• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH CARA APLIKASI DAN DOSIS KOMPOS TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT TANAH PADA PERTANAMAN TEBU. Rahadian Mawardi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH CARA APLIKASI DAN DOSIS KOMPOS TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT TANAH PADA PERTANAMAN TEBU. Rahadian Mawardi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

311

PENGARUH CARA APLIKASI DAN DOSIS KOMPOS TERHADAP KEMANTAPAN AGREGAT TANAH PADA PERTANAMAN TEBU

Rahadian Mawardi

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung rahadian.kemtan@gmail.com

ABSTRAK

Gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan juga sebagai sumber energi (kalori). Indonesia mengalami kekurangan gula akibat konsumsi nasional yang melebihi produksinya. Untuk meningkatkan produksi dalam negeri dapat dilakukan dengan memaksimalkan perkebunan-perkebunan tebu, baik yang dimiliki oleh petani, pemerintah maupun swasta yang ada di Indonesia. Salah satunya adalah perkebunan gula PT Gunung Madu Plantations (GMP). PT GMP sendiri memiliki permasalahan yang dihadapi diantaranya rusaknya struktur tanah, terjadinya erosi, dan menurunnya bahan organik tanah. Untuk itu perlu adanya upaya perbaikan sifat fisik tanah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara aplikasi kompos, dosis kompos dan interaksinya terhadap sifat fisik tanah yaitu kemantapan agregat tanah, kerapatan isi dan ruang pori total pada pertanaman tebu di Terbanggi Besar Gunung Batin Udik Terusan Nunyai Lampung Tengah. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April – Juli 2007, perlakuan terdiri dari cara aplikasi kompos dan dosis kompos. Perlakuan disusun dalam rancangan petak berjalur (strip plot design) terdiri dari dua perlakuan dan tiga ulangan kemudian data di anlisis dengan uji Ortogonal Kontras. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara aplikasi kompos dan dosis kompos tidak mempengaruhi kemantapan agregat tanah. Interaksi antara cara aplikasi kompos dan dosis kompos tidak berpengaruh terhadap kemantapan agregat tanah. Kandungan bahan organik tanah mengalami kecenderungan meningkat. Cara aplikasi kompos dengan cara disebar lebih efektif memperbaiki kerapatan isi dan ruang pori total.

Kata kunci : tebu, kompos, kemantapan agregat tanah

ABSTRACT

EFFECT OF THE WAY OF APPLICATION AND DOSE OF COMPOST ON AGREGAT SOIL STABILITY OF SUGARCANE CULTIVATION. Sugar is one of the basic needs of society and also as a source of energy (calories). Indonesia experienced a sugar shortage due to national consumption exceeds production. To increase domestic production can be done to maximize sugar cane plantations, both owned by farmers, government and private sector in Indonesia. One of them is a sugar plantation PT Gunung Madu Plantations (GMP). PT GMP itself has faced problems including damage to the structure of the soil, erosion, and the decline in soil organic matter. To the need for efforts to improve the physical properties of the soil. This study aims to determine the effect of the mode of application of compost, compost dose and its interaction with the physical properties of the soil is soil aggregate stability, the density of the contents and total pore space in sugarcane plantations in Terbanggi Big Mountain Inner Udik Canal Nunyai Central Lampung. This study was carried out

(2)

312

from April - July 2007, the treatment consists of the way and dose compost compost application. The treatments are arranged in a multilane plot design (strip plot design) consists of two treatments and three replications then the data in anlisis with Orthogonal test Contrast. The results showed that the mode of application of compost and compost dose does not affect the stability of soil aggregates. The interaction between the way the application of compost and compost dose did not affect the stability of soil aggregates. Soil organic matter content experiencing an increasing trend. How to compost application by broadcasting more effectively improve the content density and total pore space. Key words : sugarcane, compost, soil aggregate stability

PENDAHULUAN

Gula merupakan bahan yang banyak digunakan baik itu untuk panganan maupun minuman. Menurut Rozari (1994), gula merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan juga sebagai sumber energi (kalori). Indonesia merupakan salah satu negara penghasil gula di dunia. Akan tetapi, Indonesia sendiri masih mengalami kekurangan gula akibat konsumsi gula yang tinggi dibandingkan dengan produksinya. Menurut Wartaekonomi (2007), Indonesia harus mengimpor 1,6 juta ton gula untuk memenuhi kebutuhan konsumsinya. Untuk memenuhi kekurangan produksi gula nasional dapat dilakukan dengan peningkatan produksi gula pada lahan-lahan petani, perkebunan yang dimiliki oleh pemerintah maupun perkebunan gula yang dimiliki oleh pihak swasta. Salah satunya adalah Perkebunan Gula (PG) PT Gunung Madu Plantations (GMP) yang barada di Terbanggi Besar Gunung Batin Udik Terusan Nunyai Lampung Tengah.

Kondisi produksi tebu di PT GMP mengalami kecenderungan penurunan. Pada tahun 1985 produksi mencapai kira-kira 90 TCH (ton cane/ha) dan terus menurun hingga tahun 2005 produksi mencapai sekitar 70 TCH. Walaupun produksi gulanya mengalami peningkatan, tetap sulit untuk ditingkatkan lagi (levelling off), yaitu masih di bawah 8 TSH (ton sugar/ha) (Widyatmoko, 2007). Munculnya permasalah ini diduga akibat kondisi tanah dan iklim di PT GMP kurang mendukung untuk mencapai produksi tinggi. Tanahnya merupakan tanah Ultisol yang didominasi fraksi pasir, merupakan tanah yang telah mengalami pelapukan lanjut dan mempunyai curah hujan tinggi yaitu mencapai 2500-2700 mm/tahun sehingga dapat memicu terjadinya degradasi lahan (Herman, 2007). Degradasi lahan juga dapat dipicu oleh cara budidaya dengan menggunakan alat-alat berat yang sangat intensif selama 30 tahun. Menurut Widyatmoko (2007), masalah sifat tanah yang terjadi di lokasi ini antara lain terjadinya erosi,

(3)

313

kemampatan tanah (soil compaction) terutama di sub soil, tanaman makin rentan terhadap kemarau (kekeringan), waterlogged area, dan degradasi sumberdaya air (tendon air). Pemadatan tanah di lapisan bawah (sub soil) dapat mengakibatkan penetrasi akar menjadi terhambat sehingga air maupun unsur hara sulit dimanfaatkan oleh tanaman secara maksimal.

Upaya yang dapat dilakukan dalam rangka peningkatan produksi tebu adalah pembenahan media tanam agar tanaman dapat tumbuh dengan baik. Media tanam (tanah) merupakan sumber unsur hara bagi tanaman dan juga penyangga bagi tanaman agar dapat berdiri dengan kokoh. Perbaikan dapat dilakukan dimulai dari sifat fisik tanahnya. Menurut Utomo (1994), sifat fisik tanah dapat mempengaruhi sifat-sifat tanah lainnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah memberikan masukan dari luar yaitu aplikasi bahan organik. Bahan organik yang tersedia di perkebunan cukup melimpah, baik berupa serasah tanaman tebu maupun limbah dari proses penggilingan. Volume limbah padat yang dihasilkan berupa bagas sebanyak 3600 ton/hari/musim, blotong sebanyak 480 ton/hari/musim, dan abu (ash) sebanyak 600 ton/hari/musim. Untuk blotong dan abu (ash) dapat diaplikasikan langsung ke lahan, tetapi untuk bagas tidak dapat langsung diaplikasikan dikarenakan C/N rationya mencapai 90.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara aplikasi dan dosis kompos terhadap kemantapan agregat tanah pada pertanaman tebu di PT Gunung Madu Plantations (GMP) di Terbanggi Besar Gunung Batin Udik Terusan Nunyai Lampung Tengah.

METODOLOGI

Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan PT Gunung Madu Plantations (GMP) Terbanggi Besar Gunung Batin Udik Terusan Nunyai Lampung Tengah di blok 85 BU 10 A pada bulan April – Juli 2007. Rancangan yang digunakan dalam penelitan ini adalah rancangan petak berjalur (strip plot design) terdiri dari petak utama adalah aplikasi bahan organik (kompos) yang ditanam di dalam kairan (tempat menanam tebu) (B1) dan aplikasi bahan organik dengan cara disebar(B2), sebagai anak petak yaitu dosis kompos, terdiri dari tanpa kompos (kontrol) (K0), kompos dengan dosis 50 (K1), 100 (K2), dan 150 (K3) ton/ha. Bahan baku kompos berasal dari limbah padat yang dihasilkan dalam proses pengolahan tebu menjadi gula.

(4)

314

Lahan yang digunakan terdiri dari 2 aplikasi kompos. Setiap lahan dibagi menjadi 3 petak sebagai ulangan dan setiap ulangan dibagi lagi menjadi 4 untuk dosis kompos. Antara 2 aplikasi kompos dan ulangan diberi jarak 250 cm, sedangkan untuk setiap perlakuan diberi jarak 50 cm. Petak berukuran 32 x 17 m. Lahan diolah secara mekanis, tahap satu lahan dibajak dengan menggunakan traktor dengan implement jenis piringan tipe Baldan Harrow, tahap kedua lahan dibajak kembali dengan traktor dengan menggunakan implement Mould Board Plough (bajak singkal). Setelah olah tanah kedua selesai kompos diaplikasikan secara disebar sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Tahap ketiga lahan dibajak kembali dengan traktor berimplement Mould Board Plough. Tahap selanjutnya adalah pembuatan kairan dengan menggunakan ridger mata dua dengan jaraknya 150 cm (tanaman tebu ditanam untuk satu baris). Setelah kairan terbentuk maka kompos diaplikasikan di kairan sesuai dengan dosis yang telah ditentukan. Setelah semua olah tanah selesai tebu ditanam dengan menggunakan varietas RGM 97-10240 pada kedalaman kurang lebih 30 cm. Pengambilan contoh tanah dilakukan pada saat tanaman tebu berumur 4 bulan. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan Laboraturium PT Gunung Madu Plantations (GMP).

Parameter yang diamati adalah kemantapan agregat yang digunakan untuk mengevaluasi struktur tanah. Anlisis ini menggunakan metode ayakan kering dan ayakan basah. Untuk mengetahui indeks kemantapan agregat data yang didapat dimasukan ke dalam tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perhitungan kemantapan agregat tanah

No Diameter ayakan (mm) Rerata diameter (mm) Berat agregat yang tertinggal (g) Persentase 1 0,00-0,05 0,25 A (A/G)x 100 2 0.05-1,00 0,75 B (B/G)x 100 3 1,00-2,00 1,5 C (C/G)x 100 4 2,00-2,83 2,4 D (D/G)x 100 5 2,83-4,76 3,8 E (E/G)x 100 6 4,76-8,00 6,4 F (F/G)x 100

Keterangan : Total (A+B+C+D+E+F) = G ; Total (A+B+C) = H

Perhitungan rerata berat diameter (RBD) dengan cara sebagai berikut : a. Rerata berat diameter kering (RBD kering) dihitung hanya untuk agregat

(5)

315

1. Menghitung persentase agregat ukuran > 2 mm D/H x 100% = X, E/H x 100% = Y, F/H x 100% = Z

2. Hasil pada no. 1 dikalikan dengan rerata diameter dan jumlahkan dan dibagi dengan 100, seperti pada persamaan :

RBD kering =

100

)

40

,

6

(

)

80

,

3

(

)

40

,

2

(

Xx

Yx

Zx

b. Rerata berat diameter basah (RBD basah)

1. Menghitung semua persentase agregat, yaitu :

A/G x 100% = U, B/G x 100% = V, C/G x 100% = W, D/G x 100% = X, E/G x 100% = Y, F/G x 100% = Z

2. Masing-masing hasil pada no. 1 dikalikan dengan rerata diameter dan jumlahkan dan dibagi dengan 100, seperti pada persamaan :

RBD basah =

c. Menghitung indeks kemantapan agregat dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kemantapan Agregat =

Setelah data indeks kemantapan agregat tanah diperoleh, maka data tersebut diklasifikasikan berdasarkan table 2.

Tabel 2. Klasifikasi indeks kemantapan agregat

Harkat Kemantapan Agregat

> 200 Sangat mantap sekali

80 – 200 Sangat mantap

61 – 80 Mantap

50 – 60 Agak mantap

40 – 50 Kurang mantap

< 40 Tidak mantap

Data kemudian diuji lanjut menggunakan Ortogonal Kontras. Data dukung pada penelitian ini adalah kandungan bahan organik, kerapatan isi, dan ruang pori total.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ringakasan analisis ragam pengaruh cara aplikasi kompos dan dosis kompos terhadap indeks kemantapan agregat tanah dapat dilihat pada Tabel 3.

100

)

40

,

6

(

)

80

,

3

(

)

40

,

2

(

)

5

,

1

(

)

75

,

0

(

)

25

,

0

(

Ux

Vx

Wx

Xx

Yx

Zx

RBD basah – RBD kering

1

x 100

(6)

316

Tabel 3. Ringkasan pengaruh cara aplikasi kompos, dosis kompos dan interaksi antara kedua faktor terhadap kemantapan agregat tanah.

Perlakuan Pengaruh Petak Utama :

Cara aplikasi kompos (A) tn Anak Petak :

Dosis kompos (B) tn

Interaksi AxB tn

Keterangan : tn = tidak berbeda nyata; * = berbeda nyata pada taraf 5%; ** = berbeda sangat nyata pada taraf 1%.

Berdasarkan ringkasan analisis ragam menunjukan bahwa; (1) cara aplikasi bahan organik (kompos) tidak berpengaruh nyata terhadap kemantapan agregat tanah, (2) dosis kompos juga tidak memberikan pengaruh secara nyata terhadap kemantapan agregat tanah dan (3) pada interaksi antara cara aplikasi kompos dan dosis kompos tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kemantapan agregat tanah.

Dalam penelitian ini perlakuan yang mengkombinasikan cara aplikasi kompos dan dosis kompos memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap kemantapan agregat tanah. Hal ini diduga karena kandungan bahan organik di lahan percobaan PT GMP sangat rendah < 4%, kandungan bahan organik pada lahan percobaan sendiri dapat dilihat pada Tabel 4. Jika dilihat dari komposisi kompos sendiri disajikan pada Tabel 5.

Tabel 4. Data kandungan bahan organik

Petak Utama Anak Petak % Bahan Organik

B1 K0 1,9 K1 1,98 K2 2,09 K3 2,31 B2 K0 1,9 K1 1,91 K2 2,31 K3 2,05

Keterangan: B1= kompos di kairan; B2=kompos disebar; K0=kontrol (tanpa kompos) K1=dosis kompos 50 t ha-1; K2=dosis kompos 100 t ha-1 K3=dosis kompos 150 t ha-1.

(7)

317

Tabel 5. Hasil analisis kompos

Parameter Kadar Kadar Air (%) 53,7 pH H2O (%) 6,61 C-Organik (%) 30,3 N-Total (%) 1,79 Nisbah C/N 16,93

Sumber : Lab Kimia Tanah PT GMP (2005) dalam Agrika (2005).

Penambahan kandungan C-organik yang mencapai 30,30% (%BO = 52,24%) akibat pemberian kompos yang seharusnya terjadi, namun pada kenyataannya penambahan kandungan bahan organik yang terjadi di lahan percobaan sendiri tidak mencapai > 10%. Sebagai salah satu contoh, sumbangan BO untuk perlakuan B3 dengan dosis 150 ton/ha pada aplikasi di kairan = 2,31% – 1,90% = 0,41% x 2.106 kg (berat tanah seluas 1 ha) = 8275,20

kg. 8,27520 ton : 150 ton = 0,055168 x 100% = 5,52%. Rendahnya kandungan bahan organik tanah diduga disebabkan oleh belum maksimalnya peranan bahan organik di dalam tanah mengingat pada saat pengamatan merupakan penelitian awal dengan waktu yang singkat. Menurut Greenland et al. (1975) dalam Christopher (1996), bahan organik dapat menstabilkan agregat apabila kandungannya mencapai 4%. Selain itu juga hal ini diduga dikarenakan bahan organik yang digunakan pengaruhnya hanya bersifat sementara. Menurut Tisdall dan Oades (1982) dalam Christopher (1996), hasil dekomposisi bahan organik seperti polisakarida hanya bersifat sementara dalam menstabilkan agregat dan hanya berpengaruh pada agregat makro saja.

Selain itu tekstur sangat memegang peranan yang sangat penting dalam proses pembentukan agregat tanah yang mantap. Tekstur pada lokasi percobaan ini sendiri didominasi oleh fraksi pasir (perbandingan fraksi liat : debu : pasir secara berturut-turut 29% : 8% : 62%). Tekstur tanah yang kasar dengan luasan permukaan yang kecil akan mempengaruhi proses pengikatan antar partikel-partikel yang pada akhirnya akan membentuk suatu agregat yang mantap. Menurut Hakim dkk. (1984), fraksi pasir di dalam tanah hanya berperan dalam hal penyokong tanah, sedangkan fraksi liat dan debu lebih memegang peranan dalam proses terbentuknya agregat-agregat tanah. Selain itu menurut Aliya (2007), agregat tanah yang terbentuk dari patikel primer pasir umumnya

(8)

318

kurang mantap, hal ini dikarenakan partikel yang berukuran besar seperti pasir memiliki kecendrungan berdiri sendiri dan sukar diikat.

Selain itu juga, agregat yang terbentuk belum mantap diduga dikarenakan perkembangan akar pada saat pengambilan sampel (2 bulan setelah tanam) belum begitu maksimal, hal ini dikarenakan pada awal pertumbuhannya tanaman tebu masih memanfaatkan bibit tebu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Padahal akar tanaman sangat berperan dalam proses pembentukan agregat yang mantap. Menurut Hillel (1998), akar tanaman akan menembus tanah dan cendrung untuk merangkum agregat-agregat tanah. Perakaran mengeluarkan tekanan sehingga memadatkan agregat dan memisahkan agregat-agregat yang saling berdekatan. Salanjutnya sebaran akar dan kematian akar yang terus berlangsung (terutama rambut-rambut akar) akan merangsang aktivitas mikrobia untuk menghasilkan bahan-bahan perekat yang bersifat humik.

Tabel 6. Data kerapatan isi dan ruang pori total

Cara Aplikasi Dosis Kompos Kerapatan Isi Tanah (g/cm3)

Ruang Pori Total (%) (ton/ha) Dikairan 0 1,65 37,69 50 1,64 37,96 100 1,77 33,31 150 1,71 35,59 Disebar 0 1,75 34,06 50 1,93 27,12 100 1,71 35,34 150 1,61 39,19

Dilihat dari nilai kerapatan isi tanahnya (Tabel 6) memiliki nilai kerapatan isi yang besar yaitu berkisar antara 1,61–1,93 g cm-3. Nilai yang besar ini

menandakan tanah tersebut memiliki kekerasan yang tinggi pula, padahal akar dapat terganggu perkembangannya bila nilai kerapatan isinya >1,2 g cm-3 (Arsyad, 2001). Tingginya nilai kerapatan isi tanahnya diduga dikarenakan kandungan bahan organiknya yang sedikit (Tabel 4) sehingga mengakibatkan kurangnya agregasi tanah sehingga lapisan tanah menjadi kompak (Edawads dkk., 1992 dalam Parapasan et al., 1995). Besarnya kerapatan isi ini juga diduga dikarenakan akar tanaman tebu belum berkembang dengan baik dikarenakan masih baru. Menurut Parapasan et al. (1995), perkembangan akar yang belum berkembang mengakibatkan kerapatan isi tanah dan kekerasan tanah menjadi

(9)

319

tinggi, begitu juga sebaliknya ruang pori totalnya akan semakin rendah (Tabel 6). Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa ruang pori total tanah pada aplikasi kompos dikairan (berkisar antara 33,31 – 37,96 %) lebih kecil dibandingkan dengan aplikasi secara disebar (berkisar antara 27,12 – 39,19 %). Hal ini diduga dikarenakan penumpukan kompos hanya pada satu tempat saja dapat meningkatkan kapadatan tanah sehingga ruang pori totalnya menjadi rendah.

Produksi tebu PT GMP yang cendrung terus menurun merupakan hal yang wajar sebagai akibat telah terjadinya kepadatan terutama pada sub soil akibat belum terbentuknya agregasi tanah yang baik. Akibat dari padatnya tanah dapat mengakibatkan penetrasi akar akan terganggu dan akar hanya menumpuk pada lapisan permukaan saja, sehingga mengakibatkan unsur hara maupun air sulit terjangkau oleh akar. Menurut Widyatmoko (2007), secara kimia tanah di PT GMP memiliki kandungan C-organik dan kejenuhan basa yang terus meningkat tetapi KTK tanah terus menurun pada lapisan permukaannya. Secara fisik tanah di PT GMP memilki fraksi debu yang menurun dan fraksi pasir yang meningkat pada lapisan permukaannya. Hal ini diduga akibat olah tanah yang intensif yang dilakukan dan diperparah lagi dengan curah hujan yang tinggi. Untuk itu diperlukan mekanisme lain dalam memperbaiki kondisi tanah yang ada di PT GMP.

KESIMPULAN

Cara aplikasi kompos dan dosis kompos tidak memepengaruhi indeks kemantapan agregat tanah. Kandungan bahan organik tanah mengalami kecendrungan meningkat. Cara aplikasi kompos dengan cara disebar lebih efektif dalam memperbaiki kerapatan isi dan ruang pori total bila dibandingkan dengan cara aplikasi kompos di dalam kairan.

UCAPAN TERIMAKASIH

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Koko Widyatmoko (Manajer Departemen R&D PT Gunung Madu Plantations) yang telah memberi kesempatan dan membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, dan kepada Bapak Suwarto staf laboratorium tanah Universitas Lampung atas bantuannya.

(10)

320

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, Indarto, Sugiatno, dan M. Utomo. 1996. Keragaan Tanaman Tebu Keprasan I dan Kompaksi Tanah Akibat Penerapan Beberapa Cara Pengolahan Tanah Pada Saat Penyiapan Lahan. Laporan Penelitian, Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Afandi. 2005. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Agrika, D.P. 2005. Pemanfaatan Limbah Padat Pabrik Gula PT GMP (Gunung Madu Plantations) Sebagai Sumber Bahan Organik. Laporan Praktik Umum. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 45 hlm.

Aliya, D. 2007. Pengaruh Tanaman Penutup Tanah Dan Kedalaman Tanah Terhadap Kemantapan Agregat Tanah Pada Pertanaman Jagung (Zea Mays L.) Di Metro Kibang Lampung Timur. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung. 54 hlm.

Arsyad, A.R. 2001. Pengaruh Olah Tanah Konservasi Dan Pola Tanam Terhadap Sifat Fisika Tanah Ultisol Dan Hasil Jagung. J. Agronomi 8(2):111-116.

Christopher, T.B.S. 1996. Stabilizing Effect of Organic Matter. www.agri.upm.edu.my/ ~chris/as/om_ stable.html diakses tanggal 12 Januari 2008.

Hakim, N. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Herman. 2007. Pengelolaan Tebu Lahan Kering dan Permasalahan Yang Dihadapi (Pengalaman PT Gunung Madu Plantations). Disampaikan sebagai materi seminar Workshop Master Plan Reserch Dosen Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lampung dalam rangka Pelaksanaan Program Hibah Kompetisi A-2 Bandar lampung 19-20 Juni 2007. Lampung.

Hillel, D. 1980. Fundamental of Soil Physic. Academic Press. New York.

Hudson, B.D. 1994. Soil organic matter and available water capacity. http://www.jswconline.org/content/49/2/189.short, diakses 24 Februari 2013).

Industri Gula: mulai terasa manis. 2007. ( www.wartaekonomi.com diakses tanggal 7 Agustus 2007).

Negara, L.P. 2007. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Tanaman Penutup Tanah Terhadap Air Tersedia Pada Berbagai Kedalaman Tanah Pada Pertanaman Jagung (Zea mays, L.) di tanah inceptisol Metro Kibang Lampung Timur. Skripsi, Fakultas Pertanian. Universitas Lampung.

(11)

321

Nugroho, S. G. 1991. Pengaruh Cara Penempatan dan Dosis Kompos Terhadap Bobot Isi, Porositas, Air Tersedia, dan Permeabilitas Tanah. Buletin Ilmiah Universitas Lampung. 2(8):81-90.

Parapasan, Y, Y. Subiantoro, dan M. Utomo. 1995. Pengaruh Sistem Olah Tanah Terhadap Kekerasan dan Kerapatan Lindak Tanah Pada Musim Tanam XVI. Prosiding Seminar Nasional V BDP-OTK. Bandar Lampung. Hlm:78-82.

Riadi, A. A. 2002. Pemadatan Tanah Akibat Operasi Mesin Pada Budidaya Tebu Lahan Kering di PT. PG. Rajawali II Unit PG. Subang, Jawa Barat. Skirpsi. Rozari, M. B. De. 1994. Gula Sesudah 2000. Majalah Gula Indonesia. XIX (1):

7-8.

Utomo, W. H. 1994. Pengelolaan Sifat Fisik Tanah Syarat Mutlak untuk Sistem Pertanian Berkelanjutan. Majalah Gula Indonesia. XIX (1):9-13.

Widyatomoko. K. 2007. Kajian Edafologis Kondisi Tanah Gunung Madu Plantations Pasca 30 Tahun Budidaya Intensif Tanaman Tebu. Seminar Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Gambar

Tabel 2.  Klasifikasi indeks kemantapan agregat

Referensi

Dokumen terkait

Sistem Informasi Tugas Akhir dan Praktek Kerja Lapangan ini mempunyai dua antarmuka utama, yaitu : antarmuka untuk pengunjung yang bisa melihat informasi dan referensi jurnal dari

Fenomena rendahnya loyalitas pelanggan e-commerce di Indonesia tersebut mendorong perlu dilakukan penelitian guna melihat konsistensi hasil penelitian dalam konteks

POLA KOMUNIKASI MAHASISWA ETNIS MINANGKABAU YANG MENGALAMI CULTURE SHOCK DALAM INTERAKSI SOSIAL (Deskriptif Kualitatif Pada Mahasiswa Etnis Minangkabau di Universitasi.

Hal ini dikarenakan oleh peraturan pemerintah yang cenderung mempengaruhi nilai ETR perusahaan keuangan sehingga berbeda dengan perusahaan lainnya (Lanis dan

Teknik Analisis Regresi

memperketat alur pembiayaan agar barang yang diperjualbelikan dapat dipastikan telah menjadi milik bank baik secara langsung maupun secara prinsip sebelum

Untuk mendapatkan data yang valid, penulis mewawancarai lima orang di diskotik untuk mengecek apakah arti kata-kata jargon yang penulis kumpulkan itu benar. Langkah berikutnya

Berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) PP 42 Tahun 2007 tentang Waralaba menyatakan Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap