• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. Secara harfiah autistik berasal dari kata autos yang artinya diri dan isme

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. Secara harfiah autistik berasal dari kata autos yang artinya diri dan isme"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Dasar Autistik 1. Pengertian Autistik

Secara harfiah autistik berasal dari kata autos yang artinya diri dan isme artinya kumpulan gejala-gejala. Istilah ini mulai diperkenalkan oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Saat itu ia melihat penyandang autistik yang berprilaku aneh, terlihat tak acuh dengan lingkungnya dan cenderung menyendiri seakan hidup didunia yang berbeda.

Seperti halnya yang dikemukakan oleh American Psychiatic Association (2000) bahwa: “Autistik adalah gangguan perkembangan yang terjadi pada anak yang mengalami kondisi menutup diri. Gangguan ini mengakibatkan anak mengalami keterbatasan dari segi komunikasi, interaksi social, dan perilaku.” selain itu pengertian Autistik yang dikemukakan oleh Wijayakusuma (2004) bahwa: Autistik adalah sebuah sindrom gangguan perkembangan system saraf pusat yang ditemukan pada sejumlah anak pada masa kanak-kanak hingga masa-masa sesudahnya. Ironisnya, sindrom tersebut membuat anak-anak yang menyandang tidak mampu dalam menjalin hubungan sosial secara normal, bahkan tidak mampu untuk menjalin komunikasi dua arah.

Mardiyanti (2000) juga mengemukakan hal yang sama yaitu: “Autistik merupakan salah satu gangguan perkembangan fungsi otak yang bersifat

(2)

pervasive (inco) yaitu meliputi gangguan kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan gangguan interaksi sosial.”

Hal senada yang memperkuat pendapat diatas yang dikemukakan oleh muslimah (2007). Bahwa: Autistik atau biasa disebut (Autistic spectrum disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang komplek dan sangat bervariasi. Biasanya gangguan tersebut akan berdampak pada cara komuikasi yang terhambat, interaksi sosial yang tidak harmonis dan kemampuan berimajinasi yang egosentris.

Definisi Autistik diuraikan pula oleh Djamaludin (Baron-Cohen, 1993) menyatakan bahwa: Autistik adalah suatu kondisi yang mengenai seseorang sejak lahir ataupun pada masa saat balita, yang membuat dirinya tak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Hal ini mengakibatkan anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif.

Autistik merupakan suatu sindrom gangguan perkembangan fungsi otak yang komplek dan terjadi pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan anak menjadi tertutup, berperilaku aneh, sulit untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosial. Selain itu gangguan tersebut berdampak pada gangguan kognitif, bahasa dan kemampuan berimajinasi yang egosentris. Berdasarkan beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Autistik adalah suatu kelalaian fungsi otak yang terjadi pada sistem saraf pusat dan berdampak pada masalah sensori intregasi. Kondisi tersebut menyebabkan penyandang autistik

(3)

mengalami hambatan dalam interaksi sosial, kognitif, bahas, perilaku dan komuikasi.

2. Kriteria Diagnosis Autistik

a. Menurut DSM-VI (Diagnostic and Statistical Manual)

Menurut DSM-VI (Diagnostic and Statistical Manual) tahun 1994, dari group psikiatri Amerika menetapkan kriteria untuk autistik masa kanak-kanak. Kriteria untuk anak autistik yaitu minimalnya dua gejala gangguan kualitatif dan bidang interaksi sosial, gejala gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, dan satu gejala pada pola yang dipertahankan dan di ulang-ulang dari perilaku, minat dan kegiatan. Sebagaimana yang dikutip (Handojo, 2007.17) kriteria untuk anak autistik masa kanak-kanak yang berdasarkan DSM-VI adalah sebagai berikut:

Harus ada sedikitnya 6 gejala dari 1), 2) dan 3), dengan minimal 2 gejala dari 1) dan masing-masing 1 gejala dari 2) dan 3).

1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada dua gejala-gejala dibawah ini:

a) Tak mampu menjalin interaksi sosial yang memadai: (1) Kontak mata sangat kurang

(2) Ekspresi muka kurang hidup

(3) Sulit mengikuti respon perintah (mengalami ) (4) Merasa tidak senang dan menolak bila dipeluk (5) Gerak-gerik yang kurang tertuju

(6) Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik. b) Tak bisa bermain degan teman sebaya

(4)

c) Tak dapat mersakan apa yang dirasakan dengan orang lain

2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukan oleh minimal satu dari gejala-gejala dibawah ini:

a) Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (dan tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara)

b) Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi c) Sering meggunakan bahasa yang aneh dan di ulang-ulang.

d) Cara bermain kurang variatif , kurang imajinatif dan kurang bisa meniru. 3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dari perilaku, minat dan

kegiatan sedikitnya harus ada satu dari gejala dibawah ini:

a) Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan.

b) Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau runitas yang tak ada gunanya.

c) Ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang. d) Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.

b. Sebelum umur tiga tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang:

1) Interaksi sosial 2) Bicara dan berbahasa

3) Cara bermain yang kurang variatif

Indikator perilaku anak autistik pada masa anak-anak dapat ditandai dengan interaksi sosial yang tidak memadai, berbicara terlambat atau tidak

(5)

berkembang dan sebagainya. Sebagai mana yang telah ditetapkan oleh ICD-10 1993 (International Classificatio of Diseases) dari WHO (World Health Organization).

Bukan disebabkan oleh sindroma Rett atau gangguan Disintegratif masa kanak-kanak. Menurut ICD-10 1993 (International Classificatio of Diseases) dari WHO (World Health Organization). Indicator perilaku anak autistik pada anak-anak (handojo, 2006. 27) sebagai berikut:

1) Interaksi sosial tidak memadai: a) kontak mata sangat kurang b) ekspresi muka kurang hidup

c) sulit mengikuti respon perintah (mengalami ketulian) d) merasa tidak senang bila dipeluk

e) gerak-gerik yang kurang tertuju f) menangis atau tertawa tanpa sebab g) tidak terlalu menarik pada mainan

h) bermain dengan benda yang bukan mainan 2) Tak bisa bermain dengan teman sebaya

3) Tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain

4) Kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik

5) Bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang (dan tak ada usaha untuk mengimbangi komuikasi dengan cara lain tanpa bicara) menarik tangan ingin sesuatu, bahasa isyarat tak berkembang.

(6)

b) Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang

c) Cara bermain kurang bervariatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru. 6) Memperhatikan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas atau

berlebih-lebihan.

a) Terpaku pada kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya, misalnya makanan dicium dulu.

b) Ada gerakan-gerakan yang aneh dan diulang-ulang c) Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda

Anak autistik dapat didiagnostik dari umur sebelum tiga tahun, masa kanak-kanak, dan masa anak-anak. Didiagnostik pada anak autistik dapat dilihat dari interaksi sosialnya, komunikasi (bahasa), dan cara bermain. Adapun kriteria diagnostik yang dapat digunakan adalah DSM-VI untuk mengdiagnostik anak autistik masa kanak-kanak dan ICD-10 untuk mengdiagnostik anak autistik masa anak-anak.

B. Interaksi Sosial

1. Konsep Dasar Interaksi Sosial

Kamus lengkap psikologi (J.P Chaplin, 2002 ; 254) interaksi adalah suatu relasi antara dua system yang terjadi sedemikian rupa sehingga kejadian yang berlangsung pada suatu system yang mempengaruhi kejadian yang terjadi pada system lainnya atau suatu pertalian sosial antar individu sedemikian rupa sehingga individu yang bersangkutan saling mempengaruhi satu sama lain.

(7)

Interaksi seperti yang diungkapkan (Gillin & Giliin, 2002 ; 254) adalah sebagai syarat utama dalam membentuk proses sosial, dimana interaksi ini ditentukan oleh dua faktor utama yaitu kontak sosial dan komunikasi, interaksi ini bisa saja berupa kontak mata, lambaian tangan, penerimaan. Setiap interaksi yang dibentuk dengan orang lain didalamya mengandung pelaksanaan komunikasi, baik antara dua orang atau lebih.

Interaksi adalah suatu jenis tindakan atau aksi yang terjadi sewaktu dua atau lebih objek mempengaruhi atau memiliki efek satu sama lain. Ide efek dua arah ini penting dalam konsep interaksi, sebagai lawan dari hubungan satu arah pada sebab akibat. Kombinasi dari interaksi-interaksi sederhana dapat menuntun pada suatu fenomena baru yang mengejutkan. Dalam berbagai bidang ilmu, interaksi memiliki makna yang berbeda.

Interaksi juga bisa diartikan sebagai perhatian timbal balik antara 2 orang atau lebih terhadap satu satu dengan lainnya atau terhadap satu objek atau orang ketiganya. Mitra-mitra dalam interaksi ini memfokuskan perhatianya pada sasaran yang sama (satu sama lainnya atau orang ketiga atau suatu obyek tertentu). Perhatian timbal balik ini seringkali direspon dengan isyarat, ujaran atau tindakan. Gerakan isyarat dan ujaran setelah beberapa lama akan berkembang mejadi suatu dialog percakapan atau pertukaran antara bicara dan mendengarkan. Ini dapat pula digambarkan sebagai inisiatif yang diambil dan reaksi yag diberikan oleh masing-masing orang ini akan berkembang menjadi saling pengertian dan akhirnya ikatan kasih sayang.

(8)

Sedangkan Interaksi sosial dapat diartikan sebagai hubungan-hubungan sosial yang dinamis. Hubungan sosial yang dimaksud dapat berupa hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara kelompok dengan individu. Dalam interaksi juga terdapat simbol, di mana simbol diartikan sebagai sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan kepadanya oleh mereka yang menggunakannya.

Proses Interaksi sosial menurut Herbert Blumer adalah pada saat manusia bertindak terhadap sesuatu atas dasar makna yang dimiliki sesuatu tersebut bagi manusia. Kemudian makna yang dimiliki sesuatu itu berasal dari interaksi antara seseorang dengan sesamanya. Dan terakhir adalah Makna tidak bersifat tetap namun dapat diubah, perubahan terhadap makna dapat terjadi melalui proses penafsiran yang dilakukan orang ketika menjumpai sesuatu. Proses tersebut disebut juga dengan interpretative process.

Interaksi sosial dapat terjadi bila antara dua individu atau kelompok terdapat kontak sosial dan komunikasi. Kontak sosial merupakan tahap pertama dari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadi sumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial. Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana.

(9)

Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensi waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.

Bentuk-bentuk interaksi sosial yang berkaitan dengan proses asosiatif dapat terbagi atas bentuk kerja sama, akomodasi, dan asimilasi. Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai satu atau beberapa tujuan. Akomodasi dapat diartikan sebagai suatu keadaan, di mana terjadi keseimbangan dalam interaksi antara individu-individu atau kelompok-kelompok manusia berkaitan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Usaha-usaha itu dilakukan untuk mencapai suatu kestabilan. Sedangkan asimilasi merupakan suatu proses di mana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan-kepentingan serta tujuan-tujuan kelompok.

Bentuk interaksi yang berkaitan dengan proses disosiatif ini dapat terbagi atas bentuk persaingan, kontravensi, dan pertentangan. Persaingan merupakan suatu proses sosial, di mana individu atau kelompok-kelompok manusia yang bersaing, mencari keuntungan melalui bidang-bidang kehidupan. Bentuk

(10)

kontravensi merupakan bentuk interaksi sosial yang sifatnya berada antara persaingan dan pertentangan. Sedangkan pertentangan merupakan suatu proses sosial di mana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.

Untuk tahapan proses-proses asosiatif dan disosiatif Mark L. Knapp menjelaskan tahapan interaksi sosial untuk mendekatkan dan untuk merenggangkan. Tahapan untuk mendekatkan meliputi tahapan memulai (initiating), menjajaki (experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatu padukan (integrating) dan mempertalikan (bonding). Sedangkan tahapan untuk merenggangkan meliputi membeda-bedakan (differentiating), membatasi (circumscribing), memacetkan (stagnating), menghindari (avoiding), dan memutuskan (terminating).

Pendekatan interaksi lainnya adalah pendekatan dramaturgi menurut Erving Goffman. Melalui pendekatan ini Erving Goffman menggunakan bahasa dan khayalan teater untuk menggambarkan fakta subyektif dan obyektif dari interaksi sosial. Konsep-konsepnya dalam pendekatan ini mencakup tempat berlangsungnya interaksi sosial yang disebut dengan social establishment, tempat mempersiapkan interaksi sosial disebut dengan back region/backstage, tempat penyampaian ekspresi dalam interaksi sosial disebut front region, individu yang melihat interaksi tersebut disebut audience, penampilan dari pihak-pihak yang melakukan interaksi disebut dengan team of performers, dan orang yang tidak melihat interaksi tersebut disebut dengan outsider.

(11)

Erving Goffman juga menyampaikan konsep impression management untuk menunjukkan usaha individu dalam menampilkan kesan tertentu pada orang lain. Konsep expression untuk individu yang membuat pernyataan dalam interaksi. Konsep ini terbagi atas expression given untuk pernyataan yang diberikan dan expression given off untuk pernyataan yang terlepas. Serta konsep impression untuk individu lain yang memperoleh kesan dalam interaksi.

Terdapat empat faktor yang mendasari kelangsungan interaksi sosial, yaitu:

a. Faktor imitasi, masyarakat merupakan pengelompokan manusia di mana tiap individu saling mengimitasi (meniru) dari orang lain dan sebaliknya. Bahkan masyarakat baru menjadi masyarakat yang sebenarnya ketika manusia mulai mengimitasi kegiatan manusia lainnya.

b. Faktor sugesti, pengaruh psikis baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari orang lain, umumnya sugesti diterima tanpa adanya kritik dari individu yang bersangkutan. Sugesti adalah suatu proses di mana individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman tingkah laku orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.

c. Faktor identifikasi merupakan dorongan untuk menjadi identik atau sama dengan orang lain.

d. Faktor simpati, orang memiliki kecenderungan tertarik pada orang lain, sedangkan orang yang memiliki kecenderungan menolak orang lain disebut antipati. Simpati akan menjalin hubungan saling pengertian yang saling

(12)

mendalam dalam interaksi antarindividu, ingin mengerti dan ingin kerja sama dengan orang lain serta saling melengkapi satu sama lain.

2. Interaksi Sosial Anak Autistik

Pada sebagian anak autistik gejala gangguan perkembangan interaksi sosial sudah terlihat sejak lahir. Seorang ibu yang cermat dapat melihat beberapa keganjilan sebelum anaknya mencapai usia satu tahun. Yang sangat menonjol adalah tidak adanya kontak mata dan kurangnya minat untuk berinteraksi dengan orang lain.

Perkembangan interaksi sosial anak autistik berbeda dengan perkembangan interaksi sosial anak normal. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel berikut.

Tabel 2.1

Perkembangan Interaksi Anak Normal dan Anak Autistik

no usia Perkembangan interaksi

Anak normal Anak autistik 1 3 Bln  Berespon terhadap suara baru  Mengikuti benda dengan mata  Tersenyum pada suara ibu

 Tidak ada respon terhadap suara baru  Tidak ada kontak

mata.

 Tidak merespon pada suara

2 3-6 bln  Mengenal ibu  Memalingkan

kepala pada suara

 Kurang menganal ibu

 Tidak ada respon 3 6-9 bln  Berespon jika

dipanggil nama

Tidak meresspon jika dipanggil 4 9-12  Melambaikan tangan  Bermain permainan sederhana  Berhenti ketika dikatakan “tidak”  Tidak dapat melambaikan tangan  Bermain sendiri  Tidak mengerti perintah

(13)

5 12-18 bln  Menunjuk pada benda yang diinginkan  Mengikuti instruksi sederhana  Menggelengkan kepala menyatakan “tidak”  Mengambil benda sendiri.  Tidak mengerti perintah

Gangguan perkembangan interaksi sosial anak autistik semakin terlihat jelas anak telah mencapai usia 3 tahun, ( Budiman, 1998) seperti : seperti menghindar kontak mata, tidak melihat jika dipanggil, menolak untuk dipeluk, lebih suka bermain sendiri, dstnya.

C. Modifikasi Perilaku

Modifikasi perilaku secara umum dapat diartikan sebagai hampir tindakan yang bertujuan mengubah perilaku. Bootzin mendefinisi modifikasi perilaku adalah usaha untuk menerapkan prinsip proses belajar maupu prinsip-prinsip psikoloigis hasil eksperimen lai pada perilaku manusia (Purwanta, 2005: 7). Beberapa kelompok behaviorist memberikan definisi modifikasi perilaku sebagai berikut.

1. Power dan Osborn (1976) memberi batasan modifikasi perilaku sebagai penggunaan usaha sistematis teknik kondisioning pada manusia utuk meghasilkan perubaha frekuensi perilaku sosial tertentu atau tindakan mengontrol lingkungan tersebut.

(14)

2. Eysenk menyatakan bahwa modifakasi perilaku adalah usaha mengubah perilaku dan emosi manusia dengan cara yang menguntungkan berdasarkan hukum teori modern.

3. Wolpe memberi batasan tentang modisikasi perilaku adalah penerapan prinsip-prinsip belajar yang telah teruji secara eksperimental untuk mengubah perilaku yang tidak adaftif, kebiasaan-kebiasaan yang tidak adaptif dilemahkan dan dihilangkan, perilaku adaptif ditimbulkan dan dikukuhkan.

Ketiga definisi diatas terlihat bahwa modifikasi perilaku lebih menekankan pada penerapan teori dan hukum belajar dalam mengubah perilaku. Kelompok behaviorist berpendapat bahwa modifikasi perilaku adalah mengubah perilaku baru bila menerapkan teknik kondisioning secara ketat, yaitu tanggapan (respons), konsekuensi (akibat), dan stimulus (perangsang) didefiisika secara objektif dan dicatat secara cermat.

Menurut Soekadji, ada dua dasar pemikiran modifikasi perilaku, yaitu sebagai hasil belajar dan pendekatan simtomatis. Perilaku hasil proses belajar menyatakan bahwa sebagian besar perilaku tak adaptif atau simtom-simtom kelainan sampai tingkat tertentu diperoleh sebagai hasil proses belajar. Perilaku seseorang berasal dari dasar (pembawaan) dan ajar (diperoleh dari lingkungan). Perilaku perilaku tak adaptif dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip proses belajar. Cara-cara pengubahan disesuaikan dengan perilaku sasaran dan dengan situasi dan kondisi, serta interaksi klien dengan lingkungan.

Pendekatan simtomatis mengubah perilaku dengan cara menghilangkan simtom. Namun pendekatan ini mendapat kritikan, terutama dari kelompok.

(15)

Menurut kelompok psikoanallisis bahwa menghilangkan simtom tanpa menghilangkan masalah yang mendasari perilaku akan menimbulkan simtom pengganti (subsitusi).

Modifikasi perilaku secara garis besar bersumber pada dua pokok, yaitu yang berorientasi pada operant-conditioning yang dipelopri oleh skinner sehingga sering disebut juga sebagai Skinnerian. dan yang berorientasi pada respondet-conditioning yang dipelopori oleh pavlov, hullian dan wolpe sehingga sering disebut Pavlovian atau Pavlovian-Hullian-Wolpean.

Respondent-conditioning memandang bahwa perilaku ditimbulkan oleh stimuli sebelum-sebelumnya yang cukup jauh terpisah dari konsekuensi dari perilaku. Prinsip respondent-conditioning berdasarkan fakta bahwa suatu stimuli tertentu secara otomatis menyebabkan respon tertentu, terlepas dari pengalaman yang dipelajari atau dikondisikan sebelumnya.

Operant-conditioing memandang bahwa perilaku sangat dipengaruhi oleh konsekuensinya. Konsekuensi yang menyebabkan suatu perilaku meningkat disebut reinforcers. Perilaku yang terjadi pada lingkungan yang menghasilkan konsekuensi, dan pada gilirannya dikontrol oleh konsekuensi-konsekuensi tersebut. Yang yang lebih penting dari prinsip operant-conditioning adalah perilaku yang mendapat imbalan akan meningkat, sedangkan yang tidak mendapat imbalan akan menurun. Operant-conditioning merupakan dasar dari Aplied Behavior Analysis (ABA), yang kemudian diterapkan oleh Ivaar Lovaar dalam tatalaksana perilaku untuk anak-anak autistik

(16)

1. Motede Lovaas atau Aplied Behavior Analysis (ABA)

Ivaar Lovaas merupakan orang yang pertama kali menerapkan Aplied Behavior Analysis (ABA) pada anak-anak autistik, dan yang pertama kali menerbitkan publikasi monumentalnya pada tahun 1960-an yang menandaiya penggunaan modifikasi untuk penyandang autisme (Sukirno, 2000: 37), sehingga banyak orang yang telah menggunakan istilah ”Lovaas Therapy” atau ”Lovaas Method” untuk ”Intensive Behavior Treatment” (IBI).

Ivaar Lovaas telah mengembangkan tatalaksana perilaku untuk anak-anak autistik. Menggunakan teknik-teknik perubahan perilaku, Lovaas memfokuskan pada strategi untuk mengajar perilaku sosial, menghilangkan perilaku stimuli-diri, dan mengembangkan kemampuan bahasa (Sukirno, 2000: 45). Dasar pemikiran tatalaksana perilaku, yaitu perilaku yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan bisa dikontrol atau dibentuk dengan system reward dan punishment. Pemberian reward akan meningkatkan frekuensi munculnya perilaku yang diinginkan, sedangkan punishment akan menurunkan frekuensi munculnya perilaku yang tidak diinginkan (Nakita,2002).

Prinsip dasar metode ABA adalah semua tingkah laku dipelajari. Baik yang sederhana, seperti kontak mata atau duduk, sampai yang kompleks, misalnya interaksi sosial dan kemampuan memahami sudut pandang orang lain. Tingkah laku kompleks ini dapat dipelajari dengan memecah menjadi komponen-komponen atau kemampuan-kemampuan persyarat yang lebih sederhana, yang kemudian diajarkan ke anak. Untuk membantu anak belajar, harus diketahui hal apa saja yang dapat meningkatkan kemungkinan anak untuk menunjukkan respon

(17)

seperti yang diinginkan yang dikenal dengan sebutan reinforcer (penguat). Reinforce positif akan meningkatkan kemungkinan munculnya tingkah laku yang diinginkan (desirable behavioral).

Sebaliknya, reinforcer negatif meningkatkan kemungkinan tidak munculnya tingkah laku yang tidak diinginkan (undesirable behavioral). Reinforcer positif berupa akses ke barang atau hal-hal yang disukai anak, sedangakan reinforcer negatif adalah penghilangan hal-hal yang menyenangkan dari diri anak (Lovass dkk, 1987 ; Nakita, 2001).

2. Metode Pengajaran Lovaas

Metode pengajaran yang digunakan adalah DDT (Discrete Trial Training) yaitu metode yang berstruktur menuruti pola tertentu dan bisa ditentukan awal dan akhirnya. DDT terdiri dari instruktur, prompt, respon, konsekuensi dan interval waktu antara instruksi yang satu dengan instruksi yang lain.

Instruksi : Harus diberikan setelah anak memberi perhatian. Latihan dasar adalah latihan kontak mata. Instruksi pada awalnya harus diberikan tepat sama, baik kata-kata maupun intonasi, agar anak mudah mengerti. Instruksi yang baik adalah yang jelas pengucapannya, sedikit kata dan dalam nada netral atau datar.

Prompt : Dimaksudkan agar anak dapat mengetahui respon yang diharapkan darinya.

Konsekuen : Yang dimaksud konsekuen adalah apa yang diterima anak setelah berespon. Kalau respon anak tepat, maka anak akan mendapat

(18)

reinforcer yang akan meningkatkan kemungkinan bagi anak untuk berespon yang sama di kemudian hari.

Interval : Setelah anak berespon dan mendapat konsekuensi, interval diberikan sekitar 3-5 menit antara konsekuensi dan instruksi selanjutnya. Gunanya sebagai pemberitahuan pada anak bahwa instruksi yang terdahulu telah selesai dan menyiapkan anak untuk instruksi berikutnya. Bila tidak ada interval waktu, anak bisa saja mencampuradukkan instruksi berikut dengan instruksi sebelumnya Berbagai kemampuan yang diajarkan melalui program ABA dapat dibedakan menjadi enam kemampuan dasar, yaitu : Kemampuan memperhatikan (Attending Skill). Pada program ini terdapat dua prosedur. Pertama melatih anak untuk bisa memfokuskan pandangan mata pada orang yang ada di depannya atau disebut dengan kontak mata. Yang kedua melatih anak untuk memperhatikan keadaan atau objek yang ada di sekelilingnya. (Lovass dkk,1996). Kemampuan menirukan (Imitation Skill) Pada kemampuan imitasi anak diajarkan untuk meniru gerakan motorik kasar dan halus. Selanjutnya, urutan gerakan, meniru gambar sederhana atau meniru tindakan yang disertai bunyi-bunyian (Lovass dkk,1996; Hardiono & Nakita, 2002). Bahasa reseptif melatih anak agar mempunyai kemampuan mengenal dan bereaksi terhadap seseorang, terhadap kejadian lingkungan sekitarnya, mengerti maksud mimik dan nada suara dan akhirnya mengerti kata-kata (Hardiono, 2002).

(19)

3. Teknik Tatalaksana Perilaku Pada Anak Autistik

Adapun teknik tatalaksana perilaku pada anak autistik secara umum adalah sebagai berikut:

a. Stimulus

Terapis memberikan stimulus berupa intruksi yang singkat-jelas-konsisten, dan hanya diberikan sekali (jangan diulang-ulang misalnya ”lihat, lihat, lihat, ayo lihat’).

Singkat yaitu sedapat mungkin instruksi hanya terdiri dari satu kata saja, misalnya ”tiru”, ”lihat”, ”buka”, ”masukan”, dan sebagainya. Jadi hanya ucapkan kata kuncinya saja mengenai apa yang akan sedang terapis/pengajar ajarkan/instruksikan.

Jelas yaitu perintah sesuai dengan apa yang ingin ajarkan, dan satu saat hanya mengajarkan satu aktivitas.

Konsisten yaitu kata-kata yang digunakan oleh para terapis maupun pengajar atau orangtua di rumah untuk satu instruksi pada ahap awal adalah harus persis sama, jangan ada yang memberi perintah berbeda contohnya, ”lihat”, jangan ada yang memberi perintah ”liatin” atau ”pandangi”.

b. Respons

Dalam merespon terhadap instruksi terapis atau pengajar, anak mungkin merespons pada satu dari tiga cara : benar, setengah benar, salah atau tidak merespons sama sekali. Jika anak tidak/salah berespons, berikan umpan balik lisan ringan ”Tidak”, kemudian berikan istruksi sekali lagi.

(20)

c. Prompt (bantuan).

Beberapa anak memerlukan tambahan bantuan untuk melakukan keterampilan atau perilaku yang diingikan. Bantuan ini bisa berupa arahan, model atau contoh. Misalnya, terapis/pengajar sedang mengajar imitasi (meniru) gerakan tepuk agan, maka instruksinya adalah ”tiru” bersamaan dengan memberikan model atau contoh tepuk tangan.

d. Imbalan

Terapis harus memiliki pengetahuan cukup dari suau perilaku dengan imbalan. Imbalan ini bisa berupa hadiah (reinforcer) untuk meningkatkan perilaku anak, dan berupa hukuman (punihsment) untuk mengurangi perilaku anak. Terapis memberikan imbalan pada anak setelah anak merespon suatu intruksi yang diberikan.

e. Selang-waktu Uji-coba

Selang-waktu Uji-coba adalah waktu antara imbalan untuk satu uji coba, dan mulainya suatu instruksi untuk uji coba selanjutnya. Secara umum, selang-waktu uji-coba berkisar antara 3-5 detik. Ini membantu anak mengetahu bahwa anda telah megakhiri satu uji-coba dan sekarang anda akan memberikan yang baru lagi. Selama tenggang waktu antar uji-coba, dapat digunakan untuk mencatat respos anak terhadap uji-coba terakhir pada lembar penilaian dan persiapkan instruksi dan bahan yang diperlukan untuk tugas berikutnya.

Untuk mengubah perilaku atau memperbaiki perilaku anak autistik yang paling adalah melatih kemampuan interaksi sosial, karena interaksi sosial

(21)

membaik akan diikuti oleh komunikasi dan perilaku secara otomatis membaik pula. Sebagaimana yang dikemukan oleh Hardiono (2004) bahwa,

”yang paling penting diperbaiki lebih dahulu adalah interaksi sosial. Bila interaksi membaik, seringkali gangguan komunikasi dan perilaku akan membaik secara otomatis. Banyak orang tua yang mengharapkan anaknya segera bicara. Tanpa interaksi yang baik, bicara yang keluar seringkali berupa ekolalia, mengulang sesuatu yang didengarnya. Komunikasi juga tidak selalu identik dengan bicara. Bisa berkomunikasi non verbal jauh lebih baik dibandingkan bicara yang tidak dapat dimengerti artinya”

Gangguan interaksi sosial anak autistik mencakup beberapa aspek, tapi yang perlu diperbaiki terlebih dahulu adalah kontak dan mengikuti respon perintah. Karena kontak mata dan mengikuti respon perintah sebagai dasar dalam proses belajar, serta dasar mengembangkan dan meningkatkan kemampuan yang lainnya.

a. Melatih Kontak Mata

Menimbulkan atau meningkatkan kontak mata anak autistik dapat dilakukan dengan 3 cara, yaitu:

1) Bangkitkan kontak mata anak dengan memberikan perintah ”Lihat” bersamaan dengan menempatkan benda-benda/makanan yang disukai oleh anak setinggi mata pengajar/terapis. Bila anak belum memandang terapis/pengajar, perlu bantuan dengan memegang dagunya secara ringan atau kuat bila perlu menolehkan kepalanya. Pada awal-awal latihan, begitu anak memandang walaupun sekilas, segera berikan benda yang dipegang tersebut. Tetapi pemberiannya ke arah mata anak sehingga diharapkan kontak mata dapat berlangsung terus menerus selama pemberian.

(22)

Hal yang perlu diperhatikan adalah yakikan bahwa anak memandang mata terapis bukan pada benda yang dipegang. Peningkatan kontak mata dengan prosedur ini dilakukan dengan cara :

a) Terapis memberikan benda/makanan kepada anak dengan gerakan lambat (slow motion) dan pada pemberian berikutnya semakin diperlambat lagi. b) Benda untuk beberapa saat tetap ditahan dekat mata terapis/pengajar. Hal yang perlu diperhatikan pada kedua cara ini adalah perhatikan dengan cermat kontak mata anak. Sehingga sesaat sebelum konrtak mata terputus, benda yang dipegang terapis/pengajar segera dengan cepat diberikan kearah mata anak. Kontak mata dinyatakan baik sekali bila dapat dipertahankan selama 5 detik (Sukirno, 2000: 53).

2) Duduk di bangku berhadapan dan sama tinggi dengan anak, kemudian:

a) Kedua sisi kepala/pipi anak dipegang dengan tangan terapis/pengajar secara erat (kepala terfiksasi). Terapis memberi intruksi ”Lihat”, begitu anak melihat sekilas ke mata terapis/pengajar, pegangan segera dilepaskan. Dan terapis memberikan reinforcer berupa hadiah, senyuman atau pujian.

b) Dengan kepala anak di terfiksasi (tetap pada posisinya), wajah erapis/pengajar bergerak kesana kemari sesuai dega arah pandang anak (sambil megatakan ”Lihat”) sehingga menghalangi pandangan mata anak dengan tujuan terjadi kontak mata secara terus-menerus antara anak dengan terapis. Sepanjang saat itu, menghadiahi anak dengan wajahnya yang tersenyum manis.

c) Ucapkan intruksi ”Lihat” setiap 5-10 detik. Beri hadiah (makanan, minuman, pujian) sebagai reinforcer, bila anak memandang terapis selama 1 detik, dan

(23)

memandang dalam 2 detik setelah intruksi diberikan. Jika anak tidak memandang ke terapis/pengajar dalam tempo 2 detik setelah diberi instruksi, terapis/pengajar menoleh kearah lain sekitar 5 detik dan kemudian ulangi instruksi, dengan memberi pancingan beda-benda seperti cara ke 1) di atas. 3) Cara ini mirip dengan cara pada 2b di atas, bedanya dilakukan tanpa fiksasi

kepala. Dikerjakan saat anak duduk maupun berbaringan. Pandangan dihalangi dengan wajah terapis agar terjadi kontak mata, sambil mengatakan ”Lihat’.

b. Melatih Mengikuti Perintah Sederhana

Untuk meningkatkan kemampuan anak untuk mengikuti perintah sederhana dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1) Duduk di kursi berhadapan dengan anak dan persiapkan perhatian anak. 2) Lakukan perintah.

3) Prompt (bantuan) anak untuk melakukan respon perintah dan beri reinforcer

(hadiah/pujian).

4) Kurangi prompt (bantuan) sepanjang percobaan-percobaan berikutnya.

5) Secara bertahap hanya berikan reinforcer terhadap respons dengan tingkat prompt paling ringan.

6) Akhirnya, berikan reinforcer terhadap respons yang benar saja dan tanpa prompt.

Referensi

Dokumen terkait

Telah ditemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara stres infertilitas dengan kesepian pada wanita infertil di Bali yang menunjukkan bahwa semakin

Perlu adanya sistem Auto Maching untuk mengetahui tingkat kemiripan dalam proposal salah satu metode kemiripan dokumen yang banyak digunakan adalah Jaccard

Dengan adanya design center ini akan timbul furnitur dengan banyak style yang lebih didominasi dengan desain yang kontemporer , Yogyakarta yang sangat lekat dengan

Bank Kustodian akan menerbitkan dan mengirimkan Surat Konfirmasi Transaksi Unit Penyertaan yang menyatakan jumlah Unit Penyertaan yang dibeli dan dimiliki serta

Menurut Victorius (2008), perairan pantai Pasir Putih Situbondo yang mempunyai kondisi substratnya banyak ditemukan sand merupakan lokasi yang cukup baik untuk

Nearest Neighbor adalah pendekatan untuk mencari kasus dengan menghitung kedekatan antara kasus baru dengan kasus lama, yaitu berdasarkan pada pencocokan bobot dari

Penelitian ini dilakukan dengan melakukan survai di Pelabuhan Penyeberangan Lembar untuk mendapatkan data waktu menaikkan dan menurunkan kendaraan roda empat (bongkar muat)

Langkah pengembangan pembelajaran menurut Dick and Carey sebagai berikut. 1) Melakukan analisis kebutuhan untuk mengidentifikasi tujuan. Tahap ini dilakukan pengumpulan data