• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bergegas Keluar dari Kemiskinan: Berjalan dengan Peta SDGs & Peta RPJMN 1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bergegas Keluar dari Kemiskinan: Berjalan dengan Peta SDGs & Peta RPJMN 1"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Bergegas Keluar dari Kemiskinan:

Berjalan dengan Peta SDGs & Peta RPJMN

1

Ah Maftuchan – Pengamat Kebijakan Publik & Program Manager di PRAKARSA

“Let us develop a new generation of sustainable development goals to pick up where the MDGs leave off. Let us

agree on the means to achieve them” –– UN General Secretary – Ban Ki Moon

Pendahuluan

Dunia telah mengakhiri lima belas tahun agenda pembangunan global, Millennium Development

Goals (MDGs)i pada September 2015. Pada rangkaian agenda United Nations General Assembly

(UN-GA) ke 70, tepat pada tanggal 25 September 2015 para pemimpin dunia menyepakati tujuan pembangunan global yang baru dengan nama “Sustainable Development Goals” (SDGs). Agenda ini memuat 17 tujuan yang hendak dicapai sampai tahun 2030. Tujuan SDGs jumlahnya hampir dua kali lipat dibandingkan dengan MDGs.

Dari delapan tujuan MDGs, cukup banyak indikator pembangunan global yang membaik. Di berbagai negara, indikator pembangunan mulai kemiskinan, pendidikan, lingkungan, kesehatan dan keadilan gender menunjukkan perbaikan. Namun, beberapa tujuan MDGs juga masih belum menunjukkan capain yang memuaskan. Dengan demikian, SDGs kita harapkan akan mampu menjawab

kompleksitas permasalahan manusia dalam pembangunan, sehingga kita benar-benar tidak meninggalkan seorang pun dalam kegiatan pembangunan (leave no one behind).

Merujuk pada The Millennium Development Goals Report 2015, angka kemiskinan telah menurun secara signifikan selama dua dekade terakhir. Pada 1990 hampir setengah dari populasi di negara berkembang hidup dengan kurang dari US$ 1,25 per hari, sementara pada 2015 proporsi yang turun menjadi 14 %. Secara global, jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrim telah menurun lebih dari setengah, dari 1,9 miliar pada 1990 menjadi 836 juta jiwa pada 2015 dan kemajuan akseleratifnya dimulai sejak tahun 2000. Jumlah kelas menengah (hidup dengan US$ 4 hari/lebih) pada 1991 di negara berkembang hanya sekitar 18%, saat ini meningkat tajam hampir tiga kali lipat. Proporsi orang yang kekurangan gizi di negara berkembang telah menurun hampir setengah, dari 23,3 % pada 1990-1992 menjadi 12,9 % pada 2014-2016 (UN, 2015: 4).

Dengan pertimbangan bahwa kemiskinan masih menjadi problem di berbagai negara di dunia ini, maka “penghilangan kemiskinan dan kelaparan” pada 2030 menjadi “tulang punggung” dari tujuan agenda pembangunan berkelanjutan. Kemiskinan yang menjadi tujuan utama MDGs kembali menjadi tujuan utama dalam SDGs. Selain karena kemiskinan dan kelaparan masih sebagai problem dunia, menjadikan penghapusan kemiskinan sebagai tujuan utama diarahkan untuk menjamin keberlanjutan capaian MDGs. Hal ini penting agar si miskin tidak menjadi miskin kembali dan yang rentan miskin agar tidak jatuh menjadi miskin.

1 Bahan presentasi (draft #1) untuk Pertemuan Nasional Masyarakat Sipil untuk SDGs (Tujuan Pembangunan

Berkelanjutan) "Mewujudkan SDGs yang Inklusif dan Partisipatif” oleh INFID, Jakarta 6-7 Oktober 2015

1

(2)

Persoalan kemiskinan ditempatkan dalam kerangka multidimensi, yakni melihat kemiskinan dari berbagai dimensi dan memandang penyebab kemiskinan dari berbagai sisi. Kerusakan lingkungan akibat eksploitasi, ketiadaan perangkat aturan yang menjamin akses dan penguasaan masyarakat miskin terhadap alat produksi, akses terhadap kesehatan, akses terhadap pendidikan, standar hidup yang layak dan lain-lain mendapatkan porsi sebagai alat untuk melihat kemiskinan.

Dampak eksploitasi lingkungan tidak hanya memunculkan efek domino kerusakan bumi yang menyebabkan perubahan iklim dan rusaknya sumber energi, tapi juga hilangnya ruang produktif masyarakat yang menjadi penyebab utama kemiskinan global. Putusnya relasi alam, iklim dan masyarakat berdampak nyata pada kian sulitnya menghilangkan kemiskininan dan kelaparan khususnya di negara-negara berkembang yang miskin sumber daya alam dan miskin sumber saya manusia.

SDGs dan Kemiskinan Indonesia

Dalam Outcome Document Transforming Our World: The 2030 Agenda For Sustainable Development tujuan mengakhiri kemiskinan menjadi tujuan “utama” dari 17 tujuan yang disepakti dalam SDGs. Tujuan pertama dari 17 tujuan SDGs adalah “Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Di Mana Pun” (End poverty in all its forms everywhere).

Tabel 1: Tujuan SDGs 1 dan Indikatornya Tujuan SDGs No. 1 Target / Indikator

Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Di Mana Pun

1.1 Pada tahun 2030, mengentaskan kemiskinan ekstrim bagi semua orang di mana pun, di mana ukuran yang digunakan sekarang adalah mereka yang hidup dengan pendapatan kurang dari $ 1,25 perhari

1.2 Pada tahun 2030, mengurangi setidaknya separuh proporsi dari laki-laki, perempuan dan anak-anak segala umur yang hidup dalam kemiskinan dalam segala dimensi menurut definisi nasional

1.3 Di tingkat nasional mengimplementasikan sistem dan ukuran

perlindungan sosial yang tepat bagi semua level dan pada tahun 2030 sudah mencapai cakupan yang cukup substansial terhadap yang miskin dan rentan

1.4 Pada tahun 2030, memastikan bahwa semua laki-laki dan perempuan, terutama mereka yang miskin dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap sumber-sumber ekonomi, juga terhadap pelayanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk-bentuk kekayaan lainnya, warisan, sumber daya alam, teknologi baru yang layak dan pelayanan finansial, termasuk keuangan mikro

1.5 Pada tahun 2030, membangun daya tahan mereka yang miskin dan yang berada dalam situasi rentan dan mengurangi situasi tanpa perlindungan dan kerentanan terhadap kejadian-kejadian ekstrim yang berhubungan dengan perubahan iklim, juga kejutan dan bencana ekonomi, sosial dan lingkungan lainnya

1.a Memastikan mobilisasi sumber daya yang signifikan dari berbagai sumber, termasuk melalui kerjasama pembangunan yang diperluas, dalam rangka menyediakan alat-alat yang cukup dan mudah diprediksi oleh negara berkembang, khususnya negara-negara kurang berkembang, untuk mengimplementasikan program

(3)

dan kebijakan yang dapat mengakhiri kemiskinan dalam semua dimensinya

1.b Menciptakan kerangka kerja kebijakan pada level nasional, regional dan internasional, yang berdasarkan pada strategi pembangunan yang berpihak pada yang miskin dan gender sensitive, untuk mempercepat investasi dalam aksi-aksi pengentasan kemiskinan Meskipun sudah menjadi anggota G-20 (Government-20) yakni 20 negara terbesar di dunia yang menguasai 85% GDP dunia, 75% perdagangan dunia dan 2/3 jumlah penduduk dunia, tetapi

Indonesia masih sebagai negara lower-middle-income-country (per kapita antara US$ 1.046 – 4.125). Artinya, faktor utama keikutsertaan Indonesia di G-20 masih dikarenakan faktor jumlah

penduduknya. Meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif stabil, namun konsumsi

domestiklah yang menjadi penopang utamanya. Sehingga tidak mengherankan jika permasalahan kemiskinan masih menjadi masalah utama.

Terkait dengan tujuan “Mengakhiri Kemiskinan dalam Segala Bentuk Di Mana Pun” seperti di atas (Tabel 1), maka perlu mendudukkannya dengan kondisi kemiskinan di Indonesia kekinian. Ada beberapa hal yang perlu dicatat terkait dengan perkembangan kemiskinan di Indonesia, antara lain: (1) Pertumbuhan ekonomi yang relatif kuat di Indonesia diklaim oleh World Bank telah membantu

menekan angka kemiskinan di Indonesia. Hal ini dibuktikan dari turunnya angka kemiskinan dari 24% (1999) menjadi 11,3% (2014). Namun, dalam perkembangannya, kecepatan penurunan kemiskinan berkurang tajam. Tingkat penurunan kemiskinan hanya mencapai 0,7% dalam dua tahun terakhir (2013-2014) dan ini adalah yang terlambat sepanjang satu dekade terakhir. Hal ini dapat dilihat dari angka sebesar 65 juta penduduk hidup sedikit di atas garis kemiskinan dan sangat rentan jatuh miskin. Sementara 28 juta orang Indonesia masih terjerat kemiskinan parah (World Bank: 2014).

(2) Senada dengan World Bank, Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyebutkan takaran yang sama. BPS mencatat jumlah penduduk miskin pada September 2014 mencapai 27,73 juta orang atau 10,96 % (BPS: 3 Januari 2015). Sedangkan pada Maret 2015, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,59 juta orang (11,22 %), bertambah sebesar 0,86 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2014 (BPS: 15 September 2015).

(3) BPS menyebut selama periode tersebut, Garis Kemiskinan (rata-rata pengeluaran perkapita perbulan) naik 3,17 %, dari Rp 302.735 per kapita per bulan (Maret 2014) menjadi Rp 312.328 per kapita per bulan (September 2014) dengan peranan komoditi makanan jauh lebih besar dari komoditi bukan makanan yakni perumahan, energi, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Sumbangan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan pada Maret 2015 tercatat sebesar 73,23 persen, kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi September 2014 yaitu sebesar 73,47 persen (BPS: 15 September 2015).

(4) BPS menambahkan bahwa persentase penduduk miskin di perkotaan naik dari 8,16 %

(September 2014) menjadi 8,29 % (Maret 2015). Artinya, dari September 2014 – Maret 2015, jumlah penduduk miskin di perkotaan naik sebanyak 0,29 juta orang (dari 10,36 juta orang pada September 2014 menjadi 10,65 juta orang pada Maret 2015)

(5) BPS menambahkan bahwa persentase penduduk miskin di perdesaan naik dari 13,76 % (September 2014) menjadi 14,21 % (Maret 2015). Artinya, dari September 2014 – Maret 2015, jumlah penduduk miskin di pedesaan naik sebanyak 0,57 juta orang (dari 17,37 juta orang pada September 2014 menjadi 17,94 juta orang pada Maret 2015).

(4)

(6) Pulau Jawa menjadi penyumbang jumlah penduduk miskin terbanyak yaitu 15,1 juta orang, diikuti Sumatera sebesar 6,07 juta orang, Sulawesi sebesar 2,05 juta orang, Bali dan Nusa Tenggara sebanyak 2 juta orang dan Maluku dan Papua sebesar 1,4 juta orang.

Data tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa meskipun Indonesia telah menjadi bagian dari 20 negara-negara terbesar ekonominya dunia, namun 11,22% penduduknya masih miskin dan lebih dari seperempat penduduknya sangat rentan untuk jatuh menjadi miskin. Lebih kurang 68 juta penduduk Indonesia hidup tidak jauh dari batas Garis Kemiskinan. Dengan sedikit sakit, bencana atau kehilangan pekerjaan, mereka bisa langsung menjadi atau kembali miskin.

Ketimpangan konsumsi rumah tangga Indonesia pun meningkat sejak tahun 2000. Meningkatnya ketimpangan juga membuat mereka yang miskin lebih sulit lagi untuk keluar dari kemiskinannya. Koefisien Gini, yang mengukur ketimpangan konsumsi, telah meningkat dari 0,30 pada tahun 2000, menjadi sekitar 0,41 pada tahun 2013. Kesenjangan antar daerah tetap ada dan tendensinya meninggi. Indonesia Timur tertinggal dari wilayah lain di negara ini. Akibatnya, meski upaya mengurangi kemiskinan mengalami kemajuan, Indonesia menjadi salah satu negara dengan peningkatan ketimpangan tercepat di kawasan Asia Timur.

Mengabaikan upaya pengentasan kemiskinan juga akan memberikan beban pembangunan nasional yang lebih berat karena ketimpangan yang ada akan membuat gerak pertumbuhan melambat dan pengentasan masyarakat dari Garis Kemiskinan kian rumit. Apalagi, trend pertumbuhan ekonomi dalam beberapa dekade terakhir masih disumbang besar oleh sektor jasa dan konsumsi rumah tangga. Jika pertumbuhan daya beli yang sempat menguat dalam beberapa tahun terakhir tidak bisa dipertahankan karena kondisi ketimpangan dan kemiskinan yang menjebak masyarakat, maka pembangunanpun akan mandek dan ekonomi nasional tidak akan tumbuh dengan baik.

Dengan kondisi tersebut, Indonesia sudah selayaknya menyambut SDGs dengan suka-cita, baik pada isu kemiskinan maupun yang lainnya. Pasalnya, agenda pembangunan global ini dapat menjadi “pull

factor” dan sekaligus menjadi “push-factor” bagi kegiatan pembangunan domestik. Di Indonesia,

“end poverty in all its forms everywhere” harus menjadi tema pembangunan, agenda utama dan berkelanjutan yang melatari berbagai tujuan pembangunan lainnya seperti infrastruktur, pariwisata, pangan dan energi dan lain-lain. Proyeksi pembangunan di Indonesia tanpa kesadaran dan upaya nyata mencari tujuan mengakhiri kemiskinan hanya akan menjadi agenda tambal sulam bahkan meninggalkan separuh masyarakat kita terutama di pedesaan yang mengalami kemiskinan kronis.

RPJPN, RPJMN dan Kemiskinan

Dalam kegiatan pembangunan di Indonesia, saat ini kita memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional/RPJPN (2005 – 2025), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional/RPJMN (2015-2019) dan Rencana Kerja Pemerintah (tahunan). Di dalam RPJPN 2005-2025, masalah

kemiskinan dilihat dalam kerangka multidimensi, karenanya kemiskinan bukan hanya menyangkut ukuran pendapatan, melainkan karena menyangkut beberapa hal antara lain: (i) kerentanan dan kerawanan orang atau masyarakat untuk menjadi miskin; (ii) menyangkut ada/tidak adanya

pemenuhan hak dasar warga dan ada/tidak adanya perbedaan perlakuan seseorang atau kelompok masyarakat dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Dari pengamatan dokumen, terkait dengan agenda pengentasan kemiskinan di Indonesia, dokumen RPJMN 2015-2019 secara umum telah memiliki tujuan dan target tematik yang menunjukkan beberapa titik temu dengan tujuan 1 SDGs. Tujuan akhir pembangunan nasional sebagaimana dinyatakan dalam RPJMN 2015-2019: “untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat

secara berkelanjutan”. Sejalan dengan RPJPN 2005-2015 dan Nawacita (visi misi pemerintahan Joko

(5)

Widodo dan Jusuf Kalla), maka agenda pembangunan nasional yang termaktub dalam Buku I RPJMN 2015-2019 dalam bagian penanggulangan kemiskinan (6-47 s/d 6-50) adalah:

Tabel 2: Agenda Penanggulangan Kemiskinan dalam RPJMN 2015-2019

Dampak Arah Kebijakan Strategi Sasaran

1 Turunnya angka kemiskinan 7,0 – 8,0 % pada 2019 2 Penurunan tingkat ketimpangan 0,36 1 Mengembangkan sistem perlindungan sosial yang komprehensif 2 Meningkatkan pelayanan dasar bagi masyarakat kurang mampu 3 Mengembangkan penghidupan berkelanjutan bagi masyarakat miskin melalui penyaluran tenaga kerja dan pengembangan kewirausahaan

1 Mengarahkan kebijakan fiskal 2 Sinkronisasi kerangka regulasi

dan kebijakan pemerintah. 3 Meningkatkan perlindungan,

produktivitas dan pemenuhan hak dasar

4 Memperluas & meningkatkan pelayanan dasar

5 Meningkatkan penghidupan 6 Kebijakan tenaga kerja yang

kondusif dan perluasan kesempatan kerja bagi masyarakat kurang mampu 7 Meningkatkan akses

masyarakat terhadap

informasi lapangan pekerjaan, peningkatan pelatihan, dan penyaluran tenaga kerja 8 Menguatkan konektivitas

lokasi pedesaan dengan pembangunan infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi di pedesaan

9 Advokasi tentang peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan anak

1 Meningkatnya investasi padat pekerja untuk perluasan kesempatan pekerjaan (decent job) 2 Meningkatnya akses

usaha mikro dan kecil 3 Terbentuknya kemitraan

pemerintah, pemda & swasta/BUMN/BUMD untuk peningkatan penghidupan masyarakat 4 Tersedianya sarana &

prasarana kegiatan ekonomi yang berkualitas 5 Meningkatnya

penjangkauan pelayanan dasar yang inklusif bagi masyarakat kurang mampu termasuk penyandang disabilitas dan lansia 6 Meningkatnya perlindungan sosial, produktivitas dan pemenuhan hak dasar bagi penduduk kurang mampu

Terkait dengan pembangunan berbagai atau lintas bidang, di dalam RPJMN 2015-2019 terdapat perencanaan untuk bidang “pemerataan dan penanggulangan kemiskinan”. Dampak pembangunan bidang ini yang hendak dicapai adalah penurunan kemiskinan 7% - 8% pada 2019 dan 0,36 Koefisien Gini pada 2019. Hal ini diarahkan agar pendapatan 40,0 % penduduk terbawah mengalami

peningkatan pendapatan dan memperoleh hak-pelayanan dasar sehingga beban penduduk miskin berkurang drastis. Ada beberapa target yang telah ditetapkan sebagai berikut:

1) Penurunan Kemiskinan RPJMN 2015-2019

(6)

2) Penurunan Kemiskinan Antarwilayah RPJMN 2015-2019

3) Target Pelayanan Dasar RPJMN 2015-2019

(7)

Kemiskinan: SDGs 2030 & RPJMN 2015-2019

Di dalam RPJMN 2015-2019, setidaknya ada banyak hal penting yang sejalan dengan agenda SDGs. Secara garis besar, banyak titik temu (konvergensi) antara RPJMN 2015-2019 dengan SDGs

khususnya dalam bidang penangulangan kemiskinan. Beberapa titik temu yang penting untuk diuraikan antara lain:

(i) konsep dan rencana untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan sangat kuat dan diarahkan ke agenda pengentasan kemiskinan dan pemerataan pembangunan yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat adil-makmur dan ditetapkan sebagai “agenda pembangunan nasional”;

(ii) kemiskinan disadari sebagai “masalah pokok” pembangunan nasional dan percepatan pemerataan berkeadilan merupakan “tantangan utama” pembangunan nasional;

(iii) keberlanjutan pembangunan di RPJMN diarahkan untuk memberikan perhatian atas upaya mengurangi kerentanan masyarakat miskin akibat perubahan iklim dan bencana;

(iv) ada kerangka dan target sumber pembiayaan/ investasi dan konsolidasi sumber pendanaan pembangunan ekonomi dan mengurangi kemiskinan;

(v) strategi Pembangunan Nasional dalam RPJMN telah mengadopsi upaya untuk menekan ketimpangan yang melebar, menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dan tidak eksploitatif terhadap lingkungan hidup;

(vi) RPJMN telah menempatkan kemiskinan dan ketimpangan dalam segala dimensi dan bentuknya sehingga tidak hanya dilihat dalam kerangka ekonomistik namun juga dilihat dalam kerangka inklusi dan pemenuhan hak dasar – pelayanan dasar;

(vii) telah memberikan penegasan penguatan peran Indonesia dalam kerangka kerjasama global-regional sehingga daya saing Indonesia di pasar dunia meningkat;

(viii) telah ada pengarusutamaan kesetaraan gender dan memprioritaskan perempuan dalam pembangunan kemiskinan dan ketimpangan;

(ix) ada target yang jelas dalam penurunan angka kemiskinan menjadi 7,0 – 8,0 % (2019) dan penurunan Koefisien Gini menjadi 0,36 (2019);

(x) program yang akan dijalanlan mengunakan mix-approach, yakni ada program yang sifatnya

targeting – afirmatif dan ada program yang sifatnya universal.

Berikut adalah gambaran umum titik temu antara agenda pengentasan kemiskinan dalam RPJMN 2015-2019 dan tujuan 1 dalam SDGs (kemiskinan):

Goal I SDGs:

End Poverty In All Its Forms Everywhere Pokok-Pokok Arah & Target Pengurangan Kemiskinan dalam RPJMN 2015-2019

1.1 Pada tahun 2030, mengentaskan kemiskinan ekstrim bagi semua orang di mana pun, di mana ukuran yang digunakan sekarang adalah mereka yang hidup dengan pendapatan kurang dari $ 1,25 perhari

Telah ada sasaran yang jelas dalam target penurunan angka kemiskinan dari 10,96% (September 2014) menjadi 7,0 – 8,0 % (September 2019)

1.2 Pada tahun 2030, mengurangi setidaknya separuh proporsi dari laki-laki, perempuan dan anak-anak segala umur yang hidup dalam kemiskinan dalam segala dimensi menurut definisi nasional

• Adanya pengarusutamaan kesetaraan gender dan memprioritaskan perempuan dalam pembangunan kemiskinan dan ketimpangan • Penurunan Koefisien Gini menjadi 0,36 (2019) • Penyempurnaan pengukuran kemiskinan yang

menyangkut kriteria, standardisasi dan sistem pengelolaan data terpadu

(8)

1.3 Di tingkat nasional mengimplementasikan sistem dan ukuran perlindungan sosial yang tepat bagi semua level dan pada tahun 2030 sudah mencapai cakupan yang cukup substansial terhadap yang miskin dan rentan

• Perluasan dan peningkatan pelayanan dasar • Pengembangan penghidupan yang

berkelanjutan

• Meningkatkan produktivitas sektor/subsektor ekonomi

• Menciptakan lapangan kerja / pekerjaan yang berkualitas

• Penyelenggaraan perlindungan sosial yang komprehensif: (i) asistensi sosial reguler dan temporer berbasis keluarga dan siklus hidup (Program Keluarga Produktif dan Sejahtera), (ii) Perluasan cakupan SJSN bagi penduduk rentan dan pekerja informal, (iii) Peningkatan pemenuhan hak dasar dan inklusivitas

penyandang disabilitas, lansia, serta kelompok masyarakat marjinal pada setiap aspek

penghidupan; (iv) penguatan kelembagaan sosial.

1.4 Pada tahun 2030, memastikan bahwa semua laki-laki dan perempuan, terutama mereka yang miskin dan rentan, memiliki hak yang sama terhadap sumber-sumber ekonomi, juga terhadap pelayanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah dan bentuk-bentuk kekayaan lainnya, warisan, sumber daya alam, teknologi baru yang layak dan pelayanan finansial, termasuk keuangan mikro

• RPJMN telah menjamin agar masyarakat miskin memiliki hak yang sama terhadap sumber daya ekonomi, serta akses ke layanan dasar, kepemilikan dan kontrol atas tanah • RPJMN telah berusaha untuk menjamin

kepastian hukum hak kepemilikan tanah sebagai tantangan dan sasaran utama dalam upaya pengentasan kemiskinan

• RPJMN telah menentukan arah dan strategi dalam meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional

1.5 Pada tahun 2030, membangun daya tahan mereka yang miskin dan yang berada dalam situasi rentan dan mengurangi situasi tanpa perlindungan dan kerentanan terhadap kejadian-kejadian ekstrim yang berhubungan dengan perubahan iklim, juga kejutan dan bencana ekonomi, sosial dan lingkungan lainnya

• Pengembangan penghidupan berkelanjutan • Mengurangi kerentanan masyarakat miskin

akibat perubahan iklim dan bencana • Pertumbuhan ekonomi yang

inklusif-berkelanjutan

• Pengelolaan dan nilai tambah Sumber Daya Alam (SDA) yang berkelanjutan

• Meningkatkan kualitas lingkungan hidup • Mitigasi bencana alam dan penannganan

perubahan iklim

• Pemerataan infrastruktur 1.a Memastikan mobilisasi sumber daya

yang signifikan dari berbagai sumber, termasuk melalui kerjasama

pembangunan yang diperluas, dalam rangka menyediakan alat-alat yang cukup dan mudah diprediksi oleh negara-negara berkembang, khususnya

• Peningkatan peran pemerintah daerah / desa agar optimal dalam pemanfaatan dana transfer bagi penanggulangan kemiskinan dan pelayanan dasar: Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Desa

• BUMDes, pengelolaan dana bergulir dan simpan pinjam

(9)

negara-negara kurang berkembang, untuk mengimplementasikan program dan kebijakan yang dapat mengakhiri kemiskinan dalam semua dimensinya

1.b Menciptakan kerangka kerja kebijakan pada level nasional, regional dan internasional, yang berdasarkan pada strategi pembangunan yang berpihak pada yang miskin dan gender sensitive, untuk mempercepat investasi dalam aksi-aksi pengentasan kemiskinan

• Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS),

Corporate Social Responsibility (CSR),

Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL), Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) dan zakat, infaq dan sedekah

• Iuran SJSN/BPJS dari peserta dan pemberi kerja, iuran SJSN/BPJS dari anggaran pemerintah

Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) /

Lembaga Wali Amanah Dana Perwalian Perubahan Iklim Indonesia (Perpres Nomor 80/2011)

• UU Nomor 13 tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin

• UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa • UU Nomor 13 Tahun 1998 tentang

Kesejahteraan Lanjut Usia

• UU Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial

• UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN • UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS • UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan

Publik

• UU Nomor 1 Tahun 2013 tentang Lembaga Keuangan Mikro

Kesimpulan dan Saran

Dengan demikian maka bisa disimpulkan bahwa RPJMN 2015-2019 bidang kemiskinan telah

“menyesuikan” diri dan sudah mengakomodir tujuan nomor 1 SDGs sehingga antara RPJMN dengan SDGs telah terdapat titik temu (konvergen).

Namun demikian, titik temu dalam tema pengentasan kemiskinan antara agenda dalam RPJMN 2015-2019 dengan tujuan nomor 1 SDGs bukan tanpa celah dan kritik. Kritik diarahkan terutama pada: belum ada bentuk lebih detail dalam capain yang lebih rigit dan mendetail upaya pengentasan kemiskinan dan bagaimana agenda RPJMN dan SDGs akan dicapai di Indonesia. Hal itu ditandai dengan beberapa hal:

(1) belum adanya bentuk koordinasi kelembagaan bidang penanggulangan kemiskinan dan penurunana ketimpangan ekonomi-sosial yang komprehensif antar aktor pembangunan baik negara, swasta dan organisasi masyarakat sipil

(2) belum ada rencana pelembagaan atas model dan rencana kerja partisipasi masyarakat dalam agenda pengentasan kemiskinan sehingga terkesan pemerintah membuat rencana dan sasaran yang bersifat top-down

(3) belum ada upaya jangka pendek dalam usaha prefentif menanggulangi kemiskinan dan kerentanan kemiskinan dalam situasi ancaman krisis dan saat krisis, baik karena krisis ekonomi, moneter, sosial, alam dan lainya

(10)

(4) sasaran pengentasan kemiskinan masih bersifat general sehingga tampak tidak ada peta jalan menuju upaya pengentasan kemiskinan yang spesifik atau afirmatif bagi kelompok khusus yang berkelanjutan

(5) koordinasi dan sinergi antarlembaga negara baik di pusat maupun di daerah belum terjelaskan dengan baik khususnya dari sisi tugas dan fungsinya dalam agenda pengantasan kemiskinan. Hal ini bisa berpotensi munculnya program penanggulangan kemiskinan yang fragmented dan tidak efektif

(6) belum ada strategi nasional penanggulangan kemiskinan multidimensi

(7) belum ada peta jalan yang konkrit atas upaya penggalian sumber-sumber pembiayaan alternatif untuk penangulangan kemiskinan dan masih tergantung pembiayaan dari sumber APBN/APBD/APBDesa sehingga upaya penanggulangan kemiskinan pada saat bersamaan akan rentan terhadap krisis global dan ketergantuan pada kondisi makro ekonomi.

Oleh karenanya, ada beberapa saran tindak yang dapat diusulkan untuk pelaksanaan penanggulangan kemiskinan, antara lain:

(1) percepatan pelembagaan partisipasi organisasi masyarakat dan swasta secara langsung, meluas dan demokratis dalam pelaksanaan penanggulangan kemiskinan. Pelembagaan partisipasi tidak hanya pada level perencanaan, namun juga pada level implementasi, monitoring-evaluasi dan pembiayaan

(2) perlu ada penguatan kelembagaan di tingkat negara yang berada langsung di bawah presiden dan bertugas secara khusus dalam jangka pendek untuk melakukan aksi cepat tepat dan terukur dalam pengentasan kemiskinan yang disebabkan oleh faktor global dan kebencanaan (3) perlu ada regulasi khusus untuk menjamin pelaksanaan atau adopsi tujuan pembangunan

berkelanjutan (SDGs) dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan RPJMN 2020-2025 (4) perlu ada dokumen yang memuat “strategi nasional penanggulangan kemiskinan

multidimensi”

(5) perlu ada upaya cepat untuk menyempurnakan dan mengubah indikator atau metode pengukuran kemiskinan yang menyangkut kriteria, standardisasi dan sistem pengelolaan data sehingga mencerminkan kondisi riil kemiskinan

(6) perlu ada konsolidasi sumber pembiayaan nasional dan global serta penggalian sumber-sumber pembiayaan alternatif untuk membiayai program pengentasan kemiskinan (7) perlu ada “poverty alleviation trust fund” (*)

(11)

Daftar Pustaka

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/01/03/070700226/Turun.Jumlah.Penduduk.Miskin.C apai.27.7.Juta.Orang

http://www.bps.go.id/Brs/view/id/1158

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN 2015-2019

Outcome Document Transforming Our World: The 2030 Agenda For Sustainable Development

i Tahun 2015 merupakan tahun transisi dari berakhirnya Millennium Development Goals (MDGs). Tahun 2016

merupakan tahun pertama implementasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Developmet Goals - SDGs). Sidang Umum PBB pada 4 Desember 2014 telah menyetujui platform agenda pembangunan dunia Post-2015 berdasar pada hasil Open Working Group on Sustainable Development Goals yang akan menjadi target dan tujuan pembangunan dunia sampai 2030.

11

Referensi

Dokumen terkait

spektrum phonon. Phonon adalah kuantum energi elastik analog dengan photon yang merupakan kuantum energi elektromagnetik. Kedua gelombang tersebut dapat menyebabkan getaran

Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Minat Tenaga Kerja Indonesia Untuk Kembali Bekerja Ke Luar Negeri di Desa Kedungjajang Kecamatan Kedungjajang Kabupaten

Media pembelajaran adalah “Sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yang kondusif

Pengembangan silabus harus didasarkan pada visi, misi dan tujuan tingkat satuan pendidikan dan hasil identifikasi standar isi dan SKL yang dilakukan oleh

Nilai preferensi untuk setiap alternatif dengan lambang (Vi) dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (7). Hasil evaluasi merupakan hasil dari pengujian sistem

Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu akan menghapus kesalahankesalahanmu dan memasukkan kamu ke

Dari hasil jawaban 30% responden, menyatakan bahwa penafsiran khalayak terhadap penampilan host ”Cinta Juga Kuya”, bintang tamu yang hadir dalam program

Dari segi pendidikan karyawan bank masih mengungguli LPD dimana LPD masih menerima karyawan berpendidikan serendah-rendahnya setara tamatan SMA (Perarem LPD, 2014) dan