• Tidak ada hasil yang ditemukan

CHAPTER 5 investment.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "CHAPTER 5 investment.docx"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

CHAPTER 5

INTRODUCTION TO RISK, RETURN AND THE HISTORICAL RECORD

5.1.DETERMINANTS OF THE LEVEL OF INTEREST RATES

Tingkat bunga dan prediksi nilainya di masa akan datang merupakan masukan paling penting dalam keputusan investasi. Memprediksi tingkat bunga merupakan bagian yang paling sulit dari ekonomi makro. Terdapat faktor fundamental yang akan menentukan tingkat bunga, yaitu :

1. Pasokan dana dari penyimpan, khususnya rumah tangga

2. Permintaan dana dari para pebisnis yang akan digunakan untuk membiayai investasi pada pabrik, peralatan, dan persediaan

3. Pasokan atau permintaan bersih pemerintah atas dana yang dibentuk dengan tindakan Fed

5.1.1. Tingkat Bunga Riil dan Nominal

Tingkat bunga nominal merupakan pertumbuhan uang dan tingkat bunga riil adalah pertumbuhan daya beli. Jika R merupakan tingkat bunga nominal, r sebagai tingkat binga riil, dan i adalah tingkat bungan inflasi. Maka dapat disimpulkan:

R ≈R – i

Dengan kata lain tingkat bunga riil adalah tingkat bunga nominal dikurangi dengan daya beli yang hilang akibat inflasi. Jika tingkat inflasi lebih rendah, tingkat bungan rill akan menjadi tinggi. Tingkat bungan riil selalu dapat dihitung setelah terjadi, namun tingkat bungan riil yang akan datang tidak dapat diketahui tetapi dapat diprediksi. Tingkat inflasi adalah beresiko, maka tingkat bungan riil juga beresiko sekalipun tingkat bunga nominalnya bebas resiko.

5.1.2. Keseimbangan Tingkat Bunga Riil

Terdapat 4 faktor yang dapat menentukan tingkat bunga riil: 1. Pasokan

2. Permintaan

3. Tindakan Pemerintah 4. Tingkat Inflasi

(2)

Kurva penawaran berbentuk miring keatas dari kiri ke kanan karena makin tinggi tingkat bunga, makin besar penawaran rumah tangga. Dengan asumsi bahwa pada tingkat bungan riil yang lebih tinggi, rumah tangga akan makin memilih untuk menunda konsumsi saat ini dan menginvestasikan penghasilan mereka untuk penggunaan di masa yang akan datang.

Kurva permintaan berbentuk miring ke bawah dari kiri ke kanan karena makin tinggi tingkat bunga riil, makin banyak perusahaan yang ingin berinvestasi pada modal fisik. Dengan asumsi bahwa perusahaan memberikan peringkat proyek berdasarkan imbal hasil riil yang diharapkan dari modal yang diinvestasikan, perusahaan akan lebih menjalankan banyak proyek ketikan tingkat binga riil dana untuk mendanai proyek makin rendah.

Pemerintah dan bank sentral dapat menggeser kurva permintaan dan penawaran baik ke arah kanan maupun ke arah kiri dengan kebijakan fiskal dan moneter. Oleh karena itu, meskipun penentu mendasar dari tingkat bungan riil adalah keinginan rumah tangga untuk menabung dan profitabilitas yang diharapkan dari modal fisik, tingakt bunga riil dapat dipengaruhi oleh pemerintah melalui kebijakan fiskal dan moneter.

5.1.1. Keseimbangan Tingkat Bunga Nominal

Investor akan peduli pada imbal hasil riil atau kenaikan daya beli, maka ketika inflasi meningkat investor akan meminta tingkat bunga nominal yang lebih tinggi dari investasinya.

(3)

Tingkat imbal hasil yang lebih tinggi ini diperlukan untuk mempertahankan imbal hasil riil yanh ditawarkan investasi.

Irving Fisher (1930) berpendapat bahwa tingkat bunga nominal seharusnya meningkat bertahap sesuai dengan kenaikan tingkat inflasi yang diharapkan. Jika menggunakan notasi E(i) untuk menyebutkan ekspetasi saat ini tentang tingkat bungan sebelum terjadinya, kita dapat membuat persamaan fisher sebagai berikut:

R = r + E(i)

Persamaan ini berarti bahwa tingkat riil cukup stabil, maka kenaikan tingkat bunga nominal merupakan prediksi tentang kenaikan tingkat inflasi.

5.1.2. Pajak dan Tingkat Bunga Riil

Kewajiban pajak didasarkan pada penghasilan nominal dan tarif pajak investor ditentukan oleh golongan tarif pajaknya. Golongan tarif pajak terkait dengan indeks tidak membebaskan beban pajak tabungan dari dampak inflasi. Dengan golongan tarif pajak (t) dan tingkat bungan nominal R, maka tingkat bunga setelah pajak adalah R(1-t). Tingkat bunga setelah pajak riil secara pendekatan adalah tingkat bunga nominal setelah pajak dikurangi tingkat inflasi:

R(1 - t) – i = (r + i)(1 – t) – i = r(1 – t) – it

Sehingga tingkat imbal hasil riil setelah pajak akan turun ketika tingkat inflasi meningkat. Investor akan menderita sanski inflasi sebesar tarif pajak dikali tingkat inflasi.

5.2.COMPARING RATES OF RETURN FOR DIFFERENT HOLDING PERIOD Bagaimana kita membandingkan imbal hasil investasi dengan horizon waktu yang berbeda? Perlu untuk menyajikan imbal hasil total sebagai imbal hasil untuk periode yang umum. Biasanya kita menyajikan seluruh imbal hasil dalam tingkat tahunan efektif (effective annual rate – EAR), yang didefinisikan sebagai presentase kenaikan dana yang diinvestasikan selama horizon waktu satu tahun.

(4)

5.2.1. Tingkat Persentase Disetahukan (APR)

Tingkat imbal hasil atas investasi jangka pendek (T < 1 Tahun) seringkali disetahunkan (annualized) menggunakan metode sederhana (simple), bukan berganda (compounding). Ini disebut tingkat bunga disetahunkan (annual percentage rates – APR). Sebagai contoh, APR yang sesuai untuk imbal hasil bulanan atas kartu kredit dihitung dengan mengalikan tingkat bulanan itu dengan 12.

5.3. SURAT UTANG DAN INFLASI, 1926 – 2009

Tingkat Tahunan Rata - Rata Standar Deviasi Tingkat Tahunan

T - Bills Inflasi T- Bills Rill T - Bills Inflasi T- Bills Rill Seluruh tahun (84)

1926 – 2009

3,71 3,10 0,70 3,09 4,19 3,90

Separuh tahun terakhir (42)

1968 – 2009

5,75 4,56 1,17 2,94 3,02 2,40

Separuh tahun awal (42) 1926 - 1967

1,67 1,64 0,24 1,45 4,69 4,96

Tabel 1 Statistik tingkat t-bills, tingkat inflasi, dan tingkat riil, 1926 – 2009

Tingkat T-bill tahunan dihitung dari rolling over T-bill bulanan sebanyak 12 kali dan persentaseperubahan dalam CPI (consumer price index). Kolom pertama dari Tabel 1 mendaftar tingkat tahunan rata – rata untuk beberapa seri. Tingkat bunga rata – rata selama paruh terakhir sejarah (1968 – 2009) , 5,75% jelas lebih tinggi daripada paruh awal, 1,67%. Alasannya adalah inflasi, pemicu utama tingkat T-bills , yang juga terlihat lebih tinggi dalam nilai rata – rata pada paruh terakhir sampel, 4,56% daripada periode sebelumnya hanya 1,64%. Akan tetapi, tingkat bunga nominal selama periode terakhir tetap cukup tinggi untuk menghasilkan tingkat riil rata – rata, 1,17%, dibandingkan tingkat rill yang hanya 0,24% pada pparuh pertama. Alasan utama dari catatan sejarah ini adalah karena

(5)

sekalipun tingkat inflasi tergolong moderat, hal itu dapat diimbangi dengan keuntungan nominal yang disediakan oleh investasi beresiko rendah.

5.4.RISIKO DAN PREMI RESIKO

Misalkan kita mempertimbangkan untuk berinvestasi pada sebuah reksa dana dan saham. Reksa dana saat ini dijual pada $100 per lembar. Dengan horizon waktu 1 tahun, tingkat imbal hasil teralisasi dari investasi akan tergantung pada (a) harga per lembar reksa dana pada akhir tahun dan (b) dividen kas yang akan diterima selama satu tahun. Imbal hasil yang terealisasi, yang disebut holding period return – HPR yang dalam kasus ini adalah periode 1 tahun, didefinisikan sebagai berikut.

HPR = Harha akhir per lembar - Harga awal + Dividen kas Harga awal

Definisi HPR ini berasumsi bahwa dividen dibayarkan pada akhir periode. Jika deviden dibayarkan lebih awal, HPR ini mengabaikan pendapatan dari menginvetasi kembali pendapatan antara penerimaan pembayaran sampai akhir periode. Imbal hasil persentase atas penerimaan dividen disebut imbal hasil dividen sehingga imbal hasil dividen ditambah imbal hasil keuntungan modal sama dengan HPR.

5.4.1. Imbal Hasil yang Diharapkan dan Simpangan Baku

Tingkat imbal hasil yang diharapkan adalah tingkat imbal hasil rata – rata yang ditimbang terhadap probabilitas dari setiap skenario. Misalakan, p(s) sebagai probabilitas dari setiap skenario dan r(s) sebagi HPR dari setiap skenario, dimana setiap skenario diberi label atau indeks dengan s, maka kita dapat menghitung imbal hasil yang diharapkan sebagi berikut.

E(r) = ∑s p(s)r(s)

Standar deviasi dari imbal hasil adalah ukuran risiko. Ini didefinisikan sebagai akar kuadrat dari varian yang kemudian menjadi nilai simpangan yang diharapkan dikuadratkan

(6)

dari imbal hasil yang diharapkan. Makin tinggi volatilitas imbal hasil, makin besar nilai rata – rata dari simpangan dikuadratkan ini.

Jelas sekali bahwa yang menjadi masalah bagi investor potensial dalam reksa dana indeks adalah risiko penurunan atau kerugian atau pasar yang buruk, bukan potensi pasar yang baik. Standar deviasi dari tingkat imbal hasil tidak membedakan antara kejutan baik dengan kejutan buruk, ukuran ini memperlakukan keduannya secara sederhana sebagai penyimpangan dari rata – rata. Sepanjang distribusi probabilitas kurang lebih simetri terhadap rata – rata, maka standar deviasi dari imbal hasil adalah ukuran risiko yang memadai.

5.4.2. Imbal Hasil lebihan dan Premi Risiko

Perbedaan pada satu periode tertentu antara tingkat imbal hasil aktual pada aset berisiko dengan tingkat bebas risiko aktual disebut imbal hasil lebihan (excess return). Oleh karena itu, premi risiko adalah nilai yang diharapkan dari imbl hasil lebihan, dan standar deviasi dari suatu imbal hasil lebihan adalah sebuah ukuran risikonya.

Analisis keuangan secara umum berasumsi bahwa investor adalah penolak risiko dalam arti bahwa jika oremi risiko adalah nol, maka orang tidak akan bersedia berinvestasi pada saham. Oleh karena itu, secara teori premi risiko atas saham akan selalu positif untuk mendorong investor penolak risiko untuk menyimpan saham daripada menempatkan seluruh dananya pada aset bebas risiko.

5.5.ANALISIS IMBAL RUNTUN WAKTU DARI IMBAL HASIL MASA LALU 5.5.1. Analisis Runtun Waktu Versus Analisis Skenario

Dalam skenario analisis kedepan, kita menentukan sekumpulan skenario yang relevan dan hasil investasi yang terkait (tingkat imbal hasil), menentuka probabilitas masing – masing, dan memutuskan dengan menghitung premi risiko (imbal hasil) serta standar deviasi (risiko) dari investasi yang diusulkan. Sebaliknya, sejarah aset dan imbal hasil portofolio dalam bentuk runtun waktu (time series) dari imbal hasil masa lalu yang terealisasi tidak secara eksplisit menyediakan penilaian awal investor tentang probabilitas dari imbal hasil tersebut, kita hanya dapat mengamati tanggal dan HPR terkait.

(7)

5.5.2. Imbal Hasil yang diharapkan dan Rata – Rata Arimatika

Jika data imbal hasil runtun waktu historis dapat secara wajar memperlihatkan distribusi probabilitas yang sebenarnya dari imbal hasil, maka rata – rata arimatika periode masa lalu merupakan prediksi yang baik atas imbal hasil yang diharapkan dari investasi.

5.5.3. Varian dan Standar Deviasi

Ketika berpikir tentang risiko, kita tertarik tentang kemungkinan nilai yang terdeviasi dari imbal hasil yang diharapkan. Dalam praktiknya, biasanya kita tidak dapat mengamati ekspetasi secara kangsung, sehingga kita akan mengestimasi variandengan merata – ratakan simpangan kuadrat dari estimasi kita atas imbal hasil yang diharapkan, yaitu rata – rata arimatika.

5.5.4. Rasio Kompensasi terhadap Volatilitas atau Rasio Sharpe

Pentingnya pertukaran antara kompensasi (premi risiko) dengan risiko menunjukkan bahwa kita mengukur daya tarik investasi pada portofolio dengan rasio premi risikonya terhadap standar deviasi dari imbal hasil lebihnya.

Ukuran kompensasi terhadap volatilitas ini digunakan secara luas untuk mengevaluasi kinerja manajer investasi.

5.6. DISTRIBUSI NORMAL

Manajemen investasi jauh lebih dapat dilacak ketika tingkat imbal hasilnya dapat dengan distribusi normal.

1. Distribusi normal bersifat simetris, artinya probabilitas dari setiap simpangan positif diatas rata – rata adalah sama dengan simpangan negatif dengan besaran yang sama. Jika tidak simetris, maka mengukur risiko menggunakan standar deviasi tidak akan tepat.

Rasio Sharpe = Premi Risiko

(8)

2. Distribusi normal merupakan bagian dari kelompok distribusi yang bercirikan stabil, karena memiliki sifat ketika aset dengan imbal hasil yang terdistribusi normal dibaurkan untuk membentuk sebuah portofolio, maka imbal hasil portofolio juga akan terdistribusi normal.

3. Analisis skenarioi sangat disederhanakan ketika hanya terdapat dua parameter yang perlu diestimasi untuk mendapatkan probabilitas skenario yang kan datang.

5.7. DEVIASI DARI KENORMALAN DAN UKURAN RISIKO

Kenormalan dari imbal hasil lebihan sangat menyederhanakan pemilihan portofolio. Kenormalan menjamin kita bahwa standar deviasi adalah ukuran risiko yang lengkap sehingga rasio Sharpe juga merupakan ukuran kinerja portofolio yang lengkap. Sayangnya, banyak pengamat saat ini percaya bahwa simpangan dari kenormalan imbal hasil aset terlalu penting untuk diabaikan. Simpangan dari kenormalan dapat dideteksi dengan menghitung momen yang lebih tinggi dari distribusi imbal hasil.

5.7.1. Nilai Berisiko

Nilai berisiko atau VaR adalah ukuran dari kerugian yang paling sering terjadi terkait dengan imbal hasil negatif yang ektrem. VaR telah menjadi bagian dalam regulasi perbankan dan menjadi ukuran yang diawasi secara ketat oleh manajer risiko.

5.7.2. Kerugian yang Diharapkan

Sebuah pandangan yang lebih realistis terkait eksposur sisi bawah akan lebih berfokus pada kemungkinan rugi dengan asumsi skenario terburuk tertentu. Sayangnya, nilai ini mempunyai dua sebutan expected shortfall – ES atau conditional tail expectation – CTE dimana termonologi terakhir menekankan bahwa ekspetasi ini tergantung pada kondisi pada distribusi ekor kiri. Kita akan menggunakan termonologi yang diharapkan.

5.7.3. Simapangan Baku Parsial Lebih Rendah dan Rasio Sortino

Pengumuman standar deviasi sebagai ukuran ketika distribusi imbal hasil tidak normal menyisakan tiga masalah:

(9)

1. Distribusi yang tidak simetris menyebabkan kita harus melihat hasil negatif secara terpisah.

2. Karena sebuah alternatif atas portofolia berisiko merupakan perangkat investasi bebas risiko, kita harus memperhatikan simpangan imbal hasil dari tingkat bebas risiko, bukan rata – rata dari sampel.

3. Fat tails harus dihitung.

Sebuah ukuran risiko yang menjawab isu pertama dan kedua adalah standar deviasi parsial lebih rendah, yang dihitung seperti standar deviasi biasa tetapi menggukan imbal hasil “buruk”. Secara spesifik, ukuran ini hanya menggunakan simpangan negatif dari imbal hasil bebas risiko, lalu angka tersebut dikuadratkan untuk mendapatkan seperti varian, lalu dilakukan akar kuadarat untuk mendapatkan “standar deviasi ekor kiri”.

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Pneumonia Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang.. BEBERAPA FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sintasan yang dihasilkan tidak berbeda nyata (P&gt;0.05) sedangkan pertumbuhan ikan diberi pakan berupa udang rebon dan ikan rucah adalah

Bab III berisi analisis keadaan Maid Café yang terdapat pada film drama “Meido In Akihabara” yang diasumsikan sebagai gambaran Maid Café di Jepang yang sebenarnya untuk

Lengan sebelah Selatan perempatan Dukuhwaluh adalah jalan Raden patah merupakan jalan nasional yang menghubungkan antara kabupaten Purwokerto ke jalan Utama kota

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui deiksis apa saja yang digunakan oleh tiga tokoh (Sänger, Grüsche, Azdak) dan mendeskripsikan pemakaian deiksis yang

Tipe kedua termasuk orang yang tahu bahwa jihad adalah memerangi non-Muslim, tapi tidak mengambil tindakan karena 1) mereka tidak punya kemampuan untuk melakukannya sendiri, 2)

Herwasono Soedjito - Research Center for Biology - Indonesian Institute of Sciences, Bogor, Indonesia John Dransfield - Herbarium Kewense, Royal Botanic Gardens Kew,

Pertanyaan-pertanyaan dibawah ini berhubungan dengan persepsi anda tentang kepuasan kerja yang dirasakan dalam aktivitas pekerjaan anda cukup memilih salah satu alternatif