• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A.

KAJIAN TEORI

1. Pembelajaran Matematika SD

Pembelajaran matematika pada hakikatnya adalah proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan memungkinkan seseorang (si pelajar) melaksanakan kegiatan matematika, dan proses tersebut berpusat pada guru mengajar matematika (Wahyudi dan Kriswandani, 2013:13). Wahyudi dan Kriswandani juga berpendapat matematika harus memberikan peluang kepada siswa untuk berusaha dan mencari pengalaman tentang matematika dalam batasan pengertian pembelajaran yang dilakukan disekolah, pembelajaran matematika dimaksudkan sebagai proses yang sengaja dirancang dengan tujuan untuk menciptakan suasana lingkungan (kelas/sekolah) yang memungkinkan kegiatan siswa belajar matematika di sekolah.

Dalam Permendiknas No 22 Tahun 2006, mata pelajaran matematika SD bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut: a. Memahami konsep Matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep

dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi Matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan Matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model Matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai kegunaan Matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Permendiknas No 22 Tahun 2006, mata pelajaran Matematika pada satuan pendidikan SD/MI meliputi tiga aspek yaitu :

a. Aljabar

Materi aljabar terdiri dari sistem operasi bilangan, yaitu penjumlahan (+), pengurangan (-), perkalian (x), dan pembagian (:), materi

(2)

aljabar kelas IV meliputi: sifat-sifat operasi hitung, KPK, FPB, bilangan Romawi dan pengurutan bilangan pecahan dan bilangan bulat.

b. Geometri

Materi geometri kelas IV meliputi: sudut tak baku dan baku, konversi satuan waktu, panjang dan berat, satuan kuantitas, keliling dan luas jajar genjang dan segitiga, sifat bangun ruang sederhana, jarring-jaring kubus dan balok, serta simetri dan pencerminan.

2. Hasil Belajar Matematika

a. Pengertian Belajar Menurut Teori Belajar Konstruktivistik

Pengertian belajar menurut pandangan konstruktivistik adalah usaha pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya melalui asimilasi dan akomodasi yang menuju pada pembentukan struktur kognitifnya (Asri Budiningsih, 2004 : 64). Pandangan lain dari belajar berdasarkan teori konstruktivistik dikemukakan oleh Paul Suparno (2001: 61), yang mana mendefinisikan bahwa belajar merupakan proses aktif pelajar mengkonstruksi arti entah teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Selain definisi tersebut Paul Suparno juga mendefinisikan bahwa belajar merupakan proses mengasimilasikan dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai seseorang sehingga pengertiannya dikembangkan.

Ciri-ciri belajar menurut pandangan konstruktivistik adalah sebagai berikut (Suparno,2001: 61).

1) Belajar berarti membentuk makna. Makna diciptakan oleh siswa dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan dan alami. Konstruksi arti itu dipengaruhi oleh pengertian yang dimiliki siswa.

2) Konstruksi arti, yang artinya proses secara terus-menerus.

3) Belajar bukanlah kegiatan pengumpulan fakta, melainkan suatu pengembangan pemikiran dengan membuat pengertian baru. Belajar bukanlah hasil dari perkembangan melainkan perkembangan itu sendiri (Fosnot, 1996), suatu perkembangan yang menuntut penemuan dan pengaturan kembali pemikiran seseorang.

4) Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan yang merangsang pemikiran lebih lanjut.

5) Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar dengan dunia fisik dan lingkungan (Bettencourt, 1989).

(3)

6) Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah diketahui oleh pelajar yang meliputi konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses aktif pelajar untuk mengkonstruksi dan mengembangkan suatu pengetahuan atau pengertian melalui proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dipunyai sebelumnya.

b. Pengertian Hasil Belajar Matematika

Arikunto (2006) mengungkapkan pengertian hasil belajar adalah hasil yang dicapai seseorang setelah melakukan kegiatan belajar dan merupakan penilaian seseorang untuk mengetahui sejauh mana materi yang sudah diterima. Selain itu, Gagne (Hamzah, 2011) mengungkapkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa sebagai hasil kegiatan pembelajaran yang terdiri dari lima jenis yaitu: (a) siswa dapat menggunakan simbol; (b) siswa menyatakan konsep atau pengertian; (c) siswa memecahkan suatu masalah dengan cara-cara tertentu; (d) siswa menggunakan alat-alat tertentu; (e) siswa memilih perbuatan atau perilaku tertentu. Pendapat lain dari Sukiman (2012) hasil belajar merupakan akibat dari adanya evaluasi belajar dan evaluasi belajar belajar dilakukan untuk mengetahui ekmampuan yang telah dicapai siswa setelah menerima pelajaran, evaluasi belajar ini berupa tes.

Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah hasil yang dicapai seseorang setelah seseorang melakukan kegiatan belajar yang ditunjukan dengan hasil evaluasi belajar, yang dapat berupa tes untuk mengetahui kemampuan yang telah dicapai siswa setelah menerima pelajaran matematika. Menurut The International Studi of Achievmen in Mathematic seperti yang dikutip Gunartono (Ratri, 2013), menetapkan sepuluh kecakapan dasar sebagai kemampuan dalam mengukur hasil belajar matematika. Kesepuluh kemampuan tersebut adalah sebagai berikut.

1) Mengingat dan mengungkapkan definisi, notasi, operasi dan konsep. 2) Kecermatan, ketepatan mengitung, dan memanipulasi simbol. 3) Menterjemahkan data kedalam simbol.

4) Menginterpretasikan data yang muncul dalam bentuk simbol. 5) Mengikuti alur suatu penalajarn atau pembuktian.

(4)

7) Menetapkan konsep pada masalah matematis.

8) Menggunakan konsep pada masalah-masalah non matematis.

9) Menganalisis masalah dan menentukan operasi yang mungkin digunakan.

10) Menentukan keumuman (generalisasi) matematis.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Menurut Purwanto (1990:107) faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu faktor yang berada dalam diri individu (faktor internal) maupun yang berasal dari luar dirinya (faktor eksternal).Purwanto (1990 :107) mengungkapkan bahwa faktor internal dibagi menjadi dua, yaitu fisiologi dan psikologi. Fisiologi yang merupakan kondisi fisik, dan psikologi yang meliputi bakat, minat, kecerdasan, motivasi dan kemampuan kognitif.

Faktor yang berasal dari luar diri individu disebut sebagai faktor eksternal. Purwanto (1990: 107) menyatakan faktor eksternal dibagi menjadi dua yaitu lingkungan dan instrumental. Hasil belajar siswa akan dipengaruhi dari lingkungan yaitu dari alam dan sosial. Faktor instrumental juga mempengaruhi hasil belajar yang mencakup kurikulum, guru, sarana dan fasilitas, administrasi atau manajemen. 3. Model Pembelajaran Kooperatif

Istilah kooperatif digunakan dalam tulisan ini karena “kooperatif” memiliki makna lebih luas, yaitu menggambarkan keseluruhan proses sosial dalam belajar dan mencakup pula pengertian kolaboratif (Agus Suprijono, 2009:55). Selain itu menurut Agus Suprijono pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok yang lebih dipimpin oleh guru atau di arahkan oleh guru. Sejalan dengan itu, Sanjaya (Rusman, 2011) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah kegiatan belajar siswa yang dilakukan dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Sejalan dengan Suprijono dan Sanjaya, Slavin mengungkapkan (2005: 4) pembelajaran kooperatif merajuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membentu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran .

Lie (2002: 29) mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok, terdapat unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.

(5)

Roger dan David Johnson (Lie,2002 : 30) mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Lima unsur tersebut adalah sebagai berikut.

1) Saling ketergantungan positif, unsur ini menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif ada dua pertanggungjawaban kelompok. Pertama, mempelajari bahan yang ditugaskan kepada kelompok. Kedua, menjamin semua anggota kelompok secara individu mempelajari bahan yang ditugaskan tersebut.

2) Tanggung jawab individual, jadi setelah mengikuti kelompok belajar bersama anggota kelompok harus dapat menyelesaikan tugas yang sama. 3) Tatap muka, setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertemu muka

dan berdiskusi. Tujuan tatap muka ini adalah. a. saling membantu secara efektif dan efesien,

b. saling memberi informasi dan sarana yang diperlukan,

c. memproses informasi bersama secara lebih efektif dan efesien, d. saling mengingatkan,

e. saling membantu dalam merumuskan dan mengembangkan argumentasi serta meningkatkan kemampuan wawasan terhadap masalah yang dihadapi,

f. saling percaya,

g. saling memotivasi untuk memperoleh keberhasilan bersama.

4) Komunikasi antar anggota, keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.

5) Evaluasi proses kelompok, yangbertujuan untuk meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan konstribusi terhadap kegiatan kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok.

Berdasarkan pada pendapat para ahli dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu metode dimana para siswa bekerja aktif, saling membantu satu sama lain di dalam kelompoknya untuk mempelajari materi dan tentunya dengan arahan guru dimana guru juga berperan untuk menyiapkan bahan-bahan dan informasi untuk membantu para siswa dalam menyelesaikan masalah.

(6)

a. Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Games Tournament (TGT) 1) Pengertian TGT

TGT merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dikembangkan oleh David DeVries dan Keith (Slavin, 2005:13) untuk membantu siswa mereview dan menguasai materi pelajaran. Slavin mengungkapkan bahwa TGT berhasil meningkatkan skill-sklill dasar, pencapaian, interaksi positif antarsiswa, harga diri, dan sikap penerimaan pada siswa-siswa lain yang berbeda. Menurut Slavin (2010), model pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah satu tipe atau model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktifitas seluruh siswa, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung permainan dan reinforcemen (bertukar informasi). TGT menggunakan turnamen akademik, dan menggunakan kuis-kuis dan sistem skor kemajuan individual, di mana siswa berlomba sebagai wakil tim mereka dengan anggota tim lain untuk memperoleh skor tertinggi.

Jadi,Model pembelajaran TGT merupakan model pembelajaran yang menitik beratkan belajar dengan kelompok dan mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru secara bersama-sama. Siswa akan lebih aktif dalam pembelajaran, karena akan dituntut tanggungjawab setiap individu dan tanggung jawab kelompok akan mengikuti game pada akhir pokok bahasan pembelajaran. Dengan demikian akan terjadi suatu kompetisi atau pertarungan dalam hal akademik, setiap siswa berlomba-lomba untuk memperoleh hasil belajar yang optimal. Dengan model pembelajaran tipe TGT diharapkan siswa lebih aktif dalam mengikuti pembelajaran, lebih bisa bekerjasama dengan teman-teman lain, lebih bertanggungjawab dan membuat suasana pembelajaran lebih menyenangkan. Sehinga dengan model pembelajaran TGT akan mempengaruhi tingkat konsentrasi, kecepatan menyerap materi pelajaran, dan kematangan pemahaman sejumlah materi pelajaran, dan kematangan pemahaman terhadap sejumlah materi pelajaran sehingga hasil belajar mencapai optimal.

2) Kompenen TGT

Menurut Robert E Slavin (2005) komponen-komponen dalam TGT adalah penyajian materi, tim, game, dan turnamen dan penghargaan kelompok, yaitu:

(7)

a. Presentasi kelas, pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi dalam penyajian kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah, dan diskusi yang dipimpin guru. Di samping itu, guru juga menyampaikan tugas, tujuan, atau kegiatan yang harus dilakukan siswa, dan memberikan motivasi. Pada saat penyajian kelas ini siswa harus benar-benar memperhatikan dan memahami materi yang disampaikan guru, karena akan membantu siswa bekerja lebih baik pada saat kerja kelompok dan pada saat game/ turnamen karena skor game akan menentukan skor kelompok.

b. Belajar kelompok (tim), guru membagi siswa dalam kelompok kecil. Siswa bekerja dalam kelompok yang terdiri atas 4 - 6 orang anggotanya heterogen. Dengan adanya heterogenitas antar kelompok, diharapkan dapat memotivasi siswa untuk saling membantu antar siswa yang berkemampuan lebih dengan yang berkemampuan kurang dalam menguasai materi pelajaran. Hal ini akan menyebabkan tumbuhnya rasa kesadaran pada diri siswa belajar secara kompetitif sengat menyenangkan. Pada saat pembelajaran, fungsi kelompok adalah untuk lebih mendalami materi bersama teman kelompoknya dan lebih khusus untuk mempersiapkan anggota kelompok agar bekerja dengan baik dan optimal pada saat game/turnamen. Setelah guru menginformasikan materi dan tujuan pembelajaran, kelompok berdiskusi dengan menggunakan modul. Dalam kelompok terjadi diskusi untuk memecahkan bersama, saling memberikan jawaban dan mengkoreksi jika ada anggota kelompok yang salah dalam menjawab. Penataan ruang kelas diatur sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.

c. Persiapan permainan atau pertandingan, guru mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan materi. Kemudian guru mempersiapkan alat-alat untuk permainan, yaitu: kartu permainan yang dilengkapi dengan nomor, skor, pertanyaan, dan jawaban mengenai materi. Game dimainkan oleh tiga siswa pada sebuah meja, dan masing-masing siswa mewakili tim yang berbeda yang dipilih secara acak. Secara skematis dapat dilihat pada Gambar 2.1.

(8)

Gambar 2.1 Skema aturan permainan untuk 3 tim (Slavin, 2005) d. Turnamen, merupakan struktur game yang dimainkan. Biasanya

diselenggarakan pada akhir pekan atau unit, setelah guru melaksanakan penyajian materi dan tim telah berlatih dengan lembar kerja. Turnamen 1, guru menempatkan siswa ke meja turnamen, tiga siswa terbaik pada hasil belajar yang lalu pada meja 1, tiga siswa berikutnya pada meja 2, dan seterusnya. Kompetisi yang sama ini memungkinkan siswa dari semua tingkat pada hasil belajar yang lalu memberikan konstribusi pada skor timnya secara maksimal jika mereka melakukan yang terbaik.

Secara skematis model pembelajaran TGT ditunjukan pada Gambar 2.2

TEAM A

TEAM B TEAM C

Gambar 2.2 Skema pertandingan atau tournament TGT (Slavin, 2005)

Keterangan:

A1, B1, C1 = siswa berkemampuan tinggi A(2,3,4), B(2,3,4), C(2,3,4) = siswa berkemampuan sedang A5, B5, C5 = siswa berkemampuan rendah e. Rekognisi tim/penghargaan kelompok, tim dimungkinkan

mendapat sertifikat dan pengharaan lain apabila skor rata-rata mereka melebihi kriteria tertentu.

A1 A2 A3 A4 Meja Turnamen 1 Meja Turnamen 2 Meja Turnamen 3 Meja Turnamen 4 C1 C2 C3 C4 B1 B2 B3 B4

pembaca

Penantang

I

Penantang II

(9)

Langkah-langkah Team Game Tournament (TGT) menurut Mulyatiningsih dalam Hardian (2012), adalah sebagai berikut.

a. Penyajian kelas

Pada awal pembelajaran guru menyampaikan materi di kelas, biasanya dilakukan dengan pengajaran langsung atau dengan ceramah dan tanya jawab.

b. Pembentukan kelompok (team) Peserta didik dibagi dalam kelompok. c. Game

Guru menyiapkan pertanyaan (game) untuk menguji pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari penyajian kelas dan belajar kelompok peserta didik memilih nomor game dan mencoba menjawab pertanyaan yang sesuai dengan nomor itu. Peserta didik yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar akan mendapat skor, kemudian skor tersebut dikumpulkan untuk turnamen selanjutnya.

d. Turnamen

Turnamen dilakukan seminggu sekali atau setiap satu satuan materi pelajaran telah selesai dilaksanakan. Peserta didik melakukan permainan (game) akademik yaitu dengan cara berkompetisi dengan anggota tim yang memiliki kesamaan tugas/materi yang dipelajari. Guru menyiakan beberapa meja turnamen. Setiap meja diisi oleh tiga peserta didik yang memiliki kemampuan setara dari kelompok yang berbeda(peserta didik yang pandai berkompetisi dengan peserta didik pandai dari kelompok lainnya, demikian pula peserta didik yang kurang pandai juga berkompetisi dengan peserta didik yang kurang pandai dari kelompok lain). Dengan cara demikian, setiap peserta didik memiliki peluang sukses sesuai dengan tingkat kemampuannya. Akuntabilitas individu dijaga selama kompetisi supaya sesama anggota tim tidak saling membantu.

e. Rekognisi Tim

Tim yang menunjukan kinerja paling baik akan mendapat penghargaan atau sertifikat. Seperti layaknya lomba, tim yang paling banyak mengumpulkan poin atau skor akan mendapat

(10)

predikat juara umum, kemudian juara berikutnya berurutan sesuai dengan jumlah poin atau skor yang berhasil diraihnya.

Berikut tahapan-tahapan pembelajaran TGT dan perlakuan guru menurut Mulyatiningsih dalam Hardian (2012), tahapan-tahapan tersebut tercantum pada tabel 2.1

Tabel 2.1

Sintak Model Pembelajaran TGT

No Langkah Pembelajaran Kegiatan guru Kegiatan siswa 1 Penjelasan Guru

Artinya guru menjelaskan materi dalam TGT Guru menjelaskan materi bilangan Romawi Siswa mendengarkan dan memahami penjelasan guru Guru memberi kesempatan siswa untuk bertanya

Siswa bertanya kepada guru jika ada yang kurang dimengeri 2 Tim (pembentukan kelompok)

Artinya guru membagi siswa dalam tim yang

beranggotakan 4-5

Guru membagi siswa dalam kelompok, dimana setiap kelompok sudah ditentukan oleh guru.

Siswa bergabung dalam kelompok Guru mengarahkan siswa untuk berkelompok dengan kelompoknya. 3 Game

Artinya guru mempersiapkan pertanyaan –pertanyaan yang kontennya relevan dan dirancang untuk mengetahui kemampuan siswa serta menyiapkan media dalam permainan.

Guru memberikan pertanyaan kepada siswa.

Siswa merencanakan tugas yang akan mereka pelajari, kemudian berdiskusi

mengumpulkan

informasi dan membuat kesimpulan.

Guru menarik perhatian siswa agar terpacu untuk

menjawab pertanyaan

Siswa berdiskusi dengan serius

(11)

3) Keunggulan dan Kelemahan TGT

Setiap model pembelajaran memiliki karakteristik yang menjadi penekanan dalam proses implementasinya dan sangat mendukung ketercapaian tujuan pembelajaran. Secara psikologis, lingkungan belajar yang diciptakan guru dapat direspon beragam oleh siswa sesuai dengan modalitas mereka. Dalam hal ini, pembelajaran kooperatif dengan TGT, memiliki keunggulan dan kelemahan dalam implementasinya terutama dalam hal pencapaian hasil belajar dan efek psikologis bagi siswa. Menurut Istiqomah (2006) TGT mempunyai kelebihan diantaranya lebih meningkatkan pencurahan waktu untuk tugas; mengedepankan penerimaan terhadap perbedaan individu; dengan waktu yang sedikit dapat menguasai materi secara mendalam; proses belajar mengajar berlangsung dengan keaktifan dari siswa; mendidik siswa untuk berlatih bersosialisasi dengan orang lain; motivasi belajar lebih tinggi; hasil belajar lebih baik.

4 Turnamen

Artinya guru menempatkan posisi siswa sesuai dengan kemampuan yang setara.

Guru membri arahan tentang tata cara berturnamen

Siswa memperhatikan penjelasan guru

Guru memanggil siswa dari setiap kelompok yang berkemampuan sama untuk mengikuti turnamen, dilakukan secara berulangkali sampai semua anggota kelompok terpanggil.

Siswa menempatkan diri sesuai posisi yang telah ditetapkan oleh guru dalam tournament

5 Rekognisi tim

Artinya guru melakukan perhitungan skor dan mengumumkannya serta memberikan penghargaan pada tim yang mengumplkan skor paling tinggi

Guru melakukan penghitungan skor dari lembar penilaian yang dilakukan oleh masing-masing kelompok. Guru memberikan penghargaan untuk kelompok yang mengumpulkan skor tertinggi. Siswa menerima penghargaan

(12)

TGT juga mempunyai kelemahan yaitu sulitnya mengelompokan siswa yang mempunyai kemampuan heterogen, untuk itu guru harus teliti dalam membagi kelompok.; cukup menghabiskan waktu; kelas cenderung ramai; terdapat siswa yang berkemampuan tinggi kurang terbiasa dan sulit memberikan penjelasan kepada siswa lainya, untuk itu guru harus membimbing siswa yang berkemampuan akademik tinggi agar dapat menularkan pengetahuannya kepada siswa lain.

b. Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Head Together (NHT) 1) Pengertian NHT

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen (Lie, 2002:59) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Numbered Head Together (NHT) atau dalam bahasa Indonesia Penomoran Berpikir Bersama adalah merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa, dan untuk menanamkan rasa tanggung jawab siswa dalam menelaah materi yang diajarkan. Menurut Anita Lie (2002:59). Teknik ini biasa digunakan dalam semua mata pelajaran, dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Ciri pembelajaran NHT ini adalah di mana guru akan mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas, yang kemudian akan diselesaikan bersama oleh siswa dalam kelompok kecil yang beranggotakan 3-5 orang, baru kemudian guru memanggil salah satu nomor siswa secara acak, dan siswa tersebut harus menjawab pertanyaan guru, terlepas dari jawaban benar atau salahnya.

Jadi model pembelajaran NHT adalah suatu model pembelajaran yang mengarah pada pembagian nomor yang berbeda pada setiap kelompok, pembagian pertanyaan pada kelompok dan berfikir bersama dalam kelompok untuk menyelesaikan masalah yang berbeda. Salah satu siswa dipanggil secara acak untuk menjawab pertanyaan, jadi semua anggota kelompok harus paham dengan jawaban kelompok tersebut. Hal itu membuat siswa lebih bertanggung jawab dan dan memacu setiap siswa untuk memahami materi

(13)

2) Komponen NHT

Langkah-langkah model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang dikembangkan oleh Kagen dalam Lie (2002: 60), adalah sebagai berikut. a. Persiapan, dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelejaran

dengan membuat skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe (NHT). b. Pembentukan kelompok, dalam pembentukan kelompok disesuaikan

dengan model pembelajaran tipe NHT. Guru mebagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari segi latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

c. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.

d. Diskusi masalah, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagian bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

e. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban, dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

f. Memberi kesimpulan , guru bersama siswa menyimpilkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Secara lebih rinci Trianto (2007:63) pembelajaran NHT dijabarkan dalam Tabel 2.2 .

(14)

Tabel 2.2

Sintak pembelajaran NHT

No Langkah pembelajaran Kegiatan guru Kegiatan siswa 1 Penomoran

Artinya guru membagi siswa ke dalam

kelompok-kelompok kecil yang

beranggotakan 3-5 orang.

Guru membagi siswa dalam kelompok, dimana setiap kelompok sudah ditentukan oleh guru.

Siswa menempatkan diri kedalam kelompok mereka

Guru mengarahkan siswa untuk berkelompok dengan kelompoknya. 2 Mengajukan pertanyaan Artinya Guru mengajukan pertanyaan kepada seluruh kelas diambil dari materi pelajaran tetentu yang sedang dipelajari

Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa

Siswa memahami pertanyaan dari guru Guru memacu siswa

untuk terdorong mendiskusikan pertanyaan dengan kelompoknya

3 Berpikir bersama Artinya Siswa dalam kelompok-kelompok kecil tersebut berembuk untuk menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu.

Guru mengarahkan siswa untuk berdiskusi.

Siswa mengidentifikasi masalah dan

merencanakan tugas yang akan mereka pelajari, kemudian berdiskusi

mengumpulkan informasi Siswa berdiskusi

menyatukan pendapat mereka, setiap anggota kelompok harus paham dengan hasil jawabannya

Siswa menarik

kesimpulan dari beberapa informasi yang telah didapat. Setiap siswa harus memahami jawaban akhir dari tim. 4 Menjawab

Artinya Guru

memanggil salah satu nomor tertentu.

Guru memanggil nomor tertentu dan siswa yang dipanggil nomornya akan menjawab pertanyaan untuk seliuruh kelas

Siswa yang dipanggil oleh guru kemudian

menjawab pertanyaan dari guru sesuai dengan jawaban akhir dari tim.

(15)

3) Keunggulan dan Kelemahan NHT

Menurut Anita Lie (2002:59) keunggulan dan kelemahan dari pembelajarn NHT ialah sebagai ikut. Keunggulan NHT dijabarkan antara lain.

a. memudahkan dalam pembagian tugas,

b. memudahkan siswa belajar melaksanakan tanggung jawab pribadinya,

c. miningkatkan semangat kerja siswa, d. siswa dapat saling berbagi ide-ide

Kelemahan pembelajaran NHT dijabarkan antara lain:

a. kurang cocok untuk jumlah siswa yang banyak karena membutuhkan waktu yang lama, dan

b. tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

B.

Penelitian yang Relevan

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk membandingkan model pembelajaran kooperatif TGT atau NHT dengan konvensional. Berikut beberapa penelitian yang membandingkan model pembelajaran kooperatif dengan kovensional.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Manuaba (2012) dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa Yang Diajar Dengan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament (TGT) Dan Konvensional Pada Siswa Kelas VII SMP Mater Alma Materi Pokok Segitiga dan Segiempat”. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TGT (Team Games Turnament) lebih efektif dan nilai hasil belajar lebih tinggi dibanding pembelajaran dengan model konvensional. 2. Penelitian Tri Sugiarto (2012) yang melakukan penelitian dalam bentuk

eksperimen dengan judul “Perbedaan Hasil Belajar Matematika Antara Siswa yang Diajar dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Number Head Together) dan Model Pembelajaran Konvensional Kelas VIII di SMP Negeri 3 Salatiga Tahun Ajaran 2012/2013”. Hasil Penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dengan nilai t adalah 2,673 dengan probabilitas signifikasi 0,011 < 0,05.

(16)

Selain membandingkan TGT atau NHT dengan konvensional, terdapat penelitian yang membandingkan TGT dengan NHT. Berikut penelitian membandingkan antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan tipe NHT.

1. Penelitian Rahmawan dan Pramukantoro yang melakukan penelitian dalam bentuk eksperimen dengan judul “Perbandingan Hasil Belajar Menerapkan Dasar-Dasar Kelistrikan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT dan Kooperatif Tipe NHT di SMKN 3 Jombang”. Hasil pennelitian menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata hasil belajar siswa menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dengan rata-rata hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

2. Penelitian Noviana Dini Rahmawati (2011) yang melakukan penelitian dalam bentuk skripsi eksperimen dengan judul Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Teams Game Tournament (TGT) dan Number Head Together Pada Materi Pokok Sistem Persamaan Linier Dua Variabel Ditinjau dari Aktivitas Belajar Siswa SMP Negeri SE-Kabupaten Grobogan Kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) Model pembelajaran TGT menghasilkan prestasi belajar matematika yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran NHT. (2) Prestasi belajar matematika pada siswa beraktivitas tinggi lebih baik dibanding dengan siswa yang beraktivitas rendah, prestasi belajar matematika pada siswa beraktivitas sedang lebih baik dibanding dengan siswa beraktivitas rendah, prestasi belajar matematika pada siswa beraktivitas tinggi sama baiknya dibanding dengan siswa beraktivitas sedang. (3) Pada masing-masing kategori aktivitas (rendah, sedang dan tinggi), model pembelajaran TGT memberikan prestasi belajar matematika yang lebih baik daripada model pembelajaran NHT. (4) Pada masing-masing model pembelajaran TGT dan NHT prestasi belajar siswa beraktivitas tinggi lebih baik daripada prestasi belajar siswa beraktivitas rendah dan prestasi belajar siswa beraktivitas sedang sama baiknya dibanding dengan siswa beraktivitas tinggi.

Sebagaimana ketiga penelitian tersebut penelitian ini juga membandingkan antara model pembelajaran. Jika penelitian sebelumnya melibatkan variabel aktivitas belajar, pada penelitian ini hanya akan melibatkan variabel hasil belajar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan hasil belajar matematika pada siswa yang diberi perlakuan model

(17)

pembelajaran kooperatif tipe TGT dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

C.

Kerangka Berfikir

Penelitian ini dilatar belakangi oleh hasil belajar matematika di SD dalam Gugus Abiyasa Kabupaten Semarang yang menduduki peringkat terakhir dari pelajaran lainnya. Setelah dilakukan observasi di 2 SD yang berbeda , ternyata proses pembelajaran didominasi oleh guru sementara siswa pasif. Guru sudah melakukan usaha untuk meningkatkan kemampuan siswa yaitu dengan memberikan tugas kepada siswa serta diadakan diskusi kelompok,tetapi di dalam diskusi kelompok hanya di dominasi beberapa siswa saja sementara yang lain hanya mengikuti saja. Maka dari itu pada penelitian ini menerapkan model pembelajaran kooperatif.

Beberapa model pembelajaran kooperatif yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa adalah melalui Team Game Turnament(TGT)dan Number Head Together (NHT). Kedua tipe model pembelajaran ini menekankan pada siswa dalam berkelompok serta melakukan diskusi. Diharapkan dengan menerapkan tipe model pembelajaran kooperatif dalam pembelajaran dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dan mengaktifkan siswa. Tipe model pembelajaran ini siswa ditekankan pada kegiatan pembelajaran yang mudah diterapkan, melibatkan aktifitas seluruh siswa, juga mengandung permainan akademik dan reinforcement (bertukar informasi).

Team Games Tournament (TGT) merupakan salah model pembelajaran kooperatif yang dinilai lebih efektif dalam pencapaian tujuan pembelajaran, TGT ini dikembangkan berdasarkan pada teori belajar konstruktivisme. Melalui adanya kerja kelompok dan diskusi, maka akan membuat siswa lebih mudah dalam memahami bahan pelajaran yang dianggap sulit. Pembelajaran disini akan lebih menyenangkan karena adanya game dan Tournament. Setelah dilakukan proses pembelajaran siswa diberikan posttest untuk mengetahui keterkaitan dari model pembelajaran kooperatif tipe TGT terhadap hasil belajar matematika pada materi bilangan Romawi

Number Head Together (NHT) juga termasuk model pembelajaran kooperatif,dimana pembelajaran ini juga menuntut keaktifan. Model pembelajaran ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, model pembelajaran ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Karena guru akan memanggil salah satu nomor

(18)

dari setiap kelompok, maka setiap kelompok dalam NHT harus memahami dan mengetahui materi yang diberikan

Meskipun model pembelakaran kooperatif tipe NHT dapat meningkatkan keaktifan siswa, namun model pembelajaran kooperatif tipe TGT jauh lebih dapat mengaktifkan siswa, karena adanya game dan tournament yang mana setiap siswa sudah dipastikan mengikuti tournament, sehingga rasa tanggung jawab dan dorongan untuk memahami materi jauh lebih dalam.

Berdasarkan uraian tersebut, besar kemungkinan bahwa hasil belajar matematika siswa yang mengikuti proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran tipe TGT akan lebih baik dari siswa yang mengikuti proses pembelajaran yang menerapkan model pembelajaran NHT. Berdasarkan uraian tersebut, maka skema kerangka berpikir seperti tampak pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Skema kerangka berpikir 1. Siswa sulit memahami materi

2. Guru menggunakan model pembelajaran yang monoton (ceramah dan drill)

3. Pembelajaran matematika menjadi membosankan

Siswa kurang aktif; hasil belajar siswa rendah; dan adanya hasil penelitian terdahulu mengenai perbedaan hasil belajar siswa menggunakan cooperative learning tipe TGT dan NHT yang saling kontradiksi Menggunakan model pembelajaran Kooperatif tipe TGT Menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

(19)

D.

Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berpikir yang diajukan, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan hasil belajar matematika yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan NHT pada siswa kelas IV SD Negeri Gugus Abiyasa Kabupaten Semarang tahun ajaran 2013/2014, diduga hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT lebih baik dibandingkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

(20)

Gambar

Gambar 2.1 Skema aturan permainan untuk 3 tim (Slavin, 2005)  d.  Turnamen,  merupakan  struktur  game  yang  dimainkan
Gambar 2.5 Skema kerangka berpikir 1.  Siswa sulit memahami materi

Referensi

Dokumen terkait

Menurut Chapra, stabilitas dalam nilai uang tidak bisa dilepaskan dari tujuan dalam kerangka referensi yang Islami karena hal ini ditekankan Islam secara jelas mengenai ketulusan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa partisipasi anggaran dari kinerja manajerial dan kepuasan kerja ketika penganggaran partisipasi berinteraksi dengan keadilan prosedural

Sehubungan dengan akan dilaksanakannya Pembuktian Kualifikasi untuk paket pekerjaan Pengawasan Revitalisasi Pasar Tradisional Setia Jaya Gampong Lhang Kecamatan Setia dengan ini

mempunyai pemaknaan yang sama dengan pesan iklan yang diinginkan oleh PKS. Di sini informan mengangap bahwa iklan Cawagub versi testimoni tokoh tesebut sebagai

PERANCANGAN INTERIOR CONCERT HALL TAMAN BUDAYA YOGYAKARTA diajukan oleh Ayun Cahyaningrum, NIM 101 1725 023, Program Studi Desain Interior, Jurusan Desain,

Orangtua dalam meningkatkan motivasi belajar Al-Quran pada usia anak-. anak di TPQ Ar-Rohman Kemayan Mojo Kediri

157 terdapat tanda dan makna, pasangan suami istri di ruang makan maknanya istri yang taat dan berbakti pada suami, mitos yang terdapat di dalamnya “Swarga nunut

Atasan anda yang orang Jepang akan merasa senang bila diberi tahu kemajuan setiap aktivitas sekecil apapun, karena mereka merasa dilibatkan dan bisa