• Tidak ada hasil yang ditemukan

OBAT HERBAL DALAM PRESPEKTIF MEDIK DAN BISNIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "OBAT HERBAL DALAM PRESPEKTIF MEDIK DAN BISNIS"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

OBAT HERBAL

DALAM PRESPEKTIF MEDIK DAN BISNIS Sampurno

Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

ABSTRAK

Dewasa ini penggunaan obat tradisional/obat herbal di negara yang sedang berkembang maupun negara maju cenderung terus meningkat. Tendensi ini mempunyai dua dimensi penting yaitu: dimensi medik terkait dengan penggunaannya yang luas diseluruh dunia dan dimensi ekonomi terkait dengan terciptanya nilai tambah ekonomi yag bermanfaat bagi umat manusia. Dalam konteks ini WHO menggarisbawahi mengenai pentingnya kerangka kerja untuk aksi bersama antara WHO dan negara anggota dengan tujuan untuk meningkatkan peran signifikan obat herbal dalam sistem pelayanan kesehatan.

Obat herbal Indonesia, yang dikenal sebagai JAMU, sejak berabad-abad telah digunakan secara luas oleh bangsa Indonesia untuk memelihara kesehatan dan mengobati penyakit. Di masa depan, pengembangan dan penggunaan obat herbal Indonesia mesti didasarkan bukti-bukti ilmiah yang kuat, terutama melalui R&D dan standarisasi, sehingga dapat diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan nasional.

Kata Kunci: Obat herbal, aspek medik, aspek ekonomi, standarisasi, sistem pelayanan kesehatan nasional.

ABSTRACT

Nowadays the use of traditional/herbal medicine in both developing and developed countries tends to increase. This tendency has two significant dimensions: medical aspect dimension related to its widely use in global world, and economic aspect dimension related to the creation of added-value in economy for human being. WHO has underlined that framework for joint actions between WHO and country members is very important aiming at more significant roles of herbal medicine in health care system.

Indonesian herbal medicines, called JAMU, have been widely used by Indonesian to maintain their health and to cure the diseases since many centuries ago. In the future, the development and the use of Indonesian herbal medicines must be based on the stronger scientific evidence, especially through R&D and standardization, so that they can be integrated into national health care system.

Key words: Herbal medicine, medical aspect, economic aspect, standardization, national system of health care.

(2)

PENDAHULUAN

Indonesia dikenal secara luas sebagai mega center keaneka ragaman hayati (biodiversity) terbesar ke dua setelah Brazil di dunia, yang terdiri dari tumbuhan tropis dan biota laut. Di wilayah Indonesia terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan dan 7.000 di antaranya ditengarai memiliki khasiat sebagai obat. Kekayaan keaneka ragaman hayati ini perlu diteliti, dikembangkan dan dimanfaatkan untuk peningkatan kesehatan maupun tujuan ekonomi, dengan tetap menjaga kelestariannya.

Obat tradisional Indonesia yang dikenal sebagai Jamu, telah digunakan secara luas oleh masyarakat Indonesia untuk menjaga kesehatan dan mengatasi berbagai penyakit sejak berabad-abad yang lalu jauh sebelum era Majapahit. Ke depan pengembangan dan pemanfaatan obat bahan alam/obat herbal Indonesia ini perlu mendapatkan substansi ilmiah yang lebih kuat, terutama melalui penelitian dan standarisasi sehingga obat herbal Indonesia dapat diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan nasional (WHO, 2002).

Dewasa ini penggunaan obat herbal cenderung terus meningkat, baik di negara sedang berkembang maupun di negara-negara maju. Peningkatan penggunaan obat herbal ini mempunyai dua dimensi penting yaitu aspek medik terkait dengan penggunaannya yang sangat luas diseluruh dunia, dan aspek ekonomi terkait dengan nilai tambah yang mempunyai makna pada perekonomian masyarakat.

Obat Tradisional Cina/Traditional Chines Medicine (TCM) memiliki akar sejarah yang jauh lebih tua dibanding dengan obat entitas kimia (chemical entity) yang berasal dari Barat. TCM telah lebih dari 3000 tahun menjadi bagian dari budaya Cina dan telah puluhan abad menyebar luas dibawa oleh oleh warga bangsa itu yang merantau keseluruh penjuru dunia (Chinese Oversease). Dengan meningkatnya globalisasi dan kemajuan di bidang teknologi informasi dan komunikasi, maka penyebaran TCM makin meluas keseluruh dunia dan terus meningkat dari tahun ke tahun.

Dalam konteks penggunaan obat

tradisional/herbal yang terus meningkat, WHO menggaris bawahi tentang pentingnya suatu kerangka kerja (framework) untuk aksi bersama antara WHO dan negara anggota (country member). Kerangka kerja tersebut bertujuan agar obat tradisional/herbal dapat berperan makin besar dalam mengurangi angka kematian dan kesakitan terutama di kalangan masyarakat yang tidak mampu.

Strategi WHO dalam hal obat tradisional mencakup empat tujuan utama yaitu (WHO, 2002) :

1) Mengintegrasikan secara tepat obat tradisional dalam sistem pelayanan kesehatan nasional dengan mengembangkan dan melaksanakan kebijakan nasional obat tradisional dengan berbagai programnya.

2) Meningkatkan keamanan (safety), khasiat dan mutu dengan memperkuat knowledge-base obat tradisional dan regulasi dan standar jaminan mutu (quality assurance standard).

3) Meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat tradisional terutama untuk masyarakat yang tidak mampu. 4) Mempromosikan penggunaan obat

tradisional secara tepat oleh tenaga profesional medik maupun oleh konsumen.

Indonesia sebagai negara anggota,

perlu menjabarkan strategi global WHO

tersebut dalam suatu kebijakan nasional

yang komprehensif dengan

program-program yang memiliki arah dan sasaran

ke depan yang jelas dengan melibatkan

partisipasi aktif seluruh sektor terkait.

LEGISLASIOBAT

HERBAL/TRADISIONAL DI BERBAGAI NEGARA

Berdasarkan penggunaan dan pengakuan obat tradisional pada sistem pelayanan kesehatan, menurut WHO ada 3 sistem yang dianut oleh negara-negara di dunia, yaitu:

1) Sistem integratif. Secara resmi obat tradisional diakui dan telah

(3)

diintegrasikan dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Ini berarti obat tradisional telah menjadi komponen dari kebijakan obat nasional, ada sistem registrasi produk dan regulasi; obat tradisional digunakan di rumah sakit dan sistem asuransi kesehatan, ada penelitian dan pengembangan serta pendidikan tentang obat tradisional. Negara yang menganut sistem integratif ini antara lain ialah RRC, Korea Utara dan Viet Nam.

2) Sistem inclusive. Mengakui obat tradisional tetapi belum mengintegrasikan pada sistem pelayanan kesehatan. Sistem inclusive ini dianut oleh negara sedang berkembang seperti Nigeria dan Mali maupun negara maju seperti Kanada dan Inggris.

Dewasa

ini Indonesia juga tergolong

negara yang menganut sistem

inclusive karena penggunaan obat

tradisional belum diintegrasikan

dalam sistem pelayanan kesehatan

nasional. Demikian pula sistem

asuransi kesehatan di Indonesia

menolak klaim penggunaan obat

tradisional.

3) Sistem toleran. Sistem pelayanan kesehatan berbasis kedokteran modern tetapi penggunaan beberapa obat tradisional tidak dilarang oleh undang-undang.

RRC adalah satu negara yang telah sejak lama mengintegrasikan obat tradisional dalam mainstream sistem pelayanan kesehatannya. Selain TCM yang telah menyatu dalam budaya Cina (Chinese culture), konstitusi RRC juga memerintahkan untuk mengembangkan TCM. Dalam realitasnya TCM dan obat modern dipraktekkan secara berdampingan dan saling melengkapi. Dewasa ini terdapat 1.249 item TCM dalam Daftar Obat Esensial Nasional RRC.

Berdasarkan Undang-Undang tentang Obat Tahun 1985 dilakukan pengaturan

tentang pemasaran obat termasuk usaha resmi pemasaran (marketing authorization). Pada tahun 1986 dikeluarkan peraturan tentang persetujuan (approval) untuk produk baru TCM. Berdasarkan peraturan ini, produk-produk TCM yang telah dipasarkan sebelum tahun 1986 tetap dapat dipasarkan apabila perusahaan yang bersangkutan telah melaporkan bahwa produknya tidak memiliki efek samping.

GMP (Good Manufacturing Practices) dan GSP (Good Supplies Practices) adalah persyaratan penting yang harus dipenui oleh produsen/manufaktur TCM. Sertifikasi GMP ini mulai dilaksanakan di RRC sejak tahun 1995. Pada saat ini SFDA (State of Food and Drug Administration) telah mengeluarkan sertifikat GMP kepada 1.276 perusahaan dimana 184 sertifikat diberikan kepada manufaktur TCM. Dengan demikian sebagian besar perusahaan manufaktur TCM di RRC belum memperoleh sertifikat GMP dari otoritas regulatori RRC.

Sejak tahun 1999 otoritas regulatori RRC telah memberlakukan Good Clinical Practices (GLP). Oleh karena itu studi toksikologi dan farmakologi TCM harus dilakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan GLP. Institusi yang melaksanakan studi toksikologi dan farmakologi ini harus disertifikasi oleh SFDA. Dewasa ini ada 40 rumah sakit di RRC yang telah mendapatkan sertifikasi untuk uji klinik TCM.

Jepang adalah contoh yang paling baik dari negara industri maju yang memanfaatkan obat tradisional dalam mainstream sistem pelayanan kesehatannya. Lebih dari 140 jenis obat herbal telah dimasukkan dalam list dari skema asuransi kesehatan nasional. Sejumlah besar dokter telah menggunakan obat herbal dalam praktek kedokteran modern. Sementara itu Korea Selatan sesuai dengan Undang Undang Kesehatan Nasional tahun 1952 telah mengamanatkan tentang pentingnya obat tradisional dan obat modern. Sejak tahun 1967, Sistem Asuransi Kesehatan Nasional Korea telah memasukkan obat tradisional dalam daftar mereka. Sistem kesehatan di Korea memang memisahkan antara obat tradisional dan obat modern. Dalam kaitan dengan obat tradisional, pemerintah Korea

(4)

pada bulan November 1996 membentuk Biro Obat Tradisional sebagai biro yang penting pada Kementrian Kesehatan dan Kesejahteraan.

Regulasi obat tradisional/herbal di negara-negara anggota ASEAN relatif hampir serupa, dalam pengertian tidak ada perbedaan yang sangat prinsipiil. Dewasa ini telah dibentuk satu working group ASEAN untuk harmonisasi regulasi obat tradisional ASEAN.

Regulasi di bidang obat tradisional di ASEAN memang masih terus memerlukan penyempurnaan dan penguatan termasuk pentingnya ada Undang-Undang tentang Obat tradisional/Herbal. Indonesia, meskipun telah memiliki peraturan-peraturan yang bersifat teknis (di tingkat Menteri), belum memiliki Undang-Undang yang secara khusus mengatur obat tradisional.

Sumber : WHO, Regional Western Pacific. Download, 2007

Gambar 1. Rumah Sakit TCM di RRC

Sumber : WHO, Regional Western Pacific, Download, 2007 Gambar 2. Jumlah Staf dan Tempat Tidur Rumah Sakit TCM di RRC

(5)

Di Amerika Serikat, obat tradisional yang disebut sebagai dietary supplement diatur dalam The Dietary Supplement Health and Education Act (DSHEA). Legislasi ini sangat khas Amerika Serikat yang hanya memperbolehkan klaim ”structure and function” dan tidak memperbolehkan klaim untuk diagnosa, pencegahan dan penyembuhan penyakit.

Di Uni Eropa (European Union/EU) ada dua pendekatan untuk assessment obat herbal. Pertama, melalui Farmakope Eropa dengan standar yang mencakup: produksi obat herbal, laboratorium pengawasan mutu, otoritas regulatori dan farmasi komunitas. Kedua, melalui EMEA di Londong yang telah membentuk Committee for Proprietary Medicinal Product (CPMP). Saat ini di EU ada dua cara untuk menyerahkan data yang berkaitan dengan keamanan dan khasiat produk obat herbal. Untuk produk yang belum pernah dipasarkan di EU atau produk dengan klaim baru, semua dokumen tentang berbagai uji laboratorium dan uji klinik harus diserahkan. Sedangkan untuk produk yang telah beredar sekurang-kurangnya 10 tahun di EU, harus menyerahkan dokumen bibliografi secara lengkap.

PASAR GLOBAL OBAT HERBAL

Di negara-negara sedang berkembang sebagian besar penduduknya masih terus menggunakan obat tradisional terutama untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan dasarnya. Menurut resolusi Promoting the Role of Traditional Medicine in Health System: Strategy for the African Region, sekitar 80% masyarakat di negara–negara anggota WHO di Afrika menggunakan obat tradisional untuk keperluan kesehatan. Beberapa negara Afrika melakukan pelatihan obat tradisional kepada farmasis, dokter dan para medik.

Demikian pula penggunaan obat tradisional di Asia terus meningkat meskipun banyak tersedia dan beredar obat-obat entitas kimia. Di RRC penggunaan TCM mencapai 90% penduduk Di Jepang 60 sampai dengan 70% dokter meresepkan obat tradional ”kampo” untuk pasien mereka. Di Malaysia obat tradisional Melayu, TCM dan obat

tradisional India digunakan secara luas oleh masyarakatnya.

Sementara itu Kantor Regional WHO wilayah Amerika (AMOR/PAHO) melaporkan 71% penduduk Chile dan 40% penduduk Kolombia menggunakan obat tradisional. Di negara-negara maju, penggunaan obat tradisional tertentu sangat populer. Beberapa sumber menyebutkan penggunaan obat tradisional oleh penduduk di Perancis mencapai 49%, Kanada 70%, Inggris 40% dan Amerika Serikat 42%.

Menurut data dari Sekretariat Convention on Biological Deversity, pasar obat herbal tahun 2000 tercatat sebesar US$ 43 milyar. WHO menyebutkan pasar obat herbal yang terbesar adalah: RRC U$ 9 milyar, EU US$ 6 milyar, USA US$ 3 milyar, Jepang US $ 2 milyar dan Kanada US$ 1 milyar. Demikian pula pasar obat herbal di Indonesia juga terus meningkat dari Rp. 1, 3 trilyun pada tahun 2001 menjadi sekitar Rp. 2,5 trilyun pada tahun 2005.

Beberapa produks ekstrak herbal mempunyai market global dengan nilai yang besar. Ginko Biloba, Ginseng, Garlic dan Echinacae adalah ekstrak yang memiliki pasar tergolong terbesar di dunia. Di Amerika Serikat penjualan dan penggunaan obat herbal berupa dietary supplemen juga mengalami pengingkatan yang cukup signifikan. Antara tahun 1990 dan tahun 1997, penggunaan obat herbal oleh masyarakat Amerika Serikat mengalami peningkatan 380%. Pada Tabel 1 dicontohkan beberapa obat herbal yang mempunyai penjual terbesar pada tahun 2001. OBAT HERBAL INDONESIA

Obat herbal Indonesia pada dasarnya dapat dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu : (1) Jamu; (2) Obat Herbal Terstandar; dan (3) Fitofarmaka. Jamu sebagai warisan budaya bangsa perlu terus dikembangkan dan dilestarikan dengan fokus utama pada aspek mutu dan keamanannya (safety). Khasiat jamu sebagai obat herbal selama ini didasarkan pengalaman empirik yang telah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat lama.

Berdasarkan berbagai hasil penelitian ilmiah yang telah dilakukan selama ini

(6)

ternyata sebagian besar jamu yang digunakan oleh masyarakat luas mengandung dua komponen penting, yaitu imunomodulator dan anti oksidan. Dengan demikian jamu bermanfaat untuk menjaga dan memelihara kesehatan, sehingga tidak mudah sakit karena sistem imunitas tubuh terpelihara dan berfungsi dengan baik.

Obat herbal terstandar adalah obat yang simpliasianya telah dilakukan standarisasi dan

telah dilakukan uji pra klinik. Standarisasi simplisia merupakan upaya menyeluruh dimulai dengan pemilihan lahan (unsur tanah) yang tepat untuk tumbuhan obat tertentu, budi daya yang baik sampai pasca panen (good agriculture practices). Setiap simplisia mengandung komponen yang kompleks. Untuk standarisasi bagi setiap simplisia maka perlu ditetapkan zat penanda (finger print) yang digunakan sebagai parameter.

Sumber : WHO, Regional Western Pacific. Download, 2007

Gambar 3. Penggunaan Obat Herbal di Pasifik Barat

Sumber: WHO (2002). Traditional Medicine – Growing Needs and Potential.Geneva

Gambar 4. Penggunaan Obat Tradisional di Negara Sedang Berkembang Dan Negara Maju

(7)

Fitofarmaka adalah adalah obat herbal yang telah dilakukan uji klinik secara lengkap. Dengan uji klinik yang lengkap dan mengikuti prinsip-prinsip uji klinik yang baik, maka fito farmaka dapat digunakan dalam pelayanan kesehatan formal karena memiliki evidence base dan dukungan data ilmiah yang kuat

Pertumbuhan pasar obat herbal Indonesia selama 5 tahun terakhir rata-rata sekitar 15% dan sebagaian besar masih dipasarkan di dalam negeri. Ke depan perlu ada perencanaan dan upaya-upaya yang lebih sistematis untuk pengembangan pasar ekspor terutama pasar ASEAN. Untuk itu issue-issue strategis yang perlu mendapatkan perhatian dan tindak lanjut dalam lingkup nasional antara lain ialah: budi daya tanaman obat, standarisai, penelitian dan pengembangan serta peningkatan mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan.

A. Budidaya Tanaman Obat

Budi daya tanaman obat Indonesia mempunyai 3 aspek strategis yaitu: (1) menjamin mutu simplisia sesuai dengan standar; (2) mejaga kelestarian tanaman obat Indonesia; dan (3) meningkatkan nilai tambah ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat luas. Dengan budi daya yang baik, mulai dari pembibitan, penanaman sampai pemanenan akan dapat dihasilkan simplisia dengan kualitas yang baik dan harga yang kompetitif. Budi daya ini penting untuk diwujudkan karena pasokan simplisia dari dalam negeri selama ini sebagian besar masih berasal dari tanaman liar yang tentu suatu saat akan punah jika tidak didukung oleh usaha budi daya tanaman obat. Langkah penting yang perlu dilakukan dalam kaitan dengan budi daya ini adalah pemetaan tanaman obat unggulan Indonesia untuk mengetahui di daerah mana tanaman obat tersebut tumbuh dan menghasilkan kandungan bahan aktif yang optimal.

Tabel 1 10 Besar Penjualan Obat Herbal di USA (2001)

---

Peringkat Herbal Nilai Penjualan

(Juta US$) --- 1 Ginko bilba 46 2 Echinacea 40 3 Garlic 35 4 Ginseng 31 5 Soy 28 6 Saw palmetto 25 7 St John’s wort 24 8 Valerian 12 9 Cranberry 10 10 Black cohosh 10

---Sumber: Prescribing herbal medications appropriately (Ernest E, 2004)

(8)

Tabel 2. Contoh Obat Herbal Yang Ditengarai Mempunyai Efek Samping Serius

---

Nama Umum & Latin Indikasi Efek Samping (contoh)

--- Feverfew Pencegahan Migrain Sindrom “post-fever” setelah (Tanacetum parthenium) penggunaan dihentikan Hawtorn (Crataegus) Congestive heart Efek adiktif dengan glikosida failure Cardiac lainnya

Kava Kelelahan Kerusakan pada hati (Piper methysticum)

St. John’s wort Depresi Meningkatkan “clearance of a (Hyperticum perforatum) range of prescibeddrugs” Tea tree oil Untuk masalah Reaksi alergik

Sumber : Prescribing herbal medications appropriately (Ernest E, 2004)

B. Standarisasi

Standarisasi obat herbal Indonesia terutama standarisasi simplisia dan sediaan ekstrak mempunyai arti yang penting untuk menjaga mutu obat herbal. Batasan mengenai kadar air, jasad renik dan lain-lain sangat penting untuk menjamin keamanan penggunaan obat herbal sekaligus sebagai acuan dalam memproduksi obat herbal skala industri. Nilai tambah ekonomi dari simplisia dan ekstrak yang memenuhi standar, jauh lebih besar dibandingklan dengan yang belum distandarisasi. Dalam konteks ini perlu dikembangkan standarisasi dengan metoda ”finger print” sebagai acuan baku yang dikenal dan diakui secara internasional.

C. Penelitian dan Pengembangan

Penelitian dan pengembangan obat herbal di Indonesia masih belum optimal terutama masih lemahnya koordinasi dan jaringan R&D di Indonesia. Berbagai penelitian obat herbal memang telah dilakukan di Indonesia oleh berbagai institusi, tetapi tanpa koordinasi dan arah yang jelas. Sebagian besar penelitian masih bersifat marjinal, belum komprehensif dan kurang memiliki kedalaman sehingga hasilnya tidak optimal untuk diimplementasikan oleh usaha industri. Dalam konteks ini Pemerintah harus memiliki visi yang jelas, komitmen yang kuat dan program yang kongkret mengenai

pengembangan obat herbal Indonesia. Langkah lebih lanjut adalah membangun networking penelitian dan pengembangan obat herbal Indonesia yang melibatkan lembaga penelitian universitas dan industri. Aliansi stratejik ini perlu diperkuat dengan kerjasama yang saling menguntungkan. Di satu pihak industri akan dapat memproduksi dan memasarkan produk-produk unggulan hasil riset universitas, dilain pihak universitas memperoleh dana untuk memperkuat riset unggulan yang bermanfaat bagi masyarakat luas sekaligus menghasilkan nilai tambah ekonomi yang cukup besar.

D. Mutu, keamanan, dan khasiat/ kemanfaatan

Upaya untuk menjamin mutu dan keamanan (safety) obat herbal harus dilakukan sejak awal proses mulai dari pemilihan dan penggunaan simplisia, seluruh proses produksi sampai produk-produk tersebut beredar di masyarakat. Produsen obat herbal mempunyai tanggung jawab yang besar atas mutu dan kemanan produknya yang dipasarkan kepada masyarakat luas. Untuk itu produsen harus mempunyai sistem pengawasan internal yang dapat memantau dan mengawasi mutu dan keamanan produknya sejak awal proses sampai produk tersebut ada di peredaran (post marketing survilance). Bersamaan dengan itu Pemerintah harus melakukan pengawasan yang sistematik yang mencakup pengawasan

(9)

pre-market maupun post-market untuk memastikan produk-produk herbal yang beredar di masyarakat aman dan bermanfaat. OBAT TRADISIONAL CINA (TCM) DI INDONESIA

TCM telah cukup lama beredar dan digunakan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Pada lima tahun terakhir ini diperkirakan nilai peredaran TCM di Indonesia maksimum sekitar 10% dari nilai seluruh nilai pasar obat herbal yang beredar di Indonesia. Pada globalisasi dan era pasar bebas seperti dewasa ini ada potensi meningkatnya TCM masuk di pasar Indonesia. Dalam konteks ini upaya perlindungan konsumen harus lebih diintensifkan baik yang mencakup regulasi maupun pengawasan TCM di peredaran/pasar Indonesia. Beberapa aspek/substansi penting yang perlu mendapat perhatian dalam regulasi obat tradisional asing terutama TCM di Indonesia antara lain sebagai berkut:

A. Reciprocal Policy

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, TCM dapat diimpor, diedarkan dan digunakan oleh masyarakat Indonesia. Namun demikian kebijakannya harus bersifat reciprocal, artinya produk herbal Indonesia harus mendapatkan peluang yang sama untuk dapat memasuki pasar RRC. Realitasnya pasar RRC sangat protektif dan sulit dimasuki produk obat herbal Indonesia. Dalam konteks ini harus ada fairness dan equality untuk mendapatkan akses pasar di RRC maupun Indonesia bagi masing-masing produk.

B. Legalitas Produk dan Manufaktur Produk TCM yang akan dipasarkan di Indonesia harus terdaftar dan memenuhi persyaratan mutu dan kemanan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia. TCM tersebut harus telah beredar dan digunakan sendiri oleh rakyat RRC serta memiliki nomor registrasi yang dikeluarkan oleh otoritas RRC (SFDA) dan produsen yang bersangkutan telah memperoleh sertifikat GMP dari SFDF. Untuk perlindungan konsumen Indonesia,

ketentuan ini harus dilaksanakan secara ketat. Hal ini perlu digarisbawahi karena tidak semua TCM yang diekspor ke luar negeri sudah memiliki nomor registrasi dan sertifikat GMP dari SFDA.

TCM mengandung komponen herbal yang seringkali tidak dikenal dan tidak pernah digunakan oleh masyarakat Indonesia. Dalam masalah ini penting untuk diberlakukan ketentuan untuk melakukan uji keamanan terhadap produk TCM tersebut. Beberapa obat herbal seperti ditampilkan pada Tabel 2 adalah contoh adanya afek samping yang perlu mendapatkan perhatian secara seksama. PENUTUP

Obat herbal Indonesia termasuk Jamu perlu terus dikembangkan dengan penelitian yang memiliki basis ilmiah yang kuat sehingga dapat diintegrasikan secara tepat dalam sistem pelayanan kesehatan nasional. Budi daya tumbuhan obat Indonesia penting untuk dilakukan selain untuk menjaga kelestariannya, juga untuk meningkatkan kualitas obat herbal Indonesia dengan nilai tambah ekonomi yang lebih besar. Stradarisasi simplisia dan obat herbal Indonesia serta jaminan atas mutu, kemanan dan kemanfaatannya merupakan aspek strategis dalam prespektif medik maupun ekonomi.

Obat tradisional china (TCM) makin meluas peredarannya diseluruh dunia terutama karena dampak dari globalisasi dan era pasar bebas. Demikian pula di pasar Indonesia peredaran TCM diperkirakan akan terus meningkat meskipun pangsa pasarnya tidak menimbulkan ancaman yang besar bagi obat herbal Indonesia. Masuknya TCM ke Indonesia selain harus dilakukan dengan regulasi yang ketat dan lugas, harus pula disertai reciprocal policy yaitu adanya kesetaraan peluang bagi produk herbal Indonesia untuk dapat memasuki pasar RRC, sebagaimana Indonesia memberi peluang kepada TCM untuk memasuki pasar Indonesia.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Chang, Joseph. 1999. Scientific Evaluation of Traditional Chinese Medicine Under DSHEA (The Dietary Supplement Health and Education Act): A Conundrum. The Journal of Al;ternative and Complentary Medicine Volume 5, Number 2 pp 181-189

Ernst, Edzard. 2004. Prescribing Herbal Medications Appropriately. Journal of Family Practice.. Vol. 53. No. 12

WHO. 2002. Traditional Medicine – Growing Needs and Potential.Geneva

WHO. 2002. WHO Traditional Medicine Strategy. Geneva.

Gambar

Gambar 3. Penggunaan Obat Herbal di Pasifik Barat

Referensi

Dokumen terkait

Maraknya industri media di Era Reformasi, lanjut Bestian (2010), juga berdampak di level organisasi media. Kalkulasi ekonomi setidaknya menunjukkan kecenderungan bertumbuhnya

Dalam proses penciptaan karya seni lukis telah dilakukan secara tahap demi.. tahap sehingga menghasilkan tiga buah karya lukis sesuai dengan

Meskipun nilai coarseness cenderung naik yang mengindikasikan serat semakin kasar sehingga semakin mudah membentuk ikatan antar serat dan serat semakin kaku karena indeks

smoothness of flow processing. Conversely, if the process time is not balanced, then the production process is not optimal and cause the bottle neck problem. Company engaged

[r]

Hasil observasi yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif teknik two stay two stay (TSTS) mampu meningkatkan prestasi

Penggunaan Mikoriza secara umum akan memberikan manfaat yang besar bagi kesuburan tanah dalam jangka waktu yang panjang, terutama pada tanah-tanah yang kurang

Hasil penelitian Suminarti (2010), menunjukkan bahwa secara umum perlakuan pemupukan dengan pupuk Nitrogen dan Kalium untuk tanaman talas memberikan pengaruh