• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS. communication berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber dari kata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS. communication berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber dari kata"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1. Komunikasi Antar Pribadi

II.1.1. Pengertian Komunikasi Antar Pribadi

Secara etimologi istilah komunikasi dalam bahasa Inggris, yaitu communication berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama yang dimaksud adalah sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2003:30).

Salah satu tujuan komunikasi adalah mengubah sikap dan perilaku seseorang atau sekelompok orang sebagaimana yang dikehendaki komunikator, agar isi pesan yang disampaikan dapat dimengerti, diyakini serta pada tahap selanjutnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Carl I Hovland (Effendy, 1996:8) mengemukakan bahwa komunikasi adalah suatu proses dimana informasi seseorang (komunikator) menyampaikan perangsang-perangsang (biasanya lambang-lambang dalam bentuk kata-kata) untuk mengubah tingkah laku orang lain. Untuk itu harus ada kesepahaman arti dalam menyampaikan informasi sehingga tercapai komunikasi yang efektif.

Menurut Mulyana (2002:73), komunikasi antar pribadi adalah komunikasi antara dua orang atau lebih secara tatap muka, yang memungkinkan adanya reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun non verbal.

(2)

Sedangkan menurut Rogers dalam Depari (1988) mengemukakan bahwa komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi (Liliweri, 1991:12).

II.1.2 Ciri-ciri Komunikasi Antar Pribadi

Menurut De Vito (1976) ada beberapa ciri komunikasi antar pribadi (Liliweri, 1991:13) yaitu :

1. Keterbukaan

Komunikator dan komunikan saling mengungkapkan ide atau gagasan bahkan permasalahan secara bebas (tidak ditutup-tutupi) dan terbuka tanpa rasa takut atau malu. Keduanya saling mengerti dan saling memahami. 2. Empati

Segala kepentingan yang dikomunikasikan ditanggapi dan diterima dengan penuh perhatian oleh kedua belah pihak.

3. Dukungan

Setiap pendapat, ide atau gagasan yang disampaikan akan mendapat dukungan dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Dukungan membantu seseorang untuk lebih bersemangat dalam melaksanakan aktivitas serta meraih tujuan yang diinginkan.

4. Rasa Positif

Rasa positif menghindarkan pihak-pihak yang berkomunikasi untuk curiga atau berprasangka buruk yang dapat mengganggu jalinan komunikasi.

(3)

5. Kesamaan

Komunikasi akan menjadi lebih akrab dan jalinan pribadi akan menjadi kuat apabila memiliki kesamaan tertentu, seperti kesamaan pandangan, sikap, usia dan kesamaan idiologi, dan sebagainya.

II.1.3. Sifat Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antar pribadi dari mereka yang saling mengenal lebih bermutu karena setiap pihak mengetahui secara baik tentang liku-liku hidup pihak lain, pikiran dan pengetahuannya, perasaannya, maupun menanggapi tingkah laku, seorang-seorang yang sudah saling mengenal secara mendalam lebih baik ketimbang yang belum mengenal. Kesimpulannya bahwa jika hendak menciptakan suatu komunikasi antar pribadi yang lebih bermutu maka harus didahului dengan suatu keakraban (Liliweri, 1991:30).

Adapun tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antara dua orang merupakan komunikasi antar pribadi dan bukan komunikasi lainnya, yang terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan Samovar (1982) menyebutkan sifat-sifat yang membedakan (Liliweri, 1991:31) yaitu :

1. Komunikasi antar pribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun nonverbal. Perilaku verbal maupun nonverbal masing-masing dapat menunjukkan seberapa jauh hubungan antara pihak-pihak yang terlibat didalamnya.

(4)

2. Komunikasi antar pribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan contrived. Suatu perilaku spontan timbul karena kekuasaan emosi yang bebas dari campur tangan kognisi. Perilaku scripted merupakan hasil belajar seseorang secara terus menerus. Terakhir perilaku yang contrived karena dikuasai sebagian besar oleh keputusan-keputusan yang rasional.

3. Komunikasi antar pribadi sebagai suatu proses yang berkembang. Proses yang berkembang menandakan adanya kedinamisan yang pada gilirannya meningkatkan mutu studi komunikasi antar pribadi.

4. Komunikasi antar pribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai interaksi dan koherensi. Suatu komunikasi antar pribadi harus ditandai dengan adanya umpan balik dan interaksi yang terjadi mengandalkan suatu perubahan dalam sikap, pendapat dan pikiran, perasaan dan minat ataupun tindakan tertentu. Koherensi menandakan adanya suatu benang merah yang terjalin antara pesan-pesan yang terungkap sebelumnya dengan yang baru saja yang diungkapkan.

5. Komunikasi antar pribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Pengertian intrinsik adalah suatu standard dari perilaku yang dikembangkan oleh seseorang sebagai panduan bagaimana mereka melaksanakan komunikasi. Sedangkan ekstrinsik adalah adanya aturan lain yang ditimbulkan karena adanya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah dihentikan.

(5)

6. Komunikasi antar pribadi menunjukkan adanya suatu tindakan. Sifat yang dimaksud adalah suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan bersama-sama sehingga menghasilkan proses komunikasi yang baik.

7. Komunikasi antar pribadi merupakan persuasi antar manusia. Dimana untuk mencapai kesuksesan harus dikenal latar belakang psikologis dan sosiologis seseorang.

II.1.4 Efektivitas Komunikasi Antar Pribadi

Dikatakan efektif bila dalam waktu tertentu tujuan dapat tercapai dengan baik. Semakin sedikit waktu yang dipakai semakin efektif kegiatannya. Ini berarti komunikasi antar pribadi efektif jika dalam waktu tertentu komunikan memahami pesan yang disampaikan komunikator dengan baik dan melaksanakannya. Berkomunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Komunikasi antar pribadi dinyatakan efektif bila pertemuan komunikasi merupakan hal yang menyenangkan bagi komunikan (Rakhmat, 2001:133).

Steward L. Tubs dan Sylvia Moss (dalam Rakhmat, 1996:16) juga menambahkan bahwa tanda-tanda komunikasi yang efektif memiliki tanda-tanda atau setidaknya menimbulkan, yaitu:

1. Saling pengertian

2. Memberikan kesenangan 3. Mempengaruhi sikap

(6)

4. Hubungan sosial yang semakin baik 5. Adanya tindakan

Selain itu ada beberapa faktor-faktor pembentuk komunikasi antar pribadi dengan orang lain menurut pendapat Cassagrande (1986) bahwa orang berkomunikasi dengan orang lain karena (Liliweri, 1991:48) :

1. Setiap orang memerlukan orang lain untuk saling mengisi kekurangan dan membagi kelebihan.

2. Setiap orang terlibat dalam proses perubahan yang relatif tetap.

3. Interaksi hari ini merupakan spektrum pengalaman masa lalu, dan membuat orang mengantisipasi masa depan.

4. Hubungan yang diciptakan kalau berhasil merupakan pengalaman yang baru.

II.2. Psikologi Komunikasi

II.2.1. Pengertian Psikologi Komunikasi

Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya.

Sedangkan, komunikasi dalam bahasa Inggris, yaitu communication berasal dari bahasa latin communication, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama yang dimaksud adalah sama makna atau sama arti. Jadi

(7)

komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan (Effendy, 2003:30).

Namun, menurut pendapat George A.Miller membuat definisi psikologi yang mencakup semuanya : Psychology is the science that attempts to describe, predict, and control mental and behavioral event. Dengan demikian, psikologi komunikasi adalah ilmu yang berusaha menguraikan, meramalkan, dan mengendalikan persistiwa mental dan behavioral dalam komunikasi (Miller, 1974:4).

II.2.2. Proses Psikologi Komunikasi

Dance (1967) mengartikan komunikasi dalam kerangka psikologi behaviorisme sebagai usaha “menimbulkan respons melalui lambang-lambang verbal”, ketika lambang-lambang verbal tersebut bertindak sebagai stimuli (Rakhmat, 1989:3).

Psikologi juga menyebut komunikasi pada penyampaian energi dari alat-alat indra ke otak, pada peristiwa penerimaan dan pengolahan informasi, pada proses saling pengaruh diantara berbagai sistem dalam diri organisme dan diantara organisme.

(8)

II.2.3. Ciri Pendekatan Psikologi Komunikasi

Menurut Fisher ada empat ciri pendekatan psikologi pada komunikasi (Rakhmat, 1989:9) yaitu :

1. Penerimaan stimuli secara indrawi (sensory reception of stimuli).

2. Proses yang mengantarai stimuli dan respons (internal mediation of stimuli). 3. Prediksi respons (prediction of response)

4. Peneguhan respons (reinforcement of responses)

II.3. Autisme

II.3.1. Pengertian Autisme

Dalam beberapa tahun terakhir ini para psikolog perkembangan semakin banyak mendapat rujukan dari dokter anak untuk mengkonsultasikan anak-anak usia 2-4 tahun dengan gejala-gejala autisme. Autisme, merupakan salah satu gangguan perkembangan yang semakin meningkat saat ini, menimbulkan kecemasan yang dalam bagi para orangtua. Jumlah penderita autisme meningkat prevalensinya dari 1 : 5000 anak pada tahun 1943 saat Leo Kanner memperkenalkan istilah autisme menjadi 1 : 100 ditahun 2001 Nakita, 2002 (Veskarisyanti, 2008:17). Kondisi ini menyebabkan banyak orangtua menjadi was-was sehingga sedikit saja anak menunjukkan gejala yang dirasa kurang normal selalu dikaitkan dengan gangguan autisme (Chaplin, 1997: 5).

Autisme berasal dari kata “autos” yang berarti segala sesuatu yang mengarah pada diri sendiri. Dalam kamus psikologi umum (1982), autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih

(9)

banyak berorientasi kepada pikiran subyektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu penderita autisme sering disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri (Chaplin, 1997:17).

Pada awalnya istilah “autisme” diambilnya dari gangguan schizophrenia, dimana Bleuer memakai autisme ini untuk menggambarkan perilaku pasien skizofrenia yang menarik diri dari dunia luar dan menciptakan dunia fantasinya sendiri. Namun ada perbedaan yang jelas antara penyebab dari autisme pada penderita skizofrenia dengan penyandang autisme infantile. Pada skizofrenia, autisme disebabkan dampak area gangguan jiwa yang didalamnya terkandung halusinasi dan delusi yang berlangsung minimal selama 1 bulan, sedangkan pada anak-anak dengan autisme infantile terdapat kegagalan dalam perkembangan yang tergolong dalam kriteria Gangguan Pervasif dengan kehidupan autistik yang tidak disertai dengan halusinasi dan delusi (Lainhart-DSM IV, 1995).

Autisme atau autisme infantile (Early Infantile Autism) pertama kali dikemukakan oleh Dr. Leo Kanner 1943 (Budiman, 1998) seorang psikiatris Amerika. Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-anak yang unik dan menonjol yang sering disebut Sindrom Kanner. Ciri yang menonjol pada sindrom Kanner antara lain ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi. Diperkirakan 75%-80% penyandang autis ini mempunyai retardasi mental, sedangkan 20% dari mereka mempunyai kemampuan yang cukup tinggi untuk bidang-bidang tertentu (Chaplin, 1997:15).

(10)

II.3.2. Karakteristik Autisme

Ada beberapa karakter atau ciri-ciri yang bisa terlihat pada diri anak penderita autisme (Handojo, 2003:50-51) yaitu :

1. Biasanya merupakan bayi yang manis dan baik, namun sangat pasif dan sangat pendiam seperti tidak mempunyai bayi di rumah.

2. Sebagian kecil justru sebaliknya menjerit sepanjang waktu tanpa henti, tanpa dapat ditenangkan / dibujuk, tanpa orang tua tahu sebabnya.

3. Tidak menunjuk saat usia 12 bulan. 4. Usia 12 bulan tidak mengoceh.

5. Usia 16 bulan tidak keluar satu katapun. 6. Usia 24 bulan belum bisa merangkai 2 kata. 7. Hilangnya kemampuan bahasa.

8. Tidak bisa bermain pura-pura (Pretend Play). 9. Kurang tertarik untuk berteman.

10. Sangat sulit untuk memusatkan perhatian.

11. Tidak adanya respon bila dipanggil namanya, cuek terhadap orang lain / Lingkungan.

12. Kontak mata sangat minim / Tidak ada.

13. Gerakan tubuh yang repetiti / Misal Hand Flapping, Rocking. 14. Tantrum yang hebat.

15. Tertarik berlebihan terhadap sebuah objek misal kipas angin yang berputar 16. Menolak perubahan terhadap hal-hal rutin.

(11)

II.3.3. Kriteria Autisme

Pada dasarnya gangguan autisme tergolong dalam gangguan perkembangan pervasive, namun bukan satu-satunya golongan yang termasuk dalam gangguan perkembangan pervasive ( Pervasive Developmental Disorder) menurut DSM IV (1995). Namun dalam kenyataannya hampir keseluruhan golongan gangguan perkembangan pervasif disebut oleh para orangtua atau masyarakat sebagai Autisme. Padahal di dalam gangguan perkembangan pervasive meski sama-sama ditandai dengan gangguan dalam beberapa area perkembangan seperti kemampuan interaksi sosial, komunikasi serta munculnya perilaku stereotipe, namun terdapat beberapa perbedaan antar golongan seperti, gangguan Autistik Infantile (Infantile Autism), Sindrom Rett (Rett’s Syndrome), Gangguan Disintegrasi Masa Kanak (Childhoad Disintegrative Disorder), Sindrom Asperger (Asperger’s Syndrome) (Veskarisyanti, 2008: 15-16).

1. Autistik Infantile

Ciri yang menonjol pada autistik ini antara lain ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau mengajak mereka berkomunikasi. Gangguan Autistik lebih banyak dijumpai pada pria dibanding wanita dengan ratio 5 : 1. Gangguan autistik abnormalitas sudah muncul sejak tahun pertama kelahiran.

(12)

Kriteria Autistik Infantile, yaitu :

1. Kelemahan kualitatif dalam interaksi sosial. 2. Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi.

3. Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas dan berulang. 4. Cara bermain yang simbolik dan imajinatif.

5. Hiperaktif dan Hipoaktif

2. Sindrom Rett

Sindrom Rett adalah gangguan Neurologis (Syaraf). Awalnya perkembangan anak normal. Tetapi setelah 5 bulan sampai 30 bulan perkembangannya menurun. Kemampuan untuk melaksanakan kegiatan berkurang. Ciri Autisme muncul, komunikasi, sosialisasi dan perilaku stereotipi kadang disertai gangguan motorik.

Kriteria Sindrom Rett, yaitu :

1. Regresi yang menyeluruh dan berat pada anak perempuan ( Jarang sekali pada anak laki-laki)

2. Menimbulkan retardasi mental yang berat.

3. Gangguan berbahasa, bahkan sama sekali tidak dapat berbahasa.

4. Gangguan pada fungsi tangan (timbul gerakan-gerakan tangan didepan seperti memeras / bertepuk tangan yang terus menerus).

(13)

3. Gangguan Disintegrasi Anak

Merupakan gangguan yang melibatkan hilangnya keterampilan yang telah dikuasai anak setelah satu periode perkembangan normal pada tahun pertama. Gangguan ini biasa muncul pada anak laki-laki. Perkembangan normal anak terjadi hanya pada tahun pertama, setelah itu secara signifikan keterampilan yang telah dimiliki seperti pemahaman, penggunaan bahasa dan yang lainnya menghilang. Selain itu juga terjadi keabnormalan fungsi yang tampak pada gangguan komunikasi, serta minat dan aktivitas yang sempit.

Kriteria Gangguan Disintegrasi Anak :

1. Perkembangan awal biasanya normal, termasuk bicaranya. 2. Terjadi regresi yang berat antara usia 2 -10 tahun yang meliputi :

- Fungsi Bahasa - Sosialisasi - Kognitif

- Kemampuannya dalam ketrampilan sehari-hari.

4. Sindrom Asperger

Gangguan Asperger (Asperger’s Disorder) adalah bentuk yang lebih ringan dari gangguan perkembangan pervasif. Ditunjukkan dengan penarikan diri dari interaksi sosial serta perilaku yang stereotip, namun tanpa disertai keterlambatan yang signifikan pada aspek bahasa dan kognitif. Asperger mirip dengan autisme infantil dalam hal interaksi sosial yang kurang.

(14)

Kriteria Sindrom Asperger yaitu :

1. Biasanya didiagnosis saat usia ≥ 6 tahun. 2. Sulit berteman, interaksi sosial sangat kurang.

3. Sulit membaca / berkomunikasi dengan cara non verbal / isyarat misal ekspresi wajah.

4. Sulit memahami bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran atau perasaan yang berbeda dari dirinya.

5. Perilaku yang “kaku” dengan minat yang terbatas.

Pada umumnya anak penderita autisme bisa juga dilihat dari perilaku, stimulasi diri, suasana, dan pikiran (Handojo, 2003:17) :

1. Perilaku : Berperilaku berlebihan (Hiperaktif) dan berperilaku kekurangan (Hipoaktif).

2. Stimulasi Diri : Adanya suatu perilaku stimulasi diri untuk melakukan gerakan yang diulang-ulang, seperti berjalan bolak-balik, geleng-geleng kepala, dan berputar-putar.

3. Suasana : Tidak suka pada perubahan yang akan cenderung membuat anak penderita autis emosi.

4. Pikiran : Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola pikiran, seperti duduk termangu dengan tatapan kosong.

Anak penyandang autistik mempunyai masalah/gangguan dalam bidang (Handojo, 2003:18-20) yaitu :

(15)

a. kemampuan wicara tidak berkembang atau mengalami keterlambatan b. pada anak tidak tampak usaha untuk berkomunikasi dengan lingkungan

sekitar.

c. anak tidak imanijatif dalam hal permainan atau cenderung monoton d. Bahasa yang tidak lazim yang selalu diulang-ulang atau stereotipik. 2. Interaksi sosial

Timbulnya gangguan kualitas interaksi sosial yaitu :

a. Anak mengalami kegagalan untuk bertatap mata, menunjukkan wajah yang tidak berekspresi.

b. Ketidakmampuan untuk secara spontan mencari teman untuk berbagi kesenangan dan melakukan sesuatu bersama-sama.

c. Ketidakmampuan anak untuk berempati, dan mencoba membaca emosi yang dimunculkan oleh orang lain.

3. Perilaku

Aktivitas, perilaku, dan ketertarikan anak terlihat sangat terbatas. Banyak pengulangan terus-menerus dan stereotipik seperti :

1. Adanya suatu kelekatan pada rutinitas atau ritual yang tidak berguna, misalnya kalau mau tidur harus cuci kaki dulu

2. Adanya suatu preokupasi yang sangat terbatas pada suatu pola perilaku yang tidak normal, misalnya duduk di pojok sambil menghamburkan pasir seperti air hujan, yang bisa dilakukannya berjam-jam.

3. Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang, seperti menggoyang-goyang badan, geleng-geleng kepala.

(16)

4. Gangguan sensoris

1. Sangat sensitif terhadap sentuhan, seperti tidak suka dipeluk. 2. Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga. 3. Senang mencium-cium, menjilat mainan atau benda-benda. 4. Tidak sensitif terhadap rasa sakit dan rasa takut.

5. Pola bermain

1. Tidak bermain seperti anak-anak pada umumnya. 2. Tidak suka bermain dengan anak sebayanya.

3. Tidak bermain sesuai fungsi mainan, misalnya sepeda di balik lalu rodanya diputar-putar.

4. Menyenangi benda-benda yang berputar, seperti kipas angin, roda sepeda. 6. Emosi

1. Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, tertawa-tawa, menangis tanpa alasan.

2. Temper tantrum (mengamuk tak terkendali) jika dilarang atau tidak diberikan keinginannya.

3. Kadang suka menyerang dan merusak, berperilaku yang menyakiti dirinya sendiri, serta tidak mempunyai empati dan tidak mengerti perasaan orang lain.

II.3.4. Penyebab Autisme

Dalam catatan pakar autis Nakita, 2002 (Veskarisyanti, 2008:17) jumlah penyandang autisme dibandingkan dengan jumlah kelahiran normal dari tahun

(17)

kelahiran. Peningkatan yang tajam ini tentunya menimbulkan pertanyaan, ada perubahan apa dalam rentang waktu tersebut sehingga kasus terjadinya autisme bisa meningkat tajam tidak saja di Indonesia tetapi juga di berbagai negara.

Sekitar 20 tahun lalu, penyebab autisme masih merupakan misteri. Sekarang, berkat alat kedokteran yang semakin canggih, diperkuat dengan autopsi, ditemukan penyebabnya antara lain gangguan neurobiologis pada susunan saraf pusat (otak). Biasanya gangguan ini terjadi dalam tiga bulan pertama masa kehamilan, bila pertumbuhan sel-sel otak di beberapa tempat tidak sempurna (Veskarisyanti, 2008:17).

Faktor Penyebab :

• Gangguan pada Susunan Syaraf Pusat, disebabkan oleh : 1. Faktor Genetik

2. Gangguan pertumbuhan sel otak janin, inveksi virus janin, perdarahan, keracunan selama hamil muda

3. Gangguan pencernaan

4. Keracunan Logam Berat (Pg, Hg, Cad) 5. Gangguan auto imunity

Penyebabnya bisa karena (toxoplasmosis, cytomegalo, rubela dan herpes) atau jamur (candida) yang ditularkan oleh ibu ke janin. Bisa juga selama hamil sang ibu mengkonsumsi atau menghirup zat yang sangat polutif, yang meracuni janin. Ada pendapat seorang ahli yang menyatakan bahwa lingkungan yang terkontaminasi zat-zat beracun bisa menimbulkan kerusakan usus besar dan memunculkan masalah dalam tingkah laku dan fisik.

(18)

Faktor Genetika :

1. Mutasi Genetika : penyebab multifaktor

2. Telah ditemukan lebih dari 7 gen yang berhubungan dengan autisme. Perlu beberapa gen untuk menimbulkan gejala autisme.

Penyebab multifaktorial dengan ditemukannya kelainan pada tubuh penderita, munculnya gangguan biokimia, dan ada pula ahli yang berpendapat autisme disebabkan oleh gangguan jiwal psikiatri. Menurut para peneliti, faktor genetik juga memegang peranan kuat, dan mi terus diteliti. Pasalnya, manusia banyak mengalami mutasi genetik, yang bisa karena cara hidup yang semakin “modern” (penggunaan zat kimia dalam kehidupan sehari-hari, faktor udara yang semakin terpolusi).

II.3.5. Teknik Penanganan Autisme

Penanganan / intervensi terapi pada penyandang autisme harus dilakukan dengan intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4–8 jam sehari. Selain itu seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu komunikasi dengan anak. Penanganan penyandang autisme memerlukan kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara lain psikiater, psikolog neurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik.

Terapi perlu diberikan untuk membangun kondisi yang lebih baik. Terapi juga harus rutin dilakukan agar apa yang menjadi kekurangan anak dapat terpenuhi secara bertahap. Bagi orangtua anak dengan kelainan ini disarankan oleh para ahli untuk menggunakan metode ABA dengan rutin dan disiplin tinggi.

(19)

Perlu diingat bahwa terapi harus diberikan sedini mungkin sebelum anak berusia 5 rahun. Sebab, perkembangan pesat otak anak umumnya terjadi pada usia sebelum 5 tahun, tepatnya puncak pada usia 2-3 tahun.

Ada beberapa terapi autis yang paling efektif untuk anak penderita autisme (Veskarisyanti, 2008:41-55) yaitu :

1. Terap Biomedik

Terapi biomedik fokus pada pembersihan fungsi-fungsi abnormal pada otak. Anak-anak akan diperiksa secara intensif. Dengan terapi ini diharapkan fungsi susunan saraf pusat bisa bekerja dengan lebih baik sehingga gejala autisme berkurang atau bahkan menghilang.

2. Terapi Okupasi

Terapi okupasi berguna untuk melatih otot-otot halus anak. Hampir semua kasus anak autistik mempunyai keterlambatan dalam perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya sangat kaku dan kasar, mereka kesulitan untuk memegang benda dengan cara yang benar, kesulitan untuk memegang sendok dan menyuap makanan ke mulutnya, sulit bermain bola selaiknya anak normal, sulit bersalaman, atau memetik gitar. Dengan terapi ini anak akan dilatih untuk membuat semua otot dalam tubuhnya berfungsi dengan tepat.

3. Terapi Integrasi Sensoris

Integrasi sensoris berarti kemampuan untuk mengolah dan mengartikan seluruh rangsang sensoris yang diterima dari tubuh maupun lingkungan, dan kemudian menghasilkan respons yang terarah.

(20)

Terapi ini berguna meningkatkan kematangan susunan saraf pusat, sehingga lebih mampu untuk memperbaiki struktur dan fungsinya. Aktivitas ini merangsang koneksi sinaptik yang lebih kompleks, dengan demikian bisa meningkatkan kapasitas untuk belajar.

4. Terapi Bermain

Terapi Bermain sebagai penggunaan secara sistematik dan model teoritis untuk memantapkan proses interpersonal. Pada terapi ini, terapis bermain menggunakan kekuatan terapiutik permainan untuk membantu klien menyelesaikan kesulitan-kesulitan psikososial dan mencapai pertumbuhan, perkembangan yang optimal.

Terapi bermain adalah pemanfaatan pola permainan sebagai media yang efektif dan terapis, melalui kebebasan eksplorasi dan ekspresi diri. Bermain merupakan bagian integral dari masa kanak-kanak, salah satu media yang unik dan penting untuk memfasilitasi perkembangan :

- Ekspresi bahasa,

- Ketrampilan komunikasi,

- Perkembangan emosi, ketrampilan sosial, - Ketrampilan pengambilan keputusan, dan - Perkembangan kognitif pada anak-anak. 5. Terapi Perilaku

Terapi perilaku, berupaya untuk melakukan perubahan pada anak autistik dalam arti perilaku yang berlebihan dikurangi dan perilaku yang berkekurangan (belum ada) ditambahkan.

(21)

Terapi ini memfokuskan penanganan pada pemberian reinforcement positif setiap kali anak berespons benar sesuai instruksi yang diberikan. Tidak ada hukuman (punishment) dalam terapi mi, akan tetapi bila anak berespons negatif (salah/ tidak tepat) atau tidak berespons sama sekali maka ia tidak mendapatkan reinforcement positif yang ia sukai tersebut.

Tujuan penanganan ini terutama adalah untuk meningkatkan pemahaman dan kepatuhan anak terhadap aturan. Dan terapi ini hasil yang didapatkan signifikan bila mampu diterapkan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia dini.

6. Terap Fisik

Penyandang autisme memiliki gangguan perkembangan dalam motorik kasarnya. Kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat. Keseimbangan tubuhnya juga kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-otot dan memperbaiki keseimbangan tubuh anak.

7. Terapi Wicara

Autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan berbahasa. Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu untuk memakai kemampuan bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang lain. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, materi speech therapy sebaiknya dilakukan berkolaborasi dengan metode ABA. Selain itu mereka juga harus memahami langkah-langkah dalam metode Lovaas sebagai dasar bagi materi yang akan diberikan.

(22)

Terapis wicara adalah profesi yang bekerja pada prinsip-prinsip di mana timbul kesulitan berkomunikasi atau gangguan pada berbahasa dan berbicara bagi orang dewasa maupun anak.

8. Terapi Musik

Terapi musik adalah suatu terapi yang menggunakan musik untuk membantu seseorang dalam fungsi kognitif, psikologis, fisik, perilaku, dan sosial yang mengalami hambatan maupun kecacatan.

Terapi musik ini memiliki manfaat : 1. Memperbaiki self-awarences.

2. Meningkatkan hubungan sosial, penyesuaian diri, lebih mandiri, dan peduli dengan orang lain.

3. Mengakomodasi dan membangun daya komunikasi. 4. Membangun identifikasi dan ekspresi emosi yang sesuai

Meningkatkan kesadaran akan dirinya, memusatkan perhatian, mengurangi perilaku yang negatif yang tidak diharapkan, membuka komunikasi, menciptakan hubungan sosial yang berpengaruh positif pada pertumbuhan dan perkembangan positif.

9. Terapi Perkembangan

Terapi ini didasari oleh adanya keadaan bahwa anak dengan autis melewatkan atau kurang sedikit bahkan banyak sekali kemampuan bersosialisasi. Yang termasuk terapi perkembangan misalnya Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention). Floortime dilakukan oleh orang tua untuk membantu melakukan interaksi dan kemampuan bicara.

(23)

Sementara RDI (Relationship Developmental Intervention) mencoba untuk membantu anak menjalin interaksi positif dengan orang lain, meskipun tanpa menggunakan bahasa.

10. Terapi Visual

Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode belajar kornunikasi melalui gambar-gambar. Beberapa video games bisa juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi. 11. Terapi Medikaméntosa

Disebut juga dengan terapi obat-obatan (Drug Therapy). Terapi ini dilakukan dengan dengan pemberian obat-obatan oleh dokter yang berwenang. 12. Terapi Melalui Makanan

Terapi melalui makanan (Diet Therapy) diberikan untuk anak-anak dengan masalah alergi makanan tertentu. Pada jenis terapi ini biasanya ditemukan anak penderita autis terkadang susah makan atau mengalami alergi ketika mengkonsumsi makanan tertentu, oleh sebab itu dalam terapi ini diberikan solusi tepat bagi para orangtua untuk menyiasati menu yang cocok dan sesuai bagi putra-putrinya sesuai dengan petunjuk ahli mengenai gizi makanan.

(24)

II.4. Empati

Empati berasal dari bahasa Yunani εμπάθεια yang berarti “ketertarikan fisik”. Sehingga dapat didefinisikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengenali, mempersepsi, dan merasakan perasaan orang lain (http://www.empathy.co.id).

Tubesing memandang empati merupakan identifikasi sementara terhadap sebagian atau sekurang-kurangnya satu segi dari pengalaman orang lain. Berempati tidak melenyapkan kedirian kita. Perasaan kita sendiri takkan hilang ketika kita mengembangkan kemampuan untuk menerima pula perasaan orang lain yang juga tetap menjadi milik orang itu. Menerima diri orang lain pun tidak identik dengan menyetujui perilakunya. Meskipun demikian, empati menghindarkan tekanan, pengadilan, pemberian nasihat apalagi keputusan. Dalam berempati, kita berusaha mengerti bagaimana orang lain merasakan perasaan tertentu dan mendengarkan bukan sekedar perkataannya melainkan tentang hidup pribadinya: siapa dia dan bagaimana dia merasakan dirinya dan dunianya (http://www.empathy.co.id).

Empati merupakan respons yang kompleks, meliputi komponen afektif dan kognitif. Dengan komponen afektif, berarti seseorang dapat merasakan apa yang orang lain rasakan dan dengan komponen kognitif seseorang mampu memahami apa yang orang lain rasakan beserta alasannya. Daniel Batson (1995, 2008) menjelaskan adanya hubungan antara empati dengan tingkah laku menolong serta menjelaskan bahwa empati adalah sumber dari motivasi altruistik.

(25)

Ada tiga teori empati (Sarwono, 2009:128-129) : 1. Hipotesis empati altruisme

Menurut Batson, 1995-2008 (Sarwono, 2009:128-129) dalam hipotesis empati altruisme dikatakan bahwa perhatian yang empatik yang dirasakan seseorang terhadap penderitaan orang lain akan menghasilkan motivasi untuk mengurangi penderitaan orang tersebut. Motivasi menolong ini bisa sangat kuat sehingga seseorang bersedia terlibat dalam aktivitas menolong yang tidak menyenangkan, berbahaya, bahkan mengancam jiwanya.

2. Model mengurangi perasaan negatif

Baron, Byrne, dan Branscombe, 2006 (Sarwono, 2009:128-129) menyatakan bahwa model mengurangi perasaan negatif. Mereka menjelaskan bahwa orang menolong untuk mengurangi perasaan negatif akibat melihat penderitaan orang lain. Dengan demikian, tingkah laku menolong dapat berperan sebagai self-help agar seseorang terbebas dari suasana hati yang tidak menyenangkan.

3. Hipotesis kesenangan empatik

Dalam hipotesis ini, dikatakan bahwa seseorang akan menolong bila ia memperkirakan dapat ikut merasakan kebahagian orang yang akan ditolong atas pertolongan yang akan diberikannya. Satu hal yang paling penting disini adalah seseorang yang menolong perlu untuk mengetahui bahwa tindakannya akan memberikan pengaruh positif bagi orang yang ditolong.

(26)

Dari tiga teori empati yang telah dijelaskan, terlihat bahwa kondisi afektif seseorang merupakan element yang penting. Seseorang menolong karena tindakannya akan meningkatkan perasaan positf dan mengurangi perasaan negativ atas dirinya.

II.5. Sikap dan Perilaku

II.5.1. Pengertian Sikap dan Perilaku

Sikap dapat didefinisikan dengan berbagai cara dan setiap definisi itu berbeda satu sama lain. Trow mendefinisikan sikap sebagai suatu kesiapan mental atau emosional dalam beberapa jenis tindakan pada situasi yang tepat. Di sini Trow lebih menekankan pada kesiapan mental atau emosional seseorang terhadap sesuatu objek. Sementara itu Allport seperti dikutip oleh Gable mengemukakan bahwa sikap adalah sesuatu kesiapan mental dan saraf yang tersusun melalui pengalaman dan memberikan pengaruh langsung kepada respons individu terhadap semua objek atau situasi yang berhubungan dengan objek itu.

Defenisi sikap menurut Allport ini menunjukkan bahwa sikap itu tidak muncul seketika atau dibawa lahir, tetapi disusun dan dibentuk melalui pengalaman serta memberikan pengaruh langsung kepada respons seseorang. Harlen mengemukakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kecenderungan seseorang untuk bertindak dalam menghadapi suatu objek atau situasi tertentu (Sarwono, 2009: 81).

Menurut Mueller (1986) sikap adalah merupakan suatu konstruk psikologi yang digambarkan sebagai kepercayaan, pendapat, minat, nilai, prilaku yg perlu dipahami. Begitu juga berkowitz (1972) menarik suatu kesimpulan

(27)

bahwa sikap adalah suatu respons yang evaluatif, yang dinamis dan terbuka terhadap kemungikinan perubahan dikarenakan interaksi seseorang dengan lingkungannya. Dan sikap hannya akan berarti jika tampak dalam bentuk kenyataan yaitu prilaku yang lisan maupun yang dibuat (Liliweri, 1991:128-129).

Sikap adalah perasaan seseorang tentang obyek, aktivitas, peristiwa dan orang lain. Perasaan ini menjadi konsep yang merepresentasikan suka atau tidak sukanya (positif, negatif, atau netral) seseorang pada sesuatu. Sedangkan perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang paling dirasakan sampai yang paling tidak dirasakan (Faturochman, 2009:43).

Sikap dikembangkan dalam tiga model, yaitu : 1. Afeksi

Respon afektif adalah respon fisiologis yang mengekspresikan kesukaan individu pada sesuatu.

2. Kecenderungan perilaku

Kecenderungan perilaku adalah indikasi verbal dari maksud seorang individu.

3. Kognisi

Respon kognitif adalah pengevaluasian secara kognitif terhadap suatu objek sikap. Kebanyakan sikap individu adalah hasil belajar sosial dari

(28)

II.5.2. Pembentukan Sikap

Sikap dibentuk melalui proses belajar sosial, yaitu proses dimana individu memperoleh informasih, tingkah laku, atau sikap baru dari orang lain. Sikap dibentuk melalui empat macam (Sarwono, 2009:84-85) yaitu :

1. Pengondisian klasik

Proses pembelajaran dapat terjadi ketika suatu stimulus selalu diikuti oleh stimulus yang lain, sehingga stimulus yang pertama menjadi suatu isyarat bagi stimulus yang kedua.

2. Pengondisian instrumental

Proses pembelajaran terjadi ketika suatu perilaku mendatangkan hasil yang menyenangkan bagi seseorang, maka prilaku tersebut akan diulang kembali. 3. Belajar melalui pengamatan

Proses pembelajaran dengan cara mengamati perilaku orang lain, kemudian dijadikan sebagai contoh untuk berperilaku serupa.

4. Perbandingan sosial

Proses pembelajaran dengan membandingkan orang lain untuk mengecek apakah pandangan kita mengenai sesuatu hal adalah benar atau salah.

(29)

II.5.3. Fungsi Sikap

Menurut Baron, Byrne, dan Branscombe, 2006 (Sarwono, 2009:86-87) terdapat lima fungsi sikap yaitu :

1. Fungsi pengetahuan

Sikap membantu kita untuk menginterpretasi stimulus baru dan menanpilkan respon yang sesuai

2. Fungsi identitas

Sikap terhadap kebangsaan indonesia yang kita nilai tinggi dengan mengekspresikan nilai dan keyakinan serta mengkomunikasikan “siapa kita” 3. Fungsi harga diri

Sikap yang kita miliki mampu menjaga atau meningkatkan harga diri. 4. Fungsi pertahanan diri

Sikap berfungsi melindungi diri dari penilaian negatif tentang diri kita 5. Fungsi memotifasi kesan

Sikap berfungsi mengarahkan orang lain untuk memberikan penilaian atau kesan yang positif tentang diri kita.

Dari pengertian sikap diatas dapat kita simpulkan bahwa perilaku akan muncul dipengaruhi oleh sikap dalam diri kita. Perilaku yang berada dalam kendali individu secara sadar dan rasional akan mempengaruhi terhadap sikap dan perbuatan kita.

(30)

II.6. Model SOR

Dalam penelitian ini, model komunikasi yang digunakan adalah model S-O-R (Stimulus-Organisern-Respon). Model ini mengemukakan bahwa tingkah laku sosial dapat dimengerti melalui suatu analisis dan stimulus yang diberikan dan dapat mempengaruhi reaksi yang spesifik dan didukung oleh hukuman maupun penghargaan sesuai dengan reaksi yang terjadi.

Dengan kata lain, menurut Effendy (2003: 254) efek yang ditimbulkan sesuai dengan teori S-O-R yang merupakan reaksi yang bersifat khusus terhadap stimulus khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan reaksi komunikan.

Prinsip teori ini pada dasarnya merupakan suatu prinsip belajar yang sederhana, dimana efek merupakan reaksi tethadap stimulus tertentu. Dengan demikian, seseorang dapat mengharapkan atau memperkirakan suatu kaitan yang erat antara pesan-pesan media dan reaksi audiens. Dalam proses perubahan sikap, maka sikap komunikasi hanya dapat berubah apabila stimulus yang menerpanya melebihi apa yang pernah dialaminya.

Prof. Dr. Mar’at (Effendy, 2003:255) dalam bukunya “Sikap Manusia, Perubahan Serta Pengukurannya” mengutip pendapat Hovland, Janis dan Kelly yang menyatakan bahwa dalam menelaah sikap baru, ada tiga variable penting yaitu :

a. Perhatian, b. Pengertian,

(31)

c. Penerimaan

Berdasarkan uraian di atas, maka proses komunikasi dalam teori S-O-R ini dapat digambarkan sebagai berikut :

Bagan III Teori S-O-R

Gambar di atas menunjukkan bahwa perubahan sikap tergantung pada proses yang terjadi pada individu. Stimulus atau pesan yang disampaikan kepada komunikan mungkin diterima atau mungkin ditolak. Komunikasi akan berlangsung apabila ada perhatian komunikan.

Setelah komunikan mengelolanya dan menerimanya, maka terjadilah kesediaan untuk mengubah sikap.

Sehubungan dengan penjelasan di atas, teori S-O-R dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Stimulasi : Kemampuan empati orang tua.

2. Organism : Orang tua yang mempunyai anak penderita autis yang bersekolah terapi di YAKARI.

3. Response : Peningkatan perilaku anak autis.

Stimulus Organism

• Perhatian • Pengertian • Penerimaan

Gambar

Gambar di atas menunjukkan  bahwa perubahan sikap tergantung pada  proses yang terjadi pada individu

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan kompetensi SDM Kesehatan di FKTP dan FKTL : Dokter Layanan Primer, Akreditasi, Manajemen Puskesmas, Pelayanan.. intensif

Metode latihan teater ini pertama kali dicetuskan oleh Constantin Stanislavski 33 , seorang aktor dan sutradara teater Rusia, pada era 1800-an. 34 Ketidakpuasan Stanislavski

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Kristen kelas di SMP Negeri 1 Stabat

kolektif Kepala Sekolah/Guru Penerima Kuasa membawa Surat Keterangan Kepala Sekolah/Ketua Lembaga Kepala Sekolah/Guru Penerima Kuasa membawa buku tabungan Simpel Kepala Sekolah/

Boleh saya tahu email Tok Uban? Saya ingin menghantar doa kota tauhid beserta barisnya pd Tok Uban untuk di’check’ kan. Saya mendapat tanda barisnya berdasarkan kefahaman sedikit

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang kerja suami dan istri pada rumahtangga nelayan tradisional di luar sektor

Selanjutnya hasil pengujian pengaruh financial leverage terhadap kecurangan laporan keuangan yang tertera dalam tabel 14 menunjukkan bahwa rasio financial leverage yang

Persepsi tentang kualitas pelayanan dimensi jaminan di RSGMP FKG USU Medan menunjukkan bahwa dari 5 pernyataan ditemukan jawaban terbanyak adalah baik dengan persentase