• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Topik penelitian ini adalah perilaku konsumen dalam proses pengambilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. Topik penelitian ini adalah perilaku konsumen dalam proses pengambilan"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Grand Theory Consumer Decision Model

Topik penelitian ini adalah perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan pembelian. Pembelian diawali dengan pengenalan kebutuhan, kemudian diikuti dengan pencarian informasi, evaluasi, pembelian, kemudian evaluasi pasca pembelian. Penelitian ini menganalisis proses pengambilan keputusan dari tahap pencarian informasi hingga pembelian dilakukan dalam konteks e-commerce. Berdasarkan pada ruang lingkup ini, teori yang menjadi landasan studi ini adalah teori keputusan pembelian konsumen. Consumer

decision model yang juga dikenal dengan sebutan Engel-Blackwell-Miniard Model pertama kali dikembangkan pada tahun 1968 oleh Engel, Kollat, dan

Blackwell, secara terus menerus direvisi dan digambarkan pada Gambar 2.1. Model dibentuk dari enam poin proses pengambilan keputusan: munculnya kebutuhan, diikuti dengan pencarian informasi, baik secara internal maupun eksternal, evaluasi alternatif, pembelian, konsumsi, dan evaluasi pasca pembelian. Keputusan pembelian ini dipengaruhi oleh tiga faktor utama, pertama stimuli yang diperoleh dari upaya pemasaran. Kedua, variabel lingkungan eksternal yang terdiri atas budaya, kelas sosial, pengaruh orang lain, keluarga, dan situasi. Ketiga, variabel individu yang terdiri atas sumber daya konsumen, motivasi, pengetahuan, sikap, kepribadian, nilai, dan gaya hidup.

(2)

Consumer Decision Model menjadi penting dalam penelitian ini karena

dipergunakan untuk menjelaskan pengambilan keputusan pembelian, baik dengan karakteristik kompleks maupun sederhana. Permasalahan konsumsi yang kompleks memerlukan pencarian informasi eksternal yang lebih ekstensif. Sementara permasalahan pembelian yang sederhana dapat hanya bergantung pada pencarian internal dari memori atau pengalaman terdahulu.

Sumber: Bray (2008) Gambar 2.1

(3)

2.2 Middle Theory

2.2.1 Theory of Planned Behavior

Theory of Planned Behavior (TPB) menjelaskan bahwa perilaku konsumen

dibentuk oleh sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control (PBC) yang membentuk niat. Niat kemudian mempengaruhi bagaimana perilaku seseorang. Teori ini menjadi landasan studi saat ini yang menganalisis pengaruh niat terhadap perilaku pembelian online. Model ini dikembangkan oleh Icek Ajzen untuk menyempurnakan kekuatan prediktif dari Theory of Reasoned Action (TRA), dengan menambahkan variabel PBC. Teori ini mempostulasikan bahwa sikap, norma subyektif, dan PBC secara bersama-bersama membentuk niat dan perilaku. Ketiga variabel pembentuk niat dalam TPB dijelaskan masing-masing sebagai berikut:

Sikap: evaluasi positif atau negatif seseorang mengenai suatu perilaku. Konsepnya adalah tingkatan sejauh mana perilaku dinilai positif atau negatif.

Norma subjektif: persepsi seseorang terhadap perilaku tertentu, di mana persepsi ini dipengaruhi oleh penilaian orang di sekitar yang dianggap berpengaruh, seperti orang tua, pasangan, teman, dan mentor.

Perceived behavioral control (PBC): persepsi mengenai mudah atau sulitnya melakukan perilaku tertentu. PBC ditentukan oleh kehadiran faktor-faktor yang dapat memfasilitasi atau menghalangi kemampuan seseorang untuk melakukan perilaku tersebut. PBC secara konsep

(4)

berhubungan dengan self efficacy yang dikembangkan oleh Bandura (1977) dalam social cognitive theory.

TPB merupakan salah satu teori perilaku dengan kekuatan prediktif tinggi, dan dipergunakan untuk memprediksi perilaku manusia di semua bidang. Studi yang cukup sering memanfaatkan teori ini adalah di bidang pemasaran (perilaku pembelian, periklanan, kehumasan), perilaku dalam lingkungan baru seperti

online, dan dalam isu baru seperti produk ramah lingkungan, kesehatan (edukasi

masyarakat), dan perilaku kewirausahaan. Penelitian ini menganalisis pengaruh niat terhadap perilaku pembelian online, sehingga TPB menjadi teori yang sangat penting sebagai landasan penelitian ini. TPB digambarkan pada Gambar 2.2.

Sumber: George (2004)

Gambar 2.2

Theory of Planned Behavior

Niat Perilaku Sikap Norma Subjektif Perceived Behavioral Control

(5)

2.2.2 Perceived Risk Theory

Konsep persepsi risiko dalam literatur pemasaran diperkenalkan oleh Bauer (1960) yang menyatakan bahwa perilaku konsumen mengandung konsekuensi negatif yang tidak mampu diantisipasi oleh konsumen. Risiko dibentuk oleh dua dimensi yaitu ketidakpastian dan konsekuensi (Cunningham, 1967). Ketidakpastian merupakan fungsi dari masa depan yang tidak diketahui, tidak dapat dikontrol, dan tidak dapat diprediksi. Konsekuensi terbatas pada konsekuensi yang tidak diharapkan, dalam topik penelitian ini misalnya konsekuensi negatif yang mungkin muncul sebagai akibat dari pembelian online. Mitchell (1992) menyebutkan terdapat enam jenis risiko yaitu risiko sosial, finansial, fisik, kinerja, waktu, dan risiko psikologis. Persepsi risiko mempengaruhi setiap tahapan dari proses pengambilan keputusan pembelian oleh konsumen. Hal ini menjadi tantangan bagi pemasar untuk mengelola situasi ini sedemikian rupa sehingga menciptakan keunggulan kompetitif bagi organisasi.

Pada pembelian di lingkungan online, persepsi risiko cenderung lebih tinggi dibandingkan di lingkungan offline (Cunningham et al., 2005). Hal ini diakibatkan oleh ketidakhadiran interaksi langsung pada komunikasi melalui internet (Cheng

et al., 2012) sehingga mencegah konsumen melakukan kontak dengan elemen

fisik produk untuk menilai kualitasnya (Martin et al., 2011). Karakteristik lingkungan online ini meningkatkan kekhawatiran konsumen bahwa produk yang ingin dibeli secara online tidak mampu memenuhi harapan mereka terkait dengan kualitas produk (Chang dan Chen, 2008). Dengan kata lain, terdapat kekhawatiran

(6)

bahwa transaksi secara online berpotensi untuk tidak memberikan nilai finansial yang diharapkan.

Persepsi risiko online didefinisikan sebagai keyakinan konsumen atas potensi munculnya konsekuensi negatif akibat transaksi online (Kim et al., 2007). Risiko finansial merupakan risiko yang dominan menurunkan pembelian online (D'Alessandro et al., 2012; Liu dan Forsythe, 2010; Xu et al., 2010). Kondisi transaksi virtual rentan terhadap penipuan, yang kemudian berpotensi memunculkan konsekuensi negatif bagi konsumen online. Dengan demikian,

perceived risk theory merupakan teori yang penting dalam menjelaskan niat

pembelian online, trust, dan pembelian aktual.

Konsumen melakukan pencarian informasi untuk menurunkan risiko ke tingkat yang dapat diterima, sehingga pencarian informasi merupakan strategi menurunkan risiko pembelian ke tingkat yang dapat dikelola (Xu et al., 2010). Konsumen online mencari dan mengandalkan lebih banyak informasi mengenai produk dibandingkan konsumen offline sebelum melakukan pembelian (Thongpapanl dan Ashraf, 2011).

2.3 Online Visibility

Consumer decision model merupakan landasan hubungan antara online visibility dengan niat pembelian online. Dijelaskan dalam model bahwa informasi

eksternal berupa stimuli pemasaran oleh pemasar merupakan salah satu sumber informasi pada tahap pencarian informasi yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Informasi mengenai produk atau merek selanjutnya dievaluasi pada tahap evaluasi alternatif. Setiap produk atau merek yang

(7)

dievaluasi memiliki peluang untuk dipilih oleh konsumen, sehingga stimuli pemasaran yang mampu tersampaikan ke target konsumen dapat mempengaruhi keputusan pembelian pada tingkat tertentu. Online visibility merupakan visibilitas tawaran perusahaan di lingkungan konsumen online, yang bertujuan untuk meningkatkan awareness dan niat pembelian online.

Internet telah menjadi media pemasaran yang esensial untuk bisnis dalam era modern ini (Bacao, 2010). Sejumlah besar organisasi bisnis telah memanfaatkan internet sebagai media pemasaran dengan harapan memperoleh peningkatan

awareness dan penjualan. Dalam lingkungan online, komunikasi pemasaran

berkaitan dengan menciptakan awareness, menciptakan hubungan, dan menciptakan nilai bersama (Rowley, 2004). Menciptakan awareness berkaitan dengan membangun fase komunikasi pemasaran di mana organisasi berusaha untuk memastikan visibilitas tawaran mereka ke pasar. Organisasi memperkenalkan dirinya dan tawarannya ke pasar, dan berusaha untuk menciptakan identitas yang akan mendorong pelanggan untuk terikat hubungan dengan perusahaan, dalam hal ini pembelian awal. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa visibilitas tawaran organisasi pada lingkungan online dapat meningkatkan jumlah pengunjung ke website dan meningkatkan niat pembelian terhadap tawaran tersebut.

Online visibility merupakan kemunculan halaman web suatu organisasi pada

media internet sehingga terekspos pada pengguna internet. Dreze dan Zufryden (2004) mendefinisikan online visibility sebagai tingkatan sejauh mana suatu produk hadir dalam lingkungan target konsumen, secara spesifik lingkungan

(8)

online. Online visibility merupakan bentuk periklanan yaitu komunikasi pemasaran yang bertujuan untuk meningkatkan awareness yang diharapkan dapat mendorong niat membeli konsumen (Lovelock dan Wirtz, 2007: 169). Online

visibility serupa dengan periklanan, bertujuan untuk meningkatkan awareness

yang kemudian diharapkan dapat mendorong lebih banyak niat pembelian. Seperti telah ditemukan pada sejumlah besar studi terdahulu bahwa periklanan memiliki kaitan yang kuat dengan niat pembelian dan penjualan. Semakin tinggi tingkat visibilitas suatu website di halaman internet, peluang website tersebut untuk memperoleh pengunjung menjadi semakin tinggi (Gandour dan Regolini, 2011). Sebagai efek lanjutan, diharapkan informasi yang diperoleh pengunjung dari halaman website dapat mendorong niat pembelian dan akhirnya membukukan penjualan bagi organisasi. Kemunculan website perusahaan pada media internet meningkatkan “findability”. Semakin tinggi posisi suatu website dalam mekanisme pencarian atau search engine, maka semakin tinggi perhatian yang diberikan oleh konsumen terhadap website tersebut (Smithson et al., 2011). Perhatian tersebut kemudian mempengaruhi keputusan pengguna untuk mengunjungi dan melakukan pembelian pada website tersebut (Cinca et al., 2010). Hubungan antara online visibility dengan niat pembelian online menjadi isu yang menarik sejumlah riset untuk menganalisis arah dan sifat hubungan antar keduanya. Sowards (2005) menemukan bahwa online visibility menghasilkan popularitas yang memainkan peranan penting dalam pemilihan suatu halaman

website sebagai alternatif pembelian. berdasarkan hasil kajian empiris, dapat

(9)

mekanisme search engine optimization (SEO), kerjasama dengan agen perjalanan

online, dan pemanfaatan media sosial. SEO merupakan mekanisme untuk

memposisikan alamat website suatu perusahaan pada halaman awal search engine untuk memperoleh tingkat eksposur yang lebih tinggi. Search engine terdiri atas

software yang mengikuti setiap link dari suatu website, mengindeks isi dari setiap

halaman, dan berinteraksi dengan pengguna yang mencari informasi tersebut, sehingga search engine merupakan sumber dari kunjungan ke suatu website. Studi oleh Nielsen (2004) mengungkapkan bahwa search engine merupakan alat navigasi populer di internet dan dipergunakan oleh pengguna untuk menemukan toko virtual di mana mereka melakukan pembelian. ComScore Networks dan DoubleClick (2005) menemukan bahwa 50 persen dari keputusan pembelian dimulai dari search engine. Artikel oleh Morgan (2006) menyatakan bahwa SEO merupakan strategi meningkatkan profit melalui peningkatan online visibility.

Malaga (2007) mengungkapkan bahwa peningkatan online visibility melalui mekanisme SEO meningkatkan kunjungan ke website yang merupakan prasyarat peningkatan niat pembelian online. Demi memperoleh penjualan secara online, penting bagi perusahaan untuk menarik pengunjung web atau pelanggan potensial ke toko online milik mereka atau dengan kata lain menjadi terlihat oleh pengunjung website. Peningkatan online visibility dilakukan diantaranya melalui

blog, link, dan SEO untuk meningkatkan lalu lintas website yang kemudian secara

positif dan signifikan mempengaruhi penjualan (Cinca et al., 2010). Smithson et

(10)

terhadap kuantitas reservasi via internet. Dalam penelitian tersebut online

visibility diukur melalui visibilitas website hotel pada search engine.

Di samping mekanisme SEO, media sosial memainkan peranan yang semakin penting sebagai sumber informasi bagi wisatawan. Xiang et al. (2010) menemukan bahwa pencarian informasi mengenai destinasi wisata melalui search

engine, memunculkan link menuju media sosial perusahaan-perusahaan yang

bergerak pada bidang pariwisata di destinasi tersebut. Chen et al. (2014) menemukan bahwa isi blog wisata yang menarik, mudah dipahami, dan reliable dapat menciptakan perasaan senang pembaca yang kemudian mendorong niat pembaca untuk mengunjungi destinasi wisata yang diulas.

Selain SEO dan media sosial, terekspos pada halaman agen perjalanan online merupakan strategi peningkatan online visibility. Kemunculan profil hotel di halaman website agen perjalanan online meningkatkan online visibility yang kemudian meningkatkan awareness yang berpotensi mendorong niat pembelian (Anderson, 2009). Fenomena ini disebut online travel agent (OTA) billboard

effect, serupa dengan prinsip billboard yang ditempatkan di luar ruang yang

bertujuan untuk menciptakan brand awareness. OTA memiliki peran yang sama bagi hotel, karena banyak wisatawan mengunjungi OTA dalam proses pencarian informasi untuk perjalanan mereka. OTA memiliki jangkauan yang lebih luas karena konsumen potensial mengakses website OTA untuk mencari lokasi hotel, merek, harga, dan jenis layanan. Anderson (2011) mengungkapkan bahwa kerjasama antara hotel dengan OTA selain dapat menghasilkan reservasi melalui OTA itu sendiri, juga secara tidak langsung mendorong reservasi melalui website

(11)

hotel. Hal ini disebabkan oleh billboard effect yang didapat dari eksposur hotel pada halaman website OTA. Dalam studi ini ditemukan bahwa efek eksposur dari OTA cukup signifikan terhadap penjualan kamar melalui website hotel, di mana OTA secara rata-rata berkontribusi pada 20 persen total penjualan kamar hotel.

2.4 Kualitas Website

Sejak akhir 1990an, ketertarikan dalam menganalisis isu efektivitas website semakin meningkat. Kualitas website adalah faktor yang berkontribusi pada keberhasilan website mencapai tujuannya yaitu niat pembelian online (Nusair dan Kandampully, 2008; Lim et al., 2009; Kassim dan Abdullah, 2010; Kuster dan Vila, 2011; Mazaheri et al., 2012; Kim dan Lennon, 2013). Berlandaskan pada ISO/IEC (2005) mengenai kualitas software, kualitas website dapat didefinisikan sebagai kemampuan website untuk memuaskan kebutuhan saat digunakan dalam suatu kondisi. Kualitas website merupakan stimuli yang penting untuk menciptakan pengalaman online yang positif bagi pengguna. Dengan demikian, upaya yang perlu dilakukan oleh vendor online untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan merancang website untuk menyediakan informasi, mengakomodasi transaksi melalui website, dan menyediakan mekanisme untuk melayani konsumen secara online (Lee dan Morrison, 2010). Melihat dari ketiga fungsi tersebut, website merupakan bentuk jasa atau pelayanan yang diberikan organisasi bagi pengguna online. Hal ini menjadi landasan sejumlah besar riset untuk menganalisis kualitas website mempergunakan dimensi yang diadopsi dari dimensi kualitas jasa (SERVQUAL) oleh Parasuraman et al. (1985) yaitu

(12)

tangible, reliability, responsiveness, empathy, dan assurance. Kualitas pelayanan

dalam konteks e-commerce didefinisikan sebagai penilaian keseluruhan konsumen atas kualitas pelayanan online yang ditawarkan di pasar virtual (Santos, 2003) di mana hampir tidak ada interaksi tatap muka antara konsumen dan produsen.

Secara garis besar terdapat dua pendekatan yang dipergunakan oleh riset-riset terkait untuk menganalisis kualitas website. Pendekatan pertama mempergunakan dimensi yang diadopsi dari dimensi SERVQUAL. Pendekatan kedua mempergunakan tiga dimensi yang didasarkan pada fungsi utama website. Dimensi SERVQUAL diadaptasi pada konteks e-commerce menjadi tangibility,

credibility, responsiveness, personalization, dan assurance. Kuster dan Vila

(2011) menyatakan bahwa tangibility mencerminkan bagaimana jasa direpresentasikan secara fisik yaitu melalui penampilan visual website yang menarik. (Madu dan Madu, 2002) menyatakan bahwa tangibility tercermin dari kombinasi warna, huruf, animasi, efek suara, kejelasan, dan kemudahan membaca teks. Credibility adalah konsistensi kinerja produk atau jasa (Madu dan Madu, 2002) dicerminkan melalui penyediaan informasi yang berkualitas dan terkini (Liu dan Arnett, 2000). Responsiveness menjelaskan kemampuan dan kemauan perusahaan untuk memberikan pelayanan yang cepat saat dibutuhkan oleh konsumen (Zeithaml et al., 2002). Di lingkungan online, dimensi personalization merupakan perwujudan dimensi empathy (Zeithaml et al., 2002), mencerminkan upaya perusahaan untuk mengkustomisasi informasi dan produk sesuai kebutuhan konsumen (Lee, 2005). Assurance mencerminkan keyakinan konsumen terhadap perusahaan dan ketulusan perusahaan dalam melayani (Madu dan Madu, 2002).

(13)

Pendekatan kedua dalam mengukur kualitas website mempergunakan tiga dimensi yang didasarkan pada fungsi utama website yaitu system/technical-related

factor, content-related factor, dan service-related factor (Rocha, 2012; Kuster dan

Vila, 2011). Menurut Kuster dan Vila (2011) system/technical-related factor merujuk pada kinerja teknis website seperti kemudahan dan kecepatan akses, interaktivitas, integrasi di dalam web, dan reliabilitas atau ketiadaan error.

Content-related factor menjelaskan kualitas informasi yang disediakan, dan service-related factor mencakup dimensi kualitas jasa yang ditawarkan di website.

Kim dan Lennon (2011) mengungkapkan bahwa dalam menganalisis pengaruh kualitas website terhadap niat pembelian online, risiko (finansial, kinerja, psikologis, waktu) pada transaksi online lebih tinggi dibandingkan pada lingkungan offline. Kualitas website menurunkan persepsi risiko tersebut sekaligus meningkatkan pengalaman positif yang kemudian mendorong niat pembelian online (Kim dan Lennon, 2013). Sejumlah penelitian menemukan hal serupa bahwa kualitas website mempengaruhi niat pembelian online. Ranganathan dan Jha (2007) menemukan bahwa kualitas website yang dibentuk oleh isi dan desain yang menarik berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat pembelian online. Wen (2009) mengungkapkan bahwa kualitas website merupakan faktor yang mampu mendorong niat pembelian online. Gofman et al. (2009) menemukan bahwa desain website yang baik mampu membuat website diterima oleh konsumen, meningkatkan rasio konversi, dan meningkatkan pengalaman konsumen secara keseluruhan. Cheng et al. (2012) menemukan bahwa kualitas website meningkatkan persepsi atas kebermanfaatan website, yang

(14)

kemudian meningkatkan niat pembelian online. Celik (2011) mengungkapkan bahwa website yang mampu memberikan pengalaman menyenangkan bagi pengunjung, dapat meningkatkan niat pembelian online secara signifikan.

Flavian et al. (2009) mengungkapkan bahwa desain website merupakan faktor kunci untuk memperoleh hasil yang positif karena desain website mempengaruhi persepsi dan perilaku konsumen online. Lo et al. (2013) menemukan bahwa penggunaan foto dalam website untuk menjelaskan produk dapat meningkatkan niat konsumen untuk melakukan pembelian online. Mazaheri et al. (2012) menemukan bahwa website yang informatif mampu meningkatkan niat pembelian

online. Chen et al. (2010) menemukan bahwa website yang mudah dan nyaman

untuk digunakan, mampu meningkatkan niat pembelian online secara signifikan. Kualitas website dapat dijelaskan oleh aspek keamanan website, di samping aspek isi dan desain. Aspek keamanan website menjamin keamanan transaksi dan data personal konsumen. Kebijakan privasi dan segel keamanan website membentuk aspek ini. Sejumlah penelitian menemukan pengaruh signifikan aspek keamanan website terhadap niat pembelian online. Lowry et al. (2012) menemukan bahwa penjaminan privasi dalam website mampu membentuk persepsi aman di benak konsumen, yang kemudian mendorong niat konsumen untuk melakukan pembelian online. Lee dan Cranage (2011) menemukan bahwa penjaminan privasi dapat menurunkan kekhawatiran atas keamanan data personal, sehingga meningkatkan niat konsumen untuk melakukan pembelian online dan kesediaan konsumen untuk mengungkap data personal dan rahasia. Chang et al. (2012) mengungkapkan bahwa segel keamanan website mampu meningkatkan

(15)

niat pembelian online. Chen et al. (2010) menemukan bahwa penjaminan privasi dan proteksi terhadap transaksi meningkatkan niat pembelian online.

Secara spesifik mengenai persepsi risiko, sejumlah riset menunjukkan bahwa konsumen memiliki keraguan besar dalam melakukan pembelian online karena adanya kekhawatiran terkait keamanan informasi personal dan rahasia yang harus diberikan (Odom et al., 2002) dan keamanan transaksi online (Cunningham et al., 2005; D’Alessandro et al., 2012). Isu ini perlu diatasi oleh vendor online dengan menyediakan fitur website yang bertujuan untuk menurunkan persepsi risiko tersebut diantaranya fitur segel keamanan transaksi, kebijakan privasi, dan ketentuan pemesanan (Kim dan Lennon, 2010) sehingga menciptakan perasaan aman dalam melakukan transaksi, dan kemudian mendorong konsumen melakukan pembelian online. D’Alessandro (2012) menemukan bahwa praktik pengamanan transaksi oleh hotel menurunkan persepsi risiko. Rajamma et al. (2009) menemukan bahwa kenyamanan proses transaksi dan proses transaksi yang instan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap persepsi risiko. Persepsi risiko dapat diturunkan secara signifikan oleh kekayaan informasi pada website (Kim dan Lennon, 2010), dan desain website yang baik (Kesharwani dan Bisht, 2012). Kim dan Lennon (2013) menemukan bahwa website yang berkualitas mampu menurunkan persepsi risiko, di mana kualitas website dibentuk oleh desain

website, pelayanan konsumen, reliabilitas, keamanan transaksi, dan privasi.

Pengaruh kualitas website terhadap niat pembelian online dapat dijelaskan oleh consumer decision model, di mana kualitas website merupakan bentuk stimuli pemasaran untuk meningkatkan niat pembelian konsumen. Perceived risk

(16)

theory merupakan landasan dari hubungan kualitas website dan persepsi risiko.

Kualitas website dapat memenuhi kebutuhan wisatawan akan informasi dan memberikan pengalaman positif, sehingga menurunkan persepsi risiko dan mendorong niat untuk melakukan pembelian online. Melakukan kajian terhadap sejumlah literatur, kualitas website direpresentasikan dengan baik oleh indikator kekayaan informasi, kemudahan navigasi, desain yang menarik, segel keamanan transaksi, dan kebijakan privasi.

2.5 OCR

OCR merupakan informasi dan rekomendasi mengenai suatu produk dari perspektif konsumen yang tersedia di lingkungan online (Park et al., 2007). Lok et

al. (2012) dan Yayli dan Bayram (2010) menyebutkan bahwa OCR adalah bentuk

dari electronic WOM (eWOM). OCR memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pembelian konsumen (Chen dan Xie, 2008). OCR adalah bentuk faktor lingkungan yang mampu mempengaruhi keputusan pembelian. Dalam consumer

decision model faktor lingkungan merupakan faktor yang mampu mempengaruhi

keputusan pembelian, karena informasi yang diperoleh konsumen dari lingkungan dipergunakan sebagai referensi untuk menentukan keputusan pembelian.

Deutsch dan Gerard (1955) memperkenalkan dua jenis pengaruh sosial, yaitu pengaruh normatif dan informasional. Sementara pengaruh normatif terjadi ketika individu bertindak sesuai harapan orang lain, pengaruh informasional adalah kecenderungan untuk menerima informasi dari orang lain sebagai indikator dari realitas. Individu dapat mencari informasi dari orang lain yang memiliki

(17)

pengetahuan, misalnya, melalui ulasan konsumen, atau membuat referensi berdasarkan pada pengamatan perilaku orang lain atau kelompok (Park dan Lessig, 1977). Dalam lingkungan internet, konsumen tidak perlu bertindak menyesuaikan dengan harapan orang lain ketika melakukan pembelian, dan mereka terekspos pada pengaruh informasional yang memungkinkan mereka untuk membuat keputusan yang baik (Dholakia et al., 2002). Oleh karena itu, pengaruh informasional memainkan peran sentral dalam mempengaruhi keputusan pembelian online (Huang dan Chen, 2006). Hal ini didukung oleh data statistik

Hotel News Resource (2011) yang menyatakan bahwa sekitar 75 persen

wisatawan mengakses sedikitnya tiga website OCR sebelum memutuskan untuk melakukan pembelian.

Sejumlah riset telah menganalisis pengaruh OCR terhadap niat pembelian. Studi oleh Godes dan Mayzlin (2004), serta Hvass dan Munar (2012) menemukan bahwa OCR berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat pembelian online. Iklan online yang menyertakan OCR mampu meningkatkan niat pembelian online (Lee et al., 2011), sehingga OCR tidak hanya merupakan bagian dari bauran pemasaran tetapi juga sebagai alat penjualan. Lin et al. (2011) dengan mempergunakan elaboration likelihood model, menemukan bahwa kualitas dan kuantitas OCR berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat pembelian online. Kualitas dinyatakan dengan argumen yang dapat dimengerti dan didukung oleh fakta. Kuantitas OCR yang semakin tinggi mengindikasikan popularitas produk dan semakin banyak OCR yang disimak dapat mempertinggi keyakinan konsumen atas persepsi yang dibentuk. Niat pembelian online pada konsumen

(18)

dengan kebutuhan kognitif tinggi lebih kuat dipengaruhi oleh kualitas daripada kuantitas OCR. Sebaliknya, kuantitas OCR lebih kuat mempengaruhi niat pembelian konsumen dengan kebutuhan kognitif rendah.

Dalam konteks destinasi, OCR mengenai suatu destinasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat melakukan perjalanan ke destinasi tersebut (Jalilvand dan Samiei, 2012). Menguji theory of planned behavior, selain menemukan bahwa OCR secara langsung mempengaruhi niat melakukan perjalanan secara positif dan signifikan, studi ini juga mengkonfirmasi pengaruh positif dan signifikan OCR terhadap niat melakukan perjalanan melalui variabel mediasi sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control. Dalam studinya yang lain, Jalilvand dan Samiei (2012) menyatakan bahwa semakin tingginya adopsi teknologi oleh konsumen, mempertinggi kontribusi OCR pada keputusan pembelian. OCR mempengaruhi niat pembelian secara positif dan signifikan. Dalam studi ini, OCR juga ditemukan berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat pembelian secara tidak langsung melalui variabel mediasi brand image. OCR diukur melalui sikap, niat, dan perilaku perujukan OCR oleh konsumen. Studi oleh Zhang et al. (2013) menemukan hubungan positif dan signifikan antara kualitas dan kuantitas OCR dengan penjualan, di samping variabel lain seperti atribut produk yang juga berpengaruh terhadap penjualan

OCR juga ditemukan berpengaruh terhadap persepsi risiko dalam sejumlah riset. Chan dan Ngai (2011) dengan mengkonseptualisasikan OCR dari perspektif

input-process-output (IPO), mengembangkan kerangka konseptual OCR di mana

(19)

konsumen dan mendorong niat pembelian. OCR memiliki sejumlah konsekuensi diantaranya penurunan risiko, pembentukan persepsi mengenai suatu perusahaan, dan kecenderungan membeli yang semakin tinggi (Sweeney et al., 2008). Chiou et

al. (2013) menemukan pengaruh interaksi antara kredibilitas sumber dan

informasi yang sifatnya negatif dalam OCR terhadap persepsi risiko.

2.6 Persepsi Risiko

Terdapat tambahan tipe persepsi risiko dalam lingkungan online, sehingga terdiri atas delapan tipe risiko yaitu risiko psikologis, kinerja channel, fisik, transaksi, sosial, finansial, waktu (Akturan dan Tezcan, 2012; Zhao et al., 2008), dan kinerja produk (Nepomuceno et al., 2012; Kim dan Lennon, 2013). Risiko psikologis merepresentasikan perasaan cemas, khawatir, dan tidak nyaman yang diasosiasikan konsumen terkait kegiatan transaksi online. Risiko kinerja channel terdiri atas kerentanan sistem pembayaran online terhadap kejahatan virtual, kesalahan teknis yang mungkin terjadi pada sistem saat konsumen melakukan transaksi, dan sistem pembayaran yang sulit dipahami dan digunakan oleh konsumen. Risiko fisik terkait dengan gangguan fisik yang terjadi akibat melakukan kegiatan transaksi online di depan komputer seperti mata perih dan sakit kepala. Risiko transaksi terdiri atas risiko kebocoran data kartu kredit dan data personal rahasia yang diberikan untuk keperluan transaksi. Risiko sosial terkait dengan pandangan atau reaksi orang terdekat dan di sekitar mengenai kegiatan transaksi online. Risiko finansial meliputi risiko kehilangan dana akibat transaksi online dan pembelian online memberikan nilai yang lebih rendah dari sejumlah uang yang dibayarkan sewaktu transaksi. Risiko waktu merupakan

(20)

waktu yang dihabiskan konsumen, baik untuk mempelajari sistem, melakukan kegiatan e-commerce, maupun mengoreksi kesalahan. Risiko kinerja produk terkait dengan kegagalan produk yang dibeli secara online untuk memenuhi harapan konsumen.

Sejumlah riset menemukan bahwa persepsi risiko merupakan faktor yang dapat menurunkan niat konsumen melakukan transaksi online. Persepsi risiko yang terdiri atas risiko finansial, transaksi, dan kinerja channel menurunkan niat konsumen untuk melakukan transaksi dengan internet banking (Zhao et al., 2010). Cheng et al. (2012) menemukan bahwa persepsi konsumen atas risiko transaksi dan kinerja produk menurunkan niat melakukan pembelian online. Persepsi risiko kinerja produk, finansial, sosial, dan waktu berpengaruh negatif dan signifikan terhadap niat pembelian online (Chang dan Chen, 2008). Lin (2008) menemukan bahwa persepsi risiko keamanan transaksi, persepsi risiko finansial, dan kinerja produk secara signifikan menurunkan niat pembelian online. Martin et al. (2011) menemukan bahwa persepsi risiko transaksi dan persepsi risiko sosial berpengaruh negatif dan signifikan terhadap niat pembelian online. Kim dan Lennon (2010) menemukan bahwa persepsi risiko kinerja dan keamanan transaksi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap niat pembelian online.

Selain berpengaruh terhadap niat pembelian online, persepsi risiko juga ditemukan menurunkan kepercayaan konsumen dan menggagalkan dilakukannya transaksi online oleh konsumen. D’Alessandro et al. (2012) menemukan bahwa persepsi risiko utamanya risiko transaksi menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kegiatan transaksi online sehingga menghalangi konsumen melakukan

(21)

transaksi. Ling et al. (2011) menemukan bahwa persepsi konsumen atas risiko keamanan transaksi menurunkan kepercayaan konsumen terhadap vendor online. Salo dan Karjaluoto (2007) mengungkapkan bahwa persepsi atas risiko dapat menurunkan trust. Chen dan Barnes (2007) menemukan bahwa persepsi risiko keamanan transaksi dan privasi mampu meningkatkan kepercayaan konsumen atas reliabilitas vendor secara signifikan. Chang dan Chen (2008) mengungkapkan bahwa persepsi risiko kinerja produk, finansial, sosial, dan waktu berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kepercayaan konsumen pada vendor online. Penelitian tersebut juga menemukan hubungan resiprokal antara persepsi risiko dengan trust, saat trust meningkat akibat penurunan pada persepsi risiko, persepsi risiko kembali menurun setelahnya, siklus ini kemudian terus berulang hingga mencapai suatu titik. Penelitian ini tidak meneliti hubungan resiprokal antara persepsi risiko dengan trust, karena letak fokus penelitian ini adalah pada pengaruh kedua variabel tersebut terhadap reservasi aktual.

Terkait pengaruh persepsi risiko terhadap pembelian aktual online, ditemukan bahwa perilaku pembelian online dipengaruhi secara negatif oleh persepsi risiko kinerja produk (Liu dan Forsythe, 2010). Xu et al. (2010) menemukan bahwa pembelian aktual online dipengaruhi oleh persepsi risiko, secara khusus risiko transaksi (D’Alessandro et al., 2012). Park dan Jun (2003) menemukan bahwa persepsi risiko keamanan transaksi dan privasi menurunkan pembelian online. Diantara sejumlah persepsi risiko, persepsi risiko finansial merupakan yang paling dominan mempengaruhi tahap keputusan pembelian (Cunningham et al., 2005). Dengan kondisi transaksi online yang sangat rentan terhadap penipuan dan

(22)

kejahatan virtual, perceived risk theory memberikan penjelasan yang sangat kuat terhadap perilaku pembelian online. Disebutkan dalam perceived risk theory bahwa persepsi risiko mempengaruhi setiap tahap keputusan pembelian. Saat persepsi atas ketidakpastian dan konsekuensi dari suatu kegiatan lebih tinggi dari batas yang dapat diterima oleh konsumen, maka konsumen cenderung menghindari kegiatan tersebut.

2.7 Trust

Moe dan Fader (2004) mengungkapkan bahwa walaupun terdapat peningkatan jumlah pengguna yang mempergunakan internet untuk mencari informasi mengenai produk, jumlah pembelian aktual masih relatif kecil. Hal tersebut terjadi karena persepsi atas risiko-risiko yang mungkin muncul sebagai akibat dari kegiatan pembelian online menghalangi konsumen melakukan transaksi online. Seperti dijelaskan dalam perceived risk theory bahwa ketidakpastian dan konsekuensi negatif dari suatu tindakan merupakan pengaruh kuat yang mengintervensi perilaku konsumen, dalam konteks ini persepsi risiko mencegah konsumen melakukan transaksi online. Trust merupakan faktor yang perlu diciptakan untuk mendorong transaksi online, hal ini diungkapkan oleh Elliot dan Yannopolou (2007) bahwa trust berperan penting untuk mendorong konsumen melakukan pembelian di lingkungan di mana persepsi risiko tinggi. Sejumlah riset menganalisis persepsi risiko konsumen atas transaksi online, diantaranya: Gefen et al. (2003) yang menyatakan bahwa faktor seperti kekhawatiran akan penipuan, dan isu keamanan menghalangi konsumen untuk

(23)

melakukan pembelian online. Pertumbuhan transaksi online diperlambat oleh konsumen yang merasa curiga pada penjual online dan memandang bahwa risiko yang mereka hadapi terlalu besar (Durkan et al., 2003). Ketiadaan interaksi fisik antara pembeli dan penjual membuat transaksi menjadi berisiko sehingga trust memiliki peran penting dalam memfasilitasi e-commerce (Lowry et al., 2008).

Melihat isu di atas, di mana trust dibutuhkan untuk mendorong transaksi

online, penelitian terkait trust justru lebih banyak menganalisis pengaruh trust

terhadap niat pembelian online dibandingkan perilaku pembelian atau transaksi

online. Studi yang menganalisis pengaruh trust terhadap niat pembelian online

antara lain: Lim (2013) menemukan bahwa kepercayaan konsumen terhadap

vendor mampu meningkatkan niat konsumen untuk melakukan pembelian online.

Hsieh dan Liao (2011) menemukan bahwa kepercayaan konsumen terhadap reliabilitas vendor dan kinerja produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat konsumen untuk berbelanja online dan merekomendasikan vendor. Wen (2009) mengungkapkan bahwa trust merupakan faktor yang mampu mendorong niat pembelian online. Kim dan Song (2010) menemukan adanya pengaruh signifikan trust terhadap niat pembelian online, trust dalam penelitian tersebut mencerminkan persepsi atas kejujuran vendor. Chang dan Chen (2008) menemukan bahwa trust atas kompetensi, reliabilitas, dan kejujuran vendor dapat secara signifikan meningkatkan niat pembelian online. Ling et al. (2011) menemukan bahwa trust atas kejujuran, reliabilitas, dan kompetensi vendor berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat pembelian online. Bianci dan Andrews (2012) menemukan bahwa trust berpengaruh positif dan signifikan

(24)

terhadap niat pembelian online, trust dalam penelitian ini dicerminkan melalui kredibilitas dan keterpercayaan vendor.

Chen dan Barnes (2007) menemukan bahwa trust mempengaruhi niat pembelian online, di mana trust dipengaruhi oleh perceived usefulness, keamanan transaksi, privasi, reputasi, dan kustomisasi. Trust diukur mempergunakan sembilan item di antaranya termasuk kepercayaan konsumen atas keamanan transaksi dan privasi. Temuan studi oleh Lin dan Lu (2010) mengkonfirmasi pengaruh positif dan signifikan trust terhadap niat pembelian online, di mana trust dipengaruhi oleh citra perusahaan dan relationship marketing. Hubungan antara

trust dengan niat pembelian online dimoderasi secara positif oleh WOM. Trust

yang dipengaruhi oleh faktor internal website dan faktor karakteristik konsumen mempengaruhi niat untuk mengunjungi website (Salo dan Karjaluoto, 2007). Pengalaman pembelian terdahulu dan social presence mempengaruhi trust, di mana trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap niat pembelian online (Weisberg et al., 2011).

Penelitian yang menganalisis pengaruh trust terhadap pembelian aktual antara lain: Hsieh dan Liao (2011) menemukan bahwa trust yang dipengaruhi oleh

perceived usefulness dan sikap berpengaruh positif terhadap pembelian aktual. Trust diukur mempergunakan dua item yaitu informasi produk yang dapat

diandalkan dan klaim-klaim dalam website dapat dipertanggungjawabkan. Shareef

et al. (2013) menemukan bahwa pembelian aktual dipengaruhi secara positif oleh trust yang dipengaruhi oleh fulfillment dan keamanan transaksi, trust diukur

(25)

memberikan garansi, respon cepat saat terjadi masalah, bertanggung jawab jika transaksi tidak aman, kebijakan hukum yang pasti, dan website akan memenuhi standar yang dikomunikasikan kepada konsumen.

Trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap kontinuitas penggunaan website bank oleh nasabah (Butt dan Aftab, 2013), trust dicerminkan melalui

kesediaan nasabah memberikan informasi personal dan kartu kredit secara online serta profesionalitas dan reliabilitas bank. Trust merupakan faktor yang mendorong konsumen memilih media online untuk membeli produk pariwisata (Kim et al., 2011), trust dalam penelitian tersebut adalah kepercayaan konsumen bahwa website vendor pariwisata terpercaya, berintegritas, dan dapat diandalkan. Ribbink et al. (2004) menemukan bahwa trust berpengaruh positif dan signifikan terhadap kontinuitas penggunaan website oleh konsumen, trust dibentuk oleh kesediaan konsumen memberikan informasi personal dan kartu kredit secara

online dan profesionalitas dan reliabilitas vendor. Trust merupakan kondisi yang

muncul saat persepsi risiko telah turun atau di bawah batas yang dapat diterima konsumen, sehingga perceived risk theory menjadi penting sebagai landasan penelitian ini.

2.8 Niat Pembelian Online

Studi empiris mengenai niat pembelian online mempergunakan dua pendekatan berbeda yang mendasari studi-studi di bidang ini, yaitu pendekatan teknologis dan pemasaran. Pendekatan teknologis meliputi seluruh interaksi manusia dengan mesin, dan pendekatan pemasaran mencakup perilaku dan

(26)

karakteristik konsumen. Pendekatan teknologis terutama berfokus pada desain dan implementasi user interface antara lain kemudahan penggunaan website, efisien, dan menyenangkan untuk digunakan. Studi yang mempergunakan pendekatan teknologis menganalisis karakteristik website yang berpotensi mempengaruhi perilaku konsumen online. Studi tersebut menekankan pada aspek-aspek seperti isi website (Ranganathan dan Ganapathy, 2002), daya tarik visual website (Heijden, 2003), kualitas informasi (Salaun dan Flores, 2001), kemudahan navigasi (Everard dan Galletta, 2005; Spiller dan Lohse, 1997; Tarafdar dan Zhang, 2005), keseluruhan desain situs website (Flavin et al., 2006; Huizingh, 2000; Lee dan Lin, 2005; Zviran et al., 2006), dan kualitas website (Bukhari et al., 2013; Kabadayi dan Gupta, 2011; Kim dan Lennon, 2013; Mazaheri et al., 2012). Pendekatan ini menempatkan faktor teknologis sebagai fokus yang mempengaruhi perilaku konsumen online.

Pendekatan pemasaran mengadopsi aspek perilaku dan karakteristik konsumen. Aspek perilaku mengeksplorasi perilaku pembelian online dari proses pengambilan keputusan pembelian, meliputi pertimbangan konsumen dalam kegiatan e-commerce. Riset-riset ini menemukan bahwa persyaratan utama untuk memunculkan niat berbelanja online adalah adanya kepercayaan antara konsumen dan penjual online (Eastlick et al., 2006; Jarvenpaa et al., 2000; Urban et al., 2000). Karena transaksi berlangsung di pasar virtual dan pelanggan tidak secara fisik berinteraksi dengan penjual, penting bagi konsumen untuk memiliki kepercayaan pada penjual sehingga mendorong munculnya niat pembelian online. Persepsi risiko juga menjadi pertimbangan yang mempengaruhi perilaku

(27)

konsumen online (Akturan dan Tezcan, 2012; Martin et al., 2011; Zhao et al., 2010). Selain kedua faktor di atas, pengaruh lingkungan dalam bentuk OCR merupakan faktor yang juga menjadi dasar pertimbangan konsumen yang kemudian mempengaruhi perilaku konsumen online (Hsu et al., 2013; Jalilvand dan Samiei, 2012; Lee dan Shin, 2014; Lin et al., 2012).

Pendekatan pemasaran yang kedua adalah karakteristik konsumen dan pengaruhnya pada perilaku pembelian online. Gagasan yang mendasari pendekatan ini adalah bahwa karakteristik individu seperti demografi, kepribadian, dan profil memiliki peran dalam menentukan perilaku pembelian

online (De Wulf et al., 2006; Liao dan Cheung, 2001; Zhang et al., 2006).

Beberapa penelitian juga telah mengkonfirmasi adanya pengaruh pengalaman pembelian online masa lalu terhadap perilaku pembelian online di masa depan dan menemukan hubungan positif dan signifikan (Pavlou, 2003; Yoh et al., 2003).

Kedua pendekatan ini menekankan pada elemen teknologis dan pemasaran dalam memberikan pemahaman atas bagaimana faktor-faktor ini mempengaruhi perilaku pembelian online. Penelitian ini bertujuan untuk mengintegrasikan pendekatan-pendekatan ini demi memberikan perspektif yang lebih kaya atas perilaku pembelian online. Perilaku pembelian online adalah konsep multidimensional yang memerlukan analisis terintegrasi atas elemen-elemen kunci dari kedua pendekatan besar tersebut. Dengan konsep integratif, penelitian saat ini menganalisis perilaku pembelian online dengan variabel kualitas website, online

visibility, OCR, persepsi risiko, dan trust. Variabel kualitas website dan online visibility merupakan pendekatan teknologis dan dalam consumer decision model

(28)

merupakan faktor stimuli pemasaran. Variabel OCR merupakan pendekatan pemasaran dan dalam consumer decision model adalah faktor pengaruh lingkungan. Variabel persepsi risiko dan trust merupakan pendekatan pemasaran dan dalam consumer decision model adalah faktor pertimbangan konsumen. Penelitian ini menganalisis variabel-variabel prediktor kunci dari niat pembelian

online.

2.9 Pembelian Aktual

Di lingkungan offline, sejumlah riset mengkonfirmasi adanya pengaruh positif dan signifikan niat pembelian terhadap perilaku pembelian (Akehurst et al., 2012; Hung et al., 2013). Theory of planned behavior mempostulasikan bahwa niat merupakan prediktor perilaku. Literatur yang meneliti hubungan antara niat pembelian dengan perilaku pembelian khususnya di lingkungan online masih terbatas di mana sebagian besar studi yang dipublikasikan di direktori jurnal ilmiah online menganalisis hanya sampai pada faktor prediktor dari niat pembelian online, dimana dari 150 studi hanya 14 yang menganalisis perilaku pembelian hingga mencakup variabel pembelian aktual online.

Studi mengenai pengaruh niat pembelian online terhadap pembelian aktual

online antara lain: Mei et al. (2011) dan Lim (2013) menguji Technology Acceptance Model (TAM) menemukan bahwa niat pembelian online berpengaruh

positif dan signifikan terhadap pembelian aktual. Niat pembelian online yang dipengaruhi oleh sikap dan perceived ease of use, dipengaruhi secara positif oleh OCR (Mei et al., 2011). Pada studi oleh Lim (2013) niat pembelian online dipengaruhi oleh sikap, trust, dan pengalaman pembelian terdahulu. Pembelian

(29)

aktual diukur mempergunakan tiga indikator yaitu melakukan pembelian online cukup sering, secara intensif, dan telah melakukan banyak pembelian online.

Niat pembelian online yang dipengaruhi oleh motivasi ekstrinsik, intrinsik, dan pengaruh sosial berpengaruh positif terhadap pembelian aktual (Guo dan Barnes, 2011), pembelian aktual diukur melalui jumlah uang yang dibelanjakan secara online dan frekuensi berbelanja online secara rata-rata selama seminggu.

Trust dan niat pembelian online mendorong konsumen melakukan pembelian

aktual (Hsieh dan Liao, 2011), studi ini mengukur pembelian aktual melalui pembelian online yang telah dilakukan oleh konsumen. Mahrous (2011) menemukan pengaruh positif dan signifikan ketiga variabel dalam TPB terhadap pembelian aktual. D’Alessandro et al. (2012) menemukan bahwa pembelian aktual dipengaruhi oleh persepsi risiko yang dipengaruhi oleh kekhawatiran konsumen atas privasi, keamanan transaksi, dan strategi pemasaran supplier. Pembelian aktual diukur dengan satu item yaitu dilakukannya pembelian online oleh konsumen.

Liu dan Forsythe (2010) menemukan bahwa pembelian aktual dipengaruhi oleh persepsi risiko produk, keunggulan, dan kesenangan berbelanja online. Pembelian aktual diukur mempergunakan frekuensi dan jumlah uang yang dibelanjakan dalam pembelian online. Lin (2008) dalam studinya di lingkungan perbankan dan pariwisata menemukan bahwa niat pembelian online berpengaruh positif dan signifikan terhadap pembelian aktual. Menguji TPB, Fogel dan Schneider (2009) menganalisis hubungan antar variabel TPB dalam konteks

(30)

dan signifikan terhadap pembelian aktual. Berdasarkan ketiga variabel pembentuk niat pembelian, norma subjektif menunjukkan pengaruh terkecil.

Hasil yang berbeda dari temuan di atas dikonfirmasi oleh Thongpapanl dan Ashraf (2011). Penelitian tersebut menemukan bahwa niat pembelian online berpengaruh secara tidak signifikan terhadap pembelian aktual, diungkapkan bahwa niat pembelian online masih dapat menjadi faktor dari pembelian aktual, hanya niat pembelian sendiri tidak cukup untuk memprediksi pembelian aktual. Penelitian tersebut menganalisis pengaruh informasi dan personalisasi dalam

website terhadap niat pembelian online dan kemudian pengaruh niat terhadap

pembelian aktual. Penelitian dilakukan pada 207 vendor online di Amerika. Wilson (2010) menemukan bahwa dari seluruh konsumen online yang memasuki tahapan transaksi dalam website vendor, hanya 55% yang akhirnya menyelesaikan proses transaksi atau melakukan pembelian online. Studi ini meneliti website dari

vendor perlengkapan medis di Amerika. Bermulai dari 450 pengunjung, 17 persen

memasuki halaman belanja online, kemudian 9% pengunjung memasuki tahapan transaksi, dan akhirnya hanya 5 persen pengunjung yang menyelesaikan transaksi

online. Negra dan Mzoughi (2012) mengungkapkan bahwa walaupun pengunjung

memiliki niat pembelian yang tinggi, mereka akhirnya tidak menyelesaikan proses transaksi atau membatalkan pembelian online

Referensi

Dokumen terkait

Penulis mengucapkan terima kasih atas terselesaikannya penulisan Tugas Akhir dengan judul “Analisis Deforestasi Hutan di Provinsi Jambi Menggunakan Metode

Produksi garam krosok yang semakin meningkat dan tingginya peredaran garam beriodium dibawah 30 ppm dari luar wilayah mendorong pemerintah kabupaten untuk

Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta

ditetapkan dan diterapkan secara obyektif, Hasil penilaian harus disampaikan kepada pegawai yang dinilai dengan lima maksud: Apabila penilaian tersebut positif maka

Penelitian mengenai kajian sekuestrasi karbon pada berbagai tipe penggunaan lahan yang mencakup aspek lingkungan, tanaman dan tanah dalam satu kerangka penelitian yang terintegrasi

Pertumbuhan tubuh hewan adalah pembentukan jaringan baru yang mengakibatkan terjadinya perubahan berat, bentuk dan komposisi tubuh (Hammond, 1982), perubahan ukuran

raksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani raksi adalah tahanan yang dipakai dengan berat atau alat lain untuk menangani kerusakan atau

yang dinyatakan dalam Y.. Variabel bebas yaitu variabel yang mendahului atau mempengaruhi.. variabel terikat. Variabel bebas