• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

3 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Mangrove dan Lingkungannya.

Macnae (1968) dalam bukunya menyebutkan, kata ‘mangrove’ merupakan kombinasi antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove . Dalam bahasa Inggris, kata mangrove digunakan untuk komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah jangkauan pasang surut dan untuk individu-individu spesies tumbuhan yang menyusun komunitas tersebut. Sedang dalam bahasa Portugis kata ’mangrove’ digunakan untuk menyatakan individu spesies tumbuhan, sedangkan kata ’mangal’ digunakan untuk menyatakan komunitas tumbuhan tersebut. Sedangkan menurut FAO, kata mangrove sebaiknya digunakan untuk individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang hidup di daerah pasang surut.

Menurut Watson (1928), pembentukan mangrove dimulai dengan pengendapan lumpur di daerah pantai yang dibawa oleh aliran sungai, bercampur dengan pasir sebagai hasil erosi pantai. Watson juga mengatakan bahwa jenis mangrove yang pertama tumbuh adalah jenis Avicennia, kemudian disusul jenis Sonneratia. Penyebaran jenis Sonneratia umumnya dibantu oleh air dan berkembang pada tanah yang banyak mengandung bahan organik bercampur lumpur. Vegetasi berikutnya yang berkembang adalah jenis Bruguiera, Rhizophora, dan Casuarina.

Menurut Snedaker (1978) dalam Kusmana dkk (2003), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki fungsi istimewa, hidup di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan berupa pantai dengan kondisi tanah anaerob. Sedangkan menurut Tomlinson (1986), kata mangrove berarti tanaman tropis dan komunitasnya yang tumbuh pada daerah intertidal. Daerah intertidal adalah wilayah di bawah pengaruh pasang surut sepanjang garis pantai, seperti laguna, estuarin, pantai dan river banks. Mangrove merupakan ekosistem yang spesifik karena pada umumnya hanya dijumpai pada pantai yang berombak relatif kecil atau bahkan terlindung dari ombak, di sepanjang delta dan estuarin yang dipengaruhi oleh masukan air dan lumpur dari daratan.

(2)

4

Menurut Irwan (2007), mangrove menghendaki lingkungan tempat tumbuh yang agak ekstrim yaitu membutuhkan air asin (salinitas tinggi), berlumpur dan selalu tergenang, yaitu daerah yang berbeda dalam jangkauan pasang surut seperti di daerah delta, muara sungai, atau sungai-sungai pasang berlumpur. Sedangkan di pantai berpasir atau berbatu atau karang berpasir dan memiliki arus yang kuat pertumbuhan vegetasi mangrove tidak akan baik. Dengan demikian secara ringkas dapat didefinisikan bahwa hutan mangrove adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama pada pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang tergenang pasang dan bebas genangan pada saat surut yang komunitas tumbuhannya bertoleransi terhadap garam. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme (hewan dan tumbuhan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam suatu habitat mangrove.

Kusmana dkk (2003) menyebutkan ekosistem mangrove terbentuk dari unsur-unsur, seperti: 1). Spesies pohon dan semak yang benar-benar memiliki habitat terbatas di lingkungan mangrove (exclusive mangrove); 2). Spesies pohon dan semak yang mampu hidup di lingkungan mangrove dan di luar lingkungan mangrove (non-exclusive mangrove); 3). Biota yang hidupnya berasosiasi dengan lingkungan mangrove baik biota yang keberadaannya bersifat menetap ataupun sekedar singgah mencari makan maupun biota yang keberadaannya jarang ditemukan di lingkungan mangrove; 4). Berbagai proses yang terjadi di ekosistem mangrove untuk mempertahankan keberadaan ekosistem mangrove itu sendiri; 5). hamparan lumpur yang berada di batas hutan sebenarnya dengan laut; 6). Sumber daya manusia yang beradam di sekitar ekosistem mangrove.

Menurut Watson (1928) karakteristik mangrove secara umum tidak dipengaruhi oleh iklim, tetapi dipengaruhi oleh pasang surut air laut (tergenang air laut pada saat pasang dan bebas genangan air laut pada saat surut), mangrove tumbuh membentuk jalur sepanjang garis pantai atau sungai dengan substrat anaerob berupa klei (firm clay soil), gambut (peat), berpasir (sandy soil) dan tanah koral, memiliki struktur tajuk tegakan hanya dengan satu lapisan tajuk (berstratum tunggal). Komposisi jenis mangrove dapat homogen (hanya satu jenis) atau heterogen (lebih dari satu jenis). Jenis-jenis kayu yang terdapat pada areal yang masih berhutan dapat berbeda antara satu tempat dengan lainnya, tergantung pada

(3)

5

kondisi tanahnya, intensitas genangan pasang surut air laut dan tingkat salinitas. Penyebaran jenis mangrove membentuk zonasi. Zona paling luar berhadapan langsung dengan laut pada umumnya ditumbuhi oleh jenis-jenis Avicennia spp dan Sonneratia spp (tumbuh pada lumpur yang dalam, kaya bahan organik). Zona pertengahan antara laut dan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Rhizophora spp. Sedangkan zona terluar dekat dengan daratan pada umumnya didominasi oleh jenis-jenis Bruguiera spp.

2.2. Vegetasi Mangrove

Watson (1928) mengidentifikasi vegetasi mangrove berdasarkan batang, daun, dan bunga. Vegetasi Avicennia marina/Avicennia intermedia Griffith atau Api-api memiliki batang dengan cabang-cabang horizontal yang menunjukkan pertumbuhan yang terus menerus. Pepagan (kulit batang) halus keputihan sampai dengan abu-abu kecoklatan dan retak-retak. Memiliki akar nafas (pneumatophores) yang muncul dengan ketinggian 10-30 cm dari substrat serupa paku yang panjang dan rapat, muncul ke atas lumpur di sekeliling pangkal batangnya. Ciri-ciri daun Avicennia marina yaitu berbentuk tunggal, bertangkai, berhadapan, bertepi rata, berujung runcing atau membulat; helai daun seperti kulit, hijau mengkilap pada permukaan atas daun, abu-abu atau keputihan di sisi bawahnya, tulang daun umumnya tidak terlihat jelas.

Identifikasi vegetasi Rhizophora mucronata menurut Watson (1928) memiliki ciri khas akar tunjang yang besar dan berkayu serta akar udara/nafas yang tumbuh dari percabangan bagian bawah. Rhizophora mucronata atau yang biasa disebut bakau kurap oleh penduduk setempat mempunyai batang yang bersisik kasar seperti kurap, kulit batang gelap hampir hitam dengan retakan melingkari batang. Daun Rhizophora mucronata tebal memiliki kulit dengan gagang daun berwarna hijau, daun berbentuk elips melebar hingga bulat memanjang dan ujungnya meruncing.

Identifikasi vegetasi Jeruju hitam (Acanthus ebracteatus) menurut Watson (1928) memiliki akar tunggang berwarna putih kekuningan. Daun berbentuk lanset lebar/bulat panjang/ lonjong dengan ujung meruncing dan berduri tajam, pertulangan daun menyirip, daun berwarna hijau dengan bagian pinggir daun

(4)

6

berbentuk zigzag/bergerigi. Bunga Jeruju majemuk berbentuk bulir berwarna putih yang biasanya berjatuhan. Buahnya berbentuk kapsul kecil/bulat telur berwarna coklat kehitaman.

Identifikasi vegetasi Sonnetaria acida menurut Watson (1928), memiliki akar yang berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul ke permukaan sebagai akar nafas yang berbentuk kerucut tumpul dengan ketinggian mencapai 20 cm. Identifikasi batang yaitu berkulit kayu berbentuk lurus yang tidak ditopang dengan tajuk menyebar dan ranting berjumbai, kulit batang relatif halus berwarna krem hingga coklat. Pada tanaman yang telah dewasa terdapat retakan-retakan pada kulit batangnya. Daun Sonneratia acida memiliki kulit dan tersusun tunggal bersilangan, berbentuk oblong sampai bulat telur terbalik. Bunga Sonneratia berbentuk seperti lonceng, soliter/sendiri berwarna ungu dengan 6 sepal dan 6 kelopak. Buah Sonneratia acida berbentuk oval pada saat masak berwarna hijau tua dan pepat pada bagian atas buahnya.

2.3. Sifat dan Jenis Tanah Daerah Hutan Mangrove.

Karakteristik tanah mangrove dapat dibedakan menjadi dua kategori yaitu halic hydraquent dan halic sulfaquent (Tomlison, 1986). Sedangkan keadaan tekstur tanah secara umum sangat halus dengan kadar partikel-partikel koloid yang tinggi. Kesuburan tanah mangrove tergantung dari endapan yang dibawa oleh air sungai, yang umumnya kaya akan bahan organik dan mempunyai nilai nitrogen tinggi. Kehadiran bahan-bahan organik yang dibawa air sungai tersebut sangat menentukan tekstur tanah pada tempat di mana bahan-bahan tersebut diendapkan. Perubahan tekstur yang cepat dan tiba-tiba menyebabkan terganggunya vegetasi yang ada di tempat tersebut. Topografi tanah pada komunitas mangrove pada umumnya landai atau bergelombang dengan tanahnya yang bertekstur klei, klei berdebu dan lom. Topografi hutan mangrove mempengaruhi intensitas dan seringnya penggenangan yang mengakibatkan perbedaan kadar garam dalam tanah.

Tomlison (1986) juga mengatakan bahwa hutan mangrove dapat ditemukan di pesisir pantai wilayah tropis sampai sub tropis, terutama pada pantai yang landai, dangkal, terlindung dari gelombang besar dan muara sungai. Secara umum

(5)

7

hutan mangrove dapat berkembang dengan baik pada habitat dengan jenis tanah berlumpur, berlom, atau berpasir, dengan bahan bentukan berasal dari lumpur, pasir atau pecahan karang koral. Habitat mangrove tergenang air laut secara berkala, dengan frekuensi sering (harian) atau hanya saat pasang purnama saja, frekuensi genangan ini akan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. Selain dipengaruhi oleh air laut, habitat mangrove juga menerima pasokan air tawar yang cukup, baik berasal dari sungai, mata air maupun air tanah yang berguna untuk menurunkan kadar garam dan menambah pasokan unsur hara dan lumpur. Kondisi air di habitat mangrove dengan air payau dengan salinitas sekitar 2-22‰ sampai dengan asin yang bisa mencapai salinitas 38 ‰.

Sitorus dan Djokosudardjo (1979) menyatakan bahwa pengaruh air pasang yang mengandung garam-garam terlarut akan mewarnai susunan kimia tanah di daerah tersebut sebagai hasil pertukaran dan penyerapan kation-kation oleh koloid tanah. Selanjutnya Matondang (1979) menyatakan bahwa tanah yang dipengaruhi air asin dapat dicirikan oleh sifat halik tanah yang biasanya dapat didekati dari daya hantar listrik (DHL), persentase kejenuhan natrium (ESP) atau nisbah jerapan natrium (SAR).

Hardjowigeno (1986) juga menyatakan bahwa tanah daerah mengrove dicirikan oleh tiga hal, yaitu: salinitas tanah yang tinggi, tingkat kematangan tanah yang rendah, serta mengandung tanah klei masam (cat clay). Klei masam (cat clay) adalah klei dalam tanah yang mengandung sejumlah sulfida atau sulfat. Hal ini terjadi karena pengaruh pasang air laut atau air payau pada saat pembentukan tanah ini dan proses pasang surut selanjutnya.

Menurut Wiradinata (1992), salinitas tanah tinggi disebabkan karena pengaruh air payau atau air asin pada saat tanah daerah mangrove terbentuk. Tanah daerah mangrove dengan salinitas tinggi umumnya mempunyai DHL sebesar 20-35 mmhos/cm pada 250C atau kadar garam 0.80% sampai lebih. Tanah tersebut umumnya memiliki nilai alkalinitas yang tinggi dengan nilai Na-dd mencapai lebih dari 15% dan nisbah jerapan Na (SAR)-nya sekitar 15-40. Nilai SAR dan ESP tanah menentukan tingkat sodisitas tanah, dimana pada tanah non-sodik persentase ESP berkisar antara 0-5%, pada tanah non-sodik persentase ESP berkisar antara 5-15%, dan di atas 15% tanah tergolong ke dalam tanah sangat

(6)

8

sodik. Nilai kematangan tanah (n-value) daerah mangrove yang dipengaruhi pasang surut berkisar antara 1.4 sampai dengan 2.0, sedangkan yang kadang-kadang dipengaruhi pasang surut n-value berkisar antara 0.7 sampai dengan 1.4. Semakin rendah n-value tanah menunjukkan tanah tersebut semakin matang dan sebaliknya semakin tinggi n-value tanah menunjukkan tanah tersebut semakin mentah. Kisaran nilai kematangan tanah adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kriteria Pematangan Tanah Rawa Berdasarkan Nilai-n

Tingkat Pematangan Nilai-n Kandungan air (%) Mentah (totally unripe)

Agak mentah (practically unripe) Agak mentah (half ripe) Hampir matang (nearly ripe)

Matang (ripe) >2.0 1.4-2.0 1.0-1.4 0.7-1.0 <0.7 >80 70-80 60-70 50-60 <50

(Sumber: Pons dan Zonneveld, 1965) Menurut Sitorus dan Djokosudardjo (1979) daerah pasang surut mempunyai aneka ragam sifat-sifat kimia terutama dalam susunan kation pada kompleks jerapan tanah. Susunan kation dinilai berdasarkan urutan dominasi kation-kation (K, Na, Ca, dan Mg) pada kompleks jerapan tanah. Terdapat 3 model susunan kation berdasarkan tingkat dominasinya yaitu Model I (Na>Mg>Ca atau K), Model II (Mg>Ca>Na atau K) dan Model III (Ca>Mg>Na atau K). Model I terdapat di daerah dekat laut/pantai atau muara sungai-sungai utama (daerah pengaruh air laut); semakin menjauhi laut atau sungai-sungai utama (daerah pengaruh payau) susunan kation mengikuti Model II dan daerah yang lebih jauh lagi (daerah pengaruh air tawar) mengikuti Model III.

Zonasi mangrove menurut Watson (1928) juga dipengaruhi oleh tipe penggenangan. Watson (1928) membagi tipe penggenangan yang mempengaruhi zona pertumbuhan mangrove ke dalam lima kelas, seperti pada Tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2. Kelas-kelas Penggenangan untuk Zonasi Mangrove Menurut Watson 1928

Kelas Diairi oleh Ketinggian dalam feet (m) Frekuensi Penggenangan/bulan 1 2 3 4 5

All high tide Medium high tide Normal high tide Spring high tide Abnormal (equinoctial tide) 0-8 (2.44) 8-11 (3.35) 11-13 (3.96) 13-15 (4.57) 15 56-62 45-59 20-45 2-20 2 (Sumber: Watson, 1928)

(7)

9

Pada tabel 2. di atas, penggenangan kelas 1 digenangi oleh seluruh pasang (all high tide). Spesies predominan dalam lingkungan ini adalah Rhizophora apiculata, R. Stylosa, dan R. Mucronata. Rhizophora mucronata menempati daerah di bawah pengaruh air tawar yang besar, sementara pada R. apiculata dan R. stylosa berada pada kondisi asin.

Penggenangan kelas 2 digenangi oleh pasang menengah (medium high tide). Spesies predominan dalam lingkungan ini adalah Avicennia alba, A. Marina, Sonneratia alba, dan R.mucronata.

Penggenangan kelas 3 oleh pasang normal (normal high tide), sebagian besar spesies tumbuh dengan subur pada kondisi ini. Sebagian besar spesies ekosistem mangrove masuk dalam kelas ini. Sebagian besar spesies ada (memiliki diversitas paling tinggi). Spesies yang umum adalah Rhizophora spp (sering mendominasi), Ceriops tagal, Xylocarpus granatum, Lumnitzera littorea, dan Excoccaria agallocha.

Penggenangan kelas 4 dimana penggenangan hanya selama pasang tertinggi (spring tide). Daerah biasanya terlalu kering untuk Rhizophora spp. Tetapi mungkin ada dalam jumlah kecil. Spesies umum adalah Bruguiera spp. Xylocarpus spp, Lumnitzera littorea dan Excoccaria agallocha.

Penggenangan kelas 5 yaitu penggenangan hanya selama pasang equinoctial. Spesies predominan adalah Bruguiera gymnorhiz (mendominasi), Intsiabijuga, Nypa fruticans, Heritiera littoralis, Excoccaria agallocha, Rhizophora apiculata (jarang), dan Xylocarpus granatum (jarang).

Kemudian Watson (1928) juga membagi tipe-tipe hutan mangrove ke dalam 5 tipe, yaitu: tipe Api-api-Perepat, tipe Berus, tipe Lenggadai, tipe Bakau, dan tipe Tumu. Tipe Api-api-Perepat biasanya didominasi oleh Avicennia, Sonneratia, Bruguiera, dan Rhizophora. Tipe Berus umumnya didominasi oleh Bruguiera dan Avicennia. Tipe Lenggadai didominasi oleh Bruguiera dan Rhizophora, Tipe Bakau didominasi oleh Rhizophora dan tipe Tumu didominasi oleh Bruguiera.

2.4. Deskripsi Lokasi Penelitian.

Secara administrasi pemerintahan Kecamatan Blanakan memiliki 9 desa, yaitu Blanakan, Cilamaya Girang, Cilamaya Hilir, Jaya Mukti, Langensari,

(8)

10

Muara, Rawa Mekar, Rawa Meneng, dan Tanjung Tiga. Desa Blanakan dipilih karena memiliki kawasan mangrove dengan kondisi cukup baik dibandingkan dengan kondisi mangrove di sepanjang Pantai Utara Jawa lainnya.

Kawasan hutan mangrove yang menjadi lokasi penelitian termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Blanakan dengan luas sekitar 80.581 ha atau 42% dari total luas Kabupaten Subang. Secara geografis Kecamatan Blanakan terletak antara 1070311’-10705’ Bujur Timur dan 6011’-6049’ Lintang Selatan dengan jarak terjauh antara utara sampai selatan kurang lebih 65 km dan arah barat sampai timur kurang lebih 41 km.

Wanawisata Blanakan atau lokasi penelitian memiliki luas 131,7 ha dengan batas hutan mangrove Blanakan adalah sebelah selatan berbatasan dengan Desa Ciasem, sebelah utara berbatasan dengan laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Desa Jaya Mukti dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Langensari.

Berdasarkan Perum Perhutani (1993) penguasaan informasi teritorial BKPH Ciasem Pamanukan, RPH Tegal Tangkil, diketahui bahwa daerah Resort Polisi Hutan (RPH) Tegal Tangkil bertopografi datar: Desa Blanakan diketahui bertopografi pantai, memiliki ketinggian wilayah 0-2 meter di atas permukaan laut.

Kawasan hutan mangrove Blanakan memiliki tekstur klei alluvial abu-abu, berundak, dan terumbu koral. Menurut Wahab (2003), berdasarkan klasifikasi curah hujan menurut Schmidt dan Ferguson, kecamatan Blanakan termasuk ke dalam wilayah tipe iklim D. Secara umum Kabupaten Subang beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata per tahun berkisar antara 1.600-2.300 mm dengan suhu rata-rata 270C. Wilayah hutan mangrove Blanakan memiliki rat-rata curah hujan 1.328 mm pertahun, pada malam hari suhu 21,80C dan siang hari mencapai 340C, dan kelembaban udara berkisar antara 73%-81%.

Mangrove di Blanakan berada di sekitar muara sungai sampai dengan pesisir laut. Menurut Watson (1928) mangrove di daerah muara memiliki perbedaan dengan pesisir laut, di muara umumnya dibatasi dengan jenis Avicennia berdaun kusam dan Sonneratia dengan karakteristik daun berwarna hijau keabu-abuan sedangkan pada daerah pesisir karakteristik dedaunan mangrove umumnya padat dan berwarna hijau terang.

(9)

11

Kondisi mangrove di Blanakan sudah dimanfaatkan bagi masyarakat untuk daerah bertambakan dengan sistem tambak tumpang sari (wanamina).

Gambar

Tabel 1. Kriteria Pematangan Tanah Rawa Berdasarkan Nilai-n

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian ini, peneliti akan mengangkat penelitian yang berjudul “ Pengaruh Pengetahuan Keuangan, Sikap Keuangan, dan Kepribadian Terhadap Perilaku Manajemen

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi logistik (logistic regression), yaitu dengan melihat pengaruh pergantian manajemen, opini audit,

Sirosis hati banyak diderita oleh laki-laki, pada kelompok umur 50-59 tahun, infeksi HBV merupakan penyebab terbanyak, asites dan distensi abdomen merupakan gambaran

indikator yang diteliti yaitu hubungan persepsi siswa tentang pemberian reward (X) terhadap motivasi belajar (Y), untuk melihat hasil analisis penelitian ini

Berdasarkan hal-hal diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap pelaksanaan kewajiban perpajakan pada suatu perusahaan yang dituangkan

Penyata Bank yang diterima menunjukkan bayaran cek kepada Syarikat Jaya Berhad RM576 manakala direkod sebagai RM567 dalam Buku Tunai. Akaun Bank telah dikreditkan

Strategi 1 : Mengintegrasikan pengaturan dan pengawasan lembaga keuangan. Tujuannya adalah untuk mengurangi dan menghilangkan duplikasi serta pengaturan yang

Jawab: yaitu dengan meyakini bahwa Allah SWT itu mempunyai sifat maha berbicara (kalam) dan sesungguhnya Berbicaranya Allah SWT itu tidaklah sama dengan berbicaranya kita