• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROBLEM FOCUSED COPING DAN CAREGIVER BURDEN PADA CAREGIVER ORANG DENGAN SKIZOFRENIA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PROBLEM FOCUSED COPING DAN CAREGIVER BURDEN PADA CAREGIVER ORANG DENGAN SKIZOFRENIA SKRIPSI"

Copied!
134
0
0

Teks penuh

(1)

PROBLEM FOCUSED COPING DAN CAREGIVER BURDEN

PADA CAREGIVER ORANG DENGAN SKIZOFRENIA

SKRIPSI

Oleh :

DIMITRI SRICESSYA DINA 14320288

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018

(2)

i

PROBLEM FOCUSED COPING DAN CAREGIVER BURDEN

PADA CAREGIVER ORANG DENGAN SKIZOFRENIA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia untuk Memenuhi Sebagian Syarat-Syarat

Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi

Oleh :

DIMITRI SRICESSYA DINA 14320288

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2018

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Syukur Alhamdulillah segala puji bagi kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang diberikan sehingga karya sederhana ini dapat

terselesaikan.

Karya sederhana ini saya persembahkan untuk orang-orang yang selalu mendapat tempat di dalam hati serta doa saya, orang-orang terdekat yang selalu

memberi dukungan, kepercayaan, dan kasih sayang.

Ibu, Kamitri Dwi Dharmarini

Terima kasih Ibu yang selalu mendoakan, membimbing, menghibur, mendidik, memberi semangat serta nasehat terima kasih untuk segala perjuangan Ibu. Terima kasih Ibu atas kasih sayang yang selalu dan tidak terbatas diberikan.

Terima kasih Ibu

Ayah, Edwin Dodi

Terima kasih atas segala kasih sayang yang sudah Ayah berikan selama ini. Terima kasih atas segala doa, waktu, pengorbanan, perhatian, dukungan, dan

cinta yang Ayah berikan kepada Dimi. Terima kasih Ayah.

Kedua adik saya, Dimitra Ihsandi Amru dan Dimitra Muhammad Azizi

Terimakasih atas segala bentuk doa, keceriaan, dukungan, dan kasih sayang yang selalu diberikan.

Sahabat-sahabat Tersayang

Terima kasih telah memberikan dukungan dan doa yang tiada henti dan hari-hari indah bersama kalian.

(6)

v

HALAMAN MOTTO

“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman Ayat 13)

“....Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan

ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya...” (QS Al-Baqarah Ayat 286)

“Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat untuk manusia lainnya” (HR. Thabrani)

(7)

vi PRAKATA

Alhamdulillahi Robbil’alamin. Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT, atas rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam juga diberikan kepada junjungan besar Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya yang telah membawa umatNya dari zaman kegelapan menuju zaman terang benderang.

Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga diberikan kepada seluruh bantuan pihak-pihak yang turut membantu selesainya skripsi ini. Terima kasih atas keikhlasannya untuk membantu baik waktu, tenaga, dukungan, saran serta doa. Maka ucapan terima kasih ini diperuntukkan kepada:

1. Arief Fahmie, Dr.rer.nat.,S.Psi., MA., HRM., Psikolog, selaku Dekan Program Studi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. 2. Ibu Mira Aliza Rachmawati, S.Psi., M.Psi selaku Ketua Program Studi

Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

3. Ibu Endah Puspita Sari, S.Psi., M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas ilmu, dukungan, perhatian, saran, doa, dan waktu yang Ibu berikan selama mengampu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Semoga Ibu dan Keluarga sehat selalu.

(8)

vii

4. Ibu Nur Pratiwi Noviati S.Psi., M.Psi., selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis di Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia.

5. Ibu Libbie Annatagia, S.Psi., M.Psi. dan Ibu Nita Tri Mulyaningsih, S.Psi., M.Psi. selaku dosen penguji skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk menguji, membimbing, dan mengarahkan penulis dalam proses penyelesaian skripsi ini agar menjadi lebih baik.

6. Seluruh Dosen dan karyawan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia yang telah memberikan banyak pengetahuan dan motivasi kepada penulis dengan kesabaran dan keikhlasan selama menjalani proses perkuliahan.

7. Seluruh pengurus dan karyawan RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten. Terima kasih atas segala bantuan dan kerjasama selama penulis menyelesaikan skripsi ini khususnya bagian poli jiwa yang telah memberikan banyak pelajaran selama proses pengambilan data.

8. Seluruh subjek penelitian pada skripsi ini. Terima kasih atas segala bentuk informasi dan bantuan yang telah diberikan.

9. Ayah dan Ibu tersayang, Edwin Dodi dan Kamitri Dwi Dharmarini. Terima kasih sudah menjadi orangtua terbaik dan memberikan kehidupan yang terbaik untuk penulis.

10. Adik-adik tersayang, Dimitra Ihsandi Amru dan Dimitra Muhammad Azizi. Terima kasih sudah menemani penulis dalam suka maupun duka dengan tulus dan keceriaan.

(9)

viii

11. Nenek Rosyafini dan Eyang Hudoro, terima kasih selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis.

12. Tante Dhany, Om Sony, Jasmine, Azym, dan Om Adip, terima kasih atas dukungan, bimbingan, dan naungannya selama penulis menyelesaikan studi di Jogja.

13. Eyang Bude dan Tante Novi, terima kasih atas segala dukungan dan bantuan yang diberikan kepada penulis.

14. Sahabat tercinta, Reygita Afriani Jayusman, Putri Khaira, Azhara Nurul Qisthina, Silvia Dwi Puspita, dan Natasia Nurwita. Terima kasih untuk selalu ada di saat apapun, saling menjaga, mengingatkan, dan saling membantu untuk selalu menjadi pribadi yang lebih baik. Semoga persahabatan ini terus terjalin hingga tua nanti.

15. Ari Jinu Purwanto, terima kasih atas semua kebaikan yang sudah dan akan diberikan. Kasih sayang yang sedemikian besar sehingga penulis tidak pernah merasa kekurangan.

16. Keluarga Takmir Al-Sudar, Miranti Aprilia, Al Frida Gendis, Gina Nabilah, Shafira Artistika, Firman Anshari, Achmad Herman, Arfian, Anggit Prima. Terima kasih untuk doa dan semangatnya yang tidak terputus.

17. Mirza Muchamad Iqbal, terima kasih atas ilmu yang diberikan kepada peneliti dan dukungan yang diberikan selama proses penyelesaian skripsi.

18. PPR Organizer, Kak Allysa, Retno Dwi, Musdalifah, Nurul Rifqi, Azhar Dear, Rahman. Terima kasih telah memberikan semangat serta pengalaman yang tidak terbayar dan banyak pelajaran untuk penulis.

(10)

ix

19. Nandaroose Rucky Prasetyaning Galih, terima kasih untuk menjadi sahabat yang selalu ada dan memberi keceriaan kepada penulis.

20. Seluruh teman-teman pengurus Himpunan Mahasiswa Psikologi (HIMAPSI) periode 1 dan 2, terutama Sakti, Arimangesti, Reza Malik, Kharisma, Hary, Fatahya, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Terima kasih atas segala cerita, dukungan, persahabatan, dan kritikan yang diberikan semasa kuliah ini.

21. Dea Thufaila, Resha, dan Rinjanendra. Terima kasih untuk pertemuan, pengalaman, dan cerita kepada penulis.

22. Teman-teman Teater Selaras, Kak Anggit, Pakde, Uteq, Bang Khresna, dan kawan-kawan yang lain. Terima kasih untuk pertemuan, pengalaman, dan cerita kepada penulis.

23. Terima kasih kepada semua subjek yang telah memberikan informasi serta meluangkan waktunya dalam membantu proses penyusunan penelitian ini. 24. Semua pihak yang telah membantu dan berjasa atas terselesaikannya tugas

akhir ini yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu, terima kasih atas segala kebaikan kalian semua. Semoga Allah selalu menyertai langkah kalian dan membalas semua kebaikan kalian semua.

25. Seluruh teman-teman Psikologi UII, teman-teman kantin, serta seluruh pihak yang turut terlibat dan tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih banyak atas bantuan baik langsung maupun tidak langsung terhadap pengerjaan skripsi ini.

Semoga Allah SWT selalu memberikan limpahan rahmat, karunia dan balasan setimpal atas kebaikan semua pihak. Aamiin Yaa Rabbal Alamiin...

(11)

x

Yogyakarta, 05 Juni 2018

Dimitri Sricessya Dina

(12)

xi DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i HALAMAN PENGESAHAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI ... xvi

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 10

C. Manfaat Penelitian ... 10

D. Keaslian Penelitian ... 10

1. Keaslian Topik ... 13

2. Keaslian Teori ... 14

3. Keaslian Alat Ukur ... 14

4. Keaslian Subjek Penelitian ... 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

A. Caregiver Burden ... 17

1. Definisi Caregiver Burden ... 17

(13)

xii

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Caregiver Burden ... 20

B. Problem Focused Coping ... 21

1. Definisi Problem Focused Coping ... 21

2. Dimensi Problem Focused Coping ... 23

C. Caregiver Orang dengan Skizofrenia ... 24

D. Hubungan antara Problem Focused Coping dan Caregiver Burden ... 26

E. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 30

A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian ... 30

B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 30

1. Caregiver Burden ... 30

2. Problem Focused Coping ... 30

C. Subjek Penelitian ... 31

D. Metode Pengumpulan Data ... 31

1. Skala Caregiver Burden ... 32

2. Skala Problem Focused Coping ... 33

E. Validitas dan Reliabilitas ... 34

1. Validitas ... 34

2. Reliabilitas ... 35

F. Metode Analisis Data ... 35

BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN ... 36

A. Orientasi Kancah dan Persiapan ... 36

(14)

xiii 2. Persiapan Penelitian ... 37 B. Pelaksanaan Penelitian ... 43 C. Hasil Penelitian ... 44

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 44

2. Deskripsi Data Penelitiam ... 47

3. Uji Asumsi ... 51 4. Uji Hipotesis ... 54 D. Pembahasan ... 56 BAB V PENUTUP ... 62 A. Kesimpulan ... 62 B. Saran ... 62

1. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 62

2. Bagi Instansi Kesehatan ... 63

3. Bagi Caregiver ODS ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Distribusi Item Caregiver Burden ... 33

Tabel 2 Distribusi Item Problem Focused Coping ... 34

Tabel 3 Distribusi Item Problem Focused Coping Setelah Uji Coba ... 41

Tabel 4 Distribusi Item Caregiver Burden Setelah Uji Coba ... 42

Tabel 5 Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 44

Tabel 6 Deskripsi Subjek Berdasarkan Usia ... 45

Tabel 7 Deskripsi Subjek Berdasarkan Pekerjaan ... 45

Tabel 8 Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan ... 46

Tabel 9 Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Hubungan dengan ODS ... 46

Tabel 10 Norma Persentil Problem Focused Coping dan Caregiver Burden ... 47

Tabel 11 Rumus Kategorisasi Norma Persentil ... 48

Tabel 12 Kategorisasi Norma Persentil pada Gaya Reflektif ... 49

Tabel 13 Kategorisasi Norma Persentil pada Gaya yang Bersifat Menekan ... 49

Tabel 14 Kategorisasi Norma Persentil pada Gaya Reaktif ... 50

Tabel 15 Kategorisasi Norma Persentil pada Variabel Caregiver Burden ... 51

Tabel 16 Hasil Uji Normalitas ... 52

Tabel 17 Hasil Uji Linearitas ... 53

(16)

xv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran ... 67

Lampiran 1 Skala Penelitian Try Out ... 68

Lampiran 2 Data Uji Coba Skala Problem Focused Coping ... 78

Lampiran 3 Data Uji Coba Skala Caregiver Burden ... 81

Lampiran 4 Hasil Uji Reliabilitas dan Validitas ... 84

Lampiran 5 Skala Penelitian Setelah Try Out ... 89

Lampiran 6 Data Skala Problem Focused Coping ... 99

Lampiran 7 Data Skala Caregiver Burden ... 104

Lampiran 8 Hasil Uji Normalitas ... 107

Lampiran 9 Hasil Uji Linearitas ... 108

Lampiran 10 Hasil Uji Hipotesis ... 113

Lampiran 11 Surat Ijin Penelitian dan Surat Keterangan Selesai Penelitian ... 114

(17)

xvi

PROBLEM FOCUSED COPING DAN CAREGIVER BURDEN

PADA CAREGIVER ORANG DENGAN SKIZOFRENIA

Dimitri Sricessya Dina Endah Puspitasari, S.Psi., M.Si

INTISARI

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memahami hubungan antara problem focused coping dan caregiver burden pada caregiver orang dengan skizofrenia. Terdapat tiga hipotesis yang didasarkan pada tiga dimensi problem focused coping, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara gaya reflektif dengan caregiver burden pada caregiver ODS, terdapat hubungan yang signifikan antara gaya yang bersifat menekan dengan caregiver burden pada caregiver ODS, dan terdapat hubungan yang signifikan antara gaya reaktif dengan caregiver burden pada caregiver ODS. Penelitian ini melibatkan 52 subjek caregiver orang dengan skizofrenia dari RSJD RM. Dr. Soedjarwadi Klaten yang terdiri dari 25 laki-laki dan 27 perempuan dalam rentang usia 19 - 63 tahun. Data yang dikumpulkan menggunakan alat ukur yang diadopsi dari skala Problem-Focused Style of Coping oleh Heppner, Cook, Wright, dan Johnson, Jr. (1995) serta Burden Assessment Schedule oleh Sell, Thara, Padmavati, dan Kumar (1998). Analisis penelitian ini menggunakan teknik korelasi dari Spearman menggunakan SPSS 24 untuk Mac. Analisis menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara gaya reflektif (r = -0,320; p = 0,000), gaya yang bersifat menekan (r = 0,467; p = 0,000), dan gaya reaktif (r = 0,510; p = 0,000) dengan caregiver burden pada caregiver orang dengan skizofrenia. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, maka ketiga hipotesis penelitian diterima.

Keyword: problem focused coping, caregiver burden, dan caregivers ODS.

(18)

1 BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah

Kesehatan jiwa merupakan hal yang penting dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia, namun masih merupakan hal yang jarang diperhatikan oleh masyarakat. Mayoritas masyarakat memiliki pandangan bahwa individu yang sehat merupakan individu yang terlihat sehat secara fisik. Ironisnya, berdasarkan data WHO (2016) terdapat lebih dari 21 juta jiwa terkena gangguan mental berat atau skizofrenia, dengan jumlah 12 juta laki-laki dan 9 juta perempuan. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah individu yang menderita gangguan mental berat tidak dapat disebut kecil. Jumlah yang tidak sedikit ini juga berdampak pada perawatan yang didapatkan oleh orang dengan skizofrenia (ODS). Lebih dari 50% ODS tidak menerima perawatan yang tepat, dimana 90% dari yang tidak menerima perawatan tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Kurangnya akses untuk datang ke layanan kesehatan mental merupakan alasan utama rendahnya tingkat perawatan untuk ODS. Ditambah dengan kecenderungan ODS untuk mencari pengobatan sangatlah kecil mengingat terkadang ODS tidak menyadari bahwa dirinya memiliki gangguan skizofrenia.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia adalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar 400.000 orang. Berdasarkan jumlah tersebut,

(19)

ternyata 14,3% di antaranya atau sekitar 57.000 orang pernah atau sedang dipasung (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013). Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor oleh Metkono, Pasaribu, dan Susilo (2014), mendapati sebanyak 111 orang yang merupakan cargiver ODS memiliki perilaku merawat, tingkat pengetahuan, dan beban dalam merawat yang bervariasi. Dukungan dari keluarga untuk memperkecil kemungkinan kekambuhan ODS merupakan salah satu hal yang penting melihat gangguan ini sebagai sebuah gangguan yang kronis dan menahun. ODS diharapkan dapat hidup mandiri dan berfungsi normal secara sosial. Meskipun dukungan terhadap pengobatan seperti pemakaian obat psikofarmaka, penerapan psikoterapi, serta terapi lainnya untuk ODS yang tidak berada di dalam Rumah Sakit Jiwa perlu dilakukan secara mandiri oleh keluarga ODS (Hawari, 2006). Oleh karena itu, peneliti melihat bahwa peran serta keluarga untuk mendukung kesembuhan serta keberlangsungan hidup ODS sangat besar melihat mayoritas ODS dirawat dan tinggal bersama dengan keluarga.

Gangguan skizofrenia menurut Arif (2006) yang sejalan dengan Hawari (2006), merupakan gangguan jiwa yang ditunjukan dengan adanya kehilangan kemampuan untuk menilai realitas dengan baik dan memiliki pemahaman diri yang buruk. Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III (PPDGJ III) (Maslim, 2003), skizofrenia ditandai dengan distorsi khas dan fundamental dalam pikiran dan persepsi yang disertai dengan adanya afek yang tumpul atau tidak wajar, seperti munculnya halusinasi/waham, gangguan afektif, dorongan kehendak dan

(20)

3

pembicaraan, serta gejala katatonik yang menonjol. Skizofrenia adalah suatu bentuk gangguan psikosis yang menunjukkan beberapa gejala psikotik seperti delusi (waham), halusinasi, disorganized speech, disorganized behavior, dan simtom-simtom negatif (ekspresi emosi berkurang, berkurangnya kelancaran dan isi pembicaraan, kehilangan minat untuk melakukan aktivitas). Gejala ini tetap ada selama minimal 6 bulan dimana mencakup paling tidak 1 bulan dengan gejala tersebut muncul (Arif, 2006). Saat kondisi tersebut, ODS tidak memiliki kemampuan untuk menilai realitas serta pemahaman diri yang sangat buruk, dimana akan terjadi kesulitan dalam melakukan aktivitas-aktivitas sederhana seperti mandi, makan, dan berbicara (Hawari, 2006).

Pentingnya keluarga dalam memberi dukungan kepada penderita skizofrenia, didukung oleh Brown (Sachit & Al-Juboori, 2013) bahwa lingkungan keluarga memiliki bagian penting terhadap seseorang yang mengalami penyakit mental, terlebih penderita skizofrenia. Ekspresi emosi dijadikan sebagai ekspresi yang diungkap keluarga terhadap pengasuhan penderita. Diklasifikasikan oleh Leff dan Vaugh (Hasanat, 2004) terdapat lima jenis ekspresi emosi yang diungkapkan keluarga, yaitu critical comments dimana keluarga mengkritik kepribadian dan perilaku pasien. Kemudian hostility yaitu munculnya komentar negatif secara keseluruhan dan adanya penolakan terhadap pasien. Emotional over involvement yaitu menunjukkan emosi dan proteksi yang berlebihan pada pasien. Warmth and positive remarks yaitu adanya pernyataan keluarga yang menggambarkan kebanggaan, penerimaan atau penghargaan terhadap perilaku atau

(21)

kepribadian pasien. Sehingga diungkapkan secara singkat oleh Makmuroch (2014), maka keluarga dengan ekspresi emosi yang tinggi dapat menurunkan tanda-tanda negatif pada penderita skizofrenia. Sebaliknya apabila ekspresi emosi keluarga rendah maka hal tersebut menimbulkan dampak emosional tinggi pada penderita skizofrenia.

Peran ekstra dari keluarga terdekat sangat dibutuhkan untuk membantu keberlangsungan hidup dari ODS. Melihat dari masih banyaknya ODS yang tidak mendapatkan perawatan secara intensif di Rumah Sakit Jiwa, maka peran perawat beralih kepada caregiver di rumah. Caregiver merupakan individu yang menyediakan segala sesuatu terkait kebutuhan fisik, emosional, dan sosial individu lain, dimana individu lain tersebut memiliki ketergantungan yang besar dan tidak dapat menyediakan kebutuhan nya sendiri (Barker, 1995). Caregiver dapat merupakan seorang laki-laki atau perempuan meskipun tugas untuk merawat biasanya identik dengan peran gender perempuan (Zarit, Todd, & Zarit, 1996). Berdasarkan studi dari National Alliance for Caregiver (NAC) dan Americans Association for Retired Person (AARP) caregiver merupakan individu yang berumur lebih dari 18 tahun yang menyediakan perawatan tanpa imbalan uang atau gaji untuk keluarga atau kerabat dekat yang berumur 18 tahun atau lebih (Harris, 2009). Hubungan caregiver dengan ODS dapat berupa hubungan orangtua dan anak, suami istri, saudara, atau kerabat. Individu yang menjadi caregiver melakukan perawatan dan pengasuhan terhadap ODS tanpa imbalan (NAC & AARP dalam Harris, 2009).

(22)

5

Untuk mengetahui pandangan langsung dari caregiver ODS, peneliti melakukan wawancara pada tanggal 18 April 2017 terkait pengalaman serta keadaan caregiver selama merawat ODS. Berdasarkan pernyataan yang diperoleh dari tiga orang subjek yang merupakan family caregiver dari ODS diperoleh jawaban yang berbeda-beda terkait tanggungan serta beban yang dirasakan selama merawat ODS. Subjek pertama (AS) berusia 45 tahun dan sudah puluhan tahun merawat adik AS yang didiagnosa skizofrenia dan juga menderita epilepsi. AS mengaku tidak mengetahui secara spesifik penyakit apa yang dimiliki oleh adik AS, meskipun adik AS mengalami gangguan skizofrenia berdasarkan keterangan dari psikiater yang selama ini memberikan obat. Selama ini adik AS selalu rutin meminum obat berdasarkan resep psikiater yang setiap bulannya dibeli oleh AS atau kakak perempuannya yang juga merawat adik AS. Tidak ada rasa lelah atau terbebani oleh penyakit adik AS karena menurut AS adiknya tidak pernah menyusahkan.

Berbeda dengan yang dialami subjek kedua (KI) yang telah 4 tahun merawat anak yang didiagnosa memiliki gangguan skizofrenia paranoid. KI mengaku pernah hampir merasa putus asa dalam beberapa situasi, terutama saat sedang merasa lelah secara fisik sementara anak KI menunjukkan perilaku yang agresif. Terkadang timbul pertanyaan di dalam pikiran KI mengenai kapan anak akan sembuh atau mengapa harus KI yang mendapatkan cobaan seperti ini, namun KI mengaku perasaan-perasaan tersebut jarang muncul dan hanya muncul pada situasi tertentu.

(23)

Subjek ketiga (SR) merawat ibu yang mengidap gangguan skizofrenia selama kurang lebih 9 tahun. SR merasa beban fisik tidak terlalu banyak dirasakan karena ibu SR mampu melakukan aktivitas sehari-hari dengan mandiri seperti makan, mandi, bahkan memasak. Berbeda dengan beban fisik yang tidak terlalu SR rasakan, SR merasa adanya beban secara mental. Gangguan skizofrenia membuat ibu dari SR menjadi agresif sehingga pernah berkata kasar dan memukul tetangganya yang membuat SR merasa malu dan bersalah kepada lingkungan sekitar.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti melihat bahwa adanya beban yang ditanggung oleh caregiver yang merawat ODS di rumah. Beban ketiga subjek tersebut dapat berupa beban emosi, psikologis, fisik, serta ekonomi. Kondisi tertekan dimana individu merasa kejadian subjektif yang dialaminya dan sumber-sumber yang dimilikinya tidak dapat memenuhi tuntutan peran sebagai caregiver disebut dengan caregiver burden (Zarit, Todd, & Zarit, 1986). Konsep caregiver burden sebenarnya meliputi hal-hal yang hampir tidak terlihat namun cukup menyakitkan seperti perasaan malu, terhina, berdosa, dan menyalahkan diri sendiri (Awad & Voruganti, 2008). Apabila dibiarkan terus menerus menanggung beban, caregiver akan merasa stres dan dapat berujung depresi. Akan sangat disayangkan apabila caregiver ikut terkena gangguan mental akibat tekanan dan beban yang dirasakan selama merawat ODS. Seperti yang diutarakan oleh Brillianita, Mardijana, dan Munawir (2014), caregiver ODS dapat menderita morbiditas psikologis dikarenakan beban yang dirasakan selama perawatan serta pengasuhan ODS.

(24)

7

Ambikile dan Outwater (Prasetyo & Subandi, 2014) menyatakan bahwa dampak nyata yang harus dihadapi oleh caregiver antara lain adalah hilangnya kesempatan dan produktivitas karena harus merawat pasien secara terus menerus, tingginya biaya perawatan yang harus ditanggung keluarga serta stigma sosial yang harus dihadapi. Sejalan dengan hal tersebut, menurut Charalampos (Bibi, Ahmad, Mohammad, & Ahmad, 2014) dampak yang ditimbulkan terhadap keluarga pengasuh ialah adanya tekanan psikologis yang tinggi. Sementara Swaroop, Ravi, Goud, Archana, Pius, Pal, John, Agrawal, dan Jayaram (2013) menyatakan bahwa timbulnya perasaan frustrasi, kelelahan, depresi, dan kesehatan secara umum dapat dirasakan oleh caregiver yang mana hal tersebut adalah akibat dari merawat ODS.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Marimoto, Schreiner, dan Asano (2003) mengenai caregiver burden pada caregiver penderita stroke di Jepang, faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat caregiver burden adalah usia, jenis kelamin, kondisi penyakit kronis pasien, tingkat ketergantungan fungsional pasien, durasi merawat pasien, serta durasi caregiver dalam beristirahat merawat pasien. Faktor lainnya yang mempengaruhi caregiver burden adalah pengaruh profil sosiodemografi serta kondisi kesehatan fisik dan mental caregiver (Harris, 2009). Melihat dari penelitian Zarit, Todd, dan Zarit (1986) yang menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat ketidakmampuan pasien yang dirawat maka semakin tinggi juga beban dan tanggungjawab yang didapatkan oleh caregiver. Hal yang berbeda diutarakan oleh Lowenthal (Zarit, Todd, & Zarit, 1986) bahwa

(25)

tinggi rendahnya beban yang dirasakan oleh caregiver bergantung juga kepada dukungan dari keluarga dan bukan dari keadaan pasien semata. Selain itu, seperti yang sempat disebutkan oleh Brillianita, Mardijana, dan Munawir (2014), bahwa beban yang ditanggung oleh caregiver apabila dibiarkan menumpuk hingga tidak lagi dapat diatasi oleh caregiver akan menyebabkan morbiditas psikologis pada caregiver. Tingginya tingkat caregiver burden saling mempengaruhi dengan kondisi mental dari caregiver. Oleh karena itu, apabila caregiver memiliki kondisi mental yang tidak baik maka akan menambah beban dalam merawat ODS, sementara di sisi lain beban yang tinggi juga dapat berpengaruh pada kondisi mental caregiver ODS.

Menurut Harris (2009), salah satu faktor yang dapat mempengaruhi caregiver burden adalah kondisi kesehatan mental caregiver. Kondisi kesehatan mental akan terjaga apabila individu dapat mengelola dan menghadapi masalah serta tekanan yang dialami. Sejalan dengan penjelasan dari Chadda, Singh, dan Ganguly (2007) bahwa caregiver yang memiliki kecenderungan menggunakan problem focused coping dan mencari bantuan dari lingkungan dalam menghadapi masalah dianggap memiliki kesehatan fisik dan mental lebih tinggi dibandingkan yang lainnya. Problem focused coping merupakan usaha individu yang ditujukan untuk mengendalikan atau memecahkan masalah yang menjadi penyebab dari stres yang dialami. Problem focused coping merupakan salah satu dari dimensi coping selain emotion focused coping. Dalam prosesnya, problem focused coping lebih berorientasi pada pemecahan masalah (Lazarus & Folkman, 1984). Individu

(26)

9

yang menjadi caregiver, dalam menjalani perannya akan banyak melewati problematika seperti padatnya waktu untuk melakukan aktivitas, kesulitan dalam perekonomian, tekanan dari lingkungan mengenai stigma negatif pada caregiver, serta masalah lainnya yang berbeda yang dapat muncul pada masing-masing caregiver.

Berdasarkan seluruh uraian di atas dapat dilihat bahwa peran caregiver dalam proses pemulihan ODS menuju kepada kondisi yang lebih baik sangat besar terutama apabila ODS tinggal di rumah dan menjalani rawat jalan. Peran tersebut membuat tanggung jawab yang diterima oleh caregiver semakin tinggi. Terkadang tidak hanya tanggung jawab terhadap ODS yang dirawat saja melainkan juga tanggung jawab terhadap anggota keluarga lainnya serta kepada dirinya sendiri. Berbagai tanggung jawab tersebut tidak terlepas dari beban yang dapat diterima dan dirasakan oleh caregiver. Caregiver memiliki kemungkinan untuk merasa terdesak atau tertekan pada situasi tertentu yang berkelanjutan sehingga berdampak pada aktivitas sehari-hari caregiver hingga timbulnya morbiditas baik fisik maupun mental. Caregiver yang mampu mengatasi masalah serta tekanan dengan tepat akan lebih terhindar dari perasaan terbebani tersebut yang berujung pada caregiver burden. Oleh karena itu peneliti ingin melihat hubungan antara problem focused coping dengan caregiver burden pada caregiver ODS. Peneliti menggunakan metode kuantitatif agar dapat mengungkap mengenai hubungan antara problem focused coping dengan caregiver burden pada caregiver ODS.

(27)

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara problem focused coping dan caregiver burden pada caregiver orang dengan skizofrenia (ODS).

C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis penelitian ini adalah dapat memperkaya khasanah pengetahuan ilmu psikologi, khususnya pada bidang psikologi klinis serta dapat memberikan sumbangsih terhadap perkembangan ilmu pengetahuan terkait problem focused coping dan caregiver burden pada caregiver ODS. Selain itu, hasil dari penelitian ini dapat menjadi salah satu acuan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis penelitian ini adalah dapat memberikan pemahaman kepada caregiver terkait hubungan antara problem focused coping dan caregiver burden yang dimiliki oleh caregiver ODS, sehingga dapat membantu masyarakat maupun keluarga dari ODS untuk mendukung dan membantu kesembuhan dari ODS di sekitarnya.

D. Keaslian Penelitian

Penelitian ini didasarkan oleh beberapa penelitian sebelumnya yang berasal dari berbagai negara. Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas mengenai variablel problem focused coping dan caregiver burden. Penelitian tentang problem focused coping salah satunya adalah Does distraction facilitate problem focused coping with job stress? A 1 year

(28)

11

longitudinal study oleh Shimazu dan Schaufeli (2007), menguji mengenai efek tunggal dan gabungan dari problem focused coping dan distraksi yang berfokus pada masalah pada kesejahteraan karyawan (yaitu, respons stres dan kinerja pekerjaan) dengan menggunakan data survei yang dilakukan dua sesi dengan jeda waktu 1 tahun. Peserta adalah 488 pegawai laki-laki, yang bekerja di perusahaan mesin konstruksi di Jepang Barat. Metode analisanya dengan analisis regresi berganda hirarkis yang dilakukan untuk memeriksa apakah gangguan mempengaruhi hubungan masalah dengan coping terhadap kesejahteraan. Hasilnya membuktikan bahwa penggunaan problem focused coping berhubungan negatif dengan respons stres pada orang yang mengalami gangguan. Kombinasi coping yang tinggi dan gangguan yang tinggi secara positif terkait dengan kinerja lapangan kerja, meskipun hanya terbatas pada situasi stres kerja yang tinggi.

Penelitian terkait problem focused coping lainnya adalah Relationship of problem-focused coping strategies to changes in quality of life following treatment for early stage breast cancer (Ransom, Jacobsen, Schmidt, & Andrykowski, 2005). Penelitian ini mengkaji mengenai hubungan problem focused coping yang digunakan oleh pasien kanker payudara tahap awal pada akhir pengobatan dapat memprediksi perubahan kualitas hidup enam bulan kemudian. Subjek sebanyak 146 wanita menyelesaikan langkah-langkah problem focused coping dan kualitas hidup yang bermasalah pada akhir pengobatan kanker payudara tahap awal. Kualitas hidup dinilai kembali enam bulan kemudian. Subjek yang lebih fokus pada gejala penyakit yang dialami pada akhir pengobatan mengalami peningkatan

(29)

kualitas fisik dan mental yang kurang baik enam bulan kemudian. Subjek yang cenderung mencari informasi tentang penyakit yang dialami, menunjukkan peningkatan kualitas fisik yang lebih baik. Hasil menunjukkan bahwa memusatkan perhatian pada gejala adalah pendekatan yang maladaptif terhadap penyakit, namun pencarian informasi tersebut dapat memberi manfaat bagi pemulihan fisik.

Selain itu, penelitian terdahulu yang mengkaji terkait caregiver burden yaitu penelitian dari Kate, Grover, Kulhara, dan Nehra (2013) dengan judul Relationship of caregiver burden with coping strategies, social support, psychological morbidity, and quality of life in the caregivers of schizophrenia yang melihat mengenai hubungan antara caregiver burden yang diukur dengan Hindi Involvement Evaluation Questionnaire (IEQ) dengan strategi coping, dukungan sosial, morbiditas psikologi, dan kualitas hidup dari caregiver ODS. Hasil yang didapatkan adalah tingginya caregiver burden berkaitan dengan penggunaan strategi coping yang maladaptif, rendahnya kualitas hidup, rendahnya dukungan sosial, serta tingginya kecenderungan individu terhadap mobiditas psikologi.

Caregiver burden and coping (Chadda, Singh, & Ganguly, 2007) merupakan penelitian yang juga membahas terkait caregiver burden. Dalam penelitian ini, Chadda, Singh, dan Ganguly (2007) mencoba melihat pengalaman dari caregiver ODS dan caregiver pasien bipolar affective disorder (BAD). Penelitian ini memberikan intervensi terhadap para caregiver yang menjadi subjeknya mengenai strategi coping untuk mengatasi burden. Hasilnya adalah terdapat persamaan tipe coping yang

(30)

13

lebih sering digunakan oleh caregiver. Problem focused coping lebih sering digunakan dibandingkan dengan mencari dukungan sosial atau menghindari masalah.

Penelitian lainnya adalah Hubungan tingkat pengetahuan dan beban caregiver dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor (Metkono, Pasaribu, & Susilo, 2014). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mayoritas caregiver berpengetahuan sedang dan memiliki beban ringan serta tidak terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku, hubungan kekerabatan dengan perilaku, tingkat pendidikan dengan perilaku, pekerjaan dengan perilaku, jenis kelamin dengan perilaku, lama pasien sakit dengan perilaku, pernah dirawat atau tidak di RS dengan perilaku dan terdapat hubungan antara beban dengan perilaku, umur dengan perilaku, pembiayaan dengan perilaku.

Penelitian-penelitian tersebut memiliki perbedaan baik dari segi permasalahan, metode, maupun subjek. Terdapat juga beberapa bagian yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian yang terdahulu, diantaranya yaitu:

1. Keaslian Topik

Penelitian Relationship of caregiver burden with coping strategies, social support, psychological morbidity, and quality of life in the caregivers of schizophrenia (Kate, dkk., 2013) dan Caregiver burden and coping (Chadda, Singh, & Ganguly, 2007) sama-sama membahas mengenai caregiver burden serta coping. Orisinalitas topik penelitian

(31)

ini terdapat pada variabel bebas yang lebih menjurus kepada salah satu bentuk coping yaitu problem focused coping. Sementara pada penelitian Hubungan tingkat pengetahuan dan beban caregiver dengan perilaku caregiver dalam merawat pasien relaps skizofrenia di Poliklinik Psikiatri Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor (Metkono, Pasaribu, & Susilo, 2014), topik yang diangkat berfokus mengenai permasalahan tingkat pengetahuan, beban, serta perilaku pada caregiver.

2. Keaslian Teori

Penelitian yang dilakukan oleh Kate dkk. (2013) mengacu pada teori Grover, Chakrabarti, dan Ghormode (2011) yang menjelaskan mengenai caregiver burden. Selain itu, penelitian dari Chadda, Singh, dan Ganguly (2007) merujuk kepada teori caregiver burden dari Budd, Oles, dan Hughes (1998) dan teori strategi coping dari Folkman dan Lazarus (1985). Metkono, Pasaribu, dan Susilo (2014) menggunakan teori caregiver burden dari Stuart (2009) dan website resmi caregiver. Peneliti kali ini menggunakan teori problem focused coping dari Lazarus dan Folkman (1984) serta teori caregiver burden dari Thara, Padmavati, Kumar, dan Srinivasan (1998).

3. Keaslian Alat Ukur

Penelitian yang dilakukan oleh Kate dkk. (2013) menggunakan instrumen Hindi Version of Involvement Evaluation Questionnaire (IEQ) untuk memperoleh data caregiver burden, The Coping Checklist-Hindi version untuk memperoleh data strategi coping, Global

(32)

15

Assessment of Functioning Scale (GAF), Social Support Questionnaire-Hindi Adaptation (SSQ), WHO Quality of Life-Hindi Version (QOL), serta Positive and Negative Syndrome Scale for Schizophrenia (PANSS). Selain itu, penelitian dari Chadda, Singh, dan Ganguly (2007) menggunakan Burden Assessment Schedule (BAS) untuk memperoleh data caregiver burden dan Ways of Coping Checklist-Hindi Adaptation (WCC - HA) untuk memperoleh data strategi coping. Metkono, Pasaribu, dan Susilo (2014) dalam penelitiannya juga menggunakan Burden Assessment Schedule (BAS) untuk mengukur caregiver burden dan ditambah dengan tiga kuesioner lainnya untuk memperoleh data demografi, pengetahuan, dan perilaku subjek. Penelitian ini mengukur tingkat problem focused coping dengan menggunakan alat ukur Problem-Focused Style of Coping (PF-SOC) serta Burden Assessment Schedule (BAS) untuk memperoleh data tingkat burden pada caregiver.

4. Keaslian Subjek Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh Kate dkk. (2013) menggunakan 100 orang caregiver ODS sebagai subjek dan penelitian Chadda, Singh, dan Ganguly (2007) menggunakan 12 orang caregiver ODS dan 18 orang caregiver BPAD dan dari kedua penelitian ini berlokasi di India. Sementara penelitian dari Metkono, Pasaribu, dan Susilo (2014) menggunakan subjek yang berada di Poliklinik Psikiatri RS. Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor sebanyak 111 subjek. Pada penelitian ini adalah keluara pengasuh (caregiver) ODS yang berusia 20-50 tahun, dengan

(33)

kriteria tinggal bersama penderita skizofrenia sekaligus merawat penderita selama proses rawat jalan di Daerah Istimewa Yogyakarta sehingga data yang diperoleh tentu saja akan berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu.

(34)

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Caregiver Burden 1. Definisi Caregiver Burden

Menurut Zarit, Todd, dan Zarit (1996) caregiver burden merupakan kondisi tertekan dimana individu merasa kejadian subjektif yang dialaminya dan sumber-sumber yang dimilikinya tidak dapat memenuhi tuntutan peran sebagai caregiver. Thara dkk. (1998) menyatakan caregiver burden dapat didefinisikan sebagai adanya beban fisik maupun mental yang diakibatkan dari perubahan perilaku pasien yang dirawat sehingga berimplikasi pada kehidupan sehari-hari caregiver. Caregiver burden mencakup berbagai tanggung jawab seperti biaya keuangan, perawatan fisik pasien, kontrol terhadap kebebasan pribadi dan aktivitas pada waktu luang, serta mempengaruhi timbulnya berbagai penyakit pada caregiver (Pai & Kapur; Perlick, Rosenheck, & Kaczynski; Reinares, Vieta, & Colom; Schene, Van Wijngaarden, Koete; dalam Chadda, Singh, & Ganguly, 2007).

Caregiver burden didefinisikan sebagai respons multidimensional terhadap stres fisik, psikologis, emosional, sosial, dan finansial yang terkait dengan pengalaman mengasuh pasien (Kasuya, Polgar-Bailey, & Takeuchi, dalam Etters, Goodall, & Harrison, 2008). Caregiver burden melibatkan penyesuaian dan

(35)

perubahan setiap harinya serta dapat mencegah caregiver memperhatikan kebutuhan mereka sendiri (Hasselkus, Graham dalam Sisk, 2000)

Peneliti menggunakan definisi dari Thara dkk.(1998) yang menyatakan bahwa caregiver burden merupakan beban fisik maupun mental diakibatkan dari perubahan perilaku pasien yang dirawat yang dapat berimplikasi pada kehidupan sehari-hari caregiver.

2. Dimensi Caregiver Burden

Sell, Thara, Padmavati, dan Kumar (1998) mengemukakan bahwa terdapat lima dimensi dalam pengukuran caregiver burden, yaitu:

a. Dampak pada kesejahteraan

Aspek ini menggambarkan dampak yang dialami oleh para caregiver dari ODS mencakup perasaan kelelahan, frustasi, depresi, dan berdampak juga pada kesehatan secara umum. b. Hubungan pernikahan

Aspek ini mencerminkan kemampuan ODS untuk memberikan perhatian dan kasih sayang yang memadai kepada anggota keluarga lainnya dan untuk memuaskan kebutuhan emosional pasangannya.

(36)

19

c. Penghargaan atas perawatan

Aspek ini menggambarkan kepuasan caregiver dalam menerima apresiasi dan pengakuan atas perilaku pengasuhan yang dijalankannya dari teman dan anggota keluarga lainnya, serta kebanggaan karena masih bisa merawat keluarga lainnya dengan baik.

d. Dampak hubungan sosial

Aspek ini mencerminkan mengenai gangguan terhadap hubungan caregiver dengan keluarga maupun relasi sosial lainnya yang diterima sebagai dampak dari kehadiran ODS. e. Kerugian yang diterima

Aspek ini mewakili seluruh rasa gangguan yang parah, seperti perilaku mengganggu atau yang tidak dapat diprediksi secara tiba-tiba dari ODS sehingga membuat caregiver tidak dapat mengontrol atau melakukan pekerjaan lainnya.

Berbeda dengan aspek caregiver burden yang dikemukakan oleh Sell dkk. (1998), Zarit dan Zarit (Siegert, Jackson, Tennant, & Stokes, 2010) menyatakan bahwa caregiver burden terdiri dari dua aspek, yaitu:

a. Tekanan pribadi

Tekanan pribadi merupakan representasi dari distres psikologis yang dialami individu yang menjadi caregiver.

(37)

b. Tekanan peran

Tekanan peran merupakan dampak dari pengasuhan yang dirasakan oleh caregiver secara umum dalam kehidupannya. Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa aspek dari caregiver burden yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan Sell dkk. (1998) adalah dampak pada kesejahteraan, hubungan pernikahan, penghargaan atas perawatan, dampak hubungan sosial, dan kerugian yang diterima. Peneliti menggunakan aspek ini karena subjek yang akan diteliti sama dengan alat ukur yang menggunakan dasar teori ini.

3. Faktor yang Mempengaruhi Caregiver Burden

Marimoto, Schreiner, dan Asano (2003) meneliti mengenai caregiver burden pada caregiver penderita stroke di Jepang. Hasil dari penelitian tersebut menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat caregiver burden adalah usia, jenis kelamin, kondisi penyakit kronis pasien, tingkat ketergantungan fungsional pasien, durasi merawat pasien, serta durasi caregiver dalam beristirahat merawat pasien. Sementara, menurut Harris (2009) faktor lainnya yang dapat mempengaruhi caregiver burden adalah pengaruh profil sosiodemografi serta kondisi kesehatan fisik dan mental caregiver.

Caregiver burden berasal dari persepsi caregiver tentang aktivitas dan stresor yang dilaluinya, hal tersebut dipengaruhi oleh banyak faktor psikososial seperti kekerabatan, lingkungan sosial,

(38)

21

dan budaya (Pearlin, Mullan, Semple, & Skaff, dalam Etters, Goodall, & Harrison, 2008). Sisk (2000) memaparkan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi caregiver burden adalah jenis kelamin, kondisi perilaku dan mental caregiver, serta kondisi kesehatan fisik caregiver.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi caregiver burden adalah profil sosiodemografi, kondisi kesehatan fisik serta mental caregiver, kondisi ODS, dan lingkungan caregiver. Peneliti ingin melihat apakah caregiver memiliki kondisi mental yang tidak baik maka akan menambah beban dalam merawat ODS, sementara di sisi lain kondisi mental seseorang berhubungan dengan bagaimana individu menyelesaikan atau menghadapi persoalan dan masalah yang terjadi dalam hidupnya. Hal ini selaras dengan definisi problem focused coping yaitu tindakan individu yang berfokus pada penyelesaian masalah serta upaya-upaya terkait yang mendukung dalam kemajuan individu untuk mengatasi masalah dapat mengurangi stresor.

B. Problem Focused Coping 1. Definisi Problem Focused Coping

Lazarus dan Folkman (1984) membagi coping menjadi dua macam yaitu problem focused coping dan emotion focused coping. Problem focused coping merupakan perilaku coping yang digunakan untuk mengurangi stresor, individu akan mengatasi

(39)

dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi. Sementara istilah coping sendiri merupakan perubahan yang konstan dalam aspek kognitif dan perilaku sebagai upaya untuk mengelola secara spesifik tuntutan eksternal dan atau internal yang dinilai memberatkan atau melebihi sumber daya yang dimiliki oleh seseorang.

Menurut Lazarus dan Folkman (1984), coping mempunyai dua konotasi, yaitu menunjukkan suatu cara menghadapi tekanan dan menunjukkan suatu cara untuk mengatasi kondisi yang menyakitkan, mengancam atau menantang ketika respon yang otomatis. Coping menunjukkan usaha dan perilaku yang dilakukan oleh individu tersebut. Usaha untuk mengatur tuntutan tersebut meliputi usaha untuk menurunkan, meminimalisasi dan juga menahan. Perilaku coping juga melibatkan kemampuan khas manusia seperti pikiran, perasaan, pemrosesan informasi, belajar dan mengingat. Implikasi proses coping tidak terjadi begitu saja, tetapi juga melibatkan pengalaman atau proses berpikir seseorang.

Proses coping terdiri dari tiga tahap meliputi respon coping, tujuan coping, serta hasil coping. Respon coping adalah tindakan fisik dan mental yang dilakukan sebagai respon terhadap sumber stres serta ditujukan untuk mengubah peristiwa eksternal ataupun kondisi internal. Apabila individu menganggap bahwa sumber stres eksternal masih dapat dimanipulasi atau disiasati, maka individu

(40)

23

akan cenderung memunculkan respon coping yang bertujuan untuk memindahkan ataupun menyiasati sumber stres tersebut yaitu problem focused coping (Rudolph, Dennig & Weisz, 1995).

Heppner, Cook, Wright, dan Johnson, Jr. (1995) serta Carver dan Scheier (1994) berpendapat bahwa meskipun masing-masing individu dapat berbeda dalam memilih perilaku coping saat mendapatkan masalah atau bertemu dengan situasi menekan, terdapat keberadaan gaya coping stabil atau disposisi yang memanfaatkan strategi coping secara umum. Selain itu, problem focused coping dilakukan untuk lebih berfokus kepada upaya dalam mengatasi masalah yang tertuju pada memfasilitasi kemajuan atau meminimalisir apapun yang menghambat menuju penyelesaian suatu masalah.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa menurut Lazarus dan Folkman (1984) problem focused coping merupakan perilaku coping yang berfokus pada penyelesaian masalah serta upaya-upaya terkait yang mendukung dalam kemajuan individu untuk mengatasi masalah, dapat mengurangi stresor, dan individu akan mengatasinya dengan mempelajari cara-cara atau keterampilan yang baru. Strategi ini akan digunakan apabila individu yakin bahwa dirinya dapat mengubah situasi.

2. Dimensi Problem Focused Coping

Heppner dkk. (1995) mengemukakan bahwa terdapat tiga dimensi dari problem focused coping, yaitu:

(41)

a. Gaya reflektif

Gaya reflektif merupakan kecenderungan untuk memeriksa hubungan kausal, merencanakan, dan bersikap sistematis dalam menghadapi masalah.

b. Gaya yang bersifat menekan

Gaya yang bersifat menekan merupakan kecenderungan untuk menolak masalah dan menghindari kegiatan penanggulangan. Kecenderungan ini berlawanan dengan perilaku problem focused coping sehingga implementasi perilaku merupakan kebalikan dari penolakan dan penghindaran.

c. Gaya reaktif

Gaya reaktif merupakan kecenderungan untuk memiliki respons emosional dan respons kognitif yang menguras energi individu atau dapat mendistorsi kemampuan dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa dimensi dari problem focused coping adalah gaya reflektif, gaya yang bersifat menekan, dan gaya reaktif.

C. Caregiver Orang dengan Skizofrenia

Menurut Barker (1995) caregiver merupakan individu yang menyediakan segala sesuatu terkait kebutuhan fisik, emosional, dan sosial individu lain, dimana individu lain tersebut memiliki ketergantungan yang besar dan tidak dapat menyediakan kebutuhannya sendiri. Caregiver dapat

(42)

25

merupakan seorang laki-laki atau perempuan meskipun tugas untuk merawat biasanya identik dengan peran gender perempuan (Zarit, Todd, & Zarit, 1996). Berdasarkan studi dari National Alliance for Caregiver (NAC) dan Americans Association for Retired Person (AARP), caregiver merupakan individu yang berumur lebih dari 18 tahun yang menyediakan perawatan tanpa imbalan uang atau gaji untuk keluarga atau kerabat dekat yang berumur 18 tahun atau lebih (Harris, 2009). Hubungan caregiver dengan ODS dapat berupa hubungan orangtua dan anak, suami istri, saudara, atau kerabat. Individu yang menjadi caregiver melakukan perawatan dan pengasuhan terhadap ODS tanpa imbalan (NAC & AARP dalam Harris, 2009).

Seorang caregiver didefinisikan sebagai kerabat yang telah tinggal dengan pasien untuk beberapa lama serta terlibat secara intim dalam perawatannya. Caregiver bertugas untuk menjaga kebutuhan pasien sehari-hari, mengawasi pengobatan, menyertai pasien ke rumah sakit, dan melakukan penghubungan dengan staf rumah sakit. Caregiver berusia di atas 18 tahun, tidak diketahui menderita penyakit fisik (kronis) atau masalah kejiwaan dan tinggal bersama pasien dalam jangka waktu minimal 2 tahun (Nehra, Chakrabarti, Kulhara, & Sharma, 2005).

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa dimana individu kehilangan kemampuan untuk menilai realitas dengan baik dan memiliki pemahaman diri yang buruk. Gangguan skizofrenia rata-rata mulai muncul dalam masa remaja atau dewasa muda sekitar usia 18-45 tahun, meskipun ada beberapa gejala skizofrenia yang muncul saat baru berusia 11-12 tahun (Arif, 2006 &

(43)

Hawari, 2006). ODS ditandai dengan gejala skizofrenia dibagi menjadi dua kategori yaitu gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif mencerminkan kelebihan dari fungsi normal, seperti munculnya delusi atau waham, halusinasi, kekacauan alam pikiran, gaduh gelisah, waham kebesaran, pikiran penuh kecurigaan serta menyimpan rasa permusuhan. Gejala negatif merupakan gejala yang mengacu pada berkurangnya fungsi normal meliputi afek tumpul, penarikan emosional, kemiskinan rapport, penarikan diri dari hubungan sosial, kesulitan dalam apemikiran abstrak, apatis serta katatonia (Singh & Sousa dalam Brillianita, Mardijana, & Munawir, 2014).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa caregiver ODS merupakan individu berumur 18 tahun ke atas yang melakukan perawatan serta pengasuhan terhadap ODS tanpa mendapatkan imbalan berupa materi.

D. Hubungan antara Problem Focused Coping dan Caregiver Burden Tuntutan dan tekanan sebagai caregiver membuat individu harus dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan yang dialami. Coping yang tepat diperlukan untuk dapat menghadapi tekanan dan mengatasi kondisi menyakitkan, mengancam, atau menantang (Lazarus & Folkman, 1984). Individu yang cenderung menggunakan problem focused coping akan memunculkan respon coping yang bertujuan untuk memindahkan ataupun menyiasati sumber stres (Rudolph, Dennig & Weisz, 1995). Chadda, Singh, dan Ganguly (2007) meneliti mengenai hubungan antara caregiver burden pada caregiver ODS dan orang dengan gangguan bipolar selama 6 bulan yang hasilnya adalah penggunaan problem focused coping menunjukkan

(44)

27

korelasi negatif dengan banyak faktor caregiver burden seperti kesehatan fisik dan mental, rutinitas pengasuh, mengambil tanggung jawab, hubungan lain, perilaku pasien, dan strategi pengasuhan. Ditemukan juga bahwa caregiver dari ODS dan orang dengan gangguan bipolar menggunakan strategi coping yang sama untuk mengatasi beban. Kedua kelompok caregiver menggunakan problem focused coping dan seek social support coping lebih sering daripada avoidance strategies.

Menurut Heppner dkk. (1995), problem focused coping memiliki tiga dimensi yaitu gaya reflektif, gaya yang bersifat menekan, dan gaya reaktif. Dari ketiga dimensi ini, peneliti melihat adanya kemungkinan korelasi dengan konstruk caregiver burden. Berdasarkan penelitian Kate dkk. (2013) ditemukan bahwa korelasi yang terdapat di antara caregiver burden dan berbagai perilaku coping dalam penggunaan problem focused coping dan dukungan sosial dapat dihubungkan dengan burden dalam permasalahan yang mendesak. Sementara strategi coping lainnya seperti penghindaran, kolusi dan pemaksaan berhubungan dengan keadaan tertekan. Disarankan untuk menggunakan strategi coping yang lebih adaptif yaitu problem focused coping yang digunakan untuk memodifikasi situasi sulit dan dikaitkan dengan perilaku seperti mencari informasi dan metode komunikasi yang positif. Hal tersebut sejalan dengan dimensi gaya reflektif yang merupakan kecenderungan dalam mencari cara untuk menghadapi masalah secara sistematis. Selain itu, Chang, Lan, Lin, dan Heppner (2012) mengemukakan bahwa gaya reflektif memiliki korelasi positif dengan tingkat kepuasan hidup dan self esteem.

(45)

Sementara berbeda dengan gaya yang bersifat menekan dan gaya reaktif memiliki korelasi negatif dengan kepuasan hidup dan self esteem. Hal ini menunjukkan bahwa individu yang secara aktif terlibat dalam proses pemecahan masalah cenderung mengalami kepuasan hidup yang lebih tinggi dan memiliki harga diri yang lebih tinggi. Sebaliknya, individu yang menggunakan gaya yang bersifat menekan dan gaya reaktif yang lebih tinggi mengalami kepuasan dan self esteem yang rendah. Penjelasannya adalah bahwa individu yang terlalu mengandalkan penekanan atau pengalihan emosi sebagai perilaku coping utama memfokuskan sebagian besar energi untuk merenungkan atau menghindari perasaan negatif daripada mencari tahu alternatif atau kemungkinan keuntungan lain dari situasi yang menantang. Dengan kata lain, ketika individu terlalu fokus pada perasaan negatif, sulit untuk melihat sisi positif suatu situasi (Chang, dkk., 2012).

Sejalan dengan penjelasan di atas, Cohn, Fredrickson, Brown, Mikels, dan Conway (2009) mengemukakan bahwa mengalami emosi positif secara langsung meningkatkan kepuasan hidup. Cham dan Gan (2008) mengemukakan bahwa individu dengan penggunaan gaya yang bersifat menekan dan gaya reaktif yang lebih tinggi memiliki kecenderungan depresi dan kelelahan emosional yang lebih tinggi. Oleh karena itu, jika individu yang secara terus-menerus berjuang dengan perasaan negatif yang tidak diinginkan akan cenderung kurang puas terhadap kehidupan dan dirinya sendiri (Chang, dkk., 2012).

(46)

29

Berdasarkan pernyataan-pernyataan diatas dapat diketahui bahwa problem focused coping memiliki hubungan dengan caregiver burden khususnya pada individu yang menjalani peran sebagai caregiver ODS. Dimensi-dimensi problem focused coping yang meliputi gaya reflektif, gaya yang bersifat menekan, dan gaya reaktif dapat memberikan pengaruh terhadap tingkat caregiver burden.

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga hipotesis alternatif, yaitu:

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya reflektif dengan caregiver burden pada caregiver ODS.

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya yang bersifat menekan dengan caregiver burden pada caregiver ODS.

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara gaya reaktif dengan caregiver burden pada caregiver ODS.

(47)

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian 1. Variabel Tergantung : Caregiver Burden

2. Variabel Bebas : Problem Focused Coping

B. Definisi Operasional 3. Caregiver Burden

Menurut Thara dkk. (1998) caregiver burden dapat didefinisikan sebagai adanya beban fisik maupun mental yang diakibatkan dari perubahan perilaku pasien yang dirawat sehingga berimplikasi pada kehidupan sehari-hari caregiver. Secara operasional tingkat caregiver burden didapatkan dari skor yang diperoleh setelah menjawab skala caregiver burden (BAS). Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi tingkat caregiver burden, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin rendah tingkat caregiver burden pada subjek.

4. Problem Focused Coping

Problem focused coping merupakan usaha individu yang ditujukan untuk mengendalikan atau memecahkan masalah yang menjadi penyebab dari stres yang dialami. Sehingga problem focused coping merupakan perilaku coping yang digunakan untuk mengurangi stresor, individu akan mengatasi dengan mempelajari cara-cara atau

(48)

31

keterampilan yang baru. Individu akan cenderung menggunakan strategi ini bila dirinya yakin akan dapat mengubah situasi (Lazarus & Folkman, 1984). Secara operasional tingkat problem focused coping didapatkan dari skor yang diperoleh setelah menjawab skala problem focused coping (PF-SOC). Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi tingkat problem focused coping, sebaliknya semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin rendah tingkat problem focused coping.

C. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah caregiver orang dengan skizofrenia (ODS), dimana caregiver merupakan keluarga atau kerabat dekat dari ODS yang sedang menjalani pengobatan rawat jalan, tinggal satu rumah bersama ODS, dan berusia 18 tahun ke atas berdasarkan definisi caregiver dari NAC & AARP (Harris, 2009) dan Nehra dkk. (2005). Subjek yang digunakan dalam penelitian ini diberikan kepada keluarga ODS berusia 18 tahun ke atas di RSJD Dr. RM. Soedjarwadi Klaten.

D. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini akan dilakukan secara kuantitatif. Pengumpulan data dalam bentuk angket (kuesioner) dengan menggunakan metode skala. Skala merupakan daftar pernyataan yang harus diisi oleh sejumlah sampel. Penggunaan skala dalam penelitian ini didasarkan pada suatu asumsi bahwa sampel penelitian merupakan orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri

(49)

sehingga apa yang dinyatakan sampel adalah suatu yang benar-benar menggambarkan tentang kondisi dirinya. Penelitian ini menggunakan dua skala yang akan disampaikan kepada sampel, yaitu skala caregiver burden dan skala problem focused coping.

1. Skala Caregiver Burden

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur caregiver burden dalam penelitian ini adalah skala Burden Assessment Schedule yang dikembangkan oleh Sell dkk. (1998) serta dimodifikasi ke dalam bahasa Indonesia oleh peneliti. Pengukuran berdasarkan aspek-aspek yang muncul, yaitu dampak pada kesejahteraan, hubungan pernikahan, penghargaan atas perawatan, dampak hubungan sosial, kerugian yang diterima. Aspek hubungan pernikahan hanya muncul pada subjek yang memiliki hubungan pernikahan dengan ODS.

Pada penelitian ini peneliti tidak mencantumkan aspek hubungan pernikahan pada skala yang digunakan agar terdapat keseimbangan dari jumlah skor masing-masing subjek dan dikarenakan sedikitnya jumlah responden yang memiliki hubungan pernikahan dengan ODS. Sehingga pada penelitian ini, peneliti tidak menggunakan aspek tersebut agar terdapat keseimbangan total skor pada masing-masing subjek. Jumlah item sebelum diadaptasi sebanyak 20 pertanyaan yang terdiri dari 8 item favorable dan 12 item unfavorable menjadi 16 pertanyaan yang terdiri dari 4 item favorable dan 12 item unfavorable. Model skala ini menggunakan model skala 3-poin. Item-item dalam skala ini merupakan pertanyaan dengan pilihan yaitu tidak

(50)

33

sama sekali, pada waktu tertentu, sangat sering. Skor yang diberikan bergerak dari angka 1 sampai dengan 3. Bobot penilaian untuk pertanyaan tidak sama sekali: 3, pada waktu tertentu: 2, sangat sering: 1.

Tabel 1

Distribusi Item Caregiver Burden

Aspek Favorable Unfavorable Nomor Butir Jumlah Nomor Butir Jumlah Dampak pada kesejahteraan - 0 3, 4, 5, 14 4 Penghargaan atas perawatan 1, 9, 12, 15 4 - 0 Dampak hubungan sosial - 0 2, 7, 10, 13 4 Kerugian yang diterima - 0 6, 8, 11, 16 4 Jumlah 4 12

2. Skala Problem Focused Coping

Alat ukur yang digunakan untuk mengukur problem focused coping dalam penelitian ini adalah skala Problem-Focused Style of Coping yang dikembangkan oleh Heppner dkk.(1995) dan diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh peneliti. Pengukuran berdasarkan dimensi yang muncul, yaitu gaya reflektif, gaya yang bersifat menekan, dan gaya reaktif. Jumlah item sebanyak 18 pernyataan yang merupakan item favorable. Model skala ini menggunakan model skala Linkert. Item-item dalam skala ini merupakan pernyataan dengan lima pilihan yaitu tidak pernah, jarang, cukup sering, sangat sering, selalu. Skor

(51)

yang diberikan bergerak dari angka 1 sampai dengan 5. Bobot penilaian untuk pernyataan tidak pernah : 1, jarang : 2, cukup sering : 3, sangat sering : 4, selalu : 5.

Tabel 2

Distribusi Item Problem Focused Coping

Aspek

Favorable

Nomor Butir Jumlah

Gaya reflektif

3, 4, 6, 11, 12,

14, 17 7

Gaya yang bersifat menekan

1, 2, 5, 10, 16,

18 6

Gaya reaktif 7, 8, 9, 13, 15 5

Jumlah 18

E. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Azwar (2010) mengemukakan bahwa validitas berasal dari kata validity yang memiliki arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Sebuah alat ukur dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil sesuai dengan tujuan pengukuran tersebut.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau lewat profesional judgement (Azwar, 2010).

(52)

35

2. Reliabilitas

Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi adalah pengukuran yang dapat menghasilkan data yang reliable. Ide pokok dalam konsep reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya apabila dalam beberapa kali melakukan pengukuran pada subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, kalau aspek dalam diri subjek belum berubah (Azwar, 2010). Reliabilitas alat ukur akan diketahui dengan menggunakan formula Alpha (cronbach’s) dengan minimal skor 0,5 dengan menggunakan fasilitas computer SPSS 24,0 For Mac.

F. Metode Analisis Data

Data pada penelitian ini berupa data kuantitatif. Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, yaitu ingin mengetahui korelasi antara variabel bebas yaitu problem focused coping dan variabel tergantung caregiver burden, maka digunakan teknik statistik korelasi yaitu korelasional Spearman. Sebelum dilakukan uji korelasi dari Spearman, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas dan uji linieritas sebagai persyaratan uji hipotesis. Keakuratan dan kemudahan pengolahan data dalam analisis dengan menggunakan bantuan software Statistical Package for Sosial Science SPSS 24,0 for Mac.

(53)

36

BAB IV

PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Orientasi Kancah dan Persiapan 1. Orientasi Kancah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara problem focused coping dengan caregiver burden pada caregiver ODS. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. RM. Soedjarwadi, Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Peneliti pertama kali memperoleh data di RSJD Dr. RM Soedjarwadi yang beralamatkan di Jl. Ki Pandanaran KM. 2, Danguran, Klaten Selatan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. RSJD Dr. RM Soedjarwadi berdiri sejak tahun 1953 dan melewati 7 proses pergantian. Pada awal mula berdiri, RSJD Dr. RM Soedjarwadi merupakan Koloni Orang Sakit Jiwa (KOSJ) dan memiliki fungsi sebagai tempat penampungan pasien dari RSJ Pusat Mangunjayan Surakarta dan RSJ Pusat Kramat Jaya Magelang.

Tahun 1972, RSJD Dr. RM Soedjarwadi mulai membuka pelayanan rawat jalan dengan dokter spesialis dari RSJ Pusat Mangunjayan yang datang sebanyak seminggu sekali. Selain itu, pada tahun yang sama juga terjadi peningkatan fungsi penampungan menjadi rawat inap. Enam tahun berikutnya tepatnya pada tahun 1978, KOSJ berubah menjadi RSJP Klaten Kelas B dengan diterbitkannya SK MENKES RI Nomor: 135/SK/Men.Kes/IV/78 tahun 1978 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Jiwa. Setelah itu pada tahun 2000, RSJP Klaten berganti

(54)

37

nama menjadi RSJD Dr. RM Soedjarwadi seiring dengan diserahkannya rumah sakit jiwa ini kepada Pemprov Jawa Tengah. Pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) dilakukan semenjak tahun 2008.

RSJD Dr. RM Soedjarwadi ditetapkan sebagai Rumah Sakit Jiwa Daerah Kelas A sejak tahun 2013 dan pada tahun berikutnya menjadi rumah sakit jiwa pertama di Indonesia yang meraih Akreditasi RS versi 2012 dari KARS dengan predikat PARIPURNA. Tahun 2016, RSJD Dr. RM Soedjarwadi menerapkan sistem manajemen mutu SMM ISO 9001:2015 dan sistem manajemen lingkungan SMM ISO 1400:2015 hingga sekarang.

Peneliti memilih RSJD Dr. RM Soedjarwadi sebagai tempat penelitian dikarenakan pada rumah sakit tersebut memilki poli rawat jalan khusus gangguan jiwa dan menerima pasien skizofrenia dan memungkinkan ODS diantar oleh keluarganya. Sehingga peneliti dapat berinteraksi secara langsung dengan subjek yang sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan peneliti.

2. Persiapan Penelitian a. Persiapan Administrasi

Persiapan administrasi yang dilakukan oleh peneliti mencakup pengurusan surat permohonan izin penelitian yang dikeluarkan Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia kepada instansi terkait.

Perizinan penelitian dilakukan dalam rangka mendukung kelancaran penelitian secara administratif. Surat izin penelitian dikeluarkan oleh

Gambar

Tabel Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia
Tabel Deskripsi Subjek Penelitian Berdasarkan Status Pernikahan
Tabel Kategorisasi Norma Percentil pada Gaya Reflektif
Tabel Kategorisasi Norma Percentil Pada Variabel Caregiver Burden  Kategorisasi  Rentang Angka  Jumlah  Persentase (%)

Referensi

Dokumen terkait