• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA PENGOBATAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA PASIEN ANAK DI INTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN YOGYAKARTA PERIODE 2016 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "POLA PENGOBATAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA PASIEN ANAK DI INTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN YOGYAKARTA PERIODE 2016 SKRIPSI"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

i

POLA PENGOBATAN DEMAM BERDARAH DENGUE PADA PASIEN ANAK DI INTALASI RAWAT INAP RSUD SLEMAN YOGYAKARTA

PERIODE 2016

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan oleh : Rachmaniati Kurnia Sari

NIM : 118114050

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

(3)

iii

(4)
(5)
(6)

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya ini untuk Allah SWT sumber segala berkat dan kekuatanku

My Family Mama, Bapak, Suamiku yang selalu mendoakanku.. Sahabat-sahabatku dan Almamaterku yang selalu kubanggakan

(7)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia dan berkat Nya yang begitu luar biasa, sehinga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pola Pengobatan Demam Berdarah Dengue Pada Pasien Anak Di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta Periode 2016” sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Allah SWT, atas berkat-Nya yang luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

2. Bapak, Ibu, Kakak, Sahabat, dan Suamiku yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan dorongan semangat terutama selama proses studi dan penyusunan skripsi ini

3. Dekan Fakultas Farmasi Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian

4. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing, memberikan dorongan, serta saran dari awal hingga akhir penyusunan skripsi

5. Ibu Putu Christasani, M.Sc., Apt. selaku dosen pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan, dorongan serta saran demi terselesaikannya skripsi ini

6. Ibu Dr. Rita Suhadi, M.Si., Apt. dan Ibu dr. Fenty, M.Kes., Sp. PK. Sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran yang membangun

7. Pemerintah Kabupaten Sleman, BAPPEDA, RSUD Sleman, dan Komisi Etik Universitas Kedokteran Duta Wacana yang telah memberikan izin sehingga penulis dapat melakukan penelitian ini.

8. Teman-teman FKK A 2011 dan FKK A 2013, terima kasih atas kebersamaannya dan pengalaman yang tak terlupakan selama berproses di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

(8)
(9)

ix DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi PRAKATA ... vii DAFTAR ISI ... ix DAFTAR TABEL ... x DAFTAR LAMPIRAN ... xi ABSTRAK ... xii ABSTRACT ... xiii PENDAHULUAN ... 1 METODE PENELITIAN ... 2

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 3

KESIMPULAN ... 11

DAFTAR PUSTAKA ... 12

LAMPIRAN ... 14

(10)

x

DAFTAR TABEL

Tabel I. Karakteristik Pasien DBD Anak……… 4 Tabel II. Pola Pengobatan Pasien DBD Anak………. 4

(11)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Izin Penelitian………... 14

Lampiran 2. Surat Ethical Clearence……….. ... 15

Lampiran 3. Surat Izin BAPPEDA Sleman……… 16

(12)

xii ABSTRAK

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan dapat menimbulkan wabah. Sering terjadi kesalahan antara penyakit DBD dengan penyakit lain seperti flu atau tifoid. Hal ini dikarenakan perjalanan infeksi Virus Dengue yang menyebabkan DBD bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan gambaran pola pengobatan pasien DBD anak di instalasi rawat inap RSUD Sleman Yogyakarta periode 2016. Jenis penelitian ini bersifat deskriptif yang mendeskripsikan pada pola pengobatan pasien DBD anak. Data diperoleh secara retrospektif berdasarkan pada pasien anak 0-12 tahun dengan diagnosis DBD yang menjalani rawat inap di RSUD Sleman Yogyakarta periode 2016. Terdapat 30 kasus yang memenuhi kriteria inklusi. Hasil penelitian obat yang paling banyak digunakan adalah cairan rehidrasi yakni Ringer Laktat (100%) dan analgesik-antipiretik yakni Paracetamol (100%). Pada hasil data penelitian terdapat adanya duplikasi jenis obat analgesik-antipiretik. Oleh karena itu, tenaga kesehatan perlu memperhatikan penggunaan paracetamol sebagai analgesik-antipiretik pada pasien DBD.

(13)

xiii ABSTRACT

Dengue fever is one the of some dangerous and infected illness which leads to death in a short period and appears to be an epidemic. Dengue fever is false diagnosed with influenza and tifoid. It is caused by dengue virus infection that makes dengue fever has a characteristic of asymtomatic and no clear indication. This research has an aim to describe the representation of the cure system for pediatric patients in inpatient care facility of regional general hospital Sleman Yogyakarta period 2016. This research is characterized as descriptive which is describing on the cure system of dengue fever for pediatric patient. The data are gotten in a retrospective manner based on the age around 0-12 years old of the pediatric patients who get diagnosed of dengue fever in inpatient care facility of regional general hospital Sleman Yogyakarta period 2016. The are 30 cases which appropriate with inclusion criteria and there is a result that the most used medicine are rehydrated fluid which is lactate ringer (100%) and analgesic-antipyretic which is paracetamol (100%). The result of this research is there is duplication of analgesic-antipyretic medicine. This, medical staff need to watch the use of paracetamol as an analgesic-antipyretic towards dengue fever patients.

Keywords : Prescription Pattern, Dengue Hemorrhagic Fever, Pediatric Patients

(14)

1 PENDAHULUAN

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit menular yang berbahaya dapat menimbulkan kematian dalam waktu singkat dan dapat menimbulkan wabah. Penyakit DBD sering salah didiagnosis dengan penyakit lain seperti flu atau tifoid. Hal ini dikarenakan perjalanan infeksi Virus Dengue (VD) yang menyebabkan DBD bersifat asimtomatik atau tidak jelas gejalanya (WHO, 2009).

DBD ditemukan pertama kali di Manila Filipina pada tahun 1953 dan selanjutnya menyebar ke berbagai Negara. Di Indonesia penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1968 di Surabaya. Pada tahun 2012 di Yogyakarta jumlah kasus DBD sebanyak 1000 kasus dengan jumlah kematian 2 orang di Kota Yogyakarta. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta memilki 5 kabupaten, salah satunya adalah Kabupaten Sleman. Kabupaten Sleman memiliki jumlah kasus kejadian DBD cukup tinggi di tahun tersebut, dengan an gka kejadian 236 kasus (Dinas Kesehatan Yogyakarta, 2012).

Pengobatan DBD hanya bersifat simtomatik dan suportif. Secara simtomatik yaitu dengan cara memberikan cairan yang cukup. Cairan diberikan untuk mengurangi rasa haus dan dehidrasi akibat demam tinggi, anoreksia dan muntah. Pada prinsipnya pengobatan yang utama dan yang terpenting adalah mengatasi penyakit dasarnya kemudian pertimbangan mengenai pengobatan simtomatik DBD. Adapun pemantauan yang dilakukan meliputi keadaan umum, suhu, tekanan darah, nadi, pernapasan, monitoring hematokrit dan trombosit (Kementrian Kesehatan, 2011).

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sleman. RSUD Sleman merupakan rumah sakit non pendidikan milik pemerintah Kabupaten Sleman dengan kategori B yang berlokasi di Jalan Bayangkara No. 48, Triharjo, Sleman. Angka kejadian DBD di RSUD Sleman termasuk 10 besar penyakit rawat inap tahun 2014 sebanyak 250 kasus dan sebanyak 125 kasus pasien DBD pada kelompok anak dengan rentang usia 0-12 tahun (Dinkes Sleman, 2015). Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui karakteristik

(15)

2

dan mendeskripsikan pola penggobatan DBD pada pasien anak di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta periode 2016.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini non ekperimental, dengan rancangan penelitian deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Variabel dalam penelitian ini adalah gambaran pengobatan yang diterima pasien dengan diagnosis DBD di RSUD Sleman Yogyakarta pada periode 2016. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli – Agustus 2017 di RSUD Sleman. Sampel penelitian yang digunakan adalah rekam medis pasien anak penderita DBD periode Januari – Desember 2016, yang berasal dari 1 bangsal Cendana. Pengambilan data dilakukan dengan form pola pengobatan yang berisi data subjektif, objektif, dan terapi yang diterima pasien.

Subjek penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan dengan rentang umur 0-12 tahun, klasifikasi umur menggunakan acuan WHO 2012 dan positif terdiagnosa DBD serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah rekam medis yang lengkap dengan hasil pemeriksaan laboratorium hematokrit dan trombosit yang menjalani perawatan di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta tahun 2016. Kriteria eksklusi dari penelitian ini adalah pasien yang memiliki penyakit lain (komorbiditas). Jumlah subjek penelitian minimal sebesar 30 (Sutedjo, 2008).

Pengumpulan data dilakukan dengan menyalin data rekam medik pada lembar form pengambilan data penelitian. Lembar form kemudian divalidasi oleh pembimbing sehingga instrumen penelitian tersebut dapat digunakan untuk mencatat yang benar-benar dibutuhkan. Terdapat populasi kasus sebanyak 45 kasus rawat inap RSUD Sleman periode 2016. Kasus yang tidak dimasukan dalam penelitian sebanyak 15 kasus, karena pasien menderita ISK sebnyak 8 pasien dan ISPA sebanyak 7 pasien. Jadi, total kasus yang dianalisis sejumlah 30 kasus.

(16)

3

Data yang diperoleh diolah dalam bentuk deskriptif meliputi karateristik pasien dan pola pengobatan yang ditampilkan dalam bentuk tabel.

Karakteristik pasien dilakukan dengan penggambaran umum dari pasien DBD dewasa meliputi jenis kelamin, lama perawatan, dan usia. Gambaran pola pengobatan dilakukan dengan mendeskripsikan pengobatan yang diberikan pada pasien anak DBD anak yang meliputi golongan obat, jenis obat, cara pemberian obat dan bentuk sediaan obat mengacu pada MIMS (2017). Pedoman utama yang digunakan adalah Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Penyehatan Lingkungan Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia (2011), dan Guidelines on Clinical Management of DF dan Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, And Control (WHO, 2009).

% Karakteristik masing-masing = jumlah kasus tiap kategori x 100% jumlah seluruh kasus

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pasien DBD Anak

Terdapat 45 data RM pasien demam berdarah dengue kelompok anak di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman. Data rekam medis yang masuk dalam kriteria penelitian sebesar 30 dan digunakan sebagai sampel dalam penelitian. Jumlah keseluruhan objek penelitian dalam penelitian ini adalah 30 rekam medik pasien. Karakteristik pasien dibagi menjadi 3 bagian yakni, umur, jenis kelamin dan lama perawatan. Karakteristik pasien DBD anak disajikan pada tabel 1. Pasien DBD anak pada penelitian ini lebih banyak perempuan dibanding laki-laki (53,3%) menurut Kemenkes (2011), angka kejadian DBD tidak tergantung dari jenis kelamin yang artinya resiko untuk terkena penyakit DBD untuk perempuan dan laki-laki hampir sama.

(17)

4

Tabel 1. Karakteristik Pasien DBD Anak

Usia menurut WHO (2012) yaitu 0-12, jumlah pasien demam berdarah dengue paling banyak terjadi pada rentang umur 1-6 tahun dengan total 19 pasien (63,3%), sedangkan pada umur 7-12 tahun terdapat 11 pasien (36,6%). Tiap pasien memerlukan lama perawatan yang berbeda-beda. Hal demikian karena tingkat keparahan penyakit dari masing-masing pasien berbeda-beda. Dari data yang didapat lama perawatan pasien 4 hari merupakan jumlah paling tinggi dengan persentase 46,6% kemudian diikuti dengan lama perawatan 7 hari 16,67% . Menurut WHO (2009), perjalanan penyakit DBD sampai fase penyembuhan adalah 10 hari.

Pola pengobatan pasien DBD Anak

Tabel 2. Pola Pengobatan Pasien DBD Anak No Pola

Pengobatan

Jenis obat Dosis obat Harian

Jumlah (n=30) % 1 Golongan obat Rehidrasi Ringer laktat 3cc/tiap 1-3

jam 30 (100%) Analgesik-antipiretik Paracetamol 2x1 tablet/hari 33 (110%) Antiemitik Ondansetron 3x1 ampul/hari

(4mg) 2x1ampul/hari (4mg) 5 (16,6%) No Pengolongan Demografi Jumlah n= 30 Presentase % 1 Umur 1-6 tahun 19 63,3 7-12 tahun 11 36,6 2 Jenis Kelamin Laki-laki 14 46,6 Perempuan 16 53,3

3 Lama perawatan 2 hari 2 6,6

3 hari 2 6,6 4 hari 14 46,6 5 hari 4 13,3 6 hari 3 10 7 hari 5 16,67

(18)

5 Lanjutan Tabel 2 Domperidon 3x1 cth/hari 2 (6,6%) Vitamin Vit B1 3x1 tablet/hari (300mg) 3 (10%) Antibiotik Cefriaxon 1x1 vial/hari

(500mg) tablet/hari 2 (6,6%) Ampicilin 4x200 mg/hari 2 (6,6%) Cefotaxime 2x1 vial/hari (800mg) tablet/hari 1 (3,3%)

Antitukak Ranitidin 2x1 tablet/hari (150mg) 2x1 ampul/hari (20mg)

1 (3,3%)

Antihistamin Cetirizine 1x ½ sendok teh/hari (10mg)

2 (6,6%) Pencahar Dulcolax ® 1x1 suppo

(5mg/hari) 2 (6,6%) Microlax ® 1x1 enema (5ml/hari) 2 (6,6%) Diuretik Furosemid 2x1 ampul/hari

(20mg/2ml) 1x1 tablet/hari (20mg) 3 (10%) 2 Cara pemberian obat Oral Rektal 30 (100%) 4 (13,3%) Parenteral 30 (100%) 3 Bentuk sediaan Oral Tablet 30 (100%) Sirup 13 (43,3%) Rektal Suppo 3 (10%) Parenteral Injeksi 9 (30%) Infus 30 (100%) *paracetamol n=33 (110%) terdapat duplikasi pada obat paracetamol dengan pamol

(19)

6

Berdasarkan tabel 2 didapatkan gambaran golongan obat yang digunakan untuk pasien DBD Anak di instalasi rawat inap RSUD Sleman adalah rehidrasi sebanyak 30 kasus (100%). Hal ini dikarenakan pada pengobatan DBD anak tidak ada terapi khusus selain mempertahankan terapi suportif dan terapi cairan secara bijaksana. Jenis cairan rehidrasi yang diberikan adalah kristaloid yakni ringer laktat. Dosis pemberian cairan pada pasien DBD anak di RSUD Sleman adalah 3 cc tiap 1-3 jam dengan jumlah 18 tetes permenit. Pemberian dosis ini sudah sesuai dengan Kemenkes (2004) yakni, pemberian cairan rehidrasi pada anak adalah 3 cc tiap 3 jam.

A. Golongan dan Jenis Obat 1. Obat rehidrasi

Obat rehidrasi ialah cairan elektrolit yang tersedia dalam bentuk sediaan infus yang diberikan secara parenteral kepada pasien. Pemberian cairan parenteral ini bertujuan untuk mempertahankan atau mengembalikan volume dan komposisi normal cairan tubuh, obat ini sangat dibutuhkan bagi penderita mual dan muntah yang tidak dapat memenuhi kebutuhannya melalui mulut (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2003).

Obat rehidrasi merupakan golongan obat terbanyak yang diberikan pada pasien anak DBD, karena sebagian besar pasien yang dibawa ke rumah sakit berada dalam keadaan lemas dan terdapat gejala mual-muntah, dengan demikian tidak memungkinkan untuk pemberian cairan elektrolit secara oral. Dalam pemilihan dan jumlah obat rehidrasi disesuaikan dengan kondisi individu pasien, yaitu disesuaikan dengan derajat dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Dari tabel 2, dapat dilihat bahwa jenis rehidrasi yang diberikan ialah Ringer laktat dengan jumlah pasien sebanyak 30 orang (100%) menggunakan cairan rehidrasi.

2. Analgesik-Antipiretik

Analgesik- Antipiretik merupakan obat yang ditunjukan untuk mengobati demam sekaligus mengurangi rasa nyeri yang menyertai demam. Tujuan pengobatan demam adalah untuk mengembalikan suhu demam menjadi suhu normal 36,5ºC. Perlu diperhatikan bahwa pengunaan analgesik-antipiretik hanya digunakan untuk mengurangi demam dan rasa nyeri, tetapi tidak dapat

(20)

7

menghilangkan penyebab demam, dalam hal ini penyebab demam ialah infeksi virus dengue (Kementrian Kesehatan RI, 2011).

Pada tabel 2, dapat dilihat bahwa terdapat 3 obat analgesik-antipiretik yang diberikan yaitu, paracetamol, sanmol, dan pamol. Paracetamol dengan jumlah pasien 23 orang (76,6%), Sanmol dengan jumlah 1 orang (3,3%) dan Pamol dengan jumlah pasien 9 orang (30%). Paracetamol merupakan analgesik-antipiretik yang aman digunakan pada anak-anak dibandingkan golongan analgesik-antipiretik lainnya. Selain itu, paracetamol cepat diabsorbsi pada pemberian obat secara oral. Pemberian obat analgesik-antipiretik disini ada beberapa kasus yang tidak sesuai pemberiannya karena terdapat duplikasi obat paracetamol dengan sanmol kepada pasien sehingga tidak tepat pemberian dosis yang diberikan.

3. Antiemetik

Antiemetik diberikan bertujuan untuk menekan rasa mual dan muntah yang merupakan salah satu gejala DBD. Jenis antiemetik yang diberikan adalah ondansentron dan domperidon. Obat jenis ondansentron diberikan dalam bentuk injeksi pada 5 pasien (16,6%) dan jenis obat domperidon diberikan dalam bentuk sirup pada 2 pasien (6,6%).

4. Vitamin

Vitamin diberikan pada 3 pasien (10%). Pemberian vitamin pada pasien DBD anak bertujuan untuk terapi suportif yang pada keadaan patologik dibutuhan makan meningkat. Jenis vitamin yang digunakan pasien ialah Vitamin B1 atau thiamin diberikan dalam bentuk tunggal. Vitamin B1 sangat penting untuk pencernaan yang normal dan sebagai koenzim dalam mengubah pati dan gula menjadi energi dan lemak. Thiamin juga menstimulasi pembentukan eritrosit dan berfungsi baiknya susunan syaraf (Tjay dan Rahardja, 2002).

5. Antibiotik

Jenis antibiotik yang diberikan ada 3 jenis, yaitu cefriaxon,diberikan pada 2 pasien (6,6%), antibiotik ampicillin diberikan pada 2 pasien (6,6%), dan antibiotik cefotaxime diberikan pada 1 pasien (3,%).

(21)

8

Penggunaan antibiotik sebagai terapi pengobatan DBD tidak sesuai, karena antibiotik berguna untuk menghambat dan mematikan pertumbuhan bakteri, sedangkan DBD adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue. Penggunaan antibiotik diduga diberikan karena pasien mengalami infeksi sekunder yang diakibatkan oleh bakteri. Antibiotik juga merupakan obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang merugikan manusia, yang dihasilkan oleh suatu mikroba yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lainnya (Depkes RI, 2004).

6. Antitukak

Obat golongan antitukak diberikan pada 1 pasien (3,3%) antitukak merupakan zat penghambat sekresi asam. Jenis obat antitukak yang diberikan ialah ranitidin diberikan dalam bentuk injeksi. Ranitidin merupakan antihistamin penghambat reseptor H2 (AH2). Ranitidin juga meningkatkan penghambatan sekresi asam lambung akibat perangsangan obat meskarinik atau gastrin. Ranitidin digunakan sebagai pengobatan tukak lambung dan duodenum (Wulandari, 2009). Pada pengobatan DBD pada pasien anak tidak membutuhkan antitukak, namun dari hasil rekam medis didapat 1 pasien yang menggunakan obat antitukak. Pemberian antitukak dapat menimbulkan efek samping diantaranya konstipasi, diare, mual, gangguann pencernaan, pusing, vertigo (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2003).

7. Antihistamin

Antihistamin adalah obat yang digunakan untuk mengobati alergi, namun pada umumnya penyakit DBD tidak terdapat gejala alergi. Penggunaan antihistamin dapat menyebabkan efek samping mudah mengantuk (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2003) sehingga diharapkan pasiein lebih banyak untuk beristirahat. Antihistamin yang diberikan pada pengobatan DBD anak di RSUD Sleman adalah cetirizine. Pada tabel 2 dapat dilihat bahwa antihistamin diberikan pada 2 pasien (6,6%).

Semua antihistamin memberikan manfaat potensial pada terapi alergi nasal dan mengurangi bersin. Antihistamin oral juga dapat mencegah urtikaria, gatal,gigitan serangga, serta alergi obat. Antihistamin juga menimbulkan rasa

(22)

9

kantuk selain untuk mengatasi reaksi alergi yang muncul. Efek samping antihistamin ini justru menguntungkan bagi pasien yang dirawat di rumah sakit atau pasien yang perlu banyak tidur (WHO, 2005).

8. Pencahar

Obat golongan pencahar yang diberikan pada penatalaksanaan DBD pada pasien anak meliputi Microlac Suppo® dan Dulcolax Suppo®. Pemberian obat ini digunakan untuk mengatasi pasien yang susah buang air besar atau kontipasi. Microlac Suppo® diberikan pada 2 pasien (6,6%) dan Dulcolax Suppo® diberikan pada 2 pasien (6,6%).

Dari pengobatan DBD pasien anak di RSUD Sleman terdapat 4 pasien yang menggunakan obat pencahar. Hal ini tidak sesuai dengan standar pengobatan yang ada, namun pemberian obat pencahar dalam pengobatan DBD ini sudah tepat karena pasien mengalami konstipasi yang dikarenakan pasien harus banyak istirahat selama masa penyembuhan DBD sehingga pasien jarang melakukan aktivitas seperti berjalan, hal ini yang menyebabkan aktivitas saluran cerna menjadi sedikit terganggu dan menyebabkan susah buang air besar (WHO, 2005). 9. Diuretik

Diuretik diberikan pada 3 pasien (10%). Jenis diuretik yang diberikan adalah Furosemid, pemberian diuretik pada pasien ada secara oral dan parenteral. Furosemid atau lasix adalah golongan diuretik kuat. Pada DBD, penggunaan dengan furosemid perlu dipertimbangkan apabila pasien mengalami kelebihan beban cairan. Kelebihan beban cairan ini ditandai dengan edema paru, vena leher tegang, pembesaran hati yang cepat, dan frekuensi jantung lebih dari 120 x/menit. Bila terjadi hal demikian, terapi intravena harus segera dihentikan dan diberikan furosemide (Kalayanarooj, 2011).

B. Cara Pemberian Obat

Cara pemberian obat pada pasien anak DBD meliputi cara pemberian obat secara oral, parenteral, dan secara rektal. Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang paling mudah dan efisien karena lebih mudah digunakan dibandingkan penggunaan obat secara parenteral (Sutedjo, 2008). Dari hasil penelitian yang didapat pemberian obat secara oral diberikan pada 30 pasien

(23)

10

(100%) , dikarenakan anak-anak lebih merasa nyaman menggunakan obat secara oral dibandingkan dengan pemberian obat melalui injeksi, karena pada umumnya anak-anak merasa takut bila mendapatkan obat secara injeksi.

Pemberian obat secara parenteral diberikan pada semua pasien anak DBD dikarenakan pasien DBD membutuhkan terapi suportif berupa cairan rehidrasi (Ringer laktat pada 30 pasien (100%) dengan tujuan mengatasi kehilangan cairan plasma. Pemberian obat secara rektal pada pengobatan DBD diberikan pada 4 pasien (13,3%) tujuan pemberian obat secara rektal ialah untuk mengatasi terjadinya konstipasi yang terjadi selama pasien menjalani perawatan, dikarenakan selama menjalani perawatan pasien jarang melakukan aktivitas seperti berjalan, hal ini yang menyebabkan aktivitas dari saluran cerna menjadi sedikit terganggu dan menyebabkan kontipasi.

C. Bentuk Sediaan Obat

Bentuk sediaan yang diberikan pada pasien anak DBD ada 3 macam yaitu bentuk sediaan yang diberikan secara oral, parenteral, dan rektal. Bentuk sediaan oral yang diberikan meliputi tablet dan sirup. Dari hasil penelitian yang dilakukan bentuk sediaan oral yang paling sering diberikan ialah tablet, namun penggunaan obat dalam bentuk tablet masih perlu dipertimbangkan lebih lanjut mengingat pada umumnya anak dengan usia tersebut masih banyak yang mengalami kesulitan dalam menelan tablet. Sediaan tablet yang harus diberikan pada anak yang masih kesulitan menelan, selama ini diberikan dengan cara menggerus obat tersebut terlebih dahulu.

Bentuk sediaan parenteral meliputi injeksi dan infus intravena. Dari hasil penelitian pada tabel 2 yang didapat bentuk sediaan yang banyak digunakan ialah bentuk sediaan infus, bentuk sediaan ini diberikan pada semua pasien DBD anak yang menjalani perawatan, hal ini telah sesuai dengan standar pengobatan penyakit DBD yang menyebutkan bahwa dasar terapi pengobatan DBD adalah terapi suportif berupa cairan rehidrasi Ringer laktat dengan tujuan mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat permeabilitas membrane (Soedarmo, 2008).

(24)

11 KESIMPULAN

Penelitian mengenai “Pola Pengobatan Demam Berdarah Dengue Pada Pasien Anak di Intalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta periode 2016” obat yang paling banyak digunakan adalah cairan rehidrasi yakni Ringer laktat sebanyak 30 pasien (100%) dan analgesik-antipiretik yakni penggunaan Paracetamol sebanyak 33 pasien (110%). Pada hasil data penelitian ada beberapa kasus penggunaan analgesik-antipiretik terdapat adanya duplikasi atau dua jenis obat yang sama yang dikonsumsi pasien yaitu paracetamol dengan pamol sebanyak 3 pasien. Tenaga kesehatan perlu memperhatikan penggunaan paracetamol sebagai analgesik-antipiretik pada pasien DBD anak.

SARAN

Perlu adanya Standar Pelayanan Medis atau Formularium pengobatan DBD pada pasien anak yang disepakati untuk memperbaiki jumlah obat dan dosis pemberian obat yang tepat sehingga dapat memepercepat proses penyembuhan pada pasien.

(25)

12

Daftar Pustaka

American Pharmacists Association and the National Association of Chain Drug Stores Foundation, 2001. Medication therapy management in pharmacy practice: Core elements of an MTM service model (version 2.0), Journal of the American Pharmacists Association. (3), p.348.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2006, Tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat, BPOM Indonesia, Jakarta. Cipolle, R.J., Strand, L.M., and Morley,P.C., 2012. Pharmaceutical Care Pratice:

The Patient-centered Approach to Medication Management Service. Third Edition, McGraw-Hill Education, pp.178-179.

Departemen Kesehatan RI, 2004. Tata Laksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 51. Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta, 2012. Profil Kesehatan Daerah

Istimewa Yogyakarta Tahun 2012. Yogyakarta, hal.114.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, 2015, Profil Kesehatan Sleman Tahun 201, Dinas Kesehatan Kabupaten Sleamn Tahun 201, Sleman 75-80.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 2003, Informatorium Obat Nasional Indonesia, cetakan kedua, CV. Sagung Seto, Jakarta, pp.21,26,117,124,148,150,154.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan RI, 2011, Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue di Indonesia, Jakarta, pp.15-20.

Kalayanarooj, S, 2001.Clinical Manifestation and Management Of Dengue/DHF/DSS, Tropical Medical and Health. (39). Pp. 83-90.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010. Profil Kesehatan Indonesia 2009. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, hal. 47.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Modul Pengendalian Demam Berdarah Dengue. Kemenkes RI Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta, hal.73-75.

MIMS, 2017. Seacrch Drug Information, MIMS (online),

http://www.mims.com/indonesia diakses 20 Oktober 2017.

Sutedjo, A.Y., 2008, Mengenal Obat-Obatan Secara Mudah dan Aplikasinya Dalam Perawatan, Amara Books, Yogyakarta, pp. 4.

Soedarmo S., P., Tjokonegoro, A., 2008, Demam Berdarah Dengue, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp.60-65.

Tjay, H.T., dan Rahardja,K., 2002, Obat-obat Penting : KHasiat Penggunaan, dan Efek-efek Sampingnya, Edisi V, Cetakan Pertama, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Wulandari,B.,A., 2009. Evaluasi Drug Related Problem (DRPs) pada Pasien Anak Dengue Shock Syndrome (DSS) Di Intalasi Rawat Inap RSUP.DR. Sardjito Yogyakarta Tahun 2008, Skripsi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

World Health Organization, 2005, Pocket Book of Hospital Care for Children, Guidelines for the Management of Common Illness with Limited

(26)

13

Resources, 2005, diterjemahkan oleh Tim Adaptasi DepkesR.I., Jakarta, pp.162-167.si Indonesia, Edisi 1, Penerbit WHO Indonesia dengan Depkes R.I., Jakarta, pp.162-167.

World Health Organization, 2009., Dengue Guidelines For Diagnosis, Treatment, Prevention, And Control., WHO Press, France, pp. 3-5.

World Health Organization. 2011. Dengue Hemorragic Fever: Dianosis, Treatment, Prevention and Control. Edisi keempat. Genewa: WHO Press, 9-15.

World Health Organization, 2012., Hanbook For Clinical Management of Dengue, Edisi keempat, WHO Press, France, pp. 9-27.

(27)

14

(28)

15

(29)

16

(30)

17

4. Lampiran Form Data Pola Pengobatan No No. RM Umur

(th)

JK Diagnosis LP Nama Obat Komposisi Range

Dosis Bentuk sediaan Cara Pemakaian 1. 301211 1 L DBD 7 Infus RL Paracetamol Cefriaxon Injeksi Ampicillin Ringer laktat Paracetamol Ceftriaxone Na 1 g Ampicillin 12 tts/menit 100 mg 2x1 4x200 mg Infus Tablet Tablet Injeksi Parenteral Oral Oral Parenteral 2. 316719 7 P DBD 5 Infus RL Paracetamol Salbutamol Pamol Ringer laktat Paracetamol Salbutamol sulfate 2mg/5ml Paracetamol 15 tts/menit 180 mg 2x1 cth 100 mg Infus Tablet Sirup Tablet Parenteral Oral Oral Oral 3. 314541 3 L DBD 6 Infus RL Paracetamol Diazepam Salbutamol Ringer laktat Paracetamol Diazepam Salbutamol sulfate 2mg/5ml 20 tts/menit 250 mg 0,5 mg/kg 3x ¾ cth Infus Tablet Tablet Sirup Parenteral Oral Oral Oral

(31)

18 Paracetamol Paracetamol jam 260 mg Tablet Oral 5. 302040 5 P DBD 5 Infus RL Paracetamol Ringer laktat Paracetamol 5 cc/kg bb/ jam 150 mg Infus Tablet Parenteral Oral 6. 311155 2 P DBD 4 Infus RL Paracetamol Ringer laktat Paracetamol 10 tts/menit 180 mg Infus Tablet Parenteral Oral 7. 250017 7 L DBD 5 Infus RL Paracetamol Salbutamol Ringer laktat Paracetamol Salbutamol sulfate 2mg/5ml 18 tts/menit 150 mg 2x1 cth Infus Tablet Sirup Parenteral Oral Oral 8. 241459 5 L DBD 6 Infus RL Paracetamol Salbutamol Injeksi Ranitidine Injeksi Ondansentron Injeksi Furosemid Ringer laktat Paracetamol Salbutamol sulfate 2mg/5ml Ranitidine Ondansetron Furosemide 30 tts/menit 150 mg 3x1 cth 2x20 mg 3x2 mg 15 mg Infus Tablet Sirup Injeksi Injeksi Injeksi Parenteral Oral Oral Parenteral Parenteral Parenteral

(32)

19 9. 315139 8 P DBD 2 Infus RL Pamol Donperidone Ringer laktat Paracetamol Donperidone 15 cc/kg bb/ jam 250 mg 3x1 cth Infus Tablet Sirup Parenteral Oral Oral 10. 301323 10 P DBD 4 Infus RL Paracetamol Injeksi Ondansentron Ringer laktat Paracetamol Ondansetron 15-20 tts/ menit 500 mg 3x4 mg Infus Tablet Injeksi Parenteral Oral Parenteral 11. 315823 4 P DBD 5 Infus RL Paracetamol Ambroxol Injeksi Cefotaxime Injeksi Lasix Ringer laktat Paracetamol Ambroxol Cefotaxime Furosemide 10 tts/menit 180 mg 3x1/2 cth 2x350 mg 2x7,5 mg Infus Tablet Sirup Injeksi Injeksi Parenteral Oral Oral Parenteral Parenteral 12. 199379 7 P DBD 4 Infus RL Paracetamol Domperidone Cetirizine Ringer laktat Paracetamol Domperidone Cetirizine 18 tts/menit 180 mg 3x1 cth 1x1 cth Infus Tablet Sirup Sirup Parenteral Oral Oral Oral

13. 317670 2 L DBD 3 Infus RL Ringer laktat 5 cc/kg bb/

jam

(33)

20 Paracetamol Cetirizine Vit B1 Salbutamol Pamol Paracetamol Cetirizine Vit B1 Salbutamol sulfate 2mg/5ml Paracetamol 10 mg/ kg bb 1x1 cth 1x100 mg 2x1 cth 10 mg/ kg bb Tablet Sirup Tablet Sirup Tablet Oral Oral Oral Oral Oral 14. 308221 3 P DBD 2 Infus RL Pamol Microlax Ringer laktat Paracetamol Na lauril 10 tts/menit 250 mg 5 ml Infus Tablet Suppo Parenteral Oral Rektal 15. 260400 4 L DBD 7 Infus RL Pamol Dulcolax Injeksi Ampicilin Ringer laktat Paracetamol Bisakodil Ampicillin 10 tts/menit 180 mg 10 mg 4x350 mg Infus Tablet Suppo Injeksi Parenteral Oral Rektal Parenteral 16. 316892 12 L DBD 4 Infus RL Pamol Paracetamol Ringer laktat Paracetamol Paracetamol 6cc/kg bb/ jam 250 mg 400 mg Infus Tablet Tablet Parenteral Oral Oral 17. 312382 6 L DBD 7 Infus RL Ringer laktat 15 tts/menit Infus Parenteral

(34)

21 Salbutamol Microlax Cetirizine Injeksi Cefotaxime Sucralfate Salbutamol sulfate 2mg/5ml Na lauril Cetirizine Cefotaxime Domperidone 3x3/4 cth 5 ml 1x1 cth 2x800 mg 3x1/2 cth Sirup Suppo Sirup Injeksi Sirup Oral Rektal Oral Parenteral Oral 18. 183387 5 P DBD 4 Infus RL Paracetamol Ringer laktat Paracetamol 15 tts/menit 170 mg Infus Tablet Parenteral Oral 19. 294377 6 L DBD 4 Infus RL Pamol Ringer laktat Paracetamol 15 tts/menit 180 mg Infus Tablet Parenteral Oral 20. 182034 5 P DBD 3 Infus RL Paracetamol Ringer laktat Paracetamol 10 tts/menit 150 mg Infus Tablet Parenteral Oral 21. 310226 1 L DBD 6 Infus RL Paracetamol Vit B1 Injeksi Ondansentron Ringer laktat Paracetamol Vit B1 Ondansetron 10 tts/menit 10mg/ kg bb 2x100 mg Infus Tablet Tablet Injeksi Parenteral Oral Oral Parenteral 22. 312129 6 L DBD 6 Infus RL Pamol Paracetamol Ringer laktat Paracetamol Paracetamol 12 tts/menit 100 mg 210 mg Infus Tablet Tablet Parenteral Oral Oral

(35)

22

Dulcolax Bisakodil 5 mg Suppo Rektal

23. 303201 3 P DBD 4 Infus RL Paracetamol Salbutamol Ambroxol Ringer laktat Paracetamol Salbutamol sulfate 2mg/5ml Ambroxol 16 tts/menit 150 mg 2x1 cth 2x1 cth Infus Tablet Sirup Sirup Parenteral Oral Oral Oral 24. 302028 9 P DBD 5 Infus RL Paracetamol Cefriaxon Ringer laktat Paracetamol Ceftriaxone 25 tts/menit 250 mg 2x1 Infus Tablet Tablet Parenteral Oral Oral 25. 316011 3 L DBD 4 Infus RL Pamol Ringer laktat Paracetamol 15 tts/menit 150 mg Infus Tablet Parenteral Oral 26. 306957 10 P DBD 4 Infus RL Paracetamol Ringer laktat Paracetamol 20 tts/menit 250 mg Infus Tablet Parenteral Oral 27. 211521 7 L DBD 4 Infus RL Paracetamol Salbutamol Ringer laktat Paracetamol Salbutamol sulfate 2mg/5ml 18 tts/menit 180 mg 3x 3/4 cth Infus Tablet Sirup Parenteral Oral Oral

(36)

23 28. 313916 6 P DBD 4 Infus RL Sanmol Injeksi Ondansentron Furosemid Elkana Ringer laktat Paracetamol Ondansetrone Furosemide Vit A, B1, B2, B6, B12 8 tts/menit 150 mg 2x4 mg 2x1 cth 1x1 Infus Tablet Injeksi Sirup Tablet Parenteral Oral Parenteral Oral Oral 29. 083364 11 P DBD 4 Infus RL Paracetamol Injeksi Ondansetron Ringer laktat Paracetamol Ondansetron 25 tts/menit 250 mg 3x1 cth Infus Tablet Injeksi Parenteral Oral Parenteral 30. 312175 1 P DBD 8 Infus RL Paracetamol Ringer laktat Paracetamol 10 tts/menit 10 mg/kg bb Infus Sirup Parenteral Oral

(37)

24

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Pola Pengobatan Demam Berdarah Dengue Pada Paisen Anak Di Instalasi Rawat Inap RSUD Sleman Yogyakarta Periode 2016” ini memiliki nama lengkap Rachmaniati Kurnia Sari. Penulis lahir di Balikpapan pada tanggal 29 Desember 1992. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara, dari pasangan Adhi Nassam dan Nani Muliyati. Penulis menempuh pendidikan formal di TK Nasional KPS Balikpapan (1999-2000), SD Nasional KPS Balikpapan (2001-2006), SMP Nasional KPS Balikpapan (2005-2008), dan SMAN 8 Balikpapan (2007-2010). Pada tahun 2011, penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama menempuh pendidikan S1, penulis aktif dalam beberapa kegiatan kepanitian kampus.

Gambar

Tabel I.      Karakteristik Pasien DBD Anak………………………………  4  Tabel II.   Pola Pengobatan Pasien DBD Anak…………………………
Tabel 1. Karakteristik Pasien DBD Anak

Referensi

Dokumen terkait

Conclusions: The finding that women and men with major depressive disorder demonstrated a similar therapeutic outcome after placebo administration suggests that gender is not

Rakyat Daerah Provinsi Kepulauan Riau sesuai ketentuan Pasal 6 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Pada minuman rosela berkarbonasi yang disimpan pada refrigerator penurunan niai rata-rata mutu warna lebih kecil dibandingkan dengan yang lain dengan nilai slope -0.030,

Setelah data yang berbentuk nilai biner tersebut diterima oleh mikrokontroller maka data hasil output per frekuensi tersebut akan diletakkan secara berurutan di dalam memori

(3) Peserta didik PAUD pada jalur pendidikan non formal adalah anak usia 0 (nol) sampai dengan 6 (enam) tahun yang tidak terlayani pada PAUD jalur pendidikan formal..

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka permasalahan yang terdapat pada perusahaan adalah tingkat kebisingan mesin yang melebihi nilai ambang batas pada

Philips, TBK Surabaya Berdasarkan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya dengan Analisis Profil Multivariate , sedangkan pada penelitian ini membahas tentang kepuasan kerja

BAB III GAMBARAN UMUM DINAS PENDIDIKAN PROPINSI