• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. hubungannya dengan kaum minoritas. Representasi sebuah identitas pada media

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. hubungannya dengan kaum minoritas. Representasi sebuah identitas pada media"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Relasi antara media dan kaum minoritas menjadi sebuah hal yang perlu dikaji lebih lagi secara akademik. Media memegang peran yang penting dalam hubungannya dengan kaum minoritas. Representasi sebuah identitas pada media dapat berpengaruh besar dalam konstruksi identitas tersebut. Menurut Hall (dikutip dari Devroe, 2004, p.3), media dapat dipertimbangkan sebagai pemain penting karena peran mereka dalam memengaruhi opini publik mengenai kaum minoritas. Sebuah berita memiliki relevansi dengan kaum minoritas dikarenakan fungsinya dalam mengkonstruksi sebuah identitas. Mengasumsikan khalayak memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap isi sebuah berita. Mullan (dikutip dari Devroe, 2004, p.3) mengatakan bahwa khalayak memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap berita (khususnya televisi) di mana ‘gambaran sebenarnya’ ditunjukkan.

Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender (LGBT) di Indonesia sendiri merupakan suatu hal yang masih menjadi polemik. Menurut Santoso (2016, p.221), LGBT merupakan suatu hal yang banyak menimbulkan pro dan kontra. Dia juga menjelaskan bahwa kaum pro menyatakan bahwa negara dan masyarakat harus mengampanyekan prinsip non diskriminasi terhadap komunitas LGBT. Sebaliknya,

(2)

2

pihak yang kontra terhadap LGBT menilai bahwa LGBT sebagai bentuk penyimpangan.

Identitas budaya atau Cultural Identity merupakan faktor yang sangat melekat pada setiap individu. Identitas budaya digambarkan seperti jati diri seseorang. Schlesinger (2001, p.707) mengatakan bahwa konsep ‘identitas budaya’ mengarah pada sejumlah atribut yang diberikan untuk menentukan kualitas bagi sebuah populasi.

Ras, agama, dan orientasi seksual merupakan faktor-faktor yang menggambarkan identitas budaya. LGBT mempunyai salah satu faktor identitas yang menonjol, yakni orientasi seksual yang berbeda dibandingkan masyarakat pada umumnya. Meskipun demikian, komunitas LGBT juga mempunyai faktor-faktor lain yang dimiliki juga oleh masyarakat pada umumnya, seperti ras atau agama.

Di Indonesia, isu LGBT kerap diberitakan pada beberapa media, membahas mengenai kasus-kasus LGBT atau hanya sekadar membahas bentuk dari LGBT. Sebagai contoh, kasus yang pada 2019 yang dilaporkan Liputan6.com mengenai “LGBT Mesum di Taman Pagaruyung Terungkap Gara-Gara Cahaya Ponsel”. Pada artikel tersebut dibahas mengenai sepasang LGBT yang diamankan kepolisian karena telah melakukan perbuatan mesum di Taman Pagaruyung (“LGBT Mesum di Taman Pagaruyung”, 2019, para.1).

Berita lainnya mengenai LGBT yang bernuansa negatif adalah dari Detik.com adalah “LGBT di Sumbar akan Didenda Bayar Semen, di Aceh Dicambuk 100

(3)

3

kali”, yang membahas mengenai bagaimana sanksi dari perilaku LGBT yang dianggap menyimpang. Dalam pemberitaan ini juga disebutkan beberapa istilah keagamaan. (Setyadi, 2018, para.1).

Contoh lain dari pemberitaan LGBT adalah pada 2018 mengenai pasangan gay di Aceh yang ditangkap dan diberi sanksi. Detik.com memberitakan bahwa sepasang gay di Banda Aceh ditangkap dan keduanya dihukum masing-masing sebanyak 86 kali di depan umum. Dalam kasus ini, keduanya divonis bersalah oleh Mahkamah Syariah Kota Aceh dan dijatuhi hukuman cambuk (Setyadi, 2018, para. 3).

Pada 1 Oktober 2019, Tribunnews.com memberitakan sebuah kasus LGBT yaitu “Bocah Berusia 6 Tahun di Kutai Kartanegara Jadi Korban Penganiayaan Pasangan LGBT Tantenya” di mana diberitakan bahwa seorang anak kecil yang dianiaya tantenya yang merupakan komunitas LGBT. Dalam penulisan berita ini, identitas LGBT tantenya hanya digunakan untuk menggambarkan identitas. Dalam beritanya disebutkan pasangan LGBT pelaku tidak dapat mengutarakan apa pun karena diancam (Vintoko, 2019, para.1).

Berita-berita tersebut menunjukkan bahwa media daring di Indonesia menyajikan isu LGBT dengan bernuansa atau tone negatif, di mana hal ini dapat menggiring interpretasi khalayak mengenai LGBT menjadi negatif pula. Namun, bagaimana dengan opini komunitas LGBT itu sendiri? Bagaimana jika identitas budaya yang dianut seorang LGBT dapat memengaruhi penafsiran terhadap konten berita LGBT? Apakah komunitas LGBT sudah merasa bahwa representasi yang dilakukan media sudah menggambarkan identitasnya dengan tepat dan apakah

(4)

4

komunitas LGBT sudah merasa lebih diterima di kalangan masyarakat Indonesia secara luas.

Saat kita membicarakan dampak pemberitaan pada audience atau khalayak, teori framing menjadi salah satu teori unggulan. Selama ini, teori framing menjadi teori yang banyak dipakai dalam membahas mengenai bagaimana media dapat menggiring opini dan interpretasi khalayak terhadap suatu isu. Goffman (1974, p. 10) mengatakan bahwa bingkai media dapat membimbing individu dalam membaca sebuah realitas.

Mayoritas penelitian yang meneliti efek pembingkaian media cenderung hanya melihat media sebagai kunci dari pengaruh yang besar terhadap interpretasi khalayak terhadap suatu isu. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Brown, Cole dan Fisher (2017, p.13) yang membahas mengenai Frame apa yang dominan disampaikan dari media mengenai berita pengangkatan undang-undang legislatif yang menolak keberadaan LGBT di Amerika. Dalam riset tersebut juga dibahas tentang relasi kemunculan berita tersebut dengan opini dan emosi masyarakat dan menurut penelitian ini, emosi yang paling terlihat adalah marah dan sedih yang terbukti dari penelitiannya yang berkata bahwa emosi sedih berasal dari gereja dan beberapa organisasi anti-LGBT. Namun, dalam penelitian tersebut tidak dibahas mengenai opini masyarakat yang marah dan sebenarnya interpretasi seperti apa yang terjadi pada khalayak sehingga dapat menyebabkan kedua emosi ini.

Scheufele (1999, p.106) melihat bahwa khalayak juga memiliki bingkainya sendiri dalam menginterpretasikan berita yang dikonsumsinya. Ia juga mengatakan bahwa bingkai dapat dikategorikan sebagai presentasi dari berita dan menjelaskan

(5)

5

isi berita, sehingga konsep framing dapat dikategorikan ke dalam dua jenis: bingkai media dan bingkai individu khalayak.

Media di satu sisi sudah dianggap menjalankan tugasnya sebagai medium pesan mengenai suatu masalah yang terjadi di lingkungan masyarakat. Namun, di sisi lainnya, media membuat citra dari komunitas LGBT pada pandangan masyarakat umum menjadi buruk. Listorini, Asteria, dan Hidayana (2019, p. 243) mengatakan bahwa kelompok minoritas seksual lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) mendapatkan tekanan melalui pemberitaan media massa sehingga terjadi misrepresentasi identitas LGBT di kalangan masyarakat luas. Namun, bagaimana dengan interpretasi komunitas LGBT itu sendiri? Dalam menerima pesan, khalayak sudah tidak dianggap lagi pasif, melainkan aktif dan Scheufele (1999, p. 106) menyebutkan bahwa khalayak memiliki bingkainya sendiri dalam bagaimana memaknai pesan media. Berdasarkan argumen tersebut, peneliti tertarik untuk mencari tahu bagaimana sebenarnya komunitas LGBT menginterpretasikan pesan media dalam merepresentasikan identittas mereka dan apakah identitas kultural ikut berperan dalam komunitas LGBT memaknai pesan media. Strategi apa yang digunakan komunitas LGBT dalam memaknai pesan berita, apakah faktor-faktor identitas budaya memengaruhi penafsiran komunitas LGBT terhadap berita tersebut dan apakah komunitas LGBT tersebut sudah merasa dirinya diterima pada kalangan masyarakat Indonesia secara luas. Peneliti menggunakan metode audience framing karena jika menilik kolom komentar yang peneliti lihat pada kolom komentar Detik.com dan Tribunnews.com, serta kolom reaksi pada Liputan6.com, khalayak memiliki interpretasi dan pembingkaian

(6)

6

masing-masing. Bingkai-bingkai tersebut dapat memperlihatkan bagaimana komunitas LGBT menginterpretasikan berita dan menilai pemberitaan media tersebut.

Pemberitaan terkait isu komunitas LGBT ini penting diteliti dengan metode

audience framing karena dengan metode ini kita dapat mengetahui opini atau sudut

pandang komunitas LGBT dan strategi apa yang mereka gunakan untuk memaknai suatu pemberitaan media yang akan mengarah pada eksistensi, diterima atau tidaknya komunitas LGBT di kalangan masyarakat. Seperti yang dikatakan Husband (dikutip dari Devroe, 2004, p.4) bahwa media dapat membentuk rasa ‘kepemilikan’, dan rasa termasuk dalam bagian sosial masyarakat. Apakah setelah membaca berita yang dipaparkan media daring, komunitas LGBT menjadi lebih terbuka dan merasa dirinya lebih diterima di kalangan masyarakat luas. Penelitian ini juga menggunakan metode audience framing yang diaplikasikan pada golongan tertentu, dalam penelitian ini adalah komunitas LGBT. Penelitian khalayak LGBT pada isu ini juga membantu media untuk meningkatkan kepekaan terhadap isu-isu yang menyangkut LGBT dan membuat sebuah pemberitaan yang tidak menyudutkan salah satu golongan.

Dalam menginterpretasikan dan menilai berita, faktor-faktor kultural juga dapat muncul dan menjadi strategi yang digunakan oleh komunitas LGBT. Menurut Morley (dalam Bird, 2011, p. 501) faktor kedekatan juga dapat memengaruhi khalayak dalam memaknai dan menilai sebuah berita. Kedekatan secara kultural merupakan salah satu strategi yang dapat saja digunakan oleh khalayak.

(7)

7

Dalam penelitian ini, peneliti memilih tiga media online yaitu

Tribunnews.com, Detik.com, dan Liputan6.com. Menurut hasil perhitungan survei

Alexa mengenai top sites di Indonesia (2019), ketiga media ini menduduki posisi 10 besar situs yang paling banyak dikunjungi di Indonesia. Peneliti juga memilih ketiga media tersebut cukup banyak memberitakan kasus-kasus LGBT di Indonesia di mana mayoritas media lain lebih banyak memberitakan kasus-kasus LGBT yang terjadi di luar Indonesia. Pada penelitian ini peneliti mengharapkan, setelah melakukan penelitian menggunakan metode audience framing akan terlihat bagaimana pembingkaian yang dilakukan oleh komunitas LGBT terhadap pemberitaan isu terkait LGBT dan strategi seperti apa yang khalayak gunakan dalam memaknai dan menilai pemberitaannya.

1.2 Rumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang masalah yang sudah dipaparkan sebelumnya, di sini peneliti mengambil rumusan masalah yaitu, “Bagaimana komunitas LGBT membingkai pemberitaan Tribunnews.com, Liputan6.com, dan Detik.com terkait kasus LGBT di Indonesia?”

1.3 Pertanyaan Masalah

1.3.1 Bagaimana komunitas LGBT membingkai dan mengevaluasi pemberitaan media daring Tribunnews.com, Liputan6.com, dan

(8)

8

1.3.2 Bagaimana identitas kultural memengaruhi interpretasi komunitas LGBT terhadap berita terkait?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah

1.4.1. Memolakan bingkai apa saja yang muncul pada komunitas LGBT saat membaca dan mengevaluasi berita Tribunnews.com, Liputan6.com, dan Detik.com terkait kasus LGBT di Indonesia.

1.4.2. Mengidentifikasi bagaimana identitas kultural dapat memengaruhi interpretasi komunitas LGBT terhadap berita terkait.

1.5 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan di atas, berikut manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah

1.5.1 Kegunaan Akademis

Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang nyata bagi keilmuan komunikasi khususnya mengenai penggunaan metode audience framing pada informan yang memiliki golongan khusus yang pada penelitian ini merupakan golongan LGBT,

(9)

9

serta memberikan pengetahuan mengenai bingkai khalayak yang terjadi pada golongan LGBT.

1.5.2 Kegunaan Praktis

Secara praktis, penelitian ini diharapkan membantu para praktisi media untuk lebih memilah dan berhati-hati dalam memberitakan komunitas LGBT karena pemberitaan tersebut dapat merepresentasikan komunitas LGBT yang berujung pada pembentukan identitas LGBT di masyarakat.

1.5.3 Kegunaan Sosial

Secara sosial, penelitian ini diharapkan membantu masyarakat untuk memahami makna yang sebenarnya sebuah pemberitaan yang dilakukan media daring. Penelitian ini juga membantu menyadarkan masyarakat luas terhadap pandangan objek pemberitaan dalam melihat pemberitaan sebuah isu.

1.6 Keterbatasan Penelitian

Pemberitaan isu LGBT di Indonesia tidak merata, mayoritas media membahas isu yang terjadi pada entitas gay tetapi tidak secara utuh. Isu yang menyangkut kategori lain seperti biseksual dan transgender tidak banyak terjadi. Informan penelitian mempunyai spesifikasi keempat entitas yaitu LGBT yang tergolong kaum minoritas di Indonesia. Informan yang didapat tidak dapat beragam karena

(10)

10

jumlah komunitas LGBT yang terbuka sangat sedikit mengingat hukum dan hak kebebasan LGBT di Indonesia masih belum jelas adanya. Hal ini membuat penelitian ini sulit untuk melakukan variansi informan sehingga hal ini membuat penelitian ini belum mampu dalam mewakili secara luas suara komunitas LGBT.

Referensi

Dokumen terkait

Oleh karena itu saran peneliti bagi yang ingin mengembangkan aplikasi ini adalah Aplikasi Pembelajaran Bahasa Isyarat Tunarungu Berbasis Multimedia (Studi Kasus :

Sedangkan penelitian Tampubolon (2011) di lokasi yang sama dengan penelitian ini, yaitu Hutan Pendidikan USU menemukan vegetasi pada tingkat semai 12 jenis, tingkat pancang

Dua tahun sebelumnya Oersted telah menemukan bahwa jarum magnit kompas biasa dapat beringsut jika arus listrik dialirkan dalam kawat yang tidak berjauhan.. Ini

Tesis ini berjudul Program Pelatihan Orangtua Anak Berkebutuhan Khusus UntukMeningkatkan Penerimaan dan Pengasuhan Anaknya yang Bersekolah di SLB Negeri Metro

Prinsip-prinsip dasar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim diimplementasikan dalam 10 (sepuluh) aturan perilaku sebagai berikut: 1). Bersikap Mandiri; 5)

Kenyataan yang mengkonsumsi susu berdasarkan study pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan Februari didapatkan siswa SD Negeri 2 Borokulon berjumlah

Diduga lemahnya kemampuan representasi mahasiswa calon guru, karena perkuliahan yang dilaksanakan cenderung memisahkan ketiga level representasi dan juga dipengaruhi

Sehingga hasil dari FGD di 14 kecamatan tidak mendapat tindak lanjut dari pemerintah., sehingga upaya untuk menindaklanjuti mengenai 6 posisi pejalan kaki dan 8