• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Transkultural Nursing bermanfaat untuk membekalkan perawat agar. mampu memberikan minat terhadap perbedaan kultur dan membuat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Transkultural Nursing bermanfaat untuk membekalkan perawat agar. mampu memberikan minat terhadap perbedaan kultur dan membuat"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Budaya

Transkultural Nursing bermanfaat untuk membekalkan perawat agar mampu memberikan minat terhadap perbedaan kultur dan membuat perbedaan tersebut sebagai potensi dan kekuatan pasien dalam mencapai derajat kesehatannya.

Budaya atau kebudayaan menurut Taylor(1871) dalam karyanya yang berjudul Primitive Culture, adalah keseluruhan pengetahuan, kesenian, hukum, adat istiadat, kepercayaan dan setiap kemampuan dan kebiasaan yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anggota suatu masyarakat. Selain mengetahui pengertian kebudayaan, juga harus mengetahui unsure-unsur kebudayaan manusia yaitu identitas sosial, peranan relasi, sejarah kebudayaan, budaya material, etnosentrisme, perilaku nonverbal, kesenian, konsep tentang waktu, pola pikir dan aturan-aturan budaya.

2.1.2 Komunikasi

Komunikasi secara luas merupakan proses manusiawi yang didalamnya adalah hubungan interpersonal. Komunikasi juga mempunyai pengetian yang luas dan lebih dari wawancara biasa. Tindakan-tindakan

(2)

kecil pun bisa mengungkapkan pesan tertentu yang merupakan bentuk komunikasi (Swanburg, 2003).

Siapa yang mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa, dengan efek apa, merupakan cara terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah untuk menjawab siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa (Laswell 1948). Para pakar komunikasi menganggap model komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Laswell adalah salah satu teori komunikasi yang sudah lama dalam perkembangan teori komunikasi.

Komunikasi merupakan sarana untuk membina hubungan teraupetik dalam bidang keperawatan. Komunikasi juga merupakan sarana untuk membantu orang lain dalam mencapai tingkat kesuksesan dalam tindakan keperawatan (Fortinash & Holoday-Worret, 2000). Masalah kesehatan dan masalah penyakit, tidak semata-mata bersumber dari kelalaian individu, kelalaian keluarga, kelalaian kelompok atau komunitas. Penyakit yang diderita masyarakat pada umumnya dikarenakan karena ketidaktahuan serta kesalahpahaman tentang berbagai informasi kesehatan yang mereka terima.

Komunikasi antar manusia didalamnya terdapat komunikasi kesehatan yang memiliki fokus kepada bagaimana cara berpikir seseorang dalam menghadapi permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan serta upaya untuk menjaga kesehatannya (Notoamodjo, 2005). Terjadinya

(3)

komunikasi yang secara spesifik memiliki hubungan dengan permasalahan kesehatan dan faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi komunikasi tersebut adalah merupakan fokus utama dalam komuniaksi kesehatan. Fokus utama dalam komunikasi kesehatan yaitu komunikasi yang berlangsung diantara tenaga kesehatan dengan pasien, maupun antara pasien dan keluarganya.

Komunikasi kesehatan merupakan usaha untuk mempengaruhi perilaku kesehatan individu dan komunitas masyarakat dengan baik, yang menggunakan berbagai metode komunikasi yaitu secara komunikasi massa maupun interpersonal. Diketahui bahwa komunikasi kesehatan merupakan studi yang mempelajari strategi atau cara untuk menyebarkan informasi kesehatan yang dipercaya bisa mempengaruhi individu serta komunitas supaya mampu untuk mengambil keputusan yang tepat terkait pengelolaan kesehatan (Liliweri, 2008).

Informasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara interpersonal terutama komunikasi perawat baik dengan keluarga pasien maupun dengan pasien merupakan jenis komunikasi yang paling sering digunakan dirumah sakit saat melakukan tindakan keperawatan. Komunikasi yang lebih akurat dan tepat, serta juga merupakan komunikasi yang terjadi dalam rangka memecahkan masalah klien merupakan komunikasi interpersonal (Mundakir, 2006).

(4)

2.1.3 Komunikasi Lintas Budaya

Indonesia dikenal dengan Negara yang memiliki 6 pulau terbesar dengan 35 provinsi didalamnya. Bukan hanya provinsinya saja yang begitu banyak, akan tetapi beragam kebudayaan dan bahasa juga ditemukan didalamnya. Indonesia kaya akan ragam bahasa. Ditemukan jumlah bahasa terus bertambah seiring dengan penelitiaan yang terus dilakukan. Indonesia memiliki sedikitnya 442 bahasa yang dikemukakan pada saat Kongres Bahasa ke-9 pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2012 dilakukan penelitian selanjutnya dengan menggunakan sampel 70 lokasi di wilayah Papua dan Maluku. Dari hasil penelitian tersebut ditemukan penambahan yang signifikan yaitu jumlah bahasa dan sub-bahasa di seluruh Indonesia mencapai 546 bahasa (Frank.H. Jurnal Indonesia Kaya. 2015).

Liliweri (2003) mengatakan bahwa sebagai bagian dari tuntutan globalisasi yang semakin tidak terkendali seperti saat ini, sehingga membuat kita melakukan sebuah interaksi lintas kelompok, lintas budaya, serta lintas sektoral. Bukan hanya hal tersebut akan tetapi banyak perubahan yang semakin deras dan menjadi bukti nyata bahwa semua orang harus mengerti karakter komunikasi antar budaya secara mendalam.

Saat sekelompok orang dengan latar belakang budaya yang berbeda melakukan interaksi maka terjadilah komunikasi antar budaya. Hal ini sangat jarang berjalan dengan lancar, karena kebanyakan situasi mereka yang melakukan interaksi antar budaya tidak menggunakan bahasa yang

(5)

sama, namun bahasa tetap bisa dipelajari. Terjadi masalah komunikasi yang lebih besar dalam area baik nonverbal maupun verbal. Pada komunikasi nonverbal sangatlah rumit, dan kebanyakan merupakan proses yang spontan. Kebanyakan orang sering tidak sadar akan sebagian besar perilaku nonverbal mereka, yang dilakukan tanpa berpikir dan spontan serta tidak sadar (Samovar & Porter, 1994). Sebagian besar kita sering tidak menyadari akan sikap dan tindakan kita sendiri, sehingga sulit untuk menguasai perilaku verbal maupun nonverbal dalam budaya lain. Sering kita merasa terganggu dalam budaya orang lain, dikarenakan kita sering merasa bahwa ada yang salah dengan kebudayaan tersebut. Pada perilaku nonverlab jarang untuk menjadi sesuatu yang disadari, sehingga kita sulit untuk mengetahui pasti mengapa kita sering merasa tidak nyaman.

Komunikasi antar budaya menjadi sangat penting dikarenakan interaksi sosial dalam kehidupan keseharian kita adalah sesuatu yang tidak dapat ditolak. Saat melakukan percakapan, antara dua orang biasanya 35% percakapan yaitu komunikasi verbal sedangkan 65% lainnya merupakan komunikasi nonverbal (Birdehistell, 1969).

Akan tetapi studi sistematis tentang komunikasi nonverbal telah lama diabaikan. Hal ini dikarenakan adanya semacam praduga tidak beralasan tentang bidang tersebut. Contohnya kebanyakan program bahasa asing seringkali mengabaikan perilaku komunikasi nonverbal. Akan tetapi pada kenyataan yang ada hanya sedikit saja komunikasi nonverbal memiliki

(6)

makna yang universal seperti menangis, tersenyum, tertawa dan tanda marah. Oleh sebab itu orang sering beranggapan sendiri bahwa bila mereka berada dalam suatu kebudayaan yang berbeda dari mereka dan mereka juga tidak mengerti bahasa yang digunakan, mereka berpikir bisa tertolong dengan cukup mengetahui gerakan-gerakan manual. Akan tetapi karena setiap manusia memiliki perbedaan pengalaman hidup dalam kebudayaan yang berbeda, orang tersebut akan menyatakan secara berbeda pula simbol-simbol dan tanda-tanda yang sama(Bennet 1998).

Studi tentang komunikasi dan kebudayaan juga berfokus pada pola-pola tindakaan, bagaiamana makna dan pola-pola-pola-pola tersebut diartikan kedalam masyarakat, bagaiamana menjaga makna, kelompok politik, proses pendidikan, dan juga lingkungan teknologi yang melibatkan manusia untuk berinteraksi (Liliweri, 2004).

Rahardjo (2005) mengatakan, tidak seperti studi-studi komunikasi lain, dikarenakan tingkat perbedaan yang relatif tinggi pada latar belakang pihak-pihak yang berkomunikasi karena adanya perbedaan cultural maka komunikasi antar budaya merupakan hal yang penting sehingga hal tersebut menjadi perbedaan dengan kajian ilmu yang lainnya. Selanjutnya pendapat Kim yang dikemukakan dalam Rahardjo ialah asumsi yang mendasari komuniksi antar budaya antaralain dikarenakan setiap individu yang memiliki budaya yang sama biasanya berbagi kesamaan-kesamaan

(7)

dalam keseluruhan latar belakang pengalaman mereka daripada orang-orang yang berasal dari budaya yang berbeda.

Martin & Thomas (2007) dalam bukunya Intercultural Communication in Context memiliki 2 komponen kompetensi yaitu komponen individu yang terdiri dari: motivasi, sikap, perilaku dan pengetahuan, serta kemampuan. Termasuk komponen kontekstual antaralain melihat konteks-konteks yang dapat mempengaruhi komunikasi antar budaya sebagai contoh, konteks historis, konteks hubungan, konteks budaya maupun konteks lainnya seperti gender, ras, dan sebagainya (Martin & Thomas, 2007).

Pengetahuan perawat tentang keperawatan transkultural merupakan acuan dasar tehadap terlaksana implementasi pelayanan keperawatan dan terkait erat dengan dimensi teori dasar keperawatan (Potter & Perry 1993). Keberhasilan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat bergantung pada kemampuannya mencerna berbagai ilmu dan mengaplikasikannya ke dalam bentuk asuhan keperawatan yang sesuai latar belakang budaya pasien (Rew & Boyle, 1995).

Terlaksananya asuhan keperawatan transkultural ditentukan oleh pengetahuan perawat tentang teori transkultural, karena pemahaman yang dimiliki tersebut akan mengklarifikasi fenomena, mengarahkan dan menjawab fenomena yang dijumpai pada diri pasien dan keluarganya ketika memberikan asuhan keperawatan (Farldan & Leininger 2002).

(8)

2.1.4 Cultural Adaptation

Manusia sejak kecil diajarkan mengenai seluk beluk kelompoknya, juga diajarkan untuk membedakan kelompoknya dengan kelompok yang lain. Tujuannya sendiri yaitu untuk mengetahui bahwa dirinya sebagai bagian dari satu kelompok yang disebut ingroup dan membedakan dengan outgroup.

Masa adaptasi budaya merupakan sebuah alkulturasi budaya. Memahami aulkulturasi adalah untuk menemukan hubungan interpersonal, efek dari kontak budaya, dan bagaimana proses penyesuaian diri seseorang terhadap budaya baru. Adaptasi budaya yang dialami oleh sebagian besar manusia seringkali dalam bentuk gegar budaya. Penekanan pada terjadinya gegar budaya lebih bermakna negatif. Meskipun dikatakan bahwa proses tersebut merupakan fase awal ketika seseorang melakukan adaptasi dengan budaya lain. Bermakna negatif karena gegar budaya dipahami sebagai bentuk ketidaksiapan seseorang memasuki budaya baru.

Padahal ketika seseorang memiliki kesadaran dan keinginan memasuki budaya baru, berarti sudah melakukan persiapan yang matang dan membekali dirinya dengan informasi-informasi yang mungkin akan diperlukan. Akan menjadi hal berbeda ketika seseorang memasuki suatu budaya baru dengan keterpaksaan, maka akan menimbulkan penolakan dan rasa curiga terhadapkebiasaan, pola pikir dari budaya baru tersebut. Sehingga menimbulkan kecemasan komunikasi yang mungkin akan muncul

(9)

diawal-awal proses adaptasi saat memasuki budaya baru adalah hal yang wajar (Kim 1995).

2.1.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian ini dilakukan oleh Jirwa, Gerrish, Emami dengan judul penelitian student nurses experiences of communication in cross-cultural care encounters. Tujuan dari penelitian ini adalah mengeksplorasi pengalaman mahasiswa keperawatan dalam komunikasi keperawatan lintas budaya. Dengan menggunakan metode penelitian wawancara semi terstruktur yang dilakukan dengan sebuah sampel purposive dari 10 mahasiswa tingkat akhir dari salah satu universitas di Swedia. 5 peserta dari negara Swedia dan 5 lainnya berlatar belakang imigran. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah empat hal yang diidentifikasikan dari konseptualisasi pertemuan mahasiswa keperawatan dalam komunikasi keperawatan lintas budaya adalah mahasiswa kesulitan dalam berkomunikasi, strategi komunikasi dan faktor yang mempengaruhi komunikasi.

Hoye & Severrinson dengan judul penelitian professional and cultural conflicts for intensive care nurses. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konflik yang dapat timbul dalam pengaturan perawatan kritis akibat berbeda nilai-nilai budaya dan professional. Metode yang digunakan adalah wawancara. Enam belas perawat perawatan kritis mengambil bagian dalam wawancara kelompok fokus multistage, yang dilakukan dari oktober

(10)

2005-juni 2006. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah perawat perlu bernegoisasi dengan anggota keluarga yang berbeda budaya, mengenai permasalahan cara bicara. Dalam pertemuan mereka dengan keluarga, mereka harus mampu membangun atau menyeimbangkan antara etnosentrisme dan kepekaan budaya, yang implikasinya untuk praktek adalah guna meningkatkan kompetensi perawat dalam penilaian keanekaragaman.

Penelitian yang dilakukan oleh Matteliano dan Street (2011) dengan judul penelitian Nurse practitioners’ contributions to cultural competence in primary care settings dalah dengan melakukan wawancara dan observasi di tiga pusat kesehatan primer terletak di lingkungan dalam kota di kota mid-size Amerika Serikat timur laut. Menyatakan berbagai perspektif umum profesional kesehatan yang dilaporkan pada kompetensi budaya adalah komunitas khas dari pasien, termasuk motivasi altruistik, promosi, dan mengatasi akar penyebab sementara memperlakukan pasien yang berbeda. Apa yang membuat Nurse Provider membedakan antara pekerja di bidang kesehatan dalam penelitian ini adalah kejelasan kompetensi budaya yang mereka gunakan untuk mendekati pasien maupun dalam tim kesehatan untuk menciptakan kemitraan peka budaya dengan pasien, yang didorong dengan bantuan mandiri agar praktek yang diberikan dapat memuaskan pasien. Mereka juga mengembangkan celah di multidisiplin tim yang menekankan pendekatan holistik untuk membangun kepercayaan dan untuk

(11)

melampaui batas-batas budaya, baik dengan profesional kesehatan lainnya dan kepada pasien.

Developing cultural sensitivity: nursing students’ experiences of a study abroad programme merupakan penelitian yang dilakukan oleh Ruddock & Turner.Tujuan penelitian ini adalah untuk menyelidiki apakah kehadiran pengalaman belajar internasional dan mendorong bagian dari program pendidikan keperawatan, budaya. Metode yang digunakan adalah pendekatan fenomenologis hermeneutik Gadamerian diadopsi. Data dikumpulkan pada tahun 2004 dengan menggunakan wawancara mendalam percakapan dan dianalisis menggunakan metode Turner. Hasil yang diperoleh adalah mengembangkan sensitivitas budaya merupakan interaksi yang rumit antara merasa nyaman yang tumbuh pribadi dengan pengalaman membuat transisi dari satu budaya yang lain, membuat penyesuaian untuk perbedaan budaya. Pusat untuk proses ini adalah pengalaman siswa belajar dalam lingkungan yang tidak diketahui, pengalaman stres dan variasi derajat kejutan budaya, dan mengambil keputusan tentang menerima budaya. Hal ini menyebabkan wawasan semua yang sensitif terhadap budaya yang berbeda diperlukan untuk terbuka dengan dinamika. Kenali struktur sosial dan politik dan integrasi orang lain keyakinan tentang kesehatan dan penyakit.

Cultural Adaptation of a Survey to Assess MedicalProviders’ Knowledge of and Attitudes towards HIV/ AIDS in Albania penelitianini

(12)

dilakukan oleh Morrison, Rashidi, Banushi, Barbhaiya, Gashi, Sarnquist, Maldonado, dan Harxhi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adaptasi kultural untuk menilai pengetahuan dan sikap pemasok alat medis terhadap HIV / AIDS di Albania. Metode yang digunakan adalah menggunakan pendekatan multi-faceted dengan menjelajahi dokter praktek, terhadap informed consent dari pasien dan pribadi / pihak ketiga yang di diskriminasi pasien dengan HIV/AIDS. Hasil yang diperoleh adalah Survei ini memiliki tiga bagian utama, 1) demografi, 2) pengetahuan tentang HIV / AIDS, dan 3) sikap / diskriminasi terhadap HIV / AIDS.

Cultural Competency Among Nurses with Undergraduate and Graduate Degrees: Implications for Nursing Education merupakan penelitian yang dilakukan oleh Mareno and Hart. Tujuan penelitian ini untuk membandingkan tingkat kesadaran budaya, pengetahuan, keterampilan, dan kenyamanan perawat sarjana dengan pascasarjana dan cara ketika menghadapi pasien dari populasi yang beragam. Metode yang digunakan adalah prospektif, cross-sectional, desain penelitian deskriptif. Dua ribu survei dikirim ke perawat dalam negara tenggara; 365 perawat berpartisipasi. Hasil yang diperoleh perawat dengan gelar sarjana mencetak skor lebih rendah dari perawat gelar pasca sarjana dalam pengetahuan budaya. Skor pada budaya kesadaran, keterampilan dan kenyamanan dengan pertemuan pasien yang sama dan tidak berbeda antara kelompok. Kedua kelompok perawat melaporkan sedikit pelatihan keragaman budaya di tempat kerja.

(13)

2.1.6 Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya

Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dimulai dari daerah yang berbeda yaitu penelitian ini dilakukan di Kota Ambon yang merupakan Ibu Kota dari Provinsi Maluku, yang seperti diketahui bahwa Maluku dikenal dengan masyarakat yang bertempramen keras. Penelitian ini juga merupakan penelitian dengan topic yang berbeda yaitu untuk menggambarkan bagaimana komunikasi lintas budaya perawat yang terjadi di sebuah Rumah sakit di Kota Ambon dengan jumlah responden yaitu 3 orang perawat lintas budaya yang bukan berasal dari daerah Maluku.

2.1.7 Kerangka Konseptual

Perawat yang bukan berasal dari Maluku

2.1.7.1. Gambar Kerangka Konseptual Keterangan:

: Yang Diteliti

-Gambaran komunikasi lintas budaya yang terjadi di rumah sakit.

-Strategi perawat untuk mengatasi komunikasi lintas budaya dalam praktek keperawatan. Bentuk-bentuk komunikasi : -Komunikasi Verbal -Komunikasi nonverbal Hambatan komunikasi lintas budaya. Proses adaptasi

Strategi perawat dalam menghadap hambatan komunikasi lintas budaya

Referensi

Dokumen terkait

Hubungannya dengan pemanasan global adalah semakin banyak tumbuhan atau tanaman yang bisa dihasilkan melalui rekayasa genetika ini adalah tumbuhan yang memiliki ketahanan

dengan jarak 10 mm, margin kiri 20 mm. Biodata ditulis dengan format Left Alignment. Isi biodata terdiri dari Nama lengkap, Nama Panggilan, Tempat Tanggal

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Sekretaris Daerah tentang Pembentukan Tim Pendamping Program Pinjaman

Air yang masuk ke dalam tanah ini kemudian menjadi air cadangan (sumber air). Air cadangan akan selalu ada apabila daerah peresapan air selalu tersedia. Daerah resapan air terdapat

Latar Belakang Pendidikan Kepala Daerah, Ukuran DPRD, dan Komposisi DPRD berpengaruh terhadap Ketepatan Waktu dalam menetapkan APBD, namun Size Pemerintah Daerah dan

Program kerja dan kegiatan Inspektorat Daerah Kabupaten Pesisir Selatan yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, untuk menjaga

(1)Komite audit independent dengan keahlian keuangan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap manajemen laba (2)Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap

Populasi adalah keseluruhan dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai peristiwa, sikap hidup, dan