BAB I BAB I STATUS PENDERITA STATUS PENDERITA I. I. ANAMNESISANAMNESIS A.
A. Identitas PasienIdentitas Pasien Nama
Nama : Ny. M: Ny. M Umur
Umur : : 51 51 tahuntahun Jenis
Jenis kelamin kelamin : : WanitaWanita Agama
Agama : : IslamIslam Pekerjaan
Pekerjaan : : Swasta/pedagangSwasta/pedagang Alamat
Alamat : : Pasar Pasar kliwon, kliwon, SurakartaSurakarta Status
Status : : MenikahMenikah Masuk
Masuk RS RS : : 11 11 Juni Juni 20132013 Tanggal
Tanggal Periksa Periksa : : 11 11 Juni Juni 20132013 Nomor
Nomor RM RM : 01200803: 01200803
B.
B. Keluhan UtamaKeluhan Utama Wajah merot ke kiri Wajah merot ke kiri
C.
C. Riwayat Penyakit SekarangRiwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan wajah merot ke kiri. Keluhan Pasien datang dengan keluhan wajah merot ke kiri. Keluhan dirasakan sejak 2 hari sebelum periksa ke rumah sakit. Saat itu pasien dirasakan sejak 2 hari sebelum periksa ke rumah sakit. Saat itu pasien terbangun di pagi hari dan mendapati wajahnya merot ke kiri. Semalam terbangun di pagi hari dan mendapati wajahnya merot ke kiri. Semalam sebelumnya pasien mengaku tidur menyalakan kipas angin. Keluhan sebelumnya pasien mengaku tidur menyalakan kipas angin. Keluhan wajah merot ke kiri terutama sudut mulut kanan turun ke bawah juga wajah merot ke kiri terutama sudut mulut kanan turun ke bawah juga disertai mata kanan tidak menutup sempurna sehingga terasa perih dan disertai mata kanan tidak menutup sempurna sehingga terasa perih dan berair,
berair, pipi pipi kanan tekanan terasa rasa kendor. Sisi kendor. Sisi wajah wajah sebelah sebelah kanan tekanan terasa rasa tebal,tebal, makanan mudah terkumpul di sisi pipi kanan serta sensari rasa pada makanan mudah terkumpul di sisi pipi kanan serta sensari rasa pada lidah menurun, bila minum air sering keluar dari sisi mulut sebelah lidah menurun, bila minum air sering keluar dari sisi mulut sebelah kanan. Nyeri tidak ditemukan, perubahan pendengaran tidak ditemukan. kanan. Nyeri tidak ditemukan, perubahan pendengaran tidak ditemukan. Sebelumnya penderita tidak pernah memeriksakan diri ke dokter.
D.
D. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat Penyakit Dahulu Riwayat
Riwayat trauma trauma : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat hipertensi hipertensi : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat diabetes diabetes melitus melitus : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat penyakit penyakit jantung jantung : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat kejang kejang : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat sakit “dompo”sakit “dompo” : disangkal: disangkal Riwayat
Riwayat asma asma : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat mondok mondok : : disangkaldisangkal
E.
E. Riwayat Penyakit KeluargaRiwayat Penyakit Keluarga Riwayat
Riwayat hipertensi hipertensi : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat diabetes diabetes melitus melitus : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat penyakit penyakit jantung jantung : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat alergi alergi obat/makanan obat/makanan : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat asma asma : : disangkaldisangkal
F.
F. Riwayat KebiasaanRiwayat Kebiasaan Riwayat
Riwayat merokok merokok : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat minum minum alkohol alkohol : : disangkaldisangkal Riwayat
Riwayat olahraga olahraga : : disangkaldisangkal
G.
G. Status SosioekonomiStatus Sosioekonomi
Pasien seorang wanita tinggal bersama suami dan 3 orang anak. Pasien seorang wanita tinggal bersama suami dan 3 orang anak. Pasien seorang pedagang makanan. Sehari-hari berjualan makanan di Pasien seorang pedagang makanan. Sehari-hari berjualan makanan di rumah dan pulang pergi berbelanja dengan angkutan umum. Pasien rumah dan pulang pergi berbelanja dengan angkutan umum. Pasien berobat dengan fasilitas umum.
II. PEMERIKSAAN FISIK A. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit ringan, E4V5M6, gizi kesan cukup. BB/TB : 52/155; BMI = 21,6
B. Tanda Vital
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 64 x/ menit, isi cukup, irama teratur Respirasi : 20 x/ menit, irama teratur
Suhu : Afebril
C. Kepala
Bentuk mesochepal, rambut hitam, tidak mudah rontok, tidak mudah dicabut, atrofi otot (-)
D. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), refleks cahaya langsung dan tak langsung (+/+), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-),
E. Hidung
Nafas cuping hidung (-), deformitas (-), darah (-), sekret (-) F. Telinga
Deformitas (-), darah (-), sekret (-) G. Mulut
Mulut bau (+), bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-), lidah tremor (-), stomatitis (-), mukosa pucat (-), gusi berdarah (-) drolling (-)
H. Leher
Simetris, trakea ditengah, JVP tidak meningkat, limfonodi tidak membesar
I. Thoraks
a. Retraksi (-) b. Jantung
Inspeksi : ictus kordis tidak tampak Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : konfigurasi Jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi Jantung I dan II intensitas normal, reguler, bising (-)
c. Paru
Inspeksi : pengembangan dada kanan = kiri, Palpasi : fremitus raba kanan = kiri,
Perkusi : sonor/Sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+)
suara tambahan (-/-), wheezing (-/-)
J. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
K. Ekstremitas
Oedem Akral dingin
- - -
-- - -
-L. Skala UGO FISCH
Posisi Nilai Persentase (%)
0, 30, 70, 100 Skor Istirahat 20 30 6 Mengerutkan dahi 10 30 3 Menutup mata 30 70 21 Tersenyum 30 30 9 Bersiul 10 30 3 Total 42
M. Status Psikiatri
Deskripsi Umum
1. Penampilan : wanita, tampak sesuai umur
2. Kesadaran : Kuantitatif : compos mentis Kualitatif : tidak berubah 3. Perilaku dan aktivitas motorik : normoaktif 4. Pembicaraan : koheren
5. Sikap Terhadap Pemeriksa : kooperatif, kontak mata cukup
Afek dan Mood
1. Afek : appropiate 2. Mood : normal Gangguan Persepsi 1. Halusinasi (-) 2. Ilusi (-) Proses Pikir 1. Bentuk : realistik 2. Isi : waham (-) 3. Arus : koheren
Sensorium dan Kognitif
1. Daya Konsentrasi : baik
2. Orientasi : Orang : baik Waktu : baik Tempat : baik
3. Daya Ingat : Jangka pendek : baik Jangka panjang : baik
Daya Nilai :daya nilai realitas dan sosial baik
Taraf Dapat Dipercaya :dapat dipercaya N. Status Neurologis
1. Kesadaran : GCS E4V5M6
2. Fungsi luhur : dalam batas normal 3. Fungsi vegetatif :
-4. Fungsi sensorik : tak ada kelainan 5. Fungsi motorik dan reflek
Kekuatan Tonus Refleks Fisiologis Reflek Patologi 5 5 n n +2 +2 - -5 5 n n +2 +2 - -6. Nervi craniales : a. N. I : dbn b. N. II : dbn
c. N. II, III : refleks cahaya (+/+), Isokor (3 mm/3mm) d. N. III, IV, VI : gerak bola mata dbn
e. N. V : dbn, refleks kornea (+/+) f. N. VII : parese N VII perifer dekstra g. N. VIII : dbn h. N. IX, X : dbn i. N. XI : dbn j. N. XII : dbn O. Range of Motion NECK ROM Pasif Aktif Fleksi 0 - 70º 0 - 70º Ekstensi 0 - 40º 0 - 40º
Lateral bending kanan 0 - 60º 0 - 60º
Lateral bending kiri 0 - 60º 0 - 60º
Rotasi kanan 0 - 90º 0 - 90º
Rotasi kiri 0 - 90º 0 - 90º
Ekstremitas superior ROM pasif ROM aktif
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Shoulder Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º Ekstensi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º Abduksi 0-180º 0-180º 0-180º 0-180º Adduksi 0-75º 0-75º 0-75º 0-75º External rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º Internal rotasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º Elbow Fleksi 0-150º 0-150º 0-150º 0-150º Ekstensi 0º 0º 0º 0º Pronasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º Supinasi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
Wrist Fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º Ekstensi 0-70º 0-70º 0-70º 0-70º Ulnar deviasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º Radius deviasi 0-20º 0-20º 0-20º 0-20º Finger MCP I fleksi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º MCPII-IV fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
DIP II-V fleksi 0-90º 0-90º 0-90º 0-90º
PIP II-V fleksi 0-100º 0-100º 0-100º 0-100º
MCP I ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º
Ekstremitas inferior ROM pasif ROM aktif
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Hip Fleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-120º Ekstensi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º Abduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-45º Adduksi 0-45º 0-45º 0-45º 0-45º Eksorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º Endorotasi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º Knee Fleksi 0-120º 0-120º 0-120º 0-120º Ekstensi 0º 0º 0º 0º Ankle Dorsofleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º Plantarfleksi 0-30º 0-30º 0-30º 0-30º Eversi 0-50º 0-50º 0-50º 0-50º Inversi 0-40º 0-40º 0-40º 0-40º
P. Manual Muscle Testing
N E C K
Fleksor M. Sternocleidomastoideus 5
Ekstensor 5
TRUNK
Fleksor M. Rectus Abdominis 5
Ekstensor Thoracic group 5
Lumbal group 5
Rotator M. Obliquus Externus Abdominis
5 Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5
Ekstremitas superior Dextra Sinistra
M biseps 5 5
Ekstensor M deltoideus anterior 5 5
M teres mayor 5 5
Abduktor M deltoideus 5 5
M biseps 5 5
Aduktor M latissimus dorsi 5 5
M pectoralis mayor 5 5 Internal rotasi M latissimus dorsi 5 5 M pectoralis mayor 5 5 Eksternal rotasi M teres mayor 5 5 M infrasupinatus 5 5
Elbow Fleksor M biseps 5 5
M brachialis 5 5
Ekstensor M triseps 5 5
Supinator M supinator 5 5
Pronator M pronator teres 5 5
Wrist Fleksor M flexor carpi radialis 5 5
Ekstensor M ekstensor digitorum 5 5
Abductor M ekstensor carpi radialis
5 5
Adductor M ekstensor carpi ulnaris
5 5
Finger Fleksor M fleksor digitorum 5 5
Ekstensor M ekstensor digitorum 5 5
Ekstremitas inferior Dextra Sinistra
Hip Fleksor M Psoas mayor 5 5
Ekstensor M Gluteus maksimus 5 5
Abduktor M Gluteus medius 5 5
Adduktor M Adduktor longus 5 5
Knee Fleksor Harmstring muscle 5 5
Ekstensor Quadriceps femoris 5 5
Ankle Fleksor M Tibialis 5 5
Ekstensor M Soleus 5 5
Q. Status Ambulasi Independent
III. ASSESSMENT
Diagnosa klinis : Bell’s Palsy Dekstra
Diagnosa topis : Sekitar foramen stilomastoideus Diagnosa etiologi : Idiopatik
Fungsional : Penurunan kemampuan fungsional dalam melakukan aktivitas sehari-hari (makan/mengunyah, minum/berkumur, tersenyum)
IV. DAFTAR MASALAH A. Masalah medis :
1. Bell’s Palsy
B. Problem Rehabilitasi Medik
1 Fisioterapi : a) Tidak dapat mengangkat alis sebelah kanan; b) mata kanan tidak bisa menutup rapat dengan baik; c) sudut mulut jatuh ke kanan.
2 Terapi Wicara : (-)
3 Terapi Okupasi : a) Mata kanan tidak bisa menutup rapat;b) Sudut mulut jatuh ke kanan;c) pada saat minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut kanan mulut.
4 Sosiomedik : (-)
5 Ortesa-protesa : Wajah tidak simetris 6 Psikologi : (-).
V. PENATALAKSANAAN
A. Terapi medikamentosa
1. Vitamin B kompleks 2 x 1 tab sehari 2. Methyl prednisolon 4mg 3 x 1 tab sehari
B. Rehabilitasi Medik
1 Fisioterapi : a. Infra red pada wajah sebelah kanan selama 10 menit.
b. Deep Kneading Massage wajah sebelah kanan lamanya 5-10 menit
depan cermin dengan gerakan mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum, bersiul/meniup, mengangkat sudut mulut. 2 Terapi Wicara : Tidak dilakukan.
3 Terapi Okupasi : a) Latihan penguat otot wajah dengan memberikan latihan menutup mata, mengerutkan dahi, meniup lilin, tersenyum, meringis; b) latihan meningkatkan aktivitas kerja sehari-hari dengan berkumur, latihan makan dengan mengunyah di sisi kiri, minum dengan sedotan.
4 Sosiomedik : Edukasi keluarga untuk merawat dan membantu penderita dalam menjalani kehidupannya pasca trauma bakar.
5 Ortesa-protesa : Menggunakan “Y” plester selama parese, diganti setiap 8 jam.
6
7
Psikologi
Home program
: Memberikan support mental dan psikoterapi pada pasien dan keluarga juga memberi dorongan pada pasien agar mau berobat dan melakukan terapi secara teratur.
a) Memakai kacamata hitam saat bepergian siang hari; b) Artifial tears; c) sebelum tidur, kelopak mata ditutup secara pasif, kompres dengan air hangat pada sisi wajah sebelah kanan selama 5- 10 menit; d). massage wajah sebelah kanan ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sebelah kanan. Latihan meniup lilin dengan jarak semakin dijauhkan, makan dengan mengunyah di sisi kiri, minum dengan sedotan dan mengunyah permen karet
VI. IMPAIRMENT, DISABILITY, DAN HANDICAP
A. Impairment : Kelumpuhan otot wajah; sudut mulut jatuh ke kanan ; kelopak mata kanan tidak bisa menutup rapat dengan baik.; gangguan pada otot-otot wajah ;Pada saat minum/berkumur, air keluar menetes dari sudut mulut kanan; sulit untuk tersenyum.
B. Disability : tidak ada.
C. Handicap : tidak ada.
VII. TUJUAN
1. Perbaikan gangguan dan disability
2. Mencegah terjadinya komplikasi, seperti kontraktur otot wajah, sinkinesis,dll 3. Penanganan dini sehingga menghemat biaya dan waktu perawatan
VIII. PROGNOSIS
1. ad vitam : bonam
2. ad sanam : dubia ad bonam 3. ad fungsionam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bell’s Palsy (BP) adalah suatu kelumpuhan akut nervus fasialis perifer yang tidak diketahui penyebabnya. Sir Charles Bell (1821) adalah orang pertama yang meneliti beberapa penderita dengan wajah asimetrik, sejak itu semua kelumpuhan n. fasialis perifer yang tidak diketahui sebabnya disebut Bell’s palsy. Pengamatan klinik, pemeriksaan neurologi, laboratorium dan patologi anatomi menunjukkan BP bukan penyakit tersendiri tetapi berhubungan erat dengan banyak faktor dan sering merupakan gejala penyakit lain. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa, jarang pada anak di bawah umur 2 tahun. Biasanya didahului oleh infeksi saluran napas bagian atas yang erat hubungannya dengancuaca dingin. Diagnosis BP dapat ditegakkan dengan adanya kelumpuhan n.fasialis perifer diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain kelumpuhan n. fasialis perifer.1Biasanya penderita BP mengetahui kelumpuhan n. fasialis dari teman atau keluarga atau pada saat bercermin atau sikat gigi/berkumur. Pada saat penderita menyadari bahwa ia mengalami kelumpuhan pada wajahnya, maka ia mulai merasa takut, malu, rendah diri, mengganggu
kosmetik dan dapat merasa tertekan terutama pada wanita dan pada penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia untuk tampil di muka umum. Rehabilitasi Medik pada penderita BP diperlukan dengan tujuan membantu memperlancar vaskularisasi, pemulihan kekuatan otot-otot fasialis dan mengembalikan fungsi yang terganggu akibat kelemahan otot-otot fasialis sehingga penderita dapat kembali melakukan aktivitaskerja sehari-hari dan bersosialisasi dengan masyarakat.2,3,4 2
A. Definisi
Bell’s Palsy (BP) adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplastik, non-degeneratif primer maupun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri
B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat ditemukan 23 penderita BP pada 100.000 penduduk per tahun. Di Manado penderita BP yang datang berobat ke poli saraf RSUP Manado pada tahun 1998 sebanyak 58 penderita BP (9,9%) dari 586 penderita gangguan saraf tepi/kranialis. Di instalasi Rehabilitasi Medik sebanyak 281 kunjungan (3,53%) dari 7970 kunjungan di tahun 1998. B ell’s Palsy dapat terjadi pada semua umur dan insiden pada pria dan wanita hampir sama. Tidak terdapat perbedaan insiden antara musim panas maupun dingin. Sering ditemukan adanya
riwayat terekspos udara dingin atau paparan angin yang terus-menerus.6
C. Anatomi Nervus Fasialis Dan Kinesiologi Otot Fasialis
Nervus fasialis sebenarnya adalah saraf motorik, tetapi dalam perjalanannya ke tepi, nervus intermedius bergabung. Nervus intermedius itu tersusun oleh serabut sekretomotorik untuk glandula salivatorius dan serabut sensorik khusus yang menghantarkan impuls pengecapan dari 2/3 anterior lidah ke nukleus traktus solitarius. Kelompok dorsal inti n. fasialis mempersarafi muskulus frontalis, zigomatikus, bagian atas orbikularis okuli dan bagian atas otot wajah. Inti ini mempunyai inervasi kortikal secara bilateral. Kelompok ventral inti n. fasialis mempersarafi otot-otot belahan bawah oribularis okuli, otot wajah bagian bawah dan platisma. Inti ini mempunyai hubungan hanya dengan korteks motorik
sisi kontralateral.5,6,7 3
Akar n. fasialis menuju ke dorsomedial kemudian melingkari inti nervus abdusen dan setelah itu berbelok ke ventrolateral kembali untuk meninggalkan permukaan lateral pons. Disana n. fasialis berdampingan dengan nervus intermedius dan nervus oktavus dan akan memasuki meatus akustikus internus untuk melanjutkan perjalanannya di liang os. petrosum yang dikenal sebagai akuaduktus follopi atau kanalis fasialis. Nervus fasialis keluar dari kanalis fasialis n. fasialis merupakan berkas saraf yang mengandung serabut somatomotorik, viseromotorik dan sensorik khusus. Kedua serabut tambahan itu diperoleh dari ganglion genikulatum. Cabang pertama yang dikeluarkan oleh nervus fasialis
setibanya di kavum timpani adalah nervus stapedius. Cabang kedua adalah korda timpani, sebalum berkas induk membelok ke belakang untuk memasuki os. mastoideum, korda timpani terpisah menuju ke depan dan fosa pterigoidea, kemudian bergabung dengan nervus lingualis. Induk berkas yang terdiri dari serabut somatomotorik dan visero-(sekreto)-motorik akan ke os. mastoideum kemudian keluar dari cranium melalui foramen stilomastoideum. Sebelum melintasi glandula parotis nervus fasialis memberikan cabang untuk otot-otot telinga dan cabang untuk otot stilohioideus dan venter posterior digastrikus.5,6,7 Nervus fasialis melintasi jaringan glandula parotis bercabang-cabang lagi untuk
mempersarafi seluruh otot wajah. Otot frontalis/ occipitofrontalis yang berfungsi mengangkat alis, mengerutkan dahi, otot corrugators supercilli berfungsi menggerakan kedua alis mata ke medial bawah sehingga terbentuk kerutan vertikal diantara kedua alis, otot proserus berfungsi mengangkat tepi lateral cuping hidung sehingga terbentuk kerutan diagonal sepanjang pangkal hidung, otot nasalis berfungsi melebarkan mata, otot orbicularis oris berfungsi untuk bersiul/mencucu/mengecup, otot levator labii superior yang berfungsi untuk mengangkat bibir atas dan melebarkan lubang hidung, otot levator anguli oris berfungsi mengangkat sudut mulut, otot zigomatikus mayor berfungsi untukgerakan tersenyum, otot risorius berfungsi untuk gerak meringis, otot buccinator berfungsi untuk gerak meniup dengan kedua bibir dirapatkan, otot
levator mentalis berfungsi mengangkat dan menjulurkan bibir bawah.5,6,7 4
D. Etiologi
Banyak kontroversi mengenai etiologi dari Bell’s palsy, tetapi ada 4 teori yang dihubungkan dengan etiologi Bell’s palsy yaitu:5,6
1. Teori Iskemik vaskuler
Nervus fasialis dapat menjadi lumpuh secara tidak langsung karena gangguan regulasi sirkulasi darah di kanalis fasialis.
Virus yang dianggap paling banyak bertanggung jawab adalah Herpes Simplex Virus (HSV), yang terjadi karena proses reaktivasi dari HSV (khususnya tipe 1).
3. Teori herediter
Bell’s palsy terjadi mungkin karena kanalis fasialis yang sempit pada keturunan atau keluarga tersebut, sehingga menyebabkan predisposisi
untuk terjadinya paresis fasialis. 4. Teori imunologi
Dikatakan bahwa Bell’s palsy terjadi akibat reaksi imunologi terhadap infeksi virus yang timbul sebelumnya atau sebelum pemberian imunisasi.
E. Patofisiologi
Apapun sebagai etiologi Bell’s palsy, proses akhir yang dianggap bertanggung jawab atas gejala klinik Bell’s palsy adalah proses yang selanjutnya
menyebabkan kompresi nervus fasialis. Gangguan atau kerusakan pertama adalah endotelium dari kapiler menjadi edema dan permeabilitasi kapiler meningkat, sehingga dapat terjadi kebocoran kapiler kemudian terjadi edema pada jaringan sekitarnya dan akan terjadi gangguan aliran darah sehingga terjadi hipoksia dan asidosis yang mengakibatkan kematian sel. Kerusakan sel ini mengakibatkan hadirnya enzim proteolitik, terbentuknya peptida-peptida toksik dan pengaktifan klinik dan kallikrein sebagai hancurnya nukleus dan lisosom. Jika dibiarkan dapat terjadi kerusakan jaringan yang permanen.5,6,8 5
F. Gambaran Klinis
Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi/ berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya le bih rendah. Bell’s palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan
nasolabialis akan menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas (phenomena Bell). Karena kedipan mata berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpul diantara pipi dan gusi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringinya, bila paresisnya benar-benar bersifat Bell’s palsy.5,6
G. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis serta beberapa pemeriksaan fisik, dalam hal ini yaitu pemeriksaan neurologis.5,6
1. Anamnesis :
Rasa nyeri
Gangguan atau kehilangan pengecapan.
Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada
malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.
Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti
infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain. 2. Pemeriksaan :
Pemeriksaan neurologis ditemukan parese N.VII tipe perifer. Gerakan volunteer yang diperiksa, dianjurkan memakai skala
Ugo Fisch untuk mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bell’s palsy.
Skala Ugo Fisch dinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5 posisi :5,6
Posisi Nilai Persentase (%)
0, 30, 70, 100 Skor Istirahat 20 Mengerutkan dahi 10 Menutup mata 30 Tersenyum 30 Bersiul 10 Total Penilaian presentase:
0% : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter 7
30% : simetri, poor /jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke
asimetris komplit dari pada simetris normal.
70% : simetris, fair/cukup, kesembuhan parsial yang
cenderung ke arah normal.
100% : simetris, normal komplit.
3. Diagnosis Klinis :
4. Diagnosis Topis :5,6,8 Letak Lesi Kelaina n Motorik Gangguan Pengecapa n Gangguan Pendengaran Hiposekre si Saliva Hiposekre si Lakrimalis Pons-meatus Akustikus Internus + + + Tuli/hiperakus is + + Meatus akustikus internus-ganglion genikulatum + + + Hiperakusis + + Ganglion Genikulatum-N Stapedius + + + Hiperakusis + -N. Stapedius-ChordaTympa ni + + + + -Chorda Tympani + + - + -Infra Chorda Tympani sekitar Foramen Stilomastoide us + - - -
-5. Diagnosis etiologi : Sampai saat ini etiologi Bell’s palsy yang jelas tidak diketahui.
H. Diagnosa Banding
1. Semua paralisis N VII perifer yang bukan BP
2. Kelumpuhan N VII sentral yang mudh dikenali, bila dahi dikerutkan tidak terlihat asimetri karena otot-otot dahi inervasi bilateral
3. Herpes zooster ootikus
4. Otitis Media supurativa dan mastoiditis 5. Trauma capitis
7. Miastenia Gravis 8. SOL Intrakranial 8
I. Prognosis
Prognosis sangat bergantung pada derajat kerusakan N VII. Pada anak 90% akan mengalami penyembuhan tanpa gejala sisa. Sembuh spontan pada 75-90% dalam beberapa minggu atau dalam 1-2 bulan. Jika dengan medikamentosa dan Fisioterapi selama 3 minggu belum mengalami penyembuhan, besar kemungkinan akan terjadi gejala sisa berupa kontraktur otot-otot wajah, dan sinkinesis.
J. Komplikasi
1. Crocodile tear phenomenon
Yaitu keluarnya air mata pada saat penderita makan makanan. Ini timbul beberapa bulan setelah terjadi paresis dan terjadinya akibat dari regenerasi yang salah dari serabut otonom yang seharusnya ke kelenjar saliva tetapi menuju ke kelenjar lakrimalis. Lokasi lesi di sekitar kelenjar ganglion genikulatum.2,5,6
2. Synknesis
Dalam hal ini otot-otot tidak dapat digerakan satu per satu atau tersendiri, selalu timbul gerakan (involunter) elevasi sudut mulut, kontraksi platisma, atau berkerutnya dahi. Penyebabnya adalah innervasi yang salah, serabut saraf yang mengalami regenerasi bersambung dengan serabut-serabut otot yang salah.2,5,6
3. Hemifacial spasme
Timbul “kedutan” pada wajah (otot wajah bergerak secara spontan dan tidak terkendali) dan juga spasme otot wajah, biasanya ringan. Pada stadium awal hanya mengenai satu sisi wajah saja, tetapi kemudian dapat mengenai pada sisi lainnya. Kelelahan dan kelainan psikis dapat memperberat spasme ini. Komplikasi ini terjadi bila penyembuhan tidak
sempurna, yang timbul dalam beberapa bulan atau 1-2 tahun kemudian. 2,5,6
4. Kontraktur
Hal ini dapat terlihat dari tertariknya otot, sehingga lipatan nasolabialis lebih jelas terlihat pada sisi lumpuh dibanding pada sisi yang sehat. Terjadi bila kembalinya fungsi sangat lambat. Kontraktur tidak tampak pada waktu otot wajah istirahat, tetapi menjadi jelas saat otot wajah bergerak.5,6,7 9
K. Terapi
1. Terapi medikamentosa: Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih kontroversi juga dalam diberikan neurotropik.
2. Terapi operatif : Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi. 3. Rehabilitasi Medik
L. Rehabilitasi Medik Pada Penderita Bell’s Palsy
Rehabilitasi medikmenurut WHO adalah semua tindakan yang ditunjukan guna mengurangi dampak cacat handicap serta meningkatkan kemampuan pasien dengan disabilitas mengenai intergritas sosial. Tujuan rehabilitasi medik adalah:5,6 1) Meniadakan keadaan cacat bila mungkin; 2) Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin; 3) Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan apa yang tertinggal. Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapi,okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik. Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik 10 pada Bell’s palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program- program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi, sosial medik,
psikolog dan ortotik prostetik, sedang program perawatan pesawat rehabilitasi danterapi wicara tidak banyak berperan.5,6
1. Program Fisioterapi a. Pemanasan
Pemanasan superficial dengan infra red.
Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau
Microwave Diathermy b. Stimulasi listrik
Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, redukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.
c. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah
Latihan gerak volunter diberikan setelah fase akut, latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh). Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bell’s palsy diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading 11 Massage sebelum latihan gerakan volunteer otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4
area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.
2. Program Terapi Okupasi
Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerakan pada otot wajah. Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.5,6
3. Program Sosial Medik
Penderita Bell’s palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau
melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk kesembuhan penderita.5,6
4. Program Psikologik
Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukan.5,6,
5. Program Ortotik Prostetik
Dapat dilakukan pemasangan “Y” plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan
“Y” plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan Zygomaticus selama parase dan mencegah terjadinya kontaktur.5,6
6. Home Program
a. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit. b. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan
tangan dari sisi wajah yang sehat .
c. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet. d. Perawatan mata: 1) Beri obat tetes mata (golongan artifial tears)
3x sehari; 2) Memakai kacamata gelap sewaktu berpergian siang hari; 3) Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Sukardi, Nara P. Bell’s Palsy. 2007. Available from: http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/sPalsy.pdf/sPalsy.htm (diakses Juni 2013)
2. Sabirin J. Bell’s Palsy. Dalam : Hadinoto dkk. Gangguan Gerak. Cetakan I. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, 1990 : 171-813
3. Maisel RH, Levine SC. Gangguan Saraf Fasialis. Dalam : Adams dkk. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit EGC, 1997 : 139-52 20
4. Thamrinsyam. Beberapa Kontroversi Bell’s Palsy. Dalam : Thamrinsyam dkk. Bell’s Palsy. Surabaya : Unit Rehab ilitasi Medik RSUD Dr. Soetomo/FK UNAIR, 1991 : 1-75.
5. Angliadi LS, Sengkey L, Gessal J, dkk. Rehabilitasi Medik Pada Bell’s Palsy. Dalam: Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Manado: Bagian Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitas BLU RSUP Prof. dr. R. D. Kandou/FK UNSRAT, 2006: 42-496.
6. Annsilva. Bell’s Palsy. 2010. Available from: http://annsilva.wordpress.com/2010/04/04/bell%E2%80%99s-palsy-case-report/ (diakses Juni 2013)
7. Lumbantobing SM. Saraf Otak : Nervus Fasial. Dalam : Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta : FK Universitas Indonesia, 2004 : 55-608.
8. Snell RS. Neuroanatomi Klinik Untuk Mahasiswa Kedokteran edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006 21