• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Perusak Kayu Tanda-tanda kerusakan yang terjadi pada kayu oleh faktor-faktor perusak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Faktor Perusak Kayu Tanda-tanda kerusakan yang terjadi pada kayu oleh faktor-faktor perusak"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Faktor Perusak Kayu

Tanda-tanda kerusakan yang terjadi pada kayu oleh faktor-faktor perusak

dapat terlihat dari adanya cacat-cacat berupa lobang gerek (bore holes),

pewarnaan (staining), pelapukan (decay), rekahan (brittles), pelembekan (softing),

dan lain-lain perubahan yang semuanya merupakan penurunan kualitas dan

bahkan kuantitas karena ada juga yang benar-benar memakan habis kayu. Setiap

tanda-tanda kerusakan yang terlihat merupakan gejala spesifik dari salah satu

faktor penyebab. Sedangkan adanya tanda serangan itu sendiri sekaligus

merupakan kriteria bahwa kayu atau hasil hutan yang bersangkutan telah terserang

hama, penyakit atau penyebab lainnya (Basri, 1972).

Dalam praktek kita sering mengabaikan adanya cacat-cacat dan

kerusakan-kerusakan lain ditimbulkan oleh faktor-faktor perusak ini. Hanya bila secara

ekonomis nilai kerugian telah mencapai ambang tertentu (economic threshold)

barulah mulai dicari upaya untuk melakukan tindakan pengendalian tertentu agar

kerugian dapat dikurangi sampai minimum dan tidak berlanjut kepada

bahan-bahan lain yang belum terserang. Sebagaimana telah diutarakan di muka,

deteriorasi hasil hutan disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu penyebab

utama adalah hama. Hama merupakan istilah umum yang diberikan bagi berbagai

hewan penyebab kerusakan dalam bidang pertanian (termasuk kehutanan).

Hewan-hewan ini adalah serangga, binatang pengerat, mollusca, crustacea dan

lain lain.

Di antara berbagai penyebab biologis hewani, serangga atau insekta (atau

(2)

serangga, terdapat juga beberapa jenis mollusca dan crustaceae yang merupakan

penggerek kayu di laut (marine borers). Penyebab dari faktor biologis nabati

(fungi dan bakteria) yang juga disebut penyebab mikrobial merupakan faktor

perusak penting di samping serangga.

Sebagaimana diketahui bahwa kelas keawetan kayu adalah tingkat

ketahanan (keawetan) dari suatu jenis kayu terhadap organisme perusak kayu

seperti jamur, serangga dan binatang penggerek dilaut. Suatu jenis kayu yang

awet terhadap serangan jamur belum tentu akan tahan terhadap serangan rayap

atau penggerek kayu di laut, begitupun sebaliknya. Dan ada anggapan

mengatakan bahwa semakin besar berat jenis yang dipunyai suatu jenis kayu

tersebut, maka mempunyai ketahanan alami akan tinggi juga (Da Costa, Rudman

dan Gay, 1985; Backer, 1975 dalam Tarumingkeng, 2007). Tetapi dari beberapa

hasil penelitian yang telah dilaksanakan, menunjukkan bahwa faktor utama yang

menentukan ketahanan alami kayu yaitu adanya zat ekstraktif yang bersifat

sebagai fungisida dalam kayu, insektisida atau zat lain yang sifatnya racun. Zat

ekstraktif yang sifatnya racun terhadap salah satu organisme perusak belum tentu

bersifat racun terhadap organisme perusak lainnya. Maka ketahanan alami kayu

cenderung bersifat relatif, tergantung kepada organisme yang menyerangnya,

biasanya tergantung dimana kayu tersebut akan dipergunakan.

Keawetan Alami Kayu

Keawetan kayu berhubungan erat dengan pemakaian. Kayu dikatakan awet

apabila mempunyai umur pakai lama dan mampu menahan berbagai faktor

perusak kayu. Dengan kata lain keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis

(3)

suatu jenis kayu sangat ditentukan oleh keawetannya, karena bagaimana pun

kuatnya suatu jenis kayu tersebut, penggunaan sebagai bahan bangunan tidak akan

berarti jika keawetannya rendah.

Pengetahuan tentang keawetan kayu serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya merupakan hal yang sangat penting diketahui, mengingat

kaitannya dengan pengawetan. Keawetan kayu dipengaruhi oleh dua faktor utama

yaitu faktor karakteristik kayu dan lingkungan. Faktor karakteristik kayu yaitu

kandungan zat ekstraktif, umur pohon, bagian kayu dalam batang (gubal dan

teras), dan kecepatan tempat tumbuh. Sedangkan faktor lingkungan yaitu tempat

dimana kayu tersebut dipakai, jenis organisme penyerang, keadaan suhu,

kelembaban udara dan lain-lainnya.

Ketahanan kayu terhadap serangga dan perusak kayu khususnya yang

bersentuhan dengan laut disebabkan oleh kandungan zat ekstraktifnya. Zat

ekstraktif dalam kayu berfungsi sebagai racun bagi perusak-perusak kayu,

sehingga perusak tersebut tidak bisa masuk dan tinggal dalam kayu tersebut

(Panshin dan de Zeeuw, 1980 dalam Tarumingkeng, 2007).

Keawetan alami ialah ketahanan kayu terhadap serangan dari unsur-unsur

perusak kayu dari luar: jamur, rayap, bubuk, cacing laut dan mahkluk lainnya

yang diukur dengan jangka waktu tahunan. Keawetan kayu tersebut disebabkan

oleh adanya suatu zat di dalam kayu (zat ekstraktif) yang merupakan sebagai

unsur racun bagi perusak-perusak kayu, sehingga perusak tersebut tidak sampai

(4)

Ada lima penggolongan kelas awet kayu yaitu sebagai berikut:

1. Kelas awet I

Lama pemakaian kelas awet I dapat mencapai 25 tahun. Jenis-jenis kayu

yang termasuk dalam kelas ini adalah jati, ulin, sawo kecik, merbau, tanjung,

sonokeling, johar, bangkirai, behan, resak, dan ipil.

2. Kelas awet II

Jenis-jenis kayu yang termasuk kelas awet II yaitu waru, kapur, bungur,

cemara gunung, rengas, rasamala, merawan, lesi, walikukun, dan sonokembang.

Umur pemakaian dari kelas ini yaitu antara 15-25 tahun.

3. Kelas awet III

Jenis-jenis kayu yang termasuk kelas awet III yaitu ampupu, bakau,

kempas, kruing, mahoni, matoa, merbau, meranti merah, meranti putih, pinang,

dan pulai. Umur pakai jenis kayu kelas ini mencapai 10-15 tahun.

4. Kelas awet IV

Jenis kayu ini termasuk kurang awet, umur pakainya antara 5 – 10 tahun.

Kayu yang termasuk kelas awet ini yaitu agates, bayur, durian, sengon, kemenyan,

kenari, ketapang, perupuk, ramin, surian, dan benuang laki.

5. Kelas awet V

Kayu–kayu yang termasuk kelas awet V tergolong kayu yang tidak awet

karena umur pakainya hanya kurang dari 5 tahun. Contoh kayu yang masuk dalam

kelas ini adalah jabon, jelutung, kapuk hutan, kemiri, kenanga, mangga hutan, dan

marabung (Duljapar, 1996).

Fakta menunjukkan lingkungan Indonesia merupakan daerah tropis.

(5)

yang tinggi, di bawah kondisi tersebut perkembangan organisme khususnya

organisme perusak kayu sangat baik. Hal tersebut tercermin dari apa yang disebut

sebagai negara mega biodeversity, dimana Indonesia mempunyai 1.000.000 jenis

serangga, 250.000 jenis jamur dan 200 jenis rayap. Kenyataan lain menunjukan

bahwa 80 - 85% kayu-kayu Indonesia mempunyai keawetan yang rendah, atau

dengan perkayaan kayu-kayu Indonesia mudah diserang oleh organisme perusak

kayu. Bahkan, di DKI Jakarta hampir 90% kayu yang beredar adalah kayu yang

tidak awet.

Indonesia mempunyai banyak jenis kayu, tetapi umumnya adalah kayu

yang tidak awet. Pada sisi lain, Indonesia juga mempunyai banyak organisme

perusak kayu, seperti rayap, kumbang kayu (beetles), jamur pelapuk, jamur

pewarna dan marine borer. Sebagai Gambaran, Indonesia mempunyai tidak

kurang dari 200 jenis rayap, yang diantaranya 5 jenis tergolong rayap yang

potensial dalam merusak kayu, seperti Coptotermes curvignathus, Coptotermes

traviani, Macrotermes gilvus, Microtermes insperatus dan Cryptotermes cynocephalus.

Marine borer atau Penggerek Kayu di Laut

Organisme perusak kayu dilaut sering disebut dengan Marine

Borer.Organisme ini dapat menyebabkan kerusakan yang luas pada bagian-bagian tiang-tiang dan kayu-kayu dermaga yang bersentuhan dengan air asin atau

setengah asing dan perahu-perahu yang terbuat dari kayu. Binatang ini tersebar

luas di sebagian besar perairan asin di dunia dan lebih banyak merusak di

(6)

Di daerah tropis organisme ini dapat berkembang dengan subur dan

dijumpai sepanjang tahun. Pada umumnya organisme ini hidup pada perairan yang

mempunyai salinitas sekitar 10 – 40 pro mil. Aktifitas perkembangan penggerek

kayu di laut dipengaruhi oleh temperatur, salinitas, arus, pasang surut, gerakan

ombak dan lain sebagainya (Muslich dan Sumarni, 1987).

Adapun penggerek kayu di laut yang sering dijumpai dan banyak

menimbulkan kerusakan pada kayu terdiri dari dua golongan yaitu Crustaceae dan

Mollusca. Kedua golongan ini masing-masing mempunyai karakteristik yang berbeda, demikian pula cara menyerangnya. Dua tipe serangan yang dikenal

adalah Shipworn dan Gribble. Tipe shipworn merupakan tipe penyerangan pada

crustacea dengan menempel pada bagian kayu dengan pengeboran yang

cenderung lebih pendek sedangkan tipe gribble merupakan tipe penyerangan pada

mollusca dengan merusak kayu dengan cara mengebor dan membuat serambi

kecil untuk tempat tinggalnya (Muslich dan Sumarni, 1998).

Molusca

Mollusca tidak bersegmen-segmen. Tetapi, Mollusca mempunyai sistem saraf jantung yang memompa darah dan sistem pencernaan berbentuk tabung,

yang dinamakan saluran pencernaan. Di samping itu, Mollusca mempunyai alat

yang pada kebanyakan spesiesnya mengeluarkan zat pembentuk dinding yang

keras.

Mollusca memperlihatkan keanekaragaman yang luas dalam pola

strukturnya. Beberapa Mollusca mempunyai dinding yang terbagi menjadi dua.

Ada lagi yang dindingnya terbagi-bagi menjadi banyak bagian. Tetapi ada pula

(7)

permukaan yang keras. Jenis lainnya bergerak sangat perlahan-lahan dengan susah

payah melalui pasir dan lumpur, sedangkan ada lagi yang menggunakan pancaran

air untuk maju, seperti ikan gurita dan cumi-cumi.

Beberapa genera terpenting dari kelas Mollusca yaitu Bankia, Teredo,

Martesia dan Xylophage. Bankia dan Teredo termasuk dalam famili Teredinidae

sedangkan Martesia dan Xylophege termasuk dalam famili Pholadidae. Teredo

dan Bankia sering disebut teredine borer atau shipworn. Binatang ini dapat hidup

dan berkembang normal di air yang mempunyai salinitas 10 – 30 pro mil. Jenis

lain dari Mollusca adalah Martesia dan Xylophage. Martesia striata Linne

merupakan salah satu species yang dijumpai di perairan pantai yang mempunyai

bentuk seperti buah pear. Kerusakan yang ditimbulkan dapat mudah diketahui,

berupa pengikisan bagian luar kayu dengan lubang-lubang yang dangkal.

Sedangkan xylophage dorsalis selain merusak kayu juga merusak kabel kawat

yang ada di laut. Jenis ini mempunyai panjang tidak lebih dari 40 mm (Muslich

dan Sumarni, 1998).

Larva dari organisme ini, bebas bergerak dalam air dan menempel pada

tiang-tiang dan kayu lain yang terendam, kemudian melubangi kayu dan masuk ke

dalam kayu. Sekali berada dalam kayu, binatang ini melanjutkan pengeboran dan

menerobos kayu yang cukup untuk pertumbuhan tubuhnya (Hunt dan Garratt,

1986). Lubang yang terbentuk dari kegiatan pengeboran binatang ini biasanya

tegak lurus dari permukaan, panjang dan diameternya sesuai dengan ukuran

cangkangnya. Kerusakan yang disebabkannya dapat dengan mudah dikenal

berupa lubang kayu yang dangkal pada permukaan kayu yang diserang dan

(8)

Larva cacing kapal menempel pada permukaan kayu dan hanya membuat

lubang masuk yang kecil disitu. Sekali ada didalam, cacing-cacing tersebut

membuat lubang-lubang yang tidak teratur sepanjang serat. Jika organisme ini

tumbuh, lubang-lubang tersebut menjadi bertambah besar hingga kayu menyarang

lebah seluruhnya. Lobang-lobang (rongga-rongga) dilapisi dengan bahan yang

terbentuk seperti kerang. Cacing kapal sering terpusat dekat garis Lumpur pada

tonggak atau pancang dan meninggalkan bukti luar yang kecil tentang

kehadirannya hingga kerusakan menjadi berat.

Kulit dan kepala cacing kapal mengikis habis kayu untuk membentuk

lubang-lubang. Bagian belakang tubuhnya tetap berada dekat lubang masuk untuk

dapat memperoleh air dan mengeluarkan sisa-sisa. Jika cacing kapal memanjang

dan bersembunyi lebih dalam dari lubang masuknya, panjangnya dapat mencapai

beberapa kaki.

Kerusakan oleh folad serupa dengan kerusakan oleh cacing kapal kecuali

bahwa pengeborannya cenderung lebih pendek. Folad mencapai panjang sampai

2,5 inchi. Folad tetap tampak seperti kerang berkatup dua ketika tumbuh,

sedangkan cacing kapal hanya mempunyai satu kulit pada kepalanya, dengan

tubuh yang panjang berbentuk seperti cacing di belakangnya. Folad menyerang

pangkal-pangkal kayu dengan kerusakan yang lebih besar daripada cacing kapal

atau Limnoria karena lebih mudah dikenal dan terdapat pada lapisan permukaan.

Daerah penyerangan utama adalah kayu yang terkena pasang naik dan pasang

(9)

Crustaceae

Kira-kira ada lebih dari 25.000 spesies Crustaceae, kebanyakan kecil dan

hampir mikroskopik. Di dalam ekosistem kolam atau danau dan terutama dalam

ekosistem laut, konsumen tingkat pertama terutama terdiri dari sejumlah besar

hewan Crustaceae. Hewan-hewan ini menjadi makanan utama hewan-hewan lain,

dari ikan yang sangat kecil sampai ikan paus raksasa. Teritip (Lepas sp) wujudnya

sangat berbeda dengan hewan-hewan Crustacea yang lain. Oleh karena itu teritip

dahulu digolongkan dalam phylum Mollusca. Walaupun larvanya hidup dengan

berenang-renang bebas, tetapi larva ini akan segera beristirahat dan untuk

selanjutnya hidup melekat pada suatu permukaan yang keras di laut, misalnya

lunas kapal, malahan dapat melekat pada punggung hewan lain, misalnya penyu.

Kelas Crustaceae memiliki tiga genera yang penting yaitu Limnoria,

Chelura dan Shpaeroma. Ketiga genera ini memperbanyak diri dengan bertelur.

Limnoria disebut juga gribble merusak kayu dengan cara mengebor dan membuat

serambi kecil untuk tempat tinggalnya. Serangan Limnoria terlihat seperti bunga

karang. Besar kecilnya gerakan air laut dapat mempengaruhi aktifitas dari

Limnoria, semakin besar gerakan air laut akan semakin besar dorongan Limnoria

membuat lubang untuk tempat berlindungnya, sehingga akan memperluas

kerusakan kayu. Jenis lain dari kelas Crustaceae adalah Chelura dan Sphaeroma.

Chelura mempunyai ukura sedikit lebih besar dari Limnoria. Biasanya hidup

bersama-sama dalam satu sarang dengan Limnoria dan hidup bersimbiosis.

Sedangkan Sphaeroma mempunyai ukuran lebih panjang dan lebih gemuk.

(10)

perairan tropis dan dapat membuat lubang kurang lebih dengan diameter 10 mm

dan kedalaman 7 – 10 mm (Muslich dan Sumarni, 1987).

Sphaeroma lebih destruktif disebanding dengan Limnoria, umumnya terdapat di perairan tropic dan sub tropic. Struktur badannya hampir sama dengan

Limnoria, tetapi ukurannya jauh lebih besar dan kuat. Saluran-saluran serangan pada kayu lebih lebar dan dapat mencapai kedalaman tiga sampai empat inchi.

Tinjauan Jenis Kayu Penelitian Damar (Agathis borneensis)

Damar atau agathis borneensis, adalah termasuk dalam famili

Araucariaceae, nama lain dari damar yang di jumpai diberbagai daerah adalah

kayu damar, damar putih, damar daging, damara, kayu cina, kayu raya, kayu solo.

Daerah penyebarannya adalah Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa, Kalimantan

Tengah, Sulawesi, Maluku, dan Irian.

Ciri umum kayu damar, yang meliputi :

a. Warna

Warna kayu teras putih kekuning-kuningan sampai kuning jerami,

kadang-kadang agak merah jambu, lambat laun berubah menjadi coklat emas, sedangkan

kayu gubal berwarna putih juga dan tidak jelas warnanya dengan kayu teras.

b. Corak

Umumnya polos, tetapi kadang-kadang dijumpai jalur-jalur berwarna

gelap dan terang bergantian pada bidang longitudinal. Bintik-bintik berwarna

(11)

c. Tekstur

Tekstur kayu sangat halus dan rata.

d. Arah serat

Arah serat kayu ini lurus.

e. Kilap

Permukaan kayu kebanyakan mengkilap

f. Kekerasan

Kekerasan kayu damar agak lunak sampai kepada yang agak keras, agak

ringan dan sampai agak berat.

g. Kesan raba

Permukaan kayu umumnya licin

h. Riap tumbuh

Agak jelas terutama pada pohon-pohon yang berumur tua, pada

penampang lintang agak kelihatan seperti lingkaran-lingkaran memusat.

Struktur atau pori kayu damar tidak mempunyai pori, tetapi mempunyai

salauran damar aksial yang menyerupai pori dan tidak mempunyai dinding sel

yang jelas. Saluran damar aksial menyebar sangat jarang. Jari-jari sangat halus

dan sempit terdiri dari 1 seri, kadang-kadang ada yang fusiform jumlahnya sekitar

4 -7 per mm arah tangensial, tingginya terdiri dari 4 – 15 sel.

Kayu damar secara umum termasuk kelas awet IV. Kayu damar termasuk

kayu yang mempunyai kekerasan sedang, daya kembang susut dan retak kecil.

Keterawatan kayu damar termasuk kelas sedang. Kayu damar termasuk dalam

kelas kuat III. Berdasarkan berat jenisnya kayu damar mempunyai berat jenis

(12)

Kayu damar termasuk kayu yang mudah digergaji dan dikerjakan, apabila

diserut menimbulkan permukaan yang licin dan mengkilap. Kayu damar dapat

divernis dan setelah didempul dapat dipelitur sampai mengkilap. Kayu damar

banyak digunakan sebagai bahan bangunan dibawah atap, perabot rumah tangga,

bangunan kapal (tiang layar), panel, barang bubutan, kayu bentukan, pembungkus,

cetak mesin; lebih khusus untuk papan dan mistar Gambar, kotak dan batang

korek api, pensil, seprator baterai komponen kas piano, kaki palsu, peti the, kotak

mentega, vinir untuk kayu lapis dekoratif, kertas bungkus, kertas tulis, kertas

cetak dan pulp rayon.

Tajuk mencapai tinggi 45 meter, diameter lebih kurang 200 cm tetapi

biasanya kurang, batas bebas cabang. Tidak ada akar papan, batang lurus bulat,

tidak melilit/berputar, biasanya tidak bercabang, tajuk bentuk kerucut sempit, kulit

1-1,5 cm tebalnya, mengandung banyak damar, tanpa alur memanjang, sedikit

mengelupas, kelupasan-kelupasan berbentuk kepingan-kepingan bulat tebal.

Durian (Durio zibethinus)

Durian atau Durio zibethinus adalah tumbuhan yang termasuk dalam

famili Bombacaceae, nama lain dari durian yang dijumpai diberbagai daerah

adalah duren, andurian, duriat, duriang, derian, kadu, duria. Durian dapat tumbuh

pada tanah daratan kering atau tanah berbatu-batu yang beriklim tropis basah

dengan tipe curah hujan A dan B pada ketinggian sampai 1000 m dari permukaan

laut.

Ciri umum kayu durian, yang meliputi :

a. Corak

(13)

b. Warna

Warna kayu teras coklat muda kemerah-merahan, merah atau coklat merah

tua, gubal agak putih, coklat kuning pucat atau merah pucat, batas antara kayu

gubal dan teras itu sering tidak tegas.

c. Tekstur

Tekstur kayu kasar sampai sangat kasar dan merata.

d. Arah serat

Arah serat kayu ini lurus dan berpadu.

e. Kilap

Permukaan kayu agak kusam sampai mengkilap

f. Kesan raba

Permukaan kayu agak licin sampai licin.

g. Kekerasan

Kekerasan kayu durian agak lunak sampai agak keras.

Struktur atau pori kayu durian yaitu baur, soliter dan berganda radial yang

terdiri atas 2-3 pori, umumnya berukuran agak besar, frekuensinya sangat jarang,

kadang-kadang ada endapan berwarna putih, bidang perforasi sederhana. Tipe

parenkima kayu durian apotrakea baur berupa garis-garis tangensial pendek di

antara jari-jari, atau ada juga yang bentuk jala. Jari-jari kayu ini sangat sempit

sanpai sangat lebar, letaknya jarang sampai agak jarang, ukurannya sampai agak

pendek. Kayu durian termasuk kelas kuat II-III, dengan berat jenis rata-rata

terendah 0,54 dan tertinggi 0,79 dari 13 jenis. Kayu durian termasuk kelas awet

(14)

Kayu durian banyak digunakan sebagai bangunan dibawah atap, rangka

pintu dan jendela, perabot rumah tangga sederhana (termasuk lemari), lantai,

dinding, sekat ruangan, kayu lapis, peti, sandal kayu dan peti jenazah, bangunan

kapal. Tinggi pohon 40 m atau lebih, panjang batang bebas cabang sampai 25 m,

diameter 100-200 cm, berbanir rendah. Kulit luar berwarna coklat sampai merah

tua, kasar dan mengelupas tidak teratur.

Meranti Putih (Shorea spp)

Meranti Putih atau Shorea spp adalah ternasuk dalam famili

Dipterocarpaceae, nama lain meranti yang terdapat di berbagai daerah yaitu damar

putih, damar kaca, kedontang putih, pelepak, malapi, tengkuyang, simalambuo.

Daerah penyebaran adalah seluruh Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Meranti putih tumbuh dalam daratan tropis dengan curah hujan tropis dengan tipe

curah hujan A dan B pada ketinggian 0-700 m dari permukaan laut, pada tanah

kering, tanah yang kadang-kadang atau selamanya tergenang air dalam hutan

rawa, tanah liat, tanah berpasir maupun berbatu-batu, pada tanah datar sampai

miring.

Ciri umum kayu meranti putih, yang meliputi yaitu

a. Warna

Warna kayu teras berwarna hampir putih bila segar, lambat laun berubah

menjadi kuning kecoklatan atau kuning muda, gubal berwarna putih kekuningan.

b. Corak

(15)

c. Tekstur

Tekstur kayu agak kasar dan merata, tetapi lebih halus bila dibandingkan

dengan meranti merah

d. Arah serat

Arah serat kayu jarang lurus, biasanya berpadu sampai sangat berpadu,

kadang-kadang bergelombang.

e. Kesan raba

Permukaan kayu agak licin.

f. Kilap

Permukaan kayu agak mengkilap sampai mengkilap.

g. Kekerasan

Kekerasan kayu dari agak lunak sampai keras.

Struktur atau pori kayu meranti putih hampir semuanya soliter, sebagian

besar bergabung 2-3 dalam arah radial, kadang-kadang berkelompok miring atau

hampir tangensial. Diameter umumnya 200-300 µ, kadang-kadang 300-400 µ atau

lebih dengan frekuensi 2-8 per mm2, bidang perforasi sederhana. Parenkim

termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung tidak lengkap, aliform sampai

konfluen terdapat pula parenkim apotrakeal yang berupa pita-pita pendek. Jari-jari

hampir seluruhnya multiseriat dan heteroselular, lebar 50-100 µ, tingginya sampai

400 µ dan ferkuensi 4-8 per mm. Saluran interseluler aksial membentuk deretan

pendek dalam arah tangensial, berisi damar berwarna putih atau kuning.

Kayu meranti putih termasuk kelas kuat II-III dengan berat jenis rata-rata

(16)

banyak digunakan untuk vinir dan kayu lapis, papan partikel, lantai, bahan

bangunan perkapalan, perabot rumah tangga.

Tinggi pohon 12-55 m, panjang batang bebas cabang 8-37 m, diameter

dapat mencapai 180 cm. Bentuk batang lurus dan silindris dengan banir yang

dapat mencapai tinggi 3,5 m.

Mersawa ( Anisoptera spp)

Mersawa atau Anisoptera spp adalah termasuk dalam famili

Dipterocarpaceae, nama lain diberbagai daerah yaitu Entenam, sitairak, tenam,

berua, kakan, damar kelasi, berua, merayo, merbani asomban, doka, gawi, ansiopi.

Daerah penyebarannya seluruh Sumatera kecuali Bengkulu, seluruh Kalimantan,

Sulawesi Selatan, Maluku dan Irian Jaya. Mersawa tumbuh terpencar-pencar di

hutan hujan tropis dalam hutan primer, kadang-kadang tumbuh juga dalam hutan

sekunder. Jenis ini tumbuh didaerah dengan tipe curah hujan A, pada tanah datar

sampai miring, di kaki bukit, pada tanah berpasir, tanah liat dan tanah

berbatu-batu yang kering atau kadang-kadang tergenang air atau pada tanah gambut, pada

ketinggian sampai 150 m dari permukaan laut.

Ciri umum dari kayu mersawa yaitu :

a. Warna

Kayu teras berwarna berwarna kuning sampai kuning keabu-abuan, bila

segar berwarna coklat kemerahan, dapat dibedakan dari gubal yang berwarna

putih kekuningan sampai coklat muda.Bila segar berbau banir.

b.Corak

(17)

c. Tekstur

Tekstur kayu agak kasar sampai kasar dan merata.

d. Arah serat

Arah serat kayu ini lurus atau kadang-kadang agak berpadu.

e. Kesan raba

Permukaan kayu agak kesat.

f. Kilap

Permukaan kayu sedikit mengkilap.

g. Kekerasan

Kekerasan kayu dari sedang sampai agak keras.

Pori kebanyakan kebanyakan soliter, sebagian kecil berpasangan dalam

arah radial, tangensial atau miring, cenderung nampak berkelompok dalam arah

tangensial, bentuk pori biasanya lonjong dengan diameter 100-300 µ, frekuensi

4-8 per mm2, jarang berisi tilosis, bidang perforasi sederhana. Parenkim termasuk

tipe paratrakeal berbentuk selubung lengkap atau aliform. Selain daripada itu

terdapat pula parenkim tersebar berbentuk garis pendek yang menghubungkan 2

jari-jari. Jari-jari kebanyakan multiseriat, hereroselular, lebar sampai 100 µ, tinggi

sampai 2 mm, frekuensi 4-7 per mm, berwarna kuning pada bidang tranversal.

Saluran interselular hanya terdapat arah aksial, kebanyakan tersebar,

kadang-kadang merupakan deretan panjang dalam arah tangensial . Diameter lebih kecil

atau sama dengan pori berisi zat berwarna putih

Kayu mersawa termasuk kelas kuat II-III dengan berat jenis rata-rata 0,68

(18)

Kayu mersawa biasanya digunakan untuk bahan bangunan ringan di

bawah atap, vinir, rangka pintu dan jendela, perabot rumah tangga, perahu,

karoseri truk dan dulang (alat pencuci logam).

Tinggi pohon sampai 45 m, panjang batang bebas cabang 15-35 m,

diameter sampai 150 cm, bentuk batang silindris. Kulit luar berwarna kelabu,

kelabu kuning, kelabu coklat sampai coklat, beralur dangkal dan mengelupas

kecil-kecil. Tinggi banir 1,5-3 m, batang pohon mersawa mengeluarkan damar

berwarna keputihan-putihann hijau muda, hijau kekuning-kuningan atau kuning.

Medang (Cinnamomum parthenoxylon)

Medang atau Cinnamomum parthenoxylon adalah termasuk dalam famili

Lauraceae, nama lain di berbagai daerah yaitu kayu gadis, kayu lada, madang

loso, medang lesa, medang sahang, kipedas, kisereh, selasihan, marawali, merang,

parari, pelarah, peluwari dan palio. Daerah penyebarannya seluruh Indonesia.

Tinggi pohon dapat mencapai 35 m, panajng batang bebas cabang 10 - 25 m,

diameter samapi 90 cm. Batang pada umumnya berdiri tegak, berbentuk silindris,

kulit luar berwarna kelabu, kelabu-coklat, coklat merah sampai merah tua

kadang–kadang beralur dangkal atau mengelupas kecil-kecil.

Ciri umum dari kayu medang yaitu :

a. Warna

Kayu teras berwarna berwarna bervariasi dari kuning sampai hijau zaitu,

coklat merah muda, merah coklat, coklat kuning, coklat tua, bahkan sampai coklat

kehitam-hitaman tergantung kepada jenis botanisnya. Kayu gubal pada umumnya

berwarna putih atau kuning muda dan mempunyai batas yang jelas dengan kayu

(19)

b. Tekstur

Tekstur kayu agak halus atau agak kasar dan merata.

c. Corak

Corak kayu pada bidang radial tampak seperti pita.

d. Arah serat

Arah serat lurus, agak bergelombang atau berpadu.

e. Kesan raba

Permukaan kayu agak licin sampai licin, tidak jarang terasa berlemak

f. Kilap

Permukaan kayu sedikit mengkilap nyata dan indah.

g. Noda empelur

Noda empelur merupakan ciri khas untuk kayu medang.

Pori soliter dan berganung 2 – 4 dalam arah radial, tersusun dalam

kelompok mengarah radial atau tangensial, kadang–kadang bergerombol, diameter

50 – 200 µ ,kadang-kadang sampai 300 µ, seringkali berisi tilosis. Parenkim jarang sampai agak banyak, termasuk tipe paratrakeal berbentuk selubung

lengkap, cenderung untuk bersambungan, kadang-kadang terdapat parenkim

terminal. Jari-jari sangat halus atau agak halus, sangat pendek atau pendek,

kadang-kadang nampak susunan jari-jari tak teratur pada bidang transversal.

Kayu mersawa termasuk kelas kuat II-IV. Kayu teras medang umumnya

sukar ditembusi bahan pengawet, sedangkan kayu gubalnya mudah diawetkan.

Kayu medang umumnya mudah dikeringkan tanpa cacat yang berarti dengan cara

pengeringan alami. Kayu medang yang kurang awet biasanya dipakai untuk

(20)

tiang, balok dan rusuk. Kayu medang mempunyai banyak jenis yang cocok untuk

barang kerajinan. Litsea spp, Cinnamomum spp dan Dehaasia spp tumbuh pada

daratan kering di daerah yang banyak hujan pada ketinggian 100 – 1200 mdpl

(Martawijaya dan Iding, 1990).

Tabel 1. Kelas Awet Kayu

Keadaan Kelas awet

I II III IV V

1. Selalu berhubungan dengan tanah lembab.

2. Hanya dipengaruhi cuaca, tetapi dijaga supaya tidak terendam air dan kekurangan udara.

3. Di bawah atap, tidak berhubungan dengan tanah lembab dan tidak kekurangan udara.

4. Seperti diatas tetapi dipelihara dengan baik dan di cat dengan teratur. 5. Serangan rayap tanah. 6. Serangan bubuk kayu

kering. 8 tahun 20 tahun Tidak terbatas Tidak terbatas Tidak Tidak 5 tahun 15 tahun Tidak terbatas Tidak terbatas Jarang Tidak 3 tahun 10 tahun Sangat lama Tidak terbatas Cepat Hampir tidak Sangat Pendek Beberapa tahun Beberapa tahun 20 tahun Sangat cepat Tidak berarti Sangat pendek Sangat pendek Pendek 20 tahun Sangat cepat Sangat cepat

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa pernyataan dalam siaran pers ini adalah atau mungkin merupakan pernyataan untuk masa yang akan datang. Pernyataan ini umumnya memuat kata- kata seperti “akan”,

Ketika kita ingin memanggil value tersebut kedalam browser maka kita harus mencantumkan nama variable yang telah kita definisikan di atas yaitu nama kedalam sintak pernyataan atau

dengan sistem pemerintahan yang lebih demokrais ternyata belum berhasil menghasilkan hukum yang mengandung nilai keadilan dan diperuntukan bagi kesejahteraan masyarakat. Pada

Dari beberapa definisi tersebut di atas, maka kepuasan pernikahan dalam penelitian ini berarti apa yang dirasakan oleh suami atau istri terhadap kehidupan pernikahannya,

Obat herbal Indonesia termasuk Jamu perlu terus dikembangkan dengan penelitian yang memiliki basis ilmiah yang kuat sehingga dapat diintegrasikan secara tepat dalam

Şöyle ki, temiz olan mai mutlaka, temiz bir şey karışarak ve meselâ, temiz bir yaprak düşerek, (kemali imtizaç hâsıl olduğu) yâni, düşen ve temiz olan şey, suyun içinde

memberikan respon positif terhadap peningkatan mutu, efesiensi, dan efektivitas pelayanan publik sesuai dengan aturan yang berlaku.” (wawancara tanggal 10