• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Nyamuk Aedes aegypti yang terinfeksi menularkan virus dengue ke tubuh manusia melalui gigitannya, karena itu dianggap sebagai arbovirus yaitu virus yang ditularkan melalui antropoda (WHO, 1999). Sampai saat ini belum ada vaksin yang tersedia untuk mencegah demam dengue, karena itu perlindungan kulit, dan pemberantasan vektor nyamuk merupakan cara untuk mencegah penyebaran penyakit (Soedarto, 2012). Sebagai upaya pencegahan terhadap gigitan nyamuk sediaan dalam bentuk lotion, gel, spray anti nyamuk praktis digunakan dengan cara diaplikasikan pada permukaan kulit tubuh.

Sediaan anti nyamuk yang beredar di pasaran saat ini mengandung bahan aktif N,N-diethyl-m-toluamide (DEET) yang merupakan senyawa kimia sintetik dengan konsentrasi 10-15%. Penggunaan DEET dalam jangka waktu panjang dapat menimbulkan berbagai macam efek samping seperti gejala hipersensitifitas, iritasi, urtikaria bahkan dapat juga menyebabkan kanker (Qiu et al., 1998 cit Lukman et al., 2012) karena efek negatif yang ditimbulkan DEET, maka dibuat sediaan anti nyamuk dari bahan alam sebagai alternatif (Kardinan & Dhalimi, 2010). Salah satu bahan alam yang bisa digunakan yaitu nilam, minyak atsiri dari nilam yang dianalisis menggunakan GC-MS menunjukan kandungan patchouli alkohol sebesar 22,62% (Gokulakrishnan, 2013) sehingga memiliki aktivitas anti nyamuk (Jantan, 1999).

Menurut Guenther (1987) minyak atsiri memiliki sifat yang mudah menguap dan apabila diaplikasikan secara langsung pada kulit kurang efektif, maka minyak atsiri nilam diformulasikan dalam sediaan lotion untuk memudahkan konsumen dalam mengaplikasikan minyak atsiri nilam sebagai anti nyamuk dan untuk menjaga kestabilan minyak atsiri dalam penyimpanan.

Lotion sering digunakan oleh masyarakat karena praktis dan harganya relatif terjangkau. Lotion adalah sediaan yang berupa suspense, emulsi atau larutan dengan atau tanpa zat aktif di dalamnya, digunakan secara topikal yang

(2)

konsistensinya memungkinkan merata dengan cepat pada permukaan kulit saat pemakain sehingga cepat kering dan meninggalkan lapisan tipis dari komponen zat aktif pada permukaan kulit (Ansel, 1989). Pada waktu penyimpanan mungkin terjadi pemisahan. Dapat ditambah zat warna, pengawet dan pewangi yang cocok. Penambahan salah satu fase seperti penambahan konsentrasi minyak atsiri dalam sediaan dapat mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas sediaan (DepKes RI, 1979). Menurut Lachman et al., (1994) lotion yang berbentuk emulsi cair terdiri dari fase minyak dan fase air yang distabilkan oleh emulgator. Emulgator merupakan komponen yang penting untuk memperoleh emulsi yang stabil (Anief, Moh., 2007). Penambahan setil alkohol dalam formula pembuatan lotion dapat meningkatkan stabilitas sediaan (Unvala, 2009).

Mekanisme penolakan nyamuk terjadi saat lotion yang mengandung minyak atsiri dioleskan pada permukaan kulit dan karena pengaruh suhu tubuh minyak atsiri menguap (Ekowati et al., 2013). Minyak atsiri nilam mengandung patchouli alkohol, aromanya tertangkap oleh reseptor kimia yang dimiliki nyamuk karena nyamuk tidak menyukai baunya kemudian menghindar dengan sendirinya.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui aktivitas sediaan lotion minyak atsiri nilam sebagai anti nyamuk dan mendapatkan sediaan lotion yang stabil dengan konsentrasi minyak atsiri yang optimum.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam terhadap aktivitas anti nyamuk setelah diformulasikan menjadi sediaan lotion?

2. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan lotion?

(3)

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam terhadap aktivitas anti nyamuk setelah diformulasikan menjadi sediaan lotion.

2. Mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan lotion.

D. TINJAUAN PUSTAKA

Nilam (Pogostemon cablin B.) merupakan tanaman asal Filipina, berupa tumbuhan semak yang mempunyai tinggi sekitar 0,5-1 meter, bercabang banyak dan bertingkat mengitari batang, serta berbulu. Batangnya berkayu berwarna keunguan, berbentuk persegi empat dengan diameter 10-20 cm. Daunnya berwarna hijau, berbentuk bulat lonjong dengan panjang 10 cm, lebar 8 cm, ujungnya agak meruncing dan tangkai daunnya berwarna kemerahan berukuran sekitar 4 cm (Daniel, 2012). Nilam adalah salah satu jenis tanaman yang dapat menghasilkan minyak atsiri.

Minyak atsiri dari suatu tanaman didapatkan dengan cara penyulingan. Ada berbagai macam metode penyulingan, salah satu metode penyulingan yang digunakan untuk penyulingan nilam adalah penyulingan air dan uap. Penyulingan air dan uap menurut Guenther (1987) dilakukan dengan cara menempatkan bahan tanaman di atas saringan ketel suling. Bagian bawah ketel suling diisi air, sedikit di bawah di mana bahan ditempatkan. Air dipanaskan dengan berbagai cara yaitu uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas dari penyulingan ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh, dan tidak terlalu panas. Bahan yang disuling tidak berhubungan langsung dengan air panas tetapi dengan uap.

Minyak nilam dapat dimanfaatkan sebagai antiserangga, antibiotik, anti radang, antiseptik, anti jamur, anti jerawat, anti eksim dan kulit pecah-pecah, membantu mengurangi kegelisahan dan depresi, membuat tidur lebih nyenyak dan meningkatkan gairah seksual. (Daniel, 2012). Kandungan utama minyak atsiri

(4)

nilam adalah patchouli alkohol (C15H26), senyawa ini yang bertanggung jawab

menyebabkan minyak atsiri nilam memiliki bau harum (Sastrohamidjojo, 2004). Menurut penelitian yang dilakukan Halimah & Zetra (2011) minyak nilam mengandung beberapa senyawa antara lain β-pinene, δ-elemene, β-patchoulene, seychellene, caryophylene, α-patchoulene, α-guaine, β-selinene, asam palmitat dan komponen senyawa terbesarnya adalah patchouli alkohol. Berdasarkan penelitian Gokulakrishnan (2013) senyawa kimia nilam yang dianalisis menggunakan GC-MS menunjukkan bahwa kandungan kimia dari minyak nilam adalah pinene (0,46 %); t-β-elemenon (2,74 %); β-bisabolene (0,22 %); α-bulnesen (19,49 %); δ-elemene (1,32 %); eremophilene (1,36 %); β-patchoulene (12,88 %); β-caryophyllene (2,53%); α-guaiene (15,44 %); α-patchoulene (3,58 %); γ-patchoulene (11,72%,); farnesol (1,55 %); aromadendrene oxide (1,57 %); nonadecane (1,48%) dan patchouli alkohol (22,62 %). Dari 15 kandungan kimia minyak nilam, lima diantaranya memiliki konsentrasi lebih besar, yaitu α-bulnesen, β-patchoulene, α-guaiene, γ- patchoulene, dan patchouli alkohol. Besarnya konsentrasi patchouli alkohol akan mempengaruhi besar kecilnya aktivitas repellent minyak nilam.

Nyamuk merupakan vektor penting dari beberapa penyakit tropis, termasuk malaria, demam berdarah, dan berbagai penyakit virus lainnya (WHO, 1999). Nyamuk mengalami metamorfosa yang sempurna dimulai dari telur menjadi larva, kemudian menjadi pupa dan dewasa. Telur dari nyamuk Aedes aegypti diletakkan disepanjang tepi air. Masa inkubasi telur berlangsung selama beberapa hari, kemudian menetas menjadi larva. Larva mengalami empat kali pergantian kulit dan segera berubah menjadi pupa selama dua sampai tiga hari, dan selanjutnya menjadi nyamuk dewasa. Nyamuk jantan tidak mengisap darah melainkan mengisap madu atau cairan lain dari tumbuhan. Nyamuk betina umumnya mengisap darah sebelum bertelur agar reproduksi dapat berlangsung (Soedarto, 2012). Nyamuk Aedes menggigit terutama di pagi atau sore hari. sebagian besar spesies menggigit dan beristirahat di luar ruangan tetapi di daerah tropis Aedes aegypti berkembang biak dan menggigit di dalam dan sekitar rumah (WHO, 1999).

(5)

Repellent atau yang biasa disebut sediaan anti nyamuk merupakan bahan yang digunakan secara langsung dengan cara menggosokkan pada tubuh atau menyemprotkan pada pakaian, mempunyai kemampuan untuk menjauhkan manusia dari gigitan atau gangguan serangga, contohnya DEET, repellent alam: minyak sereh, minyak eukaliptus (KemenKes RI, 2012). Proses penolakan nyamuk karena penggunaan repellent yaitu minyak atsiri yang dioleskan merata pada tangan meresap ke pori-pori kulit, kemudian minyak atsiri akan menguap ke udara karena panas tubuh. Bau dari minyak atsiri akan terdeteksi oleh reseptor kimia yang terdapat pada antena nyamuk dan diteruskan ke impuls saraf. Bau dari minyak atsiri ini tidak disukai nyamuk sehingga otak nyamuk akan mengekspresikan untuk menghindar dari sumber bau. (Shinta, 2012).

Menurut Lachman et al., (1994) lotion merupakan sediaan yang berbentuk emulsi cair terdiri dari fase minyak dan fase air yang distabilkan oleh emulgator, mengandung satu atau lebih bahan aktif di dalamnya. Lotion digunakan untuk pemakaian topikal sebagai pelindung. Konsistensinya cair sehingga cepat dalam pemakaian, merata pada permukaan kulit, mudah menyebar, cepat kering setelah dioleskan serta meninggalkan lapisan tipis pada permukaan kulit. Formula yang digunakan dalam pembuatan sediaan lotion terdiri dari fase air dan fase minyak. Fase air yang terdiri dari disodium EDTA, aquadest, karbopol, propilen glikol, gliserin, metilparaben, propilparaben, dan triethanolamine (99%). Fase minyak terdiri dari minyak nilam, mineral oil, asam stearat, dimethicone, gliseril monostearat dan setil alkohol. Disodium EDTA digunakan sebagai chelating agent atau agen pengkelat, penggunaannya antara 0,005 dan 0,1% b/v (Shah dan Thassu, 2009). Agen pengkelat ditambahkan dengan tujuan dapat membentuk kompleks dengan logam yang mungkin terdapat dalam sediaan, pada proses pembuatan atau pada penyimpanan karena wadah yang kurang baik (Fahmi, Farida et al, 2014). Karbopol atau carbomer dalam formulasi sediaan lotion digunakan sebagai rheologi modifier (Draganoui et al., 2009), karena jumlah air lebih dalam formula lotion dari 50% sehingga menyebabkan konsistensi sediaan encer, maka perlu ditambahkan rheologi modifier seperti karbopol yang dapat membentuk suatu sediaan yang agak kental,

(6)

mudah menempel pada kulit dan tdak mudah hilang dari permukaan kulit. Propilen glikol berfungsi sebagai humektans, konsentrasi yang digunakan ≈15% (Weller, 2009). Gliserin dalam formula ini berfungsi sebagai humektan. Dalam formulasi sediaan farmasi topikal dan kosmetik gliserin sering digunakan sebagai humektan dan emollient (Núnez dan Medina, 2009). Propilen glikol dikombinasikan dengan gliserin karena kemampuan gliserin menyerap lembab dibandingkan propilen glikol lebih besar (Lachman et al., 1994). Propilparaben digunakan sebagai antimikroba atau pengawet dalam sediaan kosmetik. Dapat digunakan sendiri maupun dalam kombinasi ester paraben yang lain atau dengan antimikroba yang lain. Propilparaben efektif pada kisaran pH 4-8 dan memiliki spektrum aktivitas antimikroba yang luas, walaupun paling efektif terhadap ragi dan jamur. Untuk formulasi sediaan topikal konsentrasi propilparaben yang digunakan 0,01-0,6% (Haley, 2009). Sama halnya dengan propilparaben, metilparaben juga digunakan sebagai pengawet. Dapat digunakan sendiri maupun kombinasi, untuk formulasi sediaan topikal konsentrasi metilparaben yang digunakan 0,02-0,3% (Haley, 2009). Aktifitas pengawet menurun seiring dengan naiknya pH karena pembentukan senyawa fenolat yang anion. Aktivitas antimikroba meningkat seiring dengan meningkatnya panjang rantai alkil. Aktifitas tersebut dapat terjadi dengan menggunakan kombinasi paraben yang memiliki efek sinergis, seperti kombinasi dari metil, etil, propil, atau butilparaben. Aktifitas antimikroba juga meningkat dengan penambahan eksipien lain seperti: propilen glikol (2-5%), phenylethyl alkohol, dan asam edetic. Penggunaan kombinasi metylparaben dan propilparaben adalah 0,18% dan 0,02% (Haley, 2009). Mineral oil digunakan sebagai emolien. Dalam formulasi sediaan lotion konsentrasi mineral oil yang digunakan 1,0-20,0% (Sheng, 2009). Asam stearat dalam formulasi sediaan topikal digunakan sebagai pengemulsi dan agen pelarut (Allen, 2009). Gliseril stearat atau gliseril monostearat dalam formula ini digunakan sebagai co-emulsifier, dalam formulasi sediaan farmasi dan kosmetik gliseril stearat bertindak sebagai stabilizer yang efektif. Sebagai pelarut senyawa polar dan nonpolar yang dapat membentuk emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air (Taylor, 2009). Setil alkohol digunakan sebagai zat pengemulsi dan

(7)

dapat meningkatkkan stabilitas sediaan (Unvala, 2009). Penambahan zat-zat polar bersifat lemak, seperti setil alkohol dan gliseril monostearat, akan menstabilkan emulsi minyak dalam air (Lachman et al., 1994). Triethanolamine apabila dicampur dengan asam lemak, seperti asam stearat atau asam oleat dengan perbandingan yang tepat akan membentuk sabun anionik dengan pH sekitar 8, yang dapat digunakan sebagai pengemulsi untuk menghasilkan sediaan yang halus dan emulsi minyak dalam air yang stabil. Konsentrasi triethanolamin yang digunakan untuk emulsifikasi 2-4% v/v dan 2-5 kali dari asam lemak (Goskonda, 2009).

E. LANDASAN TEORI

Minyak nilam mengandung patchouli alkohol sehingga memiliki aktivitas repellent yang cukup tinggi (Jantan, 1999). Pada penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Sulantari (2007) pengujian potensi anti nyamuk minyak atsiri Nilam terhadap nyamuk Aedes aegypti pada konsentrasi 55% v/v yang diperoleh dengan menambahkan 5,5 ml minyak atsiri nilam dalam pelarut 10 ml oleum ricini, menunjukan hasil yang baik, karena diperoleh daya repellent-nya pada jam ketiga 97,6%, sedangkan untuk jam ke 4, ke 5 dan ke 6 potensi daya repellent akan menurun yaitu 91,2%; 88,4% dan 79,2%.

Minyak atsiri jika diformulasikan dengan baik menjadi sediaan lotion masih memiliki aktivitas repellent, seperti pada penelitian Kardinan & Dhalimi (2010) minyak atsiri adas setelah diformulasikan menjadi sediaan lotion masih memiliki aktivitas repellent sebesar 60% - 67%. Menurut penelitian lain Ridwan (2012) formulasi losio ekstrak nilam memiliki daya proteksi terhadap gigitan nyamuk sebesar 65,76% selama 6 jam. Besarnya aktivitas repellent berbanding lurus dengan jumlah minyak atsiri yang digunakan dalam formula, Ekowati, dkk (2013) telah membuktikan dalam penelitiannya bahwa semakin besar konsentrasi minyak atsiri kulit buah jeruk nipis yang digunakan dalam formula sediaan lotion, maka persentase daya tolak nyamuk yang diperoleh semakin besar dan efektivitas menolak nyamuknya semakin lama.

(8)

Konsentrasi minyak atsiri yang digunakan dalam formula juga berpengaruh terhadap sifat fisik sediaan seperti pada penelitian Caesar (2014) yang menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi minyak atsiri adas yang digunakan dalam formula lotion, menyebabkan viskositasnya semakin rendah yang berkaitan dengan daya lekat yang juga semakin kecil serta daya sebar yang semakin besar.

F. HIPOTESIS

Lotion minyak atsiri nilam memiliki aktivitas anti nyamuk. Peningkatan konsentrasi minyak atsiri nilam dalam formulasi dapat menaikan aktivitas anti nyamuk dan mempengaruhi sifat fisik sediaan meliputi viskositas dan daya lekat yang semakin menurun dan daya sebar yang semakin besar.

Referensi

Dokumen terkait

Sumber pendapatan utama rumah tangga petani contoh di Kabupaten Donggala adalah dari usahatani (On-Farm), yang memberi kontribusi sebesar 65,51 persen dari seluruh

1 AISA Asia Intiselera Hans Tuanakotta & Mustofa 2 AKPI Argha Karya Prima Industri Prasetyo, Sarwoko, Sandjaja 3 ALKA Aneka Kimia Raya Prasetyo, Sarwoko, Sandjaja 4

Sehingga dapat dilihat hasil penilaian rata – rata yang dicapai nilai dari kegiatan kondisi awal 64,77 dan pada silkus pertama nilai rata – rata yang dicapai 65,45

4.1 Mengamati, mengolah, dan menyajikan teks laporan hasil pengamatan tentang gaya, gerak, energi panas, bunyi, dan cahaya dalam bahasa Indonesia lisan dan tulis dengan

Teknik pemben- tukan model 3D Alos Palsar pada penelitian ini menggunakan dua penggabungan metode yaitu meto- de stereo pada area yang bertampalan dan metode DSM2DEM di area

Peran guru dalam kegiatan ini adalah memberi pembelajaran matematika dengan komunikasi matematika yang memadai atau bahasa matematika sehingga mudah dipahami

Meski undang-undang no 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan dengan jelas dan tegas dalam memberikan

Ada 9 Pendidikan karakter Anti korupsi yang di berikan pada anak jenjang PAUD yaitu jujur, mandiri, tanggung jawab, disiplin, kerja keras, sederhana, berani, peduli