• Tidak ada hasil yang ditemukan

Seminar hasil penelitian SAPPK ITB 4 Desember Memahami kemiskinan perkotaan dan perumahannya di Bandung dan Subang: Morfologi rumah kampung kota

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Seminar hasil penelitian SAPPK ITB 4 Desember Memahami kemiskinan perkotaan dan perumahannya di Bandung dan Subang: Morfologi rumah kampung kota"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

Memahami kemiskinan perkotaan dan

perumahannya di Bandung dan Subang:

Morfologi rumah kampung kota

Program Hibah Kompetitif

Penelitian Sesuai Prioritas Nasional Batch II - 2009

Tim peneliti:

Wiwik D Pratiwi Fashridjal M. Noor Sidin Budi Faisal M. Donny Koerniawan (Mahasiswa S3) Kiki Zakiyatus Sholihah (Asisten Peneliti) Anita Vitriana (Asisten Peneliti) Medria Shekar Rani (Mahasiswa S2) Wanda Yovita (Mahasiswa S2) Noviantari (Mahasiswa S2) Seminar hasil penelitian SAPPK ITB

4 Desember 2010

Urutan presentasi

• Kajian sebelumnya & teori

• Studi Kasus: Bandung dan Subang

– Lokasi dan gambaran umum studi kasus:

• Bandung – 7 lokasi • Subang – 4 lokasi • Morfologi rumah • Tipologi rumah • Kesimpulan – Faktor ekonomi – Faktor sosial

– Faktor budaya dan lingkungan

• Implikasi dan tindak lanjut • Publikasi tahun pertama: 4 artikel

(2)

www.ar.itb.ac.id/wdp

2

Tujuan

tahun pertama

Penelitian empiris untuk menyelidiki manifestasi dan konsekuensi dari permukiman masyarakat miskindi kota Bandung dan Subang. Penelitian menggambarkan bagaimana permukiman masyarakat

miskin sebagai suatu manifestasi fisik kemiskinan kota dan praktek perumahan ilegal, telah berkembang.

Area permukiman masyarakat miskin pada Kota Bandung dan Subang akan diidentifikasikan untuk detail studi dan analisis.

Penelitian menggambarkan potret isu perumahan masyarakat miskin sebagai area-area aktivitas yang terdapat di dalam permukiman informal, memeriksa karakteristiknya dan bagaimana penghuni-penghuni dari permukiman tersebut merasa dan mengatasi isu-isu perumahan masyarakat miskin tersebut.

Hunian masyarakat miskin kota

& kampung kota

• Makalah berdasarkan survei lapangan,

mengobservasi rumah di kawasan yang dihuni

masyarakat miskin di Kota Bandung dan

Subang.

• Perumahan masyarakat miskin kota merupakan

salah satu hal unik di Indonesia,

permukimannya juga sering disebut kampung.

Sering dikatakan bahwa pemukiman manusia di

daerah berkembang terus memelihara

karakteristik perdesaan dan konsep demikian

berlaku untuk masyrakat miskin di perkotaan.

(3)

• Penelitian-penelitian sebelumnya

menyebutkan bahwa sistem pengadaan

rumah formal hanya dapat memenuhi 15%

dari kebutuhan rumah. 85% sisanya,

sebagian besar berasal dari masyarakat

berpenghasilan rendah, membangun

rumahnya secara swadaya, atau biasa

disebut dengan sistem pengadaan rumah

informal.

Karakteristik permukiman miskin

di perkotaan

• status hunian yang tidak jelas/ilegal

• akses air bersih tidak layak

• akses sanitasi dan infrastruktur lain tidak

layak

• kualitas struktur hunian yang buruk

• kepadatan sangat tinggi

(4)

www.ar.itb.ac.id/wdp

4

• Sebagian besar permukiman masyarakat miskin kota, sekarang dalam kondisi yang kurang baik, tidak

memenuhi standar kesehatan secara fisik, tetapi belum tentu miskin secara sosial.

• Tiap kampung kumuh kota menunjukkan tampilan yang berbeda dari permukiman perkotaan yang ada di Barat. • Kehancuran struktur sosial dan kejahatan jarang terlihat

di kampung. Permukiman ini bukan permukiman yang didiskriminasikan, tetapi sebuah komunitas yang memiliki sistem sosial sendiri dan nilai-nilai.

Studi Kasus:

1 Bandung dan 2 Subang

1 Bandung

Kota terbesar ke-4 dan kota metropolitan ke-2 terbesar di Indonesia, diharapkan menggambarkan kota metropolitan di Indonesia

2 Subang

Kota kecil bersebelahan kota besar, diharapkan menggambarkan kota-kota kecil yang ’cepat berkembang’ karena lokasinya bersebelahan kota besar

(5)

Lokasi dan Gambaran Umum Studi Kasus:

1 Bandung

Bandung, kota terbesar ke-4 dan kota metropolitan ke-2 terbesar di Indonesia. Luas 16.748 Ha, jumlah penduduk 2.379.686 jiwa tahun 2007 (BPS, 2007). Kepadatan 4600 jiwa/Ha, Bandung dapat

dikategorikan sebagai kota dengan kepadatan tinggi.

Di dalamnya tercatat ada 463.355 unit bangunan rumah: permanen, semi permanen, dan kumuh (Bandung dalam Angka, 2006).

Bandung

RTRW kota Bandung 2013 (2004): di Kota Bandung terdapat 62 titik kawasan kumuh yang tersebar di beberapa kecamatan.

(6)

www.ar.itb.ac.id/wdp

6

Lokasi Observasi di Bandung

Kondisi Spasial Secara Umum: Bandung

1. Kampung Pulosari, RW 15, Kelurahan Taman Sari 2. Kawasan di Sekitar Rumah Susun Industri Dalam 3. Kelurahan Braga

4. Kawasan Jalan Gagak

5. Gang Swadaya, RW 05, Kelurahan Jamika 6. Kelurahan Situsaeur

7. Kelurahan Kebonjayanti

Data sekunder: ‘Bandung dalam Angka 2008’, Rencana Tata Ruang Wilayah Bandung, Studi Perumahan Kumuh KKPP ITB 2008 Data primer: Staf Dinas Tata Ruang dan Cipta Krya Bandung (Ibu Tami

Lasmini)

Kampung Pulosari

(7)

di Sekitar Rumah Susun

Industri Dalam

(8)

www.ar.itb.ac.id/wdp

8

Kawasan Gang Gagak

Gang Swadaya

(9)

Gang Swadaya

RW 05 - Kelurahan Jamika

(10)

www.ar.itb.ac.id/wdp

10

Kelurahan Situsaeur

(11)

Kelurahan Kebonjayanti

2 Subang

Subang sebagai kota kecil yang lokasinya bersebelahan dengan kota besar.

Kota Subang sejak dulu salah satu jalur penghubung kota Bandung sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat, dan kota Jakarta

Kabupaten Subang sangat strategis, daerah perlintasan antara Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DKI Jakarta.

Luas Kabupaten Subang 205.176,95 ha atau 6,34% dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat. Penduduk 1.422.028 orang (tahun 2007) Tingkat kepadatan 693,10 jiwa per Km2. Kecamatan Subang terpadat

disusul Kecamatan Pamanukan

Isu-isu permasalahan perumahan swadaya dan kemiskinan di Subang diharapkan menjadi model yang dapat menjadi gambaran isu-isu permasalahan di kota-kota lain yang serupa di Indonesia.

(12)

www.ar.itb.ac.id/wdp

12

Subang

Kondisi Spasial Secara Umum: Subang

1. Gang Pandji, Kecamatan Subang, Kabupaten Subang 2. Blok Rawa Badak, Kelurahan Karang Anyar,

Kecamatan Subang, Kabupaten Subang 3. Kecamatan Cibogo, Kabupaten Subang

4. Kelurahan Cigadung, Kecamatan Subang, Kabupaten Subang

Data sekunder: ‘Subang dalam Angka 2008’, Rencana Detail Tata Ruang Subang

(13)

Gang Pandji

Kecamatan Subang Kabupaten Subang

Blok Rawa Badak

(14)

www.ar.itb.ac.id/wdp

14

Kecamatan Cibogo

Kabupaten Subang

Potret perumahan masyarakat miskin

Identifikasi awal kebijakan perumahan berkelanjutan

• Kondisi umum: Bandung dan Subang

• Potret isu perumahan masyarakat miskin

sebagai area-area aktivitas yang terdapat di

dalam permukiman informal

• Karakteristik isu perumahan masyarakat miskin

• Solusi yang telah dilakukan untuk mengatasi

(15)

Morfologi rumah

masyarakat miskin kota

• Tipe standar tidak dibangun dalam satu tahap.

• Rumah dibangun secara bertahap dilengkapi dengan tambahan dan perubahan sesuai dengan kebutuhan. Struktur berubah menjadi permanen dari yang masih sementara.

• Pola dasar dari rumah permukiman masyarakat miskin kota adalah satu unit kamar yang dapat dikatakan sebagai rumah kampung yang paling minimum. Penghuni yang tinggal di satu kamar unit hunian menggunakan ruang terbuka untuk kegiatan sehari-hari. Termasuk ruang tamu, ada dua ruang (ruang tamu + ruang tidur) dalam bentuk rumah minimum. Tipe standar rumah ini, dalam perkembangannya kemudian menjadi dua kamar dengan ruang tambahan 'kamar mandi'.

• Kamar ditambahkan berurutan dengan ruang yang ada.

• Unit standar yang sama sering diletakkan bersama secara paralel. Seluruh penghuni yang tinggal di rumah, yang awalnya adalah rumah dengan dua kamar. Banyak keluarga mengelola rumah sewa di sebelah rumah mereka. • Penduduk di permukiman ini sering mengundang kerabat dari desa

pedesaan yang sama. Hubungan seperti yang digambarkan oleh kasus ini diharapkan dapat mempengaruhi proses pembagian tanah.

• Contoh rumah lain mengembangkan setengah rentang untuk mendapatkan 'ruang tidur' dan 'ruang makan'. Rumah lain adalah contoh rumah yang memperluas satu rentang untuk toko atau warung. Ketika kepadatan bangunan di kawasan studi menjadi tinggi, ekspansi secara horizontal sulit akibat kelangkaan di ruang terbuka yang tersedia.

Morfologi rumah

(16)

www.ar.itb.ac.id/wdp

16

Tipologi rumah

• Tipe rumah atap pelana dengan satu bubungan: satu unit

• Tipe rumah atap pelana dengan dua bubungan: dua unit. • Tipe rumah atap pelana dengan tiga bubungan: tiga unit. • Tipe rumah atap pelana dengan empat bubungan:

empat unit.

Kesimpulan awal

• Faktor ekonomi

• Faktor sosial

(17)

Faktor Ekonomi

Mata pencaharian

• Kedekatan permukiman kumuh dan ilegal dengan sumber mata pencaharian biasanya menjadi hal utama yang mendorong masyarakat miskin untuk tinggal di lingkungan kumuh yang ilegal. Pendapatan/penghasilan

• Penghasilan masyarakat miskin membatasi kemampuan mereka untuk dapat membeli dan memiliki rumah di kawasan yang cukup layak. Oleh karena itu, timbulah permukiman kumuh yang

merupakan investasi dari pembangunan oleh masyarakan miskin di tanah-tanah yang ilegal.

Tanggungan keluarga

• Semakin banyak tanggungan keluarga, maka usaha untuk lebih peduli dan memperhatikan lingkungan semakin rendah, sehingga kekumuhan seringkali tanpa disadari terjadi

Faktor Sosial

Perilaku

• Perilaku masyarakat miskin seringkali acuh tak acuh terhadap aturan, dan tidak peduli terhadap kualitas lingkungan.

Kontrol sosial / law enforcement yang rendah

• Masyarakat miskin pada awalnya seringkali hanya coba-soba membangun rumah di tanah yang ilegal, dengan membangun rumah yang tidak permanen. Namun tidak adanya payung dan penegakan hukum yang tegas, menyebabkan rumah-rumah kumuh semakin bertambah dan menjadi permanen, sehingga makin sulit untuk diberantas.

Pendidikan

• Pendidikan orang tua rendah, anak lebih disuruh untuk bekerja dibanding sekolah atau mendapat pendidikan layak untuk masa depannya.

(18)

www.ar.itb.ac.id/wdp

18

Faktor Budaya dan Lingkungan

Kesadaran yang rendah

• Kesadaran yaang rendah menyebabkan lingkungan menjadi tidak terawat dan semakin kumuh

Keterbatasan melihat masa depan

• Budaya masyarakat miskin seringkali tidak dapat melihat masa depan, sehingga usaha untuk memperbaiki masa depannya menjadi lebih baik sangatlah terbatas.

Cepat puas dengan kondisi yang ada, tidak memiliki dorongan untuk maju.

• Tanpa dorongan untuk maju, masyarakat miskin dan berpendapatan rendah seringkali cepat puas dengan kondisinya, tanpa berusaha memperbaiki atau secara kreatif berfikir untuk mendapatkan penghasilan lebih.

Implikasi dan tindak lanjut:

• Institusi, agency, pelaku dalam

kebijakan perumahan untuk

masyarakat miskin kota

• Untuk mengeksplorasi transformasi

kebijakan

(19)

Implikasi

• Kebijakan perumahan miskin kota sering tidak didasarkan studi rinci di lokasi yang dijadikan studi kasus.

• Perlu kebijakan yang melibatkan banyak pihak: institusi publik, privat, komunitas, LSM, dan orang-orang yang mebangun rumahnya sendiri (individual builder). Dalam teori disebut dengan ‘pendekatan pluralistik.’

• Pemahaman yang mendalam bahwa masyarakat miskin bisa membangun rumahnya (self-help, self-build, extended

family-help, or community-help)

• Pengembanganpengetahuan membangun yang ‘tradisional’

dan dimiliki oleh masyarakat miskin perkotaan. Misalnya dengan ‘membuat contoh rumah yang dibangun oleh masyarakat miskin’

Implikasi

• Akses untuk tanah yang dimiliki atau disewa masyarakat miskin.

• Mekanisme ‘land registration system’ yang

memungkinkan masyarakat merasa ‘aman’ tinggal di lokasi yang bisa dibangunnya untuk perumahan. • Skema-skema finansial yang inovatif agar masyarakat

miskin mampu membayar mekanisme di atas, termasuk misalnya luas lahan yang ‘dibatasi’, pencadangan lahan

(20)

www.ar.itb.ac.id/wdp

20

Implikasi

• Sistem pembiayaan yang khusus untuk infrastruktur perumahan miskin.

• Pembiayaan untuk sistem buangan limbah padat, mandi-cuci-kakus/MCK, pemipaan, listrik, fasilitas publik, atap yang layak, dan kelengkapan perumahan lainnya. • Skema-skema ‘finansial mikro’ (micro finance) perlu

dievaluasi agar tidak makin menguntungkan masyarakat menengah ke atas.

• Traget group yang diutamakan, misalnya transitory poor dan ini akan banyak menyelesaikan masalah ‘sektor informal’ yang akses-nya ke ekonomi formal memang sulit

Implikasi

• Mekanisme akumulasi ‘modal’ / finansial yang

responsif pada perilaku manajemen masyarakat

miskin kota.

Misalnya: dari pada uang dibelikan

benda-benda konsumtif, lebih baik

diakumulasikan ke arisan agar cukup besar

untuk modal atau perbaikan rumah.

• Contoh yang lain: tanggung-renteng dan ‘dana

bergulir’ lainnya.

(21)

Implikasi

• Memperbanyak kajian tentang ‘bahan bangunan tradisional’ dan ‘daur ulang’ yang banyak digunakan masyarakat miskin kota termasuk standar minimum kesehatan pemakaian bahan & ‘estetika’-nya.

• Peraturan bangunan dan regulasi formalyang terkait perumahan masyarakat miskin kota bisadikaji ulang, supaya lebih mendorong masyarakat miskin kota untuk mencapai standar tersebut dan tidak berorientasi ke ‘barat’ atau perwujudan perumahan formal yang ‘tidak-terjangkau’ lainnya.

Implikasi

• Meningkatkan

apresiasi pada bahan & teknik

bangunan tradisional.

• Kalau yang diharapkan memang sudah

‘modern’, maka bisa dikonsepkan tradisional &

modern sebagai ‘dialektika’ bukan ‘dikotomi’.

• Contoh prakstis dengan

‘demostration project’;

seminar & workshop yang mengutamakan

bahan bangunan tradisional, dll

(22)

www.ar.itb.ac.id/wdp

22

Publikasi

Home-making and house building in the poor settlements: Towards a framework to study self-help housing

Wiwik D Pratiwi, M Donny Kurniawan, Anita Vitriana, Kiki Z Solihah, and Medria Shekar Rani Proceeding International Seminar “Making Space for a Better Quality of Living” 18 August 2009 Dept. of Architecture and Planning, Faculty of Engineering, Gadjah Mada University

ISBN: 978-979-98815-1-9

Housing Infrastructure Finance that Works for the Poor: Consideration for Poverty Alleviation in Bandung and Subang

Wiwik D Pratiwi, Anita Vitriana, Kiki Z Solihah

International Seminar on Sustainable Infrastructure and Built Environment in Developing Countries, November 2-3, 2009 Bandung, Indonesia

ISBN 978-979-98278-2-1

Poverty Alleviation and Urban Poor Housing: Considerations for Developing Housing Policy

Wiwik D Pratiwi, Fashrijal M Noer, Kiki Zakiyatus Solihah, Wanda Yovita, & Noviantari Sudarmadji Proceeding POSITIONING PLANNING IN THE GLOBAL CRISES

International Conference on Urban and Regional Planning Celebrating 50th Anniversary of Planning Education in Indonesia Bandung, 12 -13 November 2009

Terima kasih

Disampaikan kepada:

Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, sesuai dengan Surat Perjanjian Pelaksanaan Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai

Prioritas Nasional Nomor: 341/SP2H/PP/DP2M/VI/2009, tanggal 16 Juni 2009

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Pada Masyarakat, Institut Teknologi Bandung

Referensi

Dokumen terkait

Manfaat teoritis yaitu manfaat yang diambil sebagai pemahaman teori tentang meningkatkan kemandirian dan kemampuan menulis karangan deskripsi dengan model Gallery

Berdasarkan karakteristik sedimen yang diperoleh dari penelitian di perairan pesisir Banyuasin, dapat disimpulkan bahwa terdapat indikasi energi gerak air di muara

Pengetahuan guru-guru ini didapati berada pada tahap tinggi kerana mereka menyedari akan kepentingan mempunyai informasi yang baik dan terkini kerana di dalam sukatan Biologi

Hasil k egiatan penyelidikan egiatan penyelidikan epidemiologi epidemiologi dan fokus dan fokus malaria adalah malaria adalah informasi mengenai permasalahan yang

PERANCANGAN CORPORATE IDENTITY LEBIH SURFING CLUB DI GIANYAR BALI. Lebih surf club memiliki visi sebagai club surfing yang berorientasi pada pelatihan para

Menteri Pertanian RI, Bapak Dr. Andi Amran Sulaiman, MP. Kepala BRSDMKP KKP, Bapak Prof. Sjarief Widjaja, Ph.D., FRINA Ketua Umum DPP Syarikat Islam, Bapak Dr. Hamdan Zoelva, SH.,

Prosiding Seminar Nasional “Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi”, Banjarbaru 6-7 Agustus 2014 | x 33 Kemitraan Pemasaran Benih Padi di Kabupaten Hulu Sungai

Sistem Pendukung Keputusan Kenaikkan Jabatan Pegawai Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Bantul, bisa digunakan untuk menentukan kenaikkan jabatan pegawai