mereka
dapatkan. Prompting dilakukan jika peserta didik mengalami hambatan ketika dalam penyampaian
hasil pengerjaannya[13]. Model tersebut memberikan tantangan, memerlukan konsentrasi penuh dan keaktifan karena harus selalu siap jika tiba-tiba ditunjuk oleh guru[13] serta pembiasaan karena guru selalu memberikan pertanyaan. Sama halnya seperti pendapat Jen Munson “Teachers probe student thinking by prompting students to articulate their mathematical reasoning behind the procedures, processes, tasks, or concepts, by asking questions or making statetments” menyatakan bahwa guru menyelidiki pemikiran siswa dengan mendorong siswa untuk menuturkan penalaran matematis mereka pada prosedur, proses, tugas, atau konsep dengan mengajukan pertanyaan atau membuat pernyataan[14]Menurut penjabaran di atas tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah soal cerita matematika melalui penerapan model Probing-Prompting Learning (PPL) pada peserta didik kelas IV. Model pembelajaran tersebut membuat peserta didik lebih aktif, membutuhkan konsentrasi, penuh dengan tantangan karena peserta didik akan ditunjuk secara acak dan tiba-tiba, serta adanya pembiasaan untuk menuliskan informasi yang didapatkan dari pertanyaan yang diberikan secara berulang-ulang. Maka model pembelajaran Probing-Prompting ini dapat dijadikan relevansi model pembelajaran lainnya yang inovatif untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah.
2. Metode Penelitian
Penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus. Setiap siklus terdiri dari 3 pertemuan. Subjek penelitian ini yaitu peserta didik kelas IV SD Negeri Tegalrejo tahun ajaran 2019/2020 dengan jumlah 24 peserta didik. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, tes, dan
dokumentasi. Validitas data yang digunakan adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Teknik analisis data menurut Miles dan Huberman[15] dipilih sebagai acuan dalam penelitian. Langkah-langkah yang akan dilaksanakan dalam siklus meliputi perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Di bawah ini pengkategorian tingkatan keterampilan pemecahan masalah yang diadaptasi dari ahli[16]. Indikator ketercapaian yang ditargetkan adalah 75% dari jumlah peserta didik yang hadir dan mendapatkan nilai ≤ 75 pada setiap indikator dan nilai akhir.
Tabel 1. Pengkategorian Tingkatan Keterampilan Pemecahan Masalah
Rentang Nilai
Keterangan Keterangan
89-100 Sangat Terampil Lulus
75-88 Terampil Lulus
65-74 Cukup Terampil Tidak Lulus
49-64 Kurang Terampil Tidak Lulus
< 49 Sangat Kurang Terampil
Tidak Lulus
3. Hasil dan Pembahasan
Data yang disajikan terdiri dari tiga yaitu: pratindakan, siklus I, dan siklus II. Hasil tes pratindakan menunjukan bahwa keterampilan pemecahan masalah masih rendah dan nilai banyak yang belum mencapai KKM yang telah ditentukan. Tabel di bawah ini merupakan persentase hasil tes pratindakan sebagai berikut:
Tabel 2. Nilai Keterampilan Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika Pratindakan
No. Indikator yang diukur Rata-rata Persentase Ketuntasan
1. Memahami Masalah 71,16 62,5%
2. Merencanakan Penyelesaian 49,75 29,16%
3. Melaksanakan Penyelesaian Sesuai Rencana 54,39 25%
4. Memeriksa Kembali 35,5 20,83%
5. Nilai Akhir 49,83 25%
Tabel 2 menampilkan hasil tes pratindakan mengenai keterampilan pemecahan masalah soal cerita matematika yang masih rendah. Rata-rata nilai akhir adalah 49,83 dengan persentase ketuntasan klasikal 25%. Rata-rata perindikator dapat dijabarkan sebagai berikut : 1) memahami masalah dengan rata-rata nilai 71,16 dan persentase sebesar 62,5% ; 2) merencanakan penyelesaian rata-ratanya sebesar 49,75 dan persentase ketuntasannya 29,16% ; 3) melaksanakan penyelesaian sesuai rencana rata-rata nilainya 35,5 persentase ketuntasan klasikal sebesar 20,83%. Rendahnya hasil tes keterampilan dapat diatasi dengan penerapan model Probing-Prompting Learning (PPL). Penerapan model tersebut akan dilakukan pada siklus 1. Peningkatan nilai dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Nilai Keterampilan Pemecahan Masalah Soal Cerita Matematika Siklus I
No. Indikator yang diukur Rata-rata Persentase Ketuntasan
1. Memahami Masalah 85,58 79,17%
2. Merencanakan Penyelesaian 72,70 66,67%
3. Melaksanakan Penyelesaian Sesuai Rencana 67,5 58,3%
4. Memeriksa Kembali 56,37 45,83%
5. Nilai Akhir 60,75 50%
Tabel 3 memaparkan hasil tes tindakan pada siklus I. Pada siklus tersebut terjadi peningkatan secara keseluruhan , namun belum mencapai persentase indikator ketercapaian. Nilai rata-rata secara klasikal sebesar 60,75 dengan persentase ketuntasan 50 %. Berikut rincian nilai dan persentase setiap indikator. Indikator memahami masalah rata-rata nilai 85,58 dengan persentase sebesar 79,1%
menandakan bahwa indikator tersebut telah mencapai indikator ketercapaian yaitu diatas 75%. Merencanakan penyelesaian rata-rata nilai secara klasikal 72,70 dan persentase sebesar 66,67%. Indicator melaksanakan penyelesaian sesuai rencana persentase sebesar 58,3% dengan rata-rata nilai 67,5. Indikator terakhir memeriksa kembali rata-rata nilai 56,37 dengan persentase sebesar 45,83%. Hal tersebut menunjukan bahwa terdapat tiga indikator meliputi merencanakan, melaksanakan, dan memeriksa kembali belum mencapai indikator ketercapaian walaupun nilai dan persentase mengalami peningkatan. Oleh karena itu penelitian dilanjutkan pada siklus II sebagai perbaikan dari siklus I. Di bawah ini merupakan hasil tindakan siklus II.
Tabel 4. Nilai KeterampilanPemecahan Masalah Soal Cerita Matematika Siklus I
No. Indikator yang diukur Rata-rata Persentase Ketuntasan
1. Memahami Masalah 88,83 87,5%
2. Merencanakan Penyelesaian 85,87 83,33%
3. Melaksanakan Penyelesaian Sesuai Rencana 82,29 80,33%
4. Memeriksa Kembali 80,33 75%
5. Nilai Akhir 83,87 83,33%
Tabel 4 menyajikan hasil tes tindakan siklus II. Pada siklus II keterampilan pemecahan masalah soal cerita matematika mengalami peningkatan secara perindikator dan klasikal. Peningkatan tersebut telah mencapai indikator ketercapaian dengan rata-rata nilai keseluruhan 83,87 dan persentase ketuntasan klasikal sebesar 83,33%. Rincian nilai perindikator dapat dijelaskan sebagai berikut: indikator memahami masalah nilai rata-rata klasikal sebesar 88,83 dengan persentase 87,5% ; indikator merencanakan penyelesaian nilai rata-rata sebesar 85,87 persentase 83,3%; indikator melaksanakan penyelesaian sesuai rencana nilai rata-rata 82,29 dengan persentase secara klasikal sebesar 80,33% ; indikator memeriksa kembali persentase ketuntasan sebesar 75% dengan nilai rata-rata 80,33. Meningkatnya nilai secara kasikal beserta persentase ketuntasan menandakan bahwa indikator ketercapaian telah tercapai. Maka dari itu, penelitian dihentikan pada siklus II.
Pemaparan di atas menunjukan peningkatan keterampilan pemecahan masalah soal cerita matematika melalui penerapan model Probing-Prompting Learning (PPL) pada peserta didik kelas IV SD Negeri Tegalrejo tahun ajaran 2019/2020. Peningkatan hasil penelitian ini disebabkan karena adanya tahapan probing question dan probing prompting. Tahap probing question merupakan tahap dimana guru menyajikan pertanyaan untuk menggali informasi guna mendapatkan jawaban yang lebih jelas dan berdasar serta menarik peserta didik untuk aktif dan berkonsentrasi. Tahap probing prompting dilakukan ketika peserta didik yang sudah ditunjuk dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru maka pembelajaran akan dilanjutkan ke pertanyaan selanjutnya. Jika peserta didik kesulitan dalam menjawab dan terdiam maka guru akan memberikan pertanyaan atau pernyataan yang menuntun peserta didik untuk menemukan jawabannya. Probing question dilakukan secara berulang sebanyak dua kali yaitu diawal dan diakhir dengan adanya pengulangan tersebut peserta didik menjadi terbiasa untuk mengumpulkan dan menuliskan informasi yang mereka dapatkan.
Penerapan model Probing-Prompting Learning (PPL) dinyatakan dapat meningkatkan keterampilan pemecahan masalah soal cerita matematika pada peserta didik kelas IV SD Negeri Tegalrejo tahun ajaran 2019/2020 dengan perolehan persentase ketuntasan pada siklus I secara klasikal sebesar 50% atau 12 peserta didik dari 24 anak, kemudian pada siklus II meningkat menjadi 83,33% atau 20 peserta didik dari 24 anak. terdapat 4 peserta didik yang belum tuntas mencapai indikator ketercapaian. Hal tersebut dikarenakan peserta didik lemah dalam mata pelajaran matematika dan malas untuk menuliskan informasi yang didapat. Menurut paparan diatas maka tujuan penelitian tindakan kelas ini sudah tercapai. Tujuan tersebut ialah untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah soal cerita matematika dengan menggunakan model Probing-Prompting Learning (PPL). Hasil Penelitian ini relevan dengan penelitian oleh Andri dalam jurnal tersebut penerapan model probing-propmting learning digunakan untuk peningkatan pemahaman konsep dan hasil belajar matematika siswa kelas III SDN 25 Rajang Begantung II dengan hasil tes pemahaman konsep siklus I persentase ketuntasan klasikal 72,72% siklus II persentase ketuntasan klasikal 90,90%. Rata-rata hasil
belajar siswa siklus I persentase ketuntasan klasikal 81,81% siklus II persentase ketuntasan klasikal sebesar 100%[10]. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Helma menyatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dengan penerapan model pembelajaran Probing Prompting lebih baik daripada dengan penerapan pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dengan hasil pengujian hipotesis diperoleh thitung = 2.081 > ttabel = 1.997 dengan taraf signifikat 0,05. Artinya H0 ditolak dan Ha diterima[11]. Model pembelajaran Probing-Prompting sejalan dengan teori behavioristik yang dikemukakan oleh Thorndike menurut teori tersebut hal terpenting yaitu adanya input (masukan) yang berupa stimulus dan output (keluaran) yang berupa respon, stimulus yang dimaksudkan yaitu probing question dan respon yang dihasilkan yaitu berupa jawaban dari peserta didik[17]. Menurut keberhasilan penelitian tersebut, dapat dinyatakan bahwa model pembelajaran Probing-Prompting pertama kali diterapkan pada sekolah dasar dan terbukti mampu meningkatkan keterampilan pemecahan masalah matematika.
4. Kesimpulan
Menurut penelitian yang telah dilaksanakan maka disimpulkan bahwa model Probing-Prompting
Learning (PPL) mampu meningkatkan keterampilan pemecahan masalah soal cerita matematika pada peserta didik kelas IV SD Negeri Tegalrejo tahunajaran 2019/2020. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan pada nilai kinerja guru, nilai aktivitas peserta didik, dan nilai hasil tes keterampilan soal cerita matematika dari pratindakan, siklus 1, dan siklus 2. Persentase ketuntasan nilai keterampilan pemecahan masalah dimulai dari 25% dengan kategori sangat terampil dan terampil, meningkat menjadi 50% dengan kategori sangat terampil dan terampil, dan 83,33% pada siklus 2 dengan kategori sangat terampil dan terampil. Ketuntasan tersebut meliputi empat indikator diantaranya memahami masalah, merencanakan penyelesaian, melaksanakan penyelesaian sesuai rencana, dan memeriksa kembali. Setiap indikator pada siklus 2 sudah mencapai target indikator ketercapaian. persentase indikator memahami masalah adalah 87,5 %, merencanakan penyelesaian 85,87% sedangkan melaksanakan penyelesaian 80,33% dan memeriksa kembali sebesar 75%. Penelitian tersebut memberikan implikasi teoritis berupa menambah ilmu pengetahuan serta wawasan dan implikasi praktis dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan peserta didik karena model tersebut merupakan pembelajaran yang aktif, penuh tantangan, membutuhkan konsentrasi dan pembiasaan.5. Referensi
[1] Menteri Pendidikan Nasional Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Untuk Satuan Pendidikan Dasar Dan Menengah Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa 106
[2] M. Widiawati 2019 Penerapan model pembelajaran creative problem solving untuk meningkatkan keterampilan pemecahan masalah pada soal cerita bangun ruang peserta didik kelas V sekolah dasar J. Pendidik. Dasar 7(1) 1–6
[3] D. Josephine Solang and J. Lenggong Waya Pal 2003 Latihan Keterampilan Intelektual Dan Kemampuan Pemecahan Masalah Secara Kreatif J. ilmu Pendidik 15(1) 35–42
[4] N. Karasel, O. Ayda, and M. Tezer 2010 The relationship between mathematics anxiety and mathematical problem solving skills among primary school students Procedia - Social and Behavioral Sciences 2(2) 5804–5807
[5] M. Ekawati 2019 Peningkatan keterampilan pemecahan masalah soal cerita bangun datar melalui penerapan model pembelajaran auditory intellectually and repetition peserta didik kelas iii sekolah dasar Didakt. Dwija Indria 7(7) 1–6
[6] S. H. Goenawan Roebyanto 2017 Pemecahan Masalah Matematika untuk PGSD (Bandung: Rosda)
[7] T. García, J. Boom, E. H. Kroesbergen, J. C. Núñez, and C. Rodríguez 2019 Planning, execution, and revision in mathematics problem solving: Does the order of the phases matter?,” Stud. Educ. Eval 61 83–93
[8] S. H. E. S. Winarni 2011 Matematika untuk PGSD (Bandung: Remaja Rosdakarya)
Pemecahan Masalah Soal Cerita Pecahan Melalui Model Kooperatif Tipe Treffinger J. Didakt. Dwija Indria vol 4(4)
[10] L. M. S. Andri, Anyan 2018 Peningkatan Pemahaman Konsep Dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas Iii Sdn 25 Rajang Begantung Ii Melalui Teknik Probing-Prompting J. vox edukasi,
9(1) 56–69
[11] L. B. Helma Mustika 2017 Penerapan Model Pembelajaran Probing Prompting Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa 2(2) 1–14
[12] A. Shoimin 2016 68 Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013 (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media)
[13] Miftakhul Huda 2016 Model-model Pengajaran dan Pembelajaran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar)
[14] J. Munson 2019 After eliciting: Variation in elementary mathematics teachers’ discursive pathways during collaborative problem solving J. Math. Behav
[15] Sugiyono 2015 Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta)
[16] S. Arikunto 2015 Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakata: Bumi Aksara)
[17] Baharudin dan Wahyuni 2015 Teori Belajar dan Pembelajaran (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media)