• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PEMASANGAN LARYNGEAL MASK AIRWAY ( LMA ) PROSEAL PADA UPAYA PERTAMA ANTARA TEKNIK JAW THRUST DAN TEKNIK STANDAR DIGITAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERBANDINGAN KEBERHASILAN PEMASANGAN LARYNGEAL MASK AIRWAY ( LMA ) PROSEAL PADA UPAYA PERTAMA ANTARA TEKNIK JAW THRUST DAN TEKNIK STANDAR DIGITAL"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

PERBANDINGAN KEBERHASILAN PEMASANGAN LARYNGEAL MASK AIRWAY ( LMA ) PROSEAL PADA UPAYA PERTAMA ANTARA

TEKNIK JAW THRUST DAN TEKNIK STANDAR DIGITAL

1

Mardiansyah, 2Maryana, 3Kirnantoro

ABSTRACT

The use of the laryngeal mask airway (LMA) in recent years. Succesful installation of the laryngeal mask airway is highly dependent on the skill of the staff and the deepness of anesthesia that can be assessed from the effects or complications that can occur during installation. Jaw thrust maneuver is a standart technique for airway management. To determine the comparison of successful installation of proseal LMA on the first attempt between jaw thrust technique and digital standard technique. This study was an analytical observation, there were two types of proseal LMA installation that have been observed. Afterward, from both technique the evaluation was conducted to assessed the successful of proseal LMA installation that already effective to maintain the airway after the first attempt installation and did not require correction of the position and clinically can be well ventilated. Observation result was record on the observation sheet. Statistical test was perform using SPSS by chi square test (significance level = p<0.005). Result : LMA installation with jaw thrust technique conducted to 20 respondents (83.3%) was successful. While, the installation of LMA with a digital standard technique to 13 respondents (54.2%) was successful. Statistical analysis showed the significany was 0.003 (p<5%) it means there was any comparison of succesful proseal LMA installation on the first attempt between jaw thrust technique and standard. Conclusion : There was a comparison succesful proseal LMA installation on the first attempt between jaw thrust technique and standard digital technique. LMA installation jaw thrust technique and standard digital technique have a significant influence to reduce the failure of proseal LMA

Key words : Laryngeal Mask Airway (LMA) Proseal, First attempt, Jaw thrust, Digital standard.

INTISARI

Penggunaan laryngeal mask airway (LMA) dalam beberapa tahun terakhir ini. Keberhasilan pemasangan laryngeal mask airway sangat tergantung pada keterampilan pelaku dan kedalaman anestesi yang dapat dinilai dari efek atau komplikasi yang terjadi pada saat pemasangan. Manuver jaw thrust sendiri merupakan tekhnik yang standar dalam penanganan jalan nafas. Mengetahui Perbandingan Keberhasilan Pemasangan LMA Proseal pada upaya pertama antara teknik Jaw Thrust dan Teknik Standar Digital. Penelitian Observasi Analitik, dimana ada 2 jenis teknik pemasangan LMA Proseal yang di observasi. Kemudian dari dua teknik pemasangan LMA Proseal tersebut yang dinilai adalah Keberhasilan pemasangan pada upaya pertama adalah terpasangnya LMA Proseal yang dinilai sudah efektif untuk menjaga jalan nafas setelah upaya pemasangan yang pertama dan tidak memerlukan perbaikan posisi dan secara klinis dapat diventilasi dengan baik. Hasil uji statistik dengan uji Chi square (derajat kemaknaan, p < 0,05). Hasil :

(2)

pemasangan LMA teknik jaw thrust sebanyak 20 responden (83,3%) dinyatakan berhasil. Pada pemasangan LMA teknik standar digital dinyatakan berhasil sebanyak 13 responden (54,2%). Perhitungan statistik menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,030 (p<5%) artinya ada perbandingan keberhasilan pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) proseal pada upaya pertama antara teknik jaw thrust dan teknik standar digital Kesimpulan : Ada perbandingan keberhasilan pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) proseal pada upaya pertama antara teknik jaw thrust dan teknik standar digital. Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) teknik Jaw thrust dan teknik standar digital berpengaruh signifikan mengurangi kegagalan pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) proseal

Kata Kunci : Laryngeal Mask Airway (LMA) proseal, upaya pertama, jaw thrust, standar digital.

1,2,3

Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Yogyakarta

1. Latar Belakang

Penggunaan laryngeal mask airway (LMA) dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan dalam penatalaksanaan anestesia khususnya anestesia umum. LMA pertama kali digunakan oleh anestesi Inggris, yaitu Archie Brain di Royal London Hospital pada tahun 1981. LMA menjadi sangat populer untuk anestesi yang tidak membutuhkan intubasi pipa endotrakhea. Pemasangan LMA tidak diperlukan pemberian pelumpuh otot serta tidak merusak pita suara. Sejak tahun 1988 penggunaan LMA berkembang cepat di seluruh dunia, terutama pada lima tahun terakhir dimana sangat banyak diperkenalkan jenis alat jalan supraglotis baru bersaing dengan LMA klasik pendahulunya 1.

Keberhasilan pemasangan laryngeal mask airway sangat tergantung

pada keterampilan pelaku dan kedalaman anestesi yang dapat dinilai dari efek atau komplikasi yang terjadi pada saat pemasangan. Pada kenyataan dilapangan sering sekali petugas anestesi sulit menentukan kedalaman yang diinginkan pada saat pemasangan LMA, Tidak adanya respons motorik pada pengangkatan rahang (jaw thrust) adalah cara yang dapat diterima untuk menilai kedalaman anestesia untuk pemasangan LMA sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai kedalaman tersebut sesuai dengan pemberian dan penambahan obat yang kita lakukan 2.

Laryngeal Mask Airway Proseal yang dirancang oleh dr. Archi Brain diperkenalkan pada tahun 2000, yang merupakan pengembangan dari LMA Klasik, Alat ini didesain untuk memisahkan jalur jalan nafas dan saluran pencernaan, memperbaiki sealing jalan

(3)

nafas, kemampuan untuk ventilasi kontrol dan kemampuan untuk mengetahui ketidaktepatan pemasangan. Adanya pipa drainase disamping untuk mengetahui ketidaktepatan pemasangan berfungsi juga untuk mengurangi risiko inflasi lambung, regurgitasi dan aspirasi isi lambung 1.

Dari beberapa kelebihan yang dimiliki LMA Proseal tersebut terdapat kekurangan pada alat ini dalam hal kesulitan pemasangannya bila dibandingkan dengan LMA klasik, disamping dapat terjadinya cedera ringan pada struktur lidah, bibir dan geligi 3. Pada perbandingan pemasangan kedua jenis LMA ini didapatkan persentase keberhasilan pemasangan pada percobaan pertama masih bervariasi antara 76% sampai 100 % dengan atau tanpa alat bantu. Adanya impaksi pada orofaring, yang terjadi sebanyak 3 % serta impaksi glotis yang kejadiannya mencapai 10 % merupakan penyebab kesulitan pemasangan LMA Proseal pada teknik digital 1.

Keberhasilan Pemasangan LMA Proseal memerlukan kedalaman anestesi yang cukup. Diperlukan kedalaman anestesi yang lebih dalam dari pemasangan alat jalan nafas orofaring namun lebih dangkal dari intubasi trakhea. Tidak adanya respons motorik

pada pengangkatan rahang (jaw thrust) adalah cara yang dapat diterima untuk menilai kedalaman anestesia untuk pemasangan LMA. Hal ini merupakan hal yang sangat penting karena gerakan pasien dalam pemasangan LMA Proseal mengakibatkan posisinya tidak sempurna.4

Manuver jaw thrust sendiri merupakan tekhnik yang standar dalam penanganan jalan nafas. Faktor tegangan yang lebih tinggi dari otot – otot suprahyoid dan lidah menyebabkan penarikan tulang rawan hyoid kearah ventral oleh pangkal lidah pada saat jaw thrust akan menyebabkan pembukaan faring dan rongga mulut 5.

Manuver jaw thrust ini juga mengurangi pelipatan kebawah dari epiglotis yang merupakan penyebab paling banyak hambatan pemasangan LMA Proseal. Dengan tekhnik ini, pemasangan LMA menjadi lebih mudah dan bebas dari hambatan.

LMA di indonesia mulai pada tahun 1993 dan pemakaiannya di mulai pada tahun 20006. Penggunaan LMA sendiri di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dimulai sekitar tahun 2008. Jumlah pasien yang menjalani operasi dengan anestesi umum di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten selama bulan Februari 2013 sampai dengan

(4)

bulan Maret 2013 adalah 401 pasien. Sedangkan untuk pemakaian LMA- bulan Februari 58 pasien ( 1,3% ) dan bulan Maret 83 pasien dalam tindakan anestesi umum 7.

2. Metode

Jenis penelitian ini adalah observasi analitik dengan rancangan cross sectional. Hipotesis penelitian ini adalah angka keberhasilan pemasangan LMA Proseal pada upaya pertama dengan Teknik Jaw Thrust lebih besar dibandingkan dengan teknik Standar Digital. Polulasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang dilakukan tindakan pemasangan laryngeal mask airway proseal di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten dengan tekhnik pengambilan sampel sampel jenuh dimana tekhnik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Sampel yang berjumlah sebanyak 48 responden dibagi menjadi dua kelompok dimana kelompok 1 (penggunaan teknik jaw thrust) dan kelompok 2 ( penggunaan teknik standar digital ) yang masing – masing 24 orang responden dengan kriteria inklusi pasien adalah :

1) Usia 18 – 60 tahun, 2) Berat badan ideal sesuai dengan LMA – Proseal No. 3 atau 4. Berat badan antara

30 - 70 kg, 3) Pasien dengan operasi elektif, 4) Status fisik ASA I dan II. Kriteria eksklusi pasien adalah :

1) Adanya keterbatasan membuka mulut < 2,5 cm, 2)Operasi pada jalan napas, operasi bedah syaraf, operasi bedah toraks, operasi dengan posisi tengkurap / prone dan operasi laparatomi, 3) Pasien alergi terhadap obat yang digunakan dalam penelitian.

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengobservasi keberhasilan pemasangan laryngeal mask airway proseal pada upaya pertama. Observasi dilakukan pada kelompok penggunaan teknik jaw thrust dengan teknik standar digital pada pemasangan laryngeal mask airway proseal dimulai dari pasien masuk stadium III (pembedahan) plana II sampai LMA – Proseal dapat di ventilasi dan terfiksasi dengan baik. Instrument pengumpulan data menggunakan lembar observasi untuk mencatat keberhasilan pemasangan LMA – Proseal pada upaya pertama di kedua kelompok. Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data seperti pengkodean data, pemindahan data, pembersihan data, penyajian data, dan penganalisaan data.

Analisa data digunakan untuk menguji hipotesis adalah statistika non-parametrik dengan tekhnik statistik chi square atau uji X2 untuk kelompok

(5)

independen dengan taraf signifikan α = 0,05 (5%) yaitu nilai p<0,05.

Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian

Karakteristik responden pada penelitian ini seperi usia, berat badan, dan status ASA.

Tabel 1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2013

Karateristik Responden Frekuensi Prosentase (%) 1. Usia < 25 tahun 26 – 35 tahun >35 tahun 11 14 23 22,9 29,2 47,9 2. Berat Badan 40 – 50 Kg 51 – 60 Kg >60 Kg 3 21 24 6,2 43,8 50,0 3. ASA I II 33 15 68,8 31,3 Total 48 100

Sumber: data primer diolah 2013

Berdasarkan Tabel 1. diketahui pada karakteristik responden berdasarkan usia terbanyak 23 responden (47,9%) dengan usia >35 tahun dan yang berusia <25 tahun sebanyak 11 responden (22,9%). Berat badan terbanyak 24

responden (50,0%) dengan berat badan >60 kg dan sebanyak 3 responden dengan berat badan 40-50 Kg. karakteristik responden berdasarkan ASA terbanyak 33 (68,8%) responden dengan ASA 1.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Variabel Penelitian di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2013 No Variabel Pemasangan LMA

Teknik Jaw Thrust Teknik Standar Digital F % f % 1 Upaya Perbaikan Tidak Ada Perbaikan Perbaikan 20 4 83,3 16,7 13 11 54,2 45,8 2 Keberhasilan Tidak Berhasil Berhasil 4 20 16,4 83,3 11 13 45,8 54,2

(6)

Tabel 2 menunjukkan bahwa pada variabel upaya perbaikan sebanyak 4 (16,7%) responden pemasangan LMA teknik jaw thrust dan 11 (45,8%) responden pada pemasangan LMA teknik standar digital mengalami perbaikan. Berdasarkan variabel pemasangan LMA

– Proseal teknik jaw thrust dinyatakan berhasil sebanyak 20 responden (83,3%).Sedangkan pada pemasangan LMA – Proseal teknik standar digital dinyatakan berhasil sebanyak 13 responden (54,2%)

Tabel 3.Tabulasi silang dan uji Chi Square Perbandingan Keberhasilan Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) Proseal pada Upaya Pertama Antara Teknik Jaw Thrust Dan Teknik Standar

Digital Di Rsup Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2013

Pemasangan LMA Keberhasilan X2 Sig.

Tidak Berhasil Berhasil Jumlah

f % f % f %

Teknik Jaw Thrust 4 16,7 20 83,3 24 100 4,752 0,030 Teknik Standar Digital 11 45,8 13 54,2 24 100

Jumlah 15 100 33 100 48 100

Sumber: data primer diolah 2013

Tabel 3. menunjukkan bahwa pada pemasangan LMA teknik jaw thrust sebanyak 20 responden (83,3%) dinyatakan berhasil. Sedangkan pada pemasangan LMA teknik standar digital dinyatakan berhasil sebanyak 13 responden (54,2%). Perhitungan statistik

menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,030 (p<5%) artinya ada perbandingan keberhasilan pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) proseal pada upaya pertama antara teknik jaw thrust dan teknik standar digital di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2013.

Pembahasan

Penelitian ini untuk mengetahui perbandingan keberhasilan pemasangan LMA proseal pada upaya pertama antara teknik Jaw Thrust dan teknik Standar Digital di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2013. Laryngeal Mask Airway (LMA) merupakan salah satu kelompok alat supraglotis. jenis alat penting dalam

penatalaksanaan jalan nafas, yang termasuk dalam

1. Pemasangan LMA teknik Jaw Thrust Hasil yang diperoleh pada variabel pemasangan LMA teknik jaw thrust yang dinyatakan berhasil sebanyak 20 responden (83,3%). Pemasangan LMA tidak diperlukan pemberian pelumpuh otot serta tidak merusak pita suara.

(7)

Seperti yang dikemukakan oleh Maktabi mengenai terjadinya edema pita suara dan peningkatan hambatan jalan nafas pada pasien yang menjalani operasi minor dengan intubasi trakhea yang tidak didapatkan pada penggunaan LMA. Penggunaan LMA digunakan setelah pasien di induksi dengan kedalaman anestesi optimal 8.

Rusell telah melakukan penelitian jaw thrust sebagai prediktor bahwa kedalaman anestesi telah mencapai kondisi optimal untuk pemasangan LMA Proseal. Penelitian ini didasarkan pada tidak adanya respon pasien terhadap tindakan jaw thrust yang dilakukan, dalam bentuk respon motorik atau respon dari jalan nafas atas. 9

Pada pemasangan LMA teknik jaw thrust sebanyak 4 (16,7%) responden mengalami perbaikan. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pemasangan LMA teknik jaw thrust memerlukan kedalaman anestesi yang cukup. Tidak adanya respons motorik pada pengangkatan rahang (jaw thrust) adalah cara yang dapat diterima untuk menilai kedalaman anestesia untuk pemasangan LMA. Hal ini mendukung pernyataan Evans karena gerakan pasien dalam pemasangan LMA proseal mengakibatkan posisinya tidak sempurna.4

2. Pemasangan LMA Teknik Standar Digital

Hasil penelitian pada pemasangan LMA teknik standar digital dinyatakan berhasil sebanyak 13 responden (54,2%). Dibuktikan dengan persentase keberhasilan responden pada saat pemasangan LMA teknik jaw thrust lebih banyak dibandingkan teknik standar digital. Untuk itu diperlukan teknik dan pemasangan yang baik agar mengurangi risiko inflasi lambung, regurgitasi dan aspirasi isi lambung1. Pemasangan teknik LMA standar digital dipegang seperti memegang pena dengan jari telunjuk di letakkan pada perbatasan cuff dengan pipa di dalam strap introcuer, sambil melihat langsung ujung cuff, LMA proseal ditekankan ke arah atas pada palatum durum dan kemudian arah dorongan didatarkan.

Responden mengalami perbaikan pada pemasangan LMA teknik standar digital sebanyak 11 (45,8%). Pemasangan LMA yang menyebabkan adanya kesulitan pemasangan akan menyebabkan konsekuensi hilangnya banyak waktu, memerlukan tambahan dosis obat untuk mendalamkan kembali anestesi bila percobaan pemasangan tersebut gagal, efek depresi obat induksi yang tidak perlu terhadap organ akan bertambah, disamping itu trauma jalan nafas juga akan bertambah bila

(8)

pemasangan berulang. Menurut3 LMA proseal dapat memberikan sealing yang efektif pada tekanan ventilasi positif pada 30 – 40 cmH2O. Tenaga pada pemasangan LMA teknik standar digital tidak boleh terlalu besar tetapi dibatasi sampai terasa adanya halangan yang terlewati. Selain itu untuk mengetahui bahwa posisi LMA proseal sudah tepat, dapat diketahui dengan terjadinya gerakan kartilago krikoid kearah depan karena penambahan volume cuff yang berada di belakang kartilago ini.

3. Perbandingan Keberhasilan Pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) Proseal pada Upaya Pertama Antara Teknik Jaw Thrust Dan Teknik Standar Digital

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada pemasangan LMA teknik Jaw Thrust sebanyak 20 responden (83,3%) dinyatakan berhasil. Sedangkan pada pemasangan LMA teknik Standar Digital dinyatakan berhasil sebanyak 13 responden (54,2%). Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan pemasangan LMA proseal pada upaya pertama dengan teknik jaw thrust lebih besar dibandingkan dengan teknik standar digital.

Pemasangan LMA teknik jaw thrust sebanyak 4 (16,7%) dan sebanyak 11 (45,8%) responden pemasangan LMA teknik standar digital mengalami

perbaikan. Dari jumlah tersebut mengalami kenaikan dari pemasangan LMA teknik jaw thrust sebanyak 4 (16,7%) menjadi 11 (45,8%) pada teknik standar digital. Maka dari itu pemasangan LMA teknik jaw thrust menjadi lebih mudah dan bebas dari hambatan. Beberapa penelitian telah menjelaskan jaw thrust sebagai teknik alternatif pemasangan LMA bila teknik standar gagal 8.

Jaw thrust adalah manuver pengelolaan jalan nafas dengan menjorokkan mandibula kearah depan sehingga gigi seri bawah terletak lebih di depan dari gigi seri atas, yang menyebabkan terangkatnya lidah, palatum mole dan glotis. Keberhasilan pemasangan laryngeal mask airway sangat tergantung pada keterampilan pelaku dan kedalaman anestesi yang dapat dinilai dari efek atau komplikasi yang terjadi pada saat pemasangan.

Kesulitan pemasangan LMA

memberikan konsekuensi pengulangan, meskipun pada percobaan lebih dari sekali mempunyai keberhasilan yang tinggi. Brimacombe mengatakan pemasangan lebih dari dari sekali berhubungan dengan komplikasi yang tidak dikehendaki. keberhasilan pada pemasangan LMA Proseal yang dinilai efektif untuk menjaga jalan nafas setelah

(9)

percobaan pemasangan yang pertama dan tidak memerlukan perbaikan posisi dan secara klinis dapat diventilasi dengan baik serta saturasi oksigen diatas 96 % 3.

LMA Proseal memiliki kelebihan efektifitas sealing dari LMA Proseal sekitar 5 cmH2O lebih tinggi dibandingkan dengan LMA klasik. Kedua adalah cuff bagian ventral menekan cuff bagian dorsal lebih kuat terhadap jaringan periglotis dan ketiga adalah adanya saluran yang paralel dan sempit menyebabkan pangkal lidah menutupi cuff bagian proksimal lebih efektif. Selain memiliki kelebihan LMA proseal juga mempunyai kelemahan yaitu kesulitan pada pemasangannya, dibandingkan dengan LMA klasik. Sering sekali petugas anestesi sulit menentukan kedalaman yang diinginkan pada saat pemasangan LMA, tidak adanya respons motorik pada pengangkatan rahang (jaw thrust) adalah cara yang dapat diterima untuk menilai kedalaman anestesia untuk pemasangan LMA sehingga waktu yang diperlukan untuk mencapai kedalaman tersebut sesuai dengan pemberian dan penambahan obat yang kita lakukan. Tujuan LMA ini adalah untuk mendapatkan hubungan langsung dengan jalan nafas pasien yang mempunyai kelebihan dalam keamanan dibandingkan

dengan face mask.

Hasil uji Chi - Square statistik menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,030 (p<5%). Hasil tersebut membuktikan, hipotesis Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya ada perbandingan keberhasilan pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) proseal pada upaya pertama antara teknik Jaw thrust dan teknik standar digital di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2013. Penelitian ini mendukung penelitian terdahulu yang berjudul Insertion of classic Laryngeal Mask Airway. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi keberhasilan pemasangan LMA klasik pada percobaan pertama sebesar 90 % 9

Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Turan, yang mengatakan induksi dengan menambahkan volatil agent atau agen inhalasi seperti sevofluran merupakan cara lain dalam melakukan insersi LMA dengan bertujuan untuk mendalamkan anestesi untuk mengurangi kejadian komplikasi pada pemasangan atau insersi LMA 2.

Berdasarkan pengalaman selama praktek di lapangan, masih banyak di terapkan berbagai macam teknik pemasangan LMA, dari beberapa teknik tersebut ada tindakan yang mengakibatkan pemasangan LMA mesti

(10)

diulang atau diperbaiki posisi LMA agar kepatenan jalan nafas dapat terjaga. Tingkat keberhasilan pemasangan LMA Proseal diharuskan sempurna karena kegagalan mempertahankan jalan nafas akan berakibat fatal bagi pasien. Hal ini mendukung penelitian terdahulu dengan judul perbedaan keberhasilan pemasangan Laryngeal Mask Airway Supreme dengan menggunakan obat atrakurium dan tanpa obat relaksasi otot pada tindakan anestesi umum. Hasil penelitian tidak ada perbedaan angka keberhasilan pada kelompok pemasangan LMA.S dengan menggunakan obat atrakurium dan kelompok pemasangan LMA.S tanpa menggunakan obat relaksasi otot 10.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya maka dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Diketahui sebanyak 4 (16,7%) responden pemasangan LMA teknik jaw thrust mengalami perbaikan dan sebanyak 20 (83,3%) responden dinyatakan berhasil.

2. Diketahui sebanyak 11 (45,8%) responden pada pemasangan LMA teknik standar digital mengalami perbaikan dan sebanyak 13 (54,2%) responden dinyatakan berhasil

3. Ada perbandingan keberhasilan pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) proseal pada upaya pertama antara teknik jaw thrust dan teknik standar digital di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2013. Hal ini ditunjukkan dengan signifikan sebesar p value 0,030 (p<5%). Artinya penentuan pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) dengan teknik Jaw thrust dan teknik standar digital berpengaruh signifikan dalam keberhasilan pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) proseal di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten tahun 2013.

5. Saran

Peneliti memberikan saran bagi rumah sakit Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan bagi pihak rumah sakit dalam meningkatkan pelayanan pemasangan Laryngeal Mask Airway (LMA) Proseal. Dan juga bisa di buat semacam protap dalam pemasangan LMA, sedangkan bagi perawat lainnya perlu meningkatkan asuhan keperawatan anestesi reanimasi dan skill perawat anestesi untuk pemasangan laryngeal mask airway proseal serta meminimalkan kegagalan yang timbul pada pemasangan laryngeal mask airway

(11)

proseal pada tindakan anestesi umum dengan cara menambah wawasan mengenai pemasangan laryngeal mask airway proseal dan berkolaborasi dengan dokter spesialis anestesi.

Terima Kasih

Terima kasih atas Kuasa Allah SWT atas limpahan rahmat-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih kepada

Pembimbingku dr. Pandit Sarosa Sp.An KIC dan Bapak Maryana, S.Kep, Ns, S.Psi. M.Kep, yang begitu sabar membimbing dalam penulisan ini, serta terima kasih untuk dr. Shandie Prasetya Sp.An serta Bapak Sutriyono

Suyanto,SST, M.H.Kes atas

bimbingannya selama dilapangan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cook Tim M, Gene Lee 2005. Cardiothorasic Anesthesia, Respiration and Airway; The ProSeal laryngeal mask airway : a review of the literature, Canadian Journal of Anesthesia, 52 : 7 pp 739 – 760 2. Musalim F, 2003. Pemasangan

Sungkup Laring : Perbandingan Antara Induksi Sevofluran Dengan Propofol, Bagian Anesthesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang.

3. Brimacobe J, Keller, 2000. A Randomized, Crosover study with tehe Standard Laryngeal Mask Airway in Paralized, Anesthetized Patients, Anesthesiology, Laryngeal The Proseal Mask Airway, 93, 104-109

4. Evans, N.R Gardner S.V 2002 Proseal Laryngeal Mask Airway : result of descriptif trial with experience of 300 cases, British Journal of Anaesthesi

5. Rosenblatt William, 2003 The Use of the LMA Proseal in Airway Resucitation Anesthesiology Analgesia, 97 : 1773 –5

6. Agung H, 2005. Referat Laryngeal Mask Airway (Pada Penatalaksanaan Jalan Nafas Yang Sulit), Bagian Anesthesiologi dan Reanimasi FK UGM, Yogyakarta.

7. IBS RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, 2013. Buku Registrasi Kamar Bedah.

8. Dorsch JA, Dorsch SE, 1999. Understanding Anesthesia Equipment 4 th ed, William & Wilkins, Laryngeal mask, 463-482., 88 ( 4 ) 534 – 9

9. Amemiya, N, Felton, A.A, Hands A.R,Locke, 2004. Insertion of classic Laryngeal Mask Airway by Operating Department Practitioner with jaw thrust by Anesthesist.

European Journal of

Anaesthesiology, June 2004. Vol 21 10. Rofiandi, Robin, 2009 . Perbedaan

Keberhasilan Pemasangan Laryngeal Mask Airway Supreme Dengan Menggunakan Obat Atrakurium Dan Tanpa Obat Relaksasi Otot Pada Tindakan Anestesi Umum. Pustaka Poltekes Kemenkes Yogyakarta.

Gambar

Tabel 1.Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di   RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten Tahun 2013
Tabel  2  menunjukkan  bahwa  pada  variabel  upaya  perbaikan  sebanyak  4  (16,7%)  responden  pemasangan  LMA  teknik  jaw  thrust  dan  11  (45,8%)  responden pada pemasangan LMA teknik  standar  digital  mengalami  perbaikan

Referensi

Dokumen terkait

Indeks keanekaragaman (H’) tertinggi terdapat pada hampir disemua DPL, hal itu dapat diketahui bahwa komunitas dalam keadaan stabil atau keragaman tinggi dengan

Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitianBasri (2014) yang hanya menguji religiusitas dan gender sebagai variabel yang ikut mempengaruhi hubungan etika

Alat ini dirancang menggunakan kamera dengan metode Histogram of Oriented Gradient (HOG), dimana metode ini adalah sebuah metoda untuk mengetahui objek yang bergerak, metode

Parameter yang digunakan adalah parameter paling baik sesuai hasil dari pengujian parameter yang telah dilakukan sebelumnya.. Seringkali beberapa metode melibatkan angka

DIPLOMA III SI-S TEKNIK SIPIL KELAS SORE DIPLOMA III EL-P TEKNIK LISTRIK KELAS PAGI DIPLOMA III EL-S TEKNIK LISTRIK KELAS SORE DIPLOMA III EL-PLN TEKNIK LISTRIK KELAS PLN DIPLOMA

Oleh karena itu, feromon seks berpeluang untuk dikembangkan pada areal yang lebih luas, terutama pada sentra produksi bawang merah dan endemis serangan hama ulat bawang.. Kata

Lebih jauh Al Ghazali menjelaskan bahwa yang termasuk ilmu fardu a’in ialah ilmu agama dengan segala cabangnya, seperti yang tercakup dalam rukun Islam,

Ammonite adalah salah satu spesies dari kelas Cephalopoda yang hidup muncul mulai dari akhir zaman Devonian atau sekitar 400 juta tahun yang lalu hingga akhirnya benar-benar