• Tidak ada hasil yang ditemukan

tantangan pancasila di era globalisasi.docx

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "tantangan pancasila di era globalisasi.docx"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan kesepakatan politik ketika negara Indonesia didirikan,dan hingga sekarang di era globalisasi,Negara Indonesia tetap berpegang teguh kepada pancasila sebagai dasar negara.Sebagai dasar negara tentulah pancasila harus menjadi acuan Negara dalam menghadapi tantangan global dunia yang terus berkembang.

Di era globalisasi ini peran pancasila tentulah sangat penting untuk tetap menjaga eksistensi kepribadian bangsa indonesia,karena dengan adanya globalisasi batasan batasan diantara negara seakan tak terlihat,sehingga berbagai kebudayaan asing dapat masuk dengan mudah ke masyarakat.

Hal ini dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi bangsa Indonesia,jika kita dapat memfilter dengan baik berbagai hal yang timbul dari dampak globalisasi tentunya globalisasi itu akan menjadi hal yang positif karena dapat menambah wawasan dan mempererat hubungan antar bangsa dan negara di dunia.Tapi jika kita tidak dapat memfilter dengan baik sehingga hal-hal negatif dari dampak globalisasi dapat merusak moral bangsa dan eksistensi kebudayaan indonesia. Dari faktor-faktor tersebutlah di butuhkan peranan pancasila sebagai dasar dan pedoman negara dalam menghadapi tantangan global yang terus meningkat diera globalisasi.

B. Rumusan masalah

a. Bagaimana peranan pancasila dalam era globalisasi ?

b. Hal apa saja yang dilakukan dalam menghadapi era globalisasi yang berlandas pada ideologi pancasila?

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dari dibuatnya makalah ini :

1. Mengkaji hal – hal yang harus dilakukan dalam menghadapi era globalisasi yang berlandasan pada pancasila.

2. Mencari tahu peranan pancasila dalam era globalisasi ini. Manfaat :

(2)

1. Mendapat pengetahuan dan wawasan baru.

2. Mengetahui sikap yang harus dilakukan untuk menghadapi era globalisasi yang berdasarkan pancasila.

(3)

PEMBAHASAN

A. Secara Etimologis

Secara etimologis pancasila berasal dari bahasa sansekerta dari india (bahasa kastaBrahmana) adapun bahasa rakyat biasa adalaha bahasa prakerta. Perkataan pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan budha di India. Ajaran Budha bersumber pada kitab suci tri pritaka, terdiri atas tiga macam buku besar yaitu: Sutta Pitaka , Abhidama Pitaka dan Vinaya Pitaka. Dalam ajaran budha terdapat ajaran moral untuk mencapai nirwana dengan melalui samadhi, dan setiap golongan berbeda kewajiban moralnya.

Pandangan hidup suatu bangsa adalah masalah pilihan, masalah putusan suatu bangsa mengenai kehidupan bersama yang dianggap baik. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa, berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu dijadikan tuntunan dan pegangan dalam mengatur sikap dan tingkah laku manusia Indonesia dalam hubungannya dengan Tuhan, masyarakat dan alam semesta. Pancasila sebagai dasar Negara, ini berarti bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan dasar dan pedoman dalam mengatur tata kehidupan bernegara seperti yang diatur dalam UUD.

B. Landasan historis

Bangsa memiliki ideologi dan pandangan hidup yang berbeda satu dengan yang lainnya, diambil dari nilai-nilai yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan bangsa yang bersangkutan. Demikian halnya dengan Pancasila yang merupakan ideologi dan pandangan hidup bangsa Indonesia digali dari tradisi dan budaya yang tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sendiri sejak kelahirannya dan berkembangnya menjadi bangsa yang besar seperti yang dialami oleh dua kerajaan besar tempo dulu yaitu Kedaulatan Sriwijaya dan Keprabuan Majapahit.

Setelah berproses dalam rentang perjalanan sejarah yang panjang sampai kepada tahap pematangannya oleh para pendiri Negara pada saat akan mendirikan

(4)

Negara Indonesia merdeka telah berhasil merancang dasar Negara yang justru bersumber pada nilai-nilai yang telah tumbuh, hidup, dan berkembang dalam kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia yang kemudian diformulasikan dan disistematisasikan dalam rancangan dasar Negara yang diberi nama Pancasila. Nama tersebut untuk pertama kalinya diberikan oleh salah seorang penggagasnya yaitu Ir. Soekarno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945 dalam persidangan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atas saran dan petunjuk seorang temannya yang ahli bahasa.

Dengan demikian secara historis kehidupan bangsa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila, serta telah melahirkan suatu keyakinan yang tinggi pada bangsa Indonesia terhadap kebenaran dan ketepatan Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa dan Negara Republik Indonesia. Sejak resmi disahkan menjadi dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia sampai dengan saat ini dan insya Allah untuk selamanya.

C. Kedudukan Pancasila

1. Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa

Manusia seabagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dalam perjuangan unutk mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup . Nilai-nilai luhur adalah merupakan tolak ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia, seperti cita-cita yang hendak dicapainya dalam hidup manusia. 2. Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Sebagai dasar negara, Pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupkan suatu sumber nilai, norma serta kaidah baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau UUD, maupun yang tidak tertulis atau konvensi. Dalam kedudukannya seabagai dasar negara,

(5)

Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara hukum. Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib hukum indonesia maka pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu pembukaan UUD 1945, kemudian di jelmakan atau di jabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya di jabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945, serta hukum positif lainnya.

3. Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia

Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara Indonesia maka pancasila pada hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau sekelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia. Namun pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai kebudayaan, serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk negara. Dengan kata lain unsur-unsur yang merupakan materi (bahan) pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sediri, sehingga bangsa Indonesia merupakan kausa materialis (asal bahan) Pancasila

4. Pancasila Sebagai Pedoman Dalam Menghadapi Globalisasi

Pancasila sebagai dasar negara Indonesia yang sudah ditentukan oleh para pendiri bernegara,berbagai tantangan dalam menjalankan ideologi pancasila juga tidak mampu untuk menggantikankan pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia,pancasila terus dipertahankan oleh segenap bangsa Indonesia sebagai dasar negara membuktikan bahwa pancasila merupakan ideologi yang sejati untuk bangsa Indonesia.

Oleh karena itu tantangan di era globalisasi yang bisa mengancam eksistensi kepribadian bangsa,dan kini mau tak mau,suka tak suka ,bangsa Indonesia berada di pusaran arus globalisasi dunia.Tetapi harus diingat bahwa bangsa dan negara Indonesia tak mesti kehilangan jatidiri,kendati hidup ditengah-tengah pergaulan dunia.Rakyat yang tumbuh di atas

(6)

kepribadian bangsa asing mungkin saja mendatangkan kemajuan,tetapi kemajuan tersebut akan membuat rakyat tersebut menjadi asing dengan dirinya sendiri.Mereka kehilangan jatidiri yang sebenarnya sudah jelas tergambar dari nilai-nilai luhur pancasila.

Dalam arus globalisasi saat ini dimana tidak ada lagi batasan-batasan yang jelas antar setiap bangsa Indonesia,rakyat dan bangsa Indonesia harus membuka diri. Dahulu dengan tangan terbuka menerima masuknya pengaruh budaya hindu, islam ,serta masuknya kaum barat yang akhirnya melahirkan kolonialisme. Pengalaman pahit berupa kolonialisme tentu sangat tidak menyenangkan untuk kembali terulang. Patut diingat bahwa pada zaman modern sekarang ini wajah kolonialisme dan imperialisme tidak lagi dalam bentuk fisik, tetapi dalam wujud lain seperti penguasaan politik dan ekonomi. Meski tidak berwujud fisik, tetapi penguasaan politik dan ekonomi nasional oleh pihak asing akan berdampak sama seperti penjajahan pada masa lalu, bahkan akan terasa lebih menyakitkan.

Dalam pergaulan dunia yang kian global, bangsa yang menutup diri rapat-rapat dari dunia luar bisa dipastikan akan tertinggal oleh kemajuan zaman dan kemajuan bangsa-bangsalain. Bahkan negara sosialis seperti Uni Soviet yang terkenal anti dunia luar tidak bisa bertahan dan terpaksa membuka diri. Maka konsep pembangunan modern harus membuat bangsa dan rakyat Indonesia membuka diri.

Dalam upaya untuk meletakan dasar-dasar masyarakat modern, bangsa Indonesia bukan hanya menyerap masuknya modal, teknologi, ilmu pengetahuan, dan keterampilan, tetapi juga terbawa masuk nilai-nilai sosial politik yang berasal dari kebudayaan bangsa lain.

Yang terpenting adalah bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia mampu menyaring agar hanya nilai-nilai kebudayaan yang baik dan sesuai dengan kepribadian bangsa saja yang terserap. Sebaliknya, nilai-nilai budaya yang tidak sesuai apalagi merusak tata nilai budaya nasional mesti

(7)

ditolak dengan tegas. Kunci jawaban dari persoalan tersebut terletak pada Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara. Bila rakyat dan bangsa Indonesia konsisten menjaga nilai luhur bangsa, maka nilai-nilai atau budaya dari luar yang tidak baik akan tertolak dengan sendirinya.

Dalam kondisi yang serba terbuka seperti saat ini justru jati diri bangsa Indonesia tengah berada pada titik nadir. Bangsa dan rakyat Indonesia kini seakan-akan tidak mengenal dirinya sendiri sehingga budaya atau nilai-nilai dari luar baik yang sesuai maupun tidak sesuai terserap bulat-bulat. Nilai-nilai yang datang dari luar serta-merta dinilai bagus, sedangkan nilai-nilai luhur bangsa yang telah tertanam sejak lama dalam hati sanubari rakyat dinilai usang. Lihat saja sistem demokrasi yang kini tengah berkembang di Tanah Air yang mengarah kepada faham liberalisme. Padahal negara Indonesia seperti ditegaskan dalam pidato

Bung Karno di depan Sidang Umum PBB menganut faham demokrasi

Pancasila yang berasaskan gotong royong, kekeluargaan, serta musyawarah dan mufakat.

Sistem politik yang berkembang saat ini sangat gandrung dengan faham liberalisme dan semakin menjauh dari sistem politik berdasarkan Pancasila yang seharusnya dibangun dan diwujudkan rakyat dan bangsa Indonesia. Terlihat jelas betapa demokrasi diartikan sebagai kebebasan tanpa batas. Hak asasi manusia (HAM) dengan keliru diterjemahkan dengan boleh berbuat semaunya dan tak peduli apakah merugikan atau mengganggu hak orang lain. Budaya dari luar, khususnya faham liberalisme, telah merubah sudut pandang dan jati diri bangsa dan rakyat Indonesia. Pergeseran nilai dan tata hidup yang serba liberal memaksa bangsa dan rakyat Indonesia hidup dalam ketidakpastian. Akibatnya, seperti terlihat saat ini, konstelasi politik nasional serba tidak jelas. Para elite politik tampak hanya memikirkan kepentingan dirinya dan kelompoknya semata.

(8)

Dalam kondisi seperti itu Pancasila sebagai pandangan hidup dan dasar negara memegang peranan penting. Pancasila akan menilai nilai-nilai mana saja yang bisa diserap untuk disesuaikan dengan nilai-nilai-nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Dengan begitu, nilai-nilai baru yang berkembang nantinya tetap berada di atas kepribadian bangsa Indonesia. Pasalnya, setiap bangsa di dunia sangat memerlukan pandangan hidup agar mampu berdiri kokoh dan mengetahui dengan jelas arah dan tujuan yang hendak dicapai. Dengan pandangan hidup, suatu bangsa mempunyai pedoman dalam memandang setiap persoalan yang dihadapi serta mencari solusi dari persoalan tersebut .

D. Pengaruh Globalisasi Terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme

1)

Pengertian Globalisasi

Globalisasi adalah suatu proses tatanan masyarakat yang mendunia dan tidak mengenal batas wilayah. Globalisasi pada hakikatnya adalah fenomena dimana batasan-batasan antar negara seakan memudar karena terjadinya berbagai perkembangan di segala aspek kehidupan,khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.Dengan terjadinya perkembangan berbagai aspek kehidupan khususnya di bidang iptek maka manusia dapat pergi dan berpindah ke berbagai negara dengan lebih mudah serta mendapatkan berbagai informasi yang ada dan yang terjadi di dunia.

Namun fenomena globalisasi ini tidak selalu memberi dampak positif,berbagai perubahan yang terjadi akibat dari globalisasi sudah sangat terasa,baik itu di bidang politik,ekonomi,sosial,budaya,dan teknologi informasi. Berbagai dampak negatif terjadi dikarenakan manusia kurang bisa memfilter dampak dari globalisasi sehingga lebih banyak mengambil hal-hal negatif dari pada hal-hal positif yang sebenarnya bisa lebih banyak kita dapatkan dari fenomena globalisasi ini. Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi yaitu pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi di berbagai bidang kehidupan seperti

(9)

kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain- lain akan mempengaruhi nilai- nilai nasionalisme terhadap bangsa.

2) Pengaruh positif globalisasi

a. Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan adalah bagian dari suatu negara, jika pemerintahan dijalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat. b. Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Dengan adanya hal tersebut akan meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa yang menunjang kehidupan nasional bangsa.

c. Dari globalisasi sosial budaya kita dapat meniru pola berpikir yang baik seperti etos kerja yang tinggi dan disiplin dan Iptek dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa yang pada akhirnya memajukan bangsa dan akan mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.

3) Pengaruh negatif globalisasi

a. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang

b. Dari globalisasi aspek ekonomi, hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri karena banyaknya produk luar negeri membanjiri di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia.

c. Mayarakat kita khususnya anak muda banyak yang lupa akan identitas diri sebagai bangsa Indonesia, karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat.

d. Mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara yang kaya dan miskin, karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi

(10)

ekonomi. Hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu kehidupan nasional bangsa. e. Munculnya sikap individualisme yang menimbulkan ketidakpedulian

antarperilaku sesama warga. Dengan adanya individualisme maka orang tidak akan peduli dengan kehidupan bangsa.

Pengaruh - pengaruh di atas memang tidak secara langsung berpengaruh terhadap nasionalisme. Akan tetapi secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau hilang. Sebab globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apa yang di luar negeri dianggap baik memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita. Jika terjadi maka akan menimbulkan dilematis. Bila dipenuhi belum tentu sesuai di Indonesia. Bila tidak dipenuhi akan dianggap tidak aspiratif dan dapat bertindak anarkis sehingga mengganggu stabilitas nasional, ketahanan nasional bahkan persatuan dan kesatuan bangsa.

E. Pancasila Di Era Globalisasi

Realitas kontemporer memperlihatkan bahwa tantangan terhadap ideologi Pancasila, baik kini maupun nanti, beberapa di antaranya telah tampak di permukaan. Tantangan dari dalam di antaranya berupa berbagai gerakan separatis yang hendak memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apa yang terjadi di Aceh, Maluku, dan Papua merupakan sebagian contoh di dalamnya. Penanganan yang tidak tepat dan tegas dalam menghadapi gerakan-gerakan tersebut akan menjadi ancaman serius bagi tetap eksisnya Pancasila di bumi Indonesia. Bahkan, bisa jadi akan mengakibatkan Indonesia tinggal sebuah nama sebagaimana halnya Yugoslavia dan Uni Soviet. Tidak kalah seriusnya dengan tantangan dari dalam, Pancasila juga kini tengah dihadapkan dengan tantangan eskternal berskala besar berupa mondialisasi atau globalisasi.

Globalisasi yang berbasiskan pada perkembangan teknologi informasi, komunikasi, dan transportasi, secara drastis telah mentransendensi batas-batas etnis bahkan bangsa. Jadilah Indonesia kini, tanpa bisa dihindari dan

(11)

menghindari, menjadi bagian dari arus besar berbagai perubahan yang terjadi di dunia. Sekecil apa pun perubahan yang terjadi di belahan dunia lain akan langsung diketahui atau bahkan dirasakan akibatnya oleh Indonesia. Sebaliknya, sekecil apa pun peristiwa yang terjadi di Indonesia secara cepat akan menjadi bagian dari konsumsi informasi masyarakat dunia.

Pengaruh dari globalisasi ini dengan demikian begitu cepat dan mendalam. Menjadi sebuah petanyaan besar bagi bangsa Indonesia, sanggupkah Pancasila menjawab berbagai tantangan tersebut? Akankah Pancasila tetap eksis sebagai ideologi bangsa? Jawabannya tentu akan terpulang kepada bangsa Indonesia sendiri sebagai pemilik Pancasila. Namun demikian, kalaulah kemudian mencoba untuk mencari jawaban atas berbagai tantangan tersebut maka jawabannya adalah bahwa Pancasila akan sanggup menghadapi berbagai tantangan tersebut asalkan Pancasila benar-benar mampu diaplikasikan sebagai weltanschauung bangsa Indonesia. Implikasi dari dijadikannya Pancasila sebagai pandangan hidup maka bangsa yang besar ini haruslah mempunyai sense of belonging dan sense of pride atas Pancasila.

Untuk menumbuhkembangkan kedua rasa tersebut maka melihat realitas yang tengah berkembang saat ini setidaknya dua hal mendasar perlu dilakukan. Penanaman kembali kesadaran bangsa tentang eksistensi Pancasila sebagai ideologi bangsa. Penanaman kesadaran tentang keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa mengandung pemahaman tentang adanya suatu proses pembangunan kembali kesadaran akan Pancasila sebagai identitas nasional.

Upaya ini memiliki makna strategis manakala realitas menunjukkan bahwa dalam batas-batas tertentu telah terjadi proses pemudaran kesadaran tentang keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa. Salah satu langkah terbaik untuk mendekatkan kembali atau membumikan kembali Pancasila ke tengah rakyat Indonesia tidak lain melalui pembangunan kesadaran sejarah. Tegasnya Pancasila didekatkan kembali dengan cara menguraikannya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari perjuangan

(12)

rakyat Indonesia, termasuk menjelaskannya bahwa secara substansial Pancasila adalah merupakan jawaban yang tepat dan strategis atas keberagaman Indonesia, baik pada masa lalu, masa kini maupun masa yang akan datang.

F. Pemahaman Tentang Pancasila Dalam Era Globalisasi

Kata Pancasila terdiri dari dua kata dari bahasa Sansekerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia berisi

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam

Permusyawaratan/Perwakilan

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dan globalisasi adalah sebuah istilah yang memiliki hubungan dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi bias. Negara Republik Indonesia memang tergolong masih muda dalam pergaulan dunia sebagai bangsa yang merdeka. Tetapi, perlu diingat, sejarah dan kebudayaan bangsa Indonesia telah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Kebesaran dan kegemilangan Kerajaan Sriwijaya, Majapahit, atau Mataram, menjadi bukti nyata. Kekuasaan kerajaan-kerajaan di Nusantara bahkan sampai negeri seberang.

Sayangnya, masa emas kerajaan-kerajaan tersebut hilang dan berganti dengan kehidupan masa kolonialisme dan imperialisme. Selama tiga setengah abad bangsa dan rakyat Indonesia hidup dalam kegelapan dan penderitaan. Baru pada 17 Agustus 1945, bangsa dan rakyat Indonesia dapat kembali menegakan kepala melalui proklamasi kemerdekaan. Jadi, Pancasila bukan mendadak terlahir pada saat Proklamasi Kemerdekaan 17

(13)

Agustus 1945, tetapi melalui proses panjang sejalan dengan panjangnya perjalanan sejarah bangsa Indonesia.

G. Proses Perjalanan Pancasila menuju Era Globalisasi

Pancasila terlahir dalam nuansa perjuangan dengan melihat pengalaman dan gagasan-gagasan bangsa lain, tetapi tetap berakar pada kepribadian dan gagasan-gagasan bangsa Indonesia sendiri. Oleh sebab itu, Pancasila bisa diterima sebagai dasar negara Indonesia merdeka. Sejarah telah mencatat, kendati bangsa Indonesia pernah memiliki tiga kali pergantian UUD, tetapi rumusan Pancasila tetap berlaku di dalamnya. Kini, yang terpenting adalah bagaimana rakyat, terutama kalangan elite nasional, melaksanakan Pancasila dalam segala sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan lagi menjadikan Pancasila sekadar rangkaian kata-kata indah tanpa makna. Jika begitu, maka Pancasila tak lebih dari rumusan beku yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. Pancasila akan kehilangan makna bila para elite tidak mau bersikap atau bertindak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Bila Pancasila tidak tersentuh dengan kehidupan nyata, Pancasila tidak akan bergema. Maka, lambat-laun pengertian dan kesetiaan rakyat terhadap Pancasila akan kabur dan secara perlahan-lahan menghilang. Maka, guna meredam pengaruh dari luar perlu dilakukan akulturasi kebudayaan. Artinya, budaya dari luar disaring oleh budaya nasional sehingga output yang dikeluarkan seusai dengan nilai dan norma bangsa dan rakyat Indonesia. Memang masuknya pengaruh negatif budaya asing tidak dapat lagi dihindari, karena dalam era globalisasi tidak ada negara yang bisa menutup diri dari dunia luar.

Oleh sebab itu, bangsa Indonesia harus mempunyai akar-budaya dan mengikat diri dengan nilai-nilai agama, adat istiadat, serta tradisi yang tumbuh dalam masyarakat. Di depan Sidang Umum PBB, 30 September 1960, Presiden Soekarno menegaskan bahwa ideologi Pancasila tidak berdasarkan faham liberalisme ala dunia Barat dan faham sosialis ala dunia Timur. Juga bukan merupakan hasil kawinan keduanya. Tetapi,

(14)

ideologi Pancasila lahir dan digali dari dalam bumi Indonesia sendiri. Secara singkat Pancasila berintikan Ketuhanan Yang Maha Esa (sila pertama), nasionalisme (sila kedua), internasionalisme (sila ketiga), demokrasi (sila keempat), dan keadilan sosial (sila kelima). Dalam kehidupan kebersamaan antar bangsa di dunia, dalam era globalisasi yang harus diperhatikan, pertama, pemantapan jatidiri bangsa. Kedua, pengembangan prinsip-prinsip yang berbasis pada filosofi kemanusiaan dalam nilai-nilai Pancasila, antara lain:

1. Perdamaian bukan perang.

2. Demokrasi bukan penindasan.

3. Dialog bukan konfrontasi.

4. Kerjasama bukan eksploitasi.

5. Keadilan bukan standar ganda.

H. Pancasila Bersifat Universal

Tata nilai universal yang dibawa arus globalisasi saat ini sebenarnya tak lebih nilai-nilai Pancasila dalam artian yang luas. Cakupan dan muatan globalisasi telah ada dalam Pancasila. Karena itu, mempertentangkan ideologi Pancasila dengan ideologi atau faham lain tak lebih dari sekadar kesia-siaan belaka. Selain itu, selama masih terjadi pergulatan pada faham dan pandangan hidup, bangsa dan rakyat Indonesia akan terus berada dalam kekacauan berpikir dan sikap hidup. Menggantikan Pancasila sebagai dasar negara tidak mungkin karena faham lain tidak akan mendapat dukungan bangsa dan rakyat Indonesia.

Pancasila dapat ditetapkan sebagai dasar negara karena sistem nilainya mengakomodasi semua pandangan hidup dunia internasional tanpa mengorbankan kepribadian Indonesia. Sesungguhnya, Pancasila bukan hanya sekadar fondasi nasional negara Indonesia, tetapi berlaku universal bagi semua komunitas dunia internasional. Kelima sila dalam Pancasila telah memberikan arah bagi setiap perjalanan bangsa-bangsa di dunia dengan nilai-nilai yang berlaku universal. Tanpa membedakan ras, warna kulit, atau agama, setiap negara selaku warga dunia dapat menjalankan Pancasila dengan teramat mudah. Jika demikian, maka cita-cita dunia

(15)

mencapai keadaan aman, damai, dan sejahtera, bukan lagi sebagai sebuah keniscayaan, tetapi sebuah kenyataan. Mengapa? Karena cita-cita Pancasila sangat sesuai dengan dambaan dan cita-cita masyarakat dunia. Bukankah kondisi dunia yang serba carut-marut seperti sekarang ini diakibatkan oleh faham-faham di luar Pancasila? Bukankah secara de facto faham komunisme telah gagal dalam memberikan kedamaian dan kesejahteraan bagi rakyat Uni Soviet? Bukankah faham liberalisme banyak mendapat tentangan dari negara-negara berkembang? Sebetulnya Indonesia bisa melepaskan diri dari perangkap hegemonik negara-negara maju. Cina, Korea Selatan, Brazil, India, dan masih banyak negara lain yang notabene sebelumnya termasuk negara berkembang, berhasil menunjukkan jalan keluar untuk lepas dari perangkap neoliberalisme. Upaya melepaskan diri dari jerat neoliberalisme tersebut mampu mereka lakukan dengan mengandalkan kekuatan lokal yang terus dibangun dan digunakan sebagai senjata dalam menghadapi pasar bebas. Dominasi negara-negara berkembang dapat mencapai titik lelahnya jika, kekuatan-kekuatan lokal negara berkembang mampu ditingkatkan.

Dalam hal ini tentu saja peran negara menjadi sangat strategis dalam mengembangkan kekuatan lokal tersebut. Negeri ini jelas membutuhkan sistem penyeimbang untuk masuk dalam pasar bebas, baik struktural maupun kultural. Indonesia perlu menata kekuatan struktural guna melakukan proses penguatan potensi lokal. Negara-negara maju dengan segala kekurangannya telah terlebih dulu melakukan penguatan struktural. Mereka memang memiliki sumberdaya alam yang sangat terbatas, namun keterbatasan itu disiasati dengan manajerial yang sangat kuat dan ketat. Negara maju memiliki kemampuan lebih dalam merasionalkan sumber-sumber lokalnya dan membuat mekanisme hukum yang cukup rinci dengan batas-batas yang jelas sebagai langkah proteksi terhadap aset nasional mereka—hal mana yang belum mampu dilakukan di Indonesia.

Indonesia sendiri yang memiliki aset-aset strategis, malah bertindak jauh lebih liberal dari apa yang dilakukan negara-negara maju pencetus liberalisme itu sendiri. Indonesia tidak membangun mekanisme kontrol

(16)

yang cukup efektif guna memproteksi aset nasional agar jangan sampai jatuh ke tangan asing. Kemampuan manajerial Indonesia dalam menata aset-asetnya inilah yang seharusnya menjadi kunci penentu sebesar apa peluang kita dalam kancah globalisasi. Penguatan struktural yang perlu dilakukan adalah pengarusutamaan ekonomi rakyat dan industri lokal dalam kebijakan dan regulasi pemerintah. Selain penguatan struktural, pembenahan mental (kultural) bangsa inipun perlu dipikirkan. Harus jujur dan lapang dada kita akui bahwa saat ini bangsa Indonesia memiliki kebiasaan kultural “mentalitas orang kalah”. Kerap kali kita terlalu terbuka menerima pengaruh dari luar. Ironisnya, pengaruh luar yang masuk ditelan begitu saja. Harusnya ada transformasi kebudayaan yang cukup besar untuk bisa membendung pengaruh tersebut.

Indonesia perlu menggali betul segala potensi yang tersimpan dalam bumi pertiwi ini. Ambil contoh, Cina. Sejarah kebudayaan panjang yang mereka lalui telah mampu membangun Cina seperti sekarang yang mampu menegakkan kepala saat berhadapan dengan kepentingan asing. Identitas kolektif kebangsaan mereka pun malah semakin menguat. Indonesia seharusnya mampu melakukan perubahan sebagaimana yang telah ditunjukkan negara berpopulasi terpadat tersebut. Akan tetapi, langkah yang ditempuh Indonesia tentu saja harus berbeda dengan Cina. Bukan semata ingin tampil beda, akan tetapi perbedaan realitas objektif dari masing-masing negara harus disikapi dengan cara berbeda pula. Dalam menyikapi konstelasi global, Indonesia dituntut untuk bermain dengan caranya sendiri.

Kondisi objektif pluralitas masyarakat Indonesia merupakan salah satu ciri khas yang harus mampu ditata dengan membangkitkan kekuatan-kekuatan lokal. Apa yang menjadi kekurangan kita selama ini adalah belum terbangunnya sebuah kebanggaan atas apa yang kita miliki sebagai bagian integral dari diri kita sendiri—sebuah problem mentalitas yang hingga hari ini belum mampu kita rubah. Di sinilah sesungguhnya sikap maupun peran kepemimpinan nasional diharapkan. Sikap kepemimpinan nasional pada akhirnya akan sangat menentukan bagaimana identitas

(17)

kolektif kebangsaan melalui potensi lokal dapat terbangun. Nation character building yang dilakukan Soekarno pada fase awal pemerintahan Republik kini seakan tak lagi nampak. Pembangunan karakter nasional tidak lain adalah upaya membangun identitas kolektif kebangsaan dalam wadah Republik. Akan tetapi, dalam proses itu, pendekatan top-down yang dilakukan orde baru tidak perlu diulang lagi. Pendekatan tersebut justru menimbulkan sinisme masyarakat terhadap potensi lokal, termasuk Pancasila.

Menyikapi hal tersebut, Indonesia sesungguhnya memiliki satu pamungkas yang sesungguhnya menyatukan sekian potensi lokal dalam sebuah perahu untuk mengarungi arus globalisasi, yakni Pancasila. Sayangnya, pamungkas itu bak pusaka yang tak tersentuh dan diperlakukan bak kendaraan bemo. Pancasila merupakan sebuah kekuatan ide yang berakar dari bumi Indonesia untuk menghadapi nilai-nilai dari luar, sebagai sistem syaraf atau filter terhadap berbagai pengaruh luar, nilai-nilai dalam Pancasila dapat membangun sistem imun dalam masyarakat kita terhadap kekuatan-kekuatan dari luar sekaligus menyeleksi hal-hal baik untuk diserap, dan sebagai sistem dan pandangan hidup yang merupakan konsensus dasar dari berbagai komponen bangsa yang plural ini. Lewat Pancasila, moral sosial, toleransi, dan kemanusiaan, bahkan juga demokrasi bangsa ini dibentuk.

Pancasila seharusnya dijadikan sebagai poros identitas untuk menghadapi bermacam identitas yang ditawarkan dari luar. Sangat disayangkan jika wacana Pancasila belakangan ini mulai berkurang. Mengingat berbagai potensi yang tersimpan di dalamnya, wacana nasional ini perlu untuk dimunculkan kembali, dibangkitkan kembali dan digali terus nilai-nilainya agar terus berdialektika dalam jaman yang terus bergulir. Untuk itu Pancasila harus bisa kita telaah secara analitis. Pancasila dengan kekayaan nilainya sudah selayaknya digali, diperdalam, lalu dikontekstualisasikan lagi pada perkembangan situasi kekinian yang kita hadapi; terlebih jika Pancasila benar-benar ingin diteguhkan sebagai ideologi bangsa. Satu hal yang menjadi tanya atas Pancasila adalah

(18)

bagaimana nilai-nilai lokal tersebut diturunkan menjadi mode of production untuk menjawab kebutuhan pragmatis hari ini.

BAB III

PENUTUP

(19)

Peran Pancasila sangat penting dalam menghadapi arus globalisasi. Karena Pancasila merupakan sebuah kekuatan ide yang berakar dari bumi Indonesia untuk menghadapi nilai-nilai dari luar, sebagai sistem syaraf atau filter terhadap berbagai pengaruh luar, nilai-nilai dalam Pancasila dapat membangun sistem imun dalam masyarakat kita terhadap kekuatan-kekuatan dari luar sekaligus menyeleksi hal-hal baik untuk diserap, dan sebagai sistem dan pandangan hidup yang merupakan konsensus dasar dari berbagai komponen bangsa yang plural ini. Lewat Pancasila, moral sosial, toleransi, dan kemanusiaan, bahkan juga demokrasi bangsa ini dibentuk.

Pancasila seharusnya dijadikan sebagai poros identitas untuk menghadapi bermacam identitas yang ditawarkan dari luar. Tetapi sangat disayangkan jika wacana Pancasila belakangan ini mulai berkurang. Mengingat berbagai potensi yang tersimpan di dalamnya, wacana nasional ini perlu untuk dimunculkan kembali, dibangkitkan kembali dan digali terus nilai-nilainya agar terus berdialektika dalam jaman yang terus bergulir.

Untuk itu Pancasila harus bisa kita telaah secara analitis. SARAN Perlu ditanamkannya nilai – nilai dalam Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat. Agar kita mampu memfilterisasi arus globalisasi yang ada. Sesuaikah dengan nilai – nilai Pancasila. Pancasila dapat berperan dalam era globalisasi apabila dari diri masing – masing sudah tertanam nilai – nilai luhur Pancasila. Tentu akan percuma peran Pancasila dalam era globalisasi ini, apabila dalam diri sendiri tidak mempunyai kesadaran akan pentingnya nilai – nilai Pancasila dalam kehidupan.

B. Saran

Sebagai warga Negara Indonesia kita wajib menghargai segala nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila, mengingat pancasila adalah falasah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bersatu dan berdaulat.

Referensi

Dokumen terkait

At the same time, Bank Indonesia shared that it may maintain the benchmark rate at 7.5%, this would trigger more selling activity as market will start to

[r]

Berbeda hal-nya dengan di Desa Jambu, sebagian besar lansia memiliki kualitas hidup yang kurang pada domain kesehatan fisik, lingkungan dan hubungan sosial dengan

masyarakat Mandar di Kecamatan Sendana Kabupaten Majene ialah diantaranya: (1) penentuan calon dilihat dari akhlaknya yang baik (agama); (2) penjajakan dengan maksud

Adapun perbedaan pemikiran Husein Muhammad dan Asghar Ali Engineer yaitu Husein berpendapat bahwa pembahasan mengenai hak reproduksi ini tidak bisa dipisahkan dengan

Penelitian ini menggunakan pendekatan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan subyek penelitian adalah siswa kelas XII TPHP SMK Putra Wilis Kecamatan Sendang

a) Melakukan pengamatan pada setiap tahapan proses penggilingan padi berdasarkan varietas, Cigeulis dan Inpari – 4 sebanyak 50 kg untuk masing – masing

Dilihat dari aspek tekstur menunjukkan (F hitung > F (tabel) = 13,06 < 2,80) menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan dari keempat sampel brownies kukus