• Tidak ada hasil yang ditemukan

DARI REDAKSI Teknologi Pengolahan Sampah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DARI REDAKSI Teknologi Pengolahan Sampah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Sampah adalah masalah yang dihadapi sehari-hari oleh penduduk, terutama di kota-kota besar, di Indonesia, yang berasal dari rumah tangga, perkantoran, rumah sakit, sekolah, industri, dan tempat lainnya. Jika tidak dikelola dengan baik, sampah akan menimbukan berbagai masalah sosial, lingkungan, dan kesehatan.

 

Untuk itu lah diperlukan berbagai cara, rekayasa dan teknologi untuk menghilangkan,

menggunakan kembali (reuse), atau mengubah bentuknya menjadi bahan yang tidak berbahaya bagi lingkungan. Teknologi yang banyak

digunakan di beberapa kawasan saat ini adalah alat pembakar sampah yang disebut insinerator. Biasanya untuk mengoperasikannya, insinerator ini membutuhkan bahan bakar minyak (BBM), seperti minyak tanah dan solar.

 

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah mengembangkan jenis pengolahan sampah termal yang melibatkan pembakaran bahan organik ini yang mengubah sampah menjadi abu, gas sisa pembakaran, partikulat, dan panas. Gas yang dihasilkan dibersihkan dari polutan sebelum dilepas ke lingkungan dan panas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan sebagai energi.

 

Contoh lain adalah alat pengolahan yang disebut pembakar sampah hemat energi (PSHE) yang dikembangkan oleh PT Fin Tetra di Bandung. Berbeda dengan sebagian besar insinerator yang ada, PSHE menggunakan gas sebagai pembakar awal selama 15 menit. Setelah itu sampah akan terus terbakar. PSHE yang diproduksi oleh perusahaan yang didirikan oleh beberapa mantan karyawan dari PT Dirgantara Indonesia ini telah digunakan oleh banyak kalangan di beberapa wilayah di Indonesia.

 

Kota besar seperti Jakarta, dengan produksi sampah sekitar 8.000 ton per hari, memerlukan pengolahan dan manajemen sampah yang baik.

Insinerator atau pembakar sampah dengan kemampuan mengubah panas menjadi energi listrik bisa diterapkan. Menurut perhitungan seorang peneliti di LIPI, satu insinerator

berkapasitas 800 ton dapat menghasilkan energi listrik berdaya 20 megawatt.

 

Selain dibakar, sampah dapat diolah dengan berbagai metoda seperti biodigester,

piroliser,komposter dan gasifier. Namun begitu pengolahan sampah harus memerhatikan bahan yang diolah. Pengolahan sampah organik tentu berbeda dengan anorganik. Pengolahan limbah rumah sakit tentu juga berbeda dengan limbah atau sampah rumah tangga. Untuk sampah ‘umum’ pun perlu dilakukan pemisahan, karena biasanya alat pengolah sampah, seperti

insinerator, tidak dirancang untuk ‘melahap’ semua jenis sampah. Artinya harus ada upaya mengedukasi warga agar melakukan pemilahan sampah yang dihasilkan.

 

Dalam edisi kali ini, Engineer Weekly

menayangkan beberapa artikel tentang masalah sampah dan teknologi pengolahannya yang ditulis oleh para insinyur yang menggeluti masalah lingkungan dan teknologi pengolahan sampah yang diharapkan dapat memacu para insinyur di Indonesia untuk melakukan berbagai penelitian dan inovasi teknologi untuk mengatasi masalah sampah di Indonesia.***   Aries R. Prima Pemimpin Redaksi  

DARI REDAKSI

Teknologi Pengolahan Sampah

 

(3)

Qoyum

Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

3

Pertumbuhan jumlah penduduk dunia di

beberapa tahun belakangan sudah sedemikian cepat, sehingga kini diperkirakan sudah mencapai sekitar 7 milyar jiwa, dan diprediksikan pada tahun 2030 penduduk dunia mencapai 8,5 milyar jiwa (PBB, 2015). Sebagian besar penduduk ini bermukim di kota besar. Saat ini, 54 persen dari populasi dunia tinggal di wilayah perkotaan, proporsi yang diperkirakan akan meningkat menjadi sebesar 66 persen pada tahun 2050.  

Kehidupan masyarakat modern memproduksi sampah lebih banyak daripada masyarakat tradisional. Kenyataan ini bisa disaksikan di kota-kota besar. Contohnya, produksi sampah di wilayah Jabodetabek, jika diambil angka rata-rata produksi sampah per orang sekitar 500–1.500 gram per hari, Jakarta saja bisa menghasilkan sampah sekitar 6.500 ton per hari. Sampah ini umumnya dikirim ke tempat pemrosesan akhir (TPA). Di TPA, sampah yang tertumpuk, sedapat mungkin diproses dengan cara reduce, reuse dan

recycle (Undang-undang no. 18 tahun 2008).

Tumpukan sampah itu (terutama sampah

organik) dapat memproduksi gas pembakar, yakni gas metana. Setelah melalui sistem pengumpulan (pemanenan gas), gas metana ini dapat digunakan sebagai bahan bakar dan membangkitkan listrik. Prosesnya mudah, gas metana dibakar kemudian dikonversi menjadi pembangkit listrik, dimana hal ini sudah dilakukan pada beberapa TPA, antara lain di TPA Suwung, Bali dan TPA Bantar Gebang, Bekasi, Jawa Barat. Proses ini sudah

menghasilkan listrik beberapa megawatt, yang dapat dipakai untuk keperluan TPA dalam pemrosesan sampah. Sisanya juga telah

manfaatkan untuk menerangi rumah2 disekitar TPA.

 

Metode pemanenan gas metana ini, sekarang sudah dikembangkan di berbagai TPA lainnya di Indonesia. Keuntungan yang didapat dari pemanfaatan gas metana ini dapat mengurangi

dampak negatif terhadap lingkungan, karena gas metana ini merupakan penyebab efek rumah kaca yang sangat tinggi. Akan tetapi karena potensi bahayanya ini, kabarnya di Eropa pada tahun 2008 yang lalu mendapat tentangan dari masyarakat dan akhirnya dilarang untuk dipertahankan.

 

Beberapa tahun belakangan ini, di Tokyo Institute of Technology, memperkenalkan teknologi

Hydrothermal yang diberi nama RRS (Resource

Recycling System). RSS memanfaatkan tekanan

dan uap suhu tinggi yang lebih ramah lingkungan, relatif murah, dan lebih sederhana teknologinya. Teknologi ini sesuai dengan kebutuhan

pengolahan sampah di Indonesia yang umumnya terdiri dari 80% bahan organik dan plastik.  

Proses awal pada RSS adalah sampah dihancurkan, dikeringkan, dan dihilangkan baunya dengan menggunakan gas bertekanan dengan suhu tinggi. Kemudian dihasilkan produk menyerupai bubuk batu bara melalui pemisahan uap air. Sampah campuran ini dapat

menghasilkan bahan bakar padat yang dapat dicampur dengan batu bara sebagai bahan bakar PLTU dan lain lain. Diharapkan RSS dapat menjadi solusi permasalahan sampah di

Indonesia dan upaya mendorong pengembangan teknologi, industri dan penelitian di bidang persampahan di Indonesia.

 

Sudah saatnya kita mengupayakan ‘waste to

energy’***

 

 

Teknologi Hydrothermal Untuk

Pengolahan Sampah

(4)

Qoyum

Limbah padat perkotaan (Municipal Solid Waste/ MSW) yang dihasilkan dari peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan ekonomi menjadi masalah pelik bagi setiap kota berkembang.  

Di Indonesia, masalah ini sudah menjadi prioritas nasional seiring dengan pertumbuhan populasi yang tinggi. Indonesia memiliki penduduk sekitar 257 juta jiwa pada tahun 2015, dengan lebih dari separuhnya (53%) tinggal di daerah perkotaan.  

Menurut Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Makassar Kusayyeng, di Makassar, ibukota provinsi Sulawesi Selatan, volume sampah mencapai 1.000 ton per hari pada bulan April 2015 dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun mendatang. Sebagai perbandingan, 1.000 ton sampah setara dengan berat kurang lebih 500 mobil. Data United States Environmental Protection Agency pada tahun 2012 menunjukkan bahwa berat rata-rata kendaraan adalah 3.977 pounds atau 2 ton.  

Sekali Dayung, Dua Pulau Terlampaui Sebagai tambahan dari berbagai tindakan yang telah dilakukan pemerintah Indonesia untuk mengatasi masalah limbah ini, proses gasifikasi memberikan kesempatan untuk mengonversi sampah perkotaaan menjadi gas sintetis (syngas) dan memprosesnya menjadi produk downstream yang memiliki nilai tambah.

 

Proses gasifikasi adalah konversi bahan organik padat, seperti MSW dan biomassa menjadi syngas melalui pemanasan. Proses gasifikasi biomassa, seperti batang jagung, sekam, dan bonggol jagung, serta produk-produk limbah pertanian lainnya dapat menghasilkan berbagai bahan baku bahan bakar sintetis. Setelah proses gasifikasi biomassa untuk menghasilkan syngas dilakukan, biomassa tersebut diubah melalui proses katalisasi menjadi produk downstream yang memiliki nilai tambah sehingga dihasilkan bahan bakar transportasi seperti etanol, diesel dan bahan bakar pesawat.

Dengan ukuran pengilangan gasifikasi biomassa yang lebih kecil dibandingkan pengilangan gasifikasi batubara atau petroleum coke (produk turunan padat yang mengandung karbon tinggi) yang digunakan pada industri listrik, kimia, pupuk dan penyulingan pada umumnya, maka pembangunannya pun lebih murah serta membutuhkan lahan yang lebih kecil. Pabrik gasifikasi biomassa skala kecil dapat memproses 25-200 ton bahan baku per hari, atau seperlima dari volume sampah yang dihasilkan di Kota Makassar, dan hanya memakan tempat kurang dari 10 acres (4.05 hektar).

 

Realisasi  

Di Amerika Serikat, kemajuan dalam

pengembangan biofuel pesawat yang membantu industri penerbangan untuk mengurangi emisi karbon tengah mencapai momentumnya. Terbukti pada tahap percobaan yang didukung lembaga pemerintah A.S., Fulcrum Bioenergy sudah membangun pabrik gasifikasi pertamanya di Nevada yang akan menjadi pabrik gasifikasi skala komersial pertama di dunia. Para pelaku industri utama seperti American Airlines, United Airlines, dan Cathay Pacific telah melakukan investasi ekuitas yang signifikan dalam biofuel pesawat dan secara aktif terlibat dalam pengembangan

teknologi ini.  

Ambisi untuk menerapkan teknologi ini tidak hanya terbatas di wilayah Amerika Serikat, di Indonesia dan berbagai wilayah sudah terdapat kesepakatan-kesepakatan yang memungkinkan pengembangan teknologi ini. Pabrik gasifikasi di Nevada didesain berdasarkan teknologi yang telah dipatenkan dari tiga perusahaan utama: Vecoplan, ThermoChem

 

Berlanjut ke halaman 5

 

PEMANFAATAN LIMBAH

Gasifikasi Untuk Bahan Bakar Jet

Habibie Razak

(5)

5

Recovery International, Inc (TRI) dan Emerging

Fuel Technology (EFT). Bersama-sama, teknologi pengolahan ini mampu memilah sampah menjadi pelet organik yang seragam, menggasifikasi material yang ada dan kemudian mengubah limbah menjadi cairan sintetis yang bernilai tambah.

 

Black & Veatch telah merancang dan membangun pembangkit listrik, pengolahan gas dan fasilitas infrastruktur lainnya di Indonesia selama lebih dari empat puluh tahun. Berdasarkan perjanjian kerjasama yang komprehensif dengan EFT, Black & Veatch dapat menduplikasi proyek Nevada di Indonesia, dengan menggunakan tim lokal yang mumpuni dalam melakukan rekayasa, pengadaan dan konstruksi fasilitas tersebut, serta

menggunakan lisensi teknologi dari Vecoplan, TRI dan EFT.

 

Sistem reaktor/katalis dari Advanced Fixed Bed (AFB) Fischer-Tropsch EXT yang dipatenkan EFT dapat diterapkan dalam pembuatan gas sintesis yang hampir semua bahan bakunya berbasis karbon. Teknologi pemberi nilai tambah ini dapat menghasilkan produk yang sangat beragam mulai dari minyak mentah sintetis yang dapat dipompa hingga minyak dasar kualitas tinggi Grup III +, serta berbagai bahan bakar transportasi. Black & Veatch juga telah mengidentifikasi penghematan biaya dan efisiensi dengan menggabungkan pengolahan gas yang sudah dipatenkan (PRICO-C2®, PRICO-NGL® , dan LPG-PLUS ™) dan LNG PRICO® berbasis teknologi dengan platform EFT.

 

Salah satu pabrik percontohan saat ini tengah mengkonversi MSW menjadi bahan bakar

pesawat. Pabrik percontohan TRI telah beroperasi lebih dari 1.200 jam dengan per harinya mampu menggasifikasi 4 ton MSW tersortir dan

berukuran seragam untuk mengasilkan cairan FT yang cocok untuk meningkatkan bahan bakar pesawat terbarukan.

 

Perusahaan yang potensial untuk memanfaatkan bahan bakar pesawat ini di Indonesia mencakup PT Angkasa Pura, yang merupakan perusahaan milik negara dalam mengkoordinasikan semua urusan logisitik maskapai penerbangan di seluruh negeri.

 

Meskipun proses gasifikasi ini mampu

mengkonversi lebih dari 200 ton sampah/hari untuk menghasilkan 700 barel bahan bakar pesawat per harinya, studi ekonomi secara mendalam perlu dilakukan untuk memahami bagaimana investasi permodalan sebaiknya dilakukan, biaya operasi, serta keuntungan investasinya.

 

Kedepannya, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perindustrian, Energi dan Sumber Daya Mineral dan departemen terkait lainnya dapat mempertimbangkan untuk bermitra dengan investor dan pemegang lisensi teknologi untuk memfasilitasi diskusi dengan para walikota. Simposium atau seminar terkait teknologi

biomassa/gasifikasi MSW dapat diselenggarakan secara rutin untuk memperkaya pengetahuan dan wawasan bagi pebisnis, industri dan pemerintah baik dari aspek teknis maupun aspek

keekonomian dari investasi.***

(6)

Permasalahan sampah di negeri ini seolah tidak pernah ada habisnya, meskipun sampai saat ini Kemenpupera terus membangun TPA dengan standar sanitary landfill untuk diserahkan ke kota dan kabupaten. Tetapi hampir semua TPA

tersebut tidak ada yang dioperasikan secara

sanitary landfill. Pendekatan dari aspek teknologi

yang terus dijalankan bertahun-tahun itu tidak saja gagal dalam menyelesaikan masalah

persampahan secara tuntas, bahkan ada beberapa tragedi kemanusiaan yang diakibatkan

pengelolaan setengah hati ini. Salah satu yang paling fatal adalah longsornya TPA Leuwigajah Cimahi pada tanggal 21 Februari 2005 yang menewaskan 154 korban jiwa. Lantas apakah pengelolaan sampah akan terus dibiarkan demikian?

 

Agar pengelolaan sampah dapat tuntas dan berkelanjutan, maka perlu dilakukan pendekatan multidimensi yang memperhatikan lima aspek, yaitu :

Aspek Peraturan

Aspek ini adalah aspek yang memberi kekuatan hukum untuk pelaksanaan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Pengaturan seperti pemungutan retribusi, pengaturan hak dan kewajiban stakeholder, pemberian sanksi, pembagian kewenangan, dan sebagainya diatur dalam aspek ini. Indonesia telah memiliki peraturan yang mengatur pengelolaan sampah yaitu Undang Undang No. 18 tahun 2008 beserta peraturan turunannya.

Aspek Kelembagaan

Aspek kelembagaan pada dasarnya adalah pengaturan pembagian tugas dan wewenang semua pihak yang terlibat dalam pengelolaan sampah, sehingga pengelolaan sampah dapat tuntas sesuai dengan tujuan yang diharapkannya.

Berlanjut ke halaman 7

PENGELOLAAN SAMPAH

Tidak Hanya Pendekatan Teknologi dan Ilmu

Rekayasa

Ir. Sri Bebassari, M.Si.

(7)

7

Dengan kemitraan PII, kini Engineer Weekly didukung

Aspek Pendanaan

Pengelolaan sampah yang bertanggung jawab membutuhkan pendanaan yang memadai dan biasanya jumlahnya akan lebih besar dibandingkan pengelolaan sampah yang umum dilakukan saat ini. Paradigma dari pendaanaan pengelolaan sampah adalah investasi sosial yang manfaat terbesarnya akan dirasakan dalam jangka panjang dan cakupan yang lebih luas untuk seluruh anggota masyarakat. Aspek Sosial Budaya

Aspek sosial budaya adalah bagaimana merekayasa pola pikir dan pola perilaku yang perlu dilakukan untuk mendukung berubahnya pemahaman tentang pengelolaan sampah. Beberapa budaya yang

menghambat pengelolaan sampah secara

bertanggung jawab seperti budaya “ruang tamu” yang mewah, sedangkan untuk WC alakadarnya atau malah di “kebun tetangga”, budaya buang sampah “not in my backyard” yang tidak sesuai dengan filosofi “polluters pay principle” , sehingga perlu dilakukan “socioengineering” agar perlahan hilang dan menjadikan kebersihan sebagai sebuah

kebutuhan.

Aspek Teknis Operasional

Aspek teknis operasional adalah aspek yang secara fisik dapat dilihat dan digunakan untuk mengelola sampah yang meliputi segala yang terkait dengan kegiatan pemilahan dan pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, dan pemrosesan akhir.  

jika salah satu dari lima aspek pengelolaan sampah tersebut tidak diperhatikan, maka hampir dipastikan pengelolaan sampah akan jalan di tempat seperti kondisi saat ini.***

(8)

Engineer Weekly

Pelindung: A. Hermanto Dardak, Heru Dewanto Penasihat: Bachtiar Siradjuddin Pemimpin Umum: Rudianto Handojo, Pemimpin Redaksi: Aries R. Prima, Pengarah Kreatif: Aryo Adhianto, Pelaksana Kreatif: Gatot Sutedjo,Webmaster: Elmoudy, Web Administrator:

Referensi

Dokumen terkait

Yang menjadi masalah adalah bagaimana hukum Islam memberi batasan asas kebebasan berkontrak dalam jual beli menurut Pasal 1493 KUH Perdata, agar jual beli tersebut menjadi sah..

Gambar 3 menunjukkan bahwa kenaikan pH pada proses dengan sirkulasi lindi lebih cepat dibanding proses tanpa sirkulasi lindi. Hal ini berarti bahwa sampah organik

Pengawasan yang dilakukan pada manajemen seni pertunjukan Solo International Performing Arts di Surakarta dilaksanakan dengan pengawasan secara langsung oleh

Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Moyo et al (2013) yang menyatakan dividen memiliki hubungan positif dengan struktur

Hal tersebut yang menjadi pertimbangan penulis untuk mengembangkan sistem registrasi KRS yang memanfaatkan teknologi wireless yaitu teknologi J2ME, untuk memudahkan mahasiswa

Jika keterbatasan tersebut ternyata pada saat uji kai kuadrat peneliti harus Jika keterbatasan tersebut ternyata pada saat uji kai kuadrat peneliti

Pembahasan yang akan dilakukan pada penelitian ini merujuk pada penelitian terdahulu yang terkait dengan pengaruh lokasi, promosi, word of mouth, dan kualitas

Hasil uji Fisher menunjukkan bahwa variabel kelompok pola grinding oklusal sleep bruxism pada sisi mediotrusive mempunyai hubungan yang bermakna dengan tingkat