• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Ibu Primipara Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja

Remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental dan sosial dimana terjadi perubahan fisik mental, psikososial yang cepat dan berdampak pada berbagai aspek kehidupan (Heriana, 2008). Menurut WHO (2008), remaja adalah masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

Kategori remaja menurut umur dapat dibagi menjadi remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle adolescence (14-16 tahun) dan remaja akhir/late adolescence (17-20 tahun) (Behrman, 2004). Sedangkan Monks & Knoers (2004) menyebutkan masa remaja meliputi masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja tengah (15-18 dan masa remaja akhir (18-21 tahun).

2.1.2 Tugas Perkembangan Remaja

Menurut Soetjiningsih (2004), anak remaja akan dihadapkan pada dua tugas utama, yaitu: Pertama, mencapai ukuran kebebasan atau kemandirian dari orangtua; Kedua, membentuk identitas untuk tercapainya integrasi diri dan kematangan pribadi. Selain itu menurut Havighurst (1976) dalam Hurlock (2007), masih ada 8 tugas perkembangan lain pada masa remaja, yaitu: (1) Memperluas hubungan antar pribadi

(2)

dan berkomunikasi secara lebih dewasa, (2) Memperoleh peranan sosial, (3) Menerima keadaan tubuhnya dan menggunakannya secara efektif, (4) Memperoleh kebebasan emosional dari orangtua, (5) Mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri, (6) Memiliki dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan, (7) Mempersiapkan diri untuk perkawinan dan kehidupan berkeluarga, (8) Mengembangkan dan membentuk konsep-konsep moral. Perkembangan pada remaja merupakan proses untuk mencapai kematangan dalam berbagai aspek sampai tercapainya tingkat kedewasaan. Proses ini adalah sebuah proses yang memperlihatkan hubungan erat antara perkembangan aspek fisik dengan psikis pada remaja (Yusuf, 2001).

Perubahan fisik yang terjadi pada masa pubertas adalah akibat meningkatnya kadar hormon kelamin (sex hormons) yang diproduksi gonad dan kelenjar adrenal. Kelenjar ini dirangsang oleh hormon gonadotropin dari kelenjar hipofisis, yang distimulasi oleh rangsangan hormon GNRH dari hypothalamus, yang baru dilepaskan setelah tercapai kematangan tubuh anak (BKKBN, 2003). Sebagai akibat proses kematangan sistem reproduksi ini, seorang remaja sudah dapat menjalankan fungsi prokreasinya, artinya sudah dapat mempunyai keturunan. Meskipun demikian, hal ini tidak berarti bahwa remaja sudah mampu bereproduksi dengan aman secara fisik (Monks, 2004). Pada perkembangan psikis, remaja mengalami peningkatan emosi yang disebabkan oleh penyesuaian pada lingkungan baru, harapan sosial untuk berperilaku lebih matang, aspirasi yang tidak realistis, penyesuaian dengan lawan jenis, masalah sekolah–pekerjaan, dan hubungan keluarga yang tidak harmonis (Sarlito, 2008).

(3)

Pertumbuhan dan perkembangan dramatis yang menandai masa remaja ini diikuti oleh perubahan emosi, intelektual, dan pemikiran sebab akibat dari konkrit ke abstrak. Masa ini dipenuhi dengan paradoks: remaja menghadapi situasi dimana mereka bukan lagi anak namun belum lagi dewasa. Secara biologis mereka dapat menjadi ayah atau ibu tetapi tidak siap menyandang tanggungjawab sebagai orang tua. Mereka merasakan kebutuhan akan kemerdekaan tetapi masih bergantung pada orang tua dalam pemenuhan kebutuhan materialnya. Masa ini juga merupakan masa pencarian jati diri dengan mencoba hal-hal baru, termasuk perilaku berisiko (Depkes, 2005).

2.1.3 Ibu Primipara Remaja

Tingginya angka persalinan di usia remaja adalah salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia tahun 2010 menunjukkan sebanyak 9% kelompok perempuan berusia 15-19 tahun di Indonesia pernah melahirkan bayi, berarti kurang lebih ada 100 per 1000 perempuan. Penyulit pada kehamilan remaja (<20 tahun) lebih tinggi dibandingkan kurun waktu reproduksi sehat antara 20-30 tahun. Keadaan tersebut akan makin menyulitkan bila ditambah dengan tekanan (stres) psikologi, sosial, ekonomi, sehingga memudahkan terjadinya keguguran dan gangguan persalinan (Manuaba, 2007). Pada umur ini belum cukup dicapai kematangan fisik, mental dan fungsi dari calon ibu (Affandi, 2005). Hal ini secara langsung berdampak pada status kesehatan ibu remaja dan bayinya.

(4)

a. Pengertian Ibu Remaja

Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak yang cukup besar untuk hidup di dunia luar (Varney, 2006). Primipara adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali (Manuaba, 2010). Menurut Mochtar (2011), primipara merupakan seorang wanita yang pernah melahirkan bayi hidup untuk pertama kali.

Kategori remaja menurut umur dapat dibagi menjadi remaja awal/early adolescence (10-13 tahun), remaja menengah/middle adolescence (14-16 tahun) dan remaja akhir/late adolescence (17-20 tahun) (Behrman, 2004). Sedangkan Monks & Knoers (2004) menyebutkan masa remaja meliputi masa remaja awal (12-15 tahun), masa remaja tengah (15-18 dan masa remaja akhir (18-21 tahun). Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian ibu primipara remaja adalah wanita yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali pada umur 10-21 tahun.

b. Tugas Perkembangan Ibu Remaja

Usia remaja merupakan fase umur penduduk yang sangat menentukan kualitas penduduk pada masa depan (BKKBN, 2011). Anak-anak harus melakukan tugas perkembangan pada masa remaja sebelum menjadi inidividu yang matang (Bobak, 2005). Menurut Haveman, (1997) dalam Rima (2003), persalinan pada usia remaja akan banyak aspek dalam kehidupan mereka karena seringkali berbenturan dengan tugas perkembangan yang harus mereka lakukan.

(5)

Remaja masih dalam tahap awal menerima identitas seksual mereka namun persalinan pada usia ini memaksa mereka memasuki peran orang dewasa sebelum mereka menyelesaikan tugas perkembangannya tersebut (Bobak, 2005). Menurut Botting, (1998) dalam Swan, et al. (2003), hal tersebut akan menimbulkan bahaya bagi kesehatan fisik dan mental ibu remaja. Kehamilan usia muda beresiko tinggi karena kurang matangnya alat reproduksi sehat terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan (Rajaee, et al., 2010). Karakteristik remaja yang memiliki emosi yang labil, mudah meledak-ledak, dan mood sering berubah akan mempengaruhi respon psikologis mereka untuk mengambil keputusan seksual, salah satunya bagaimana menghadapi persalinan (Bobak, 2005).

Masa remaja merupakan masa seseorang mulai tertarik dengan lingkungan diluar keluarga. Menjadi ibu pada masa ini menyebabkan aktivitas yang berbeda dibandingkan dengan sebelum menjadi ibu. Misalnya ibu remaja sibuk dengan anak yang masih kecil padahal sebelumnya ibu remaja tersebut masih bebas bermain dan bergaul dengan remaja sebaya (Rusli, 2011)

Menurut Havighurst (1976) dalam Hurlock (2007), remaja sedang dalam tahap berusaha untuk mandiri secara emosional dan finansial dari orang tuanya. Tetapi kehamilan dan persalinan pada usia ini dapat mengurangi kesempatan untuk menjalani hidup yang produktif karena ibu remaja seringkali harus drop out dari sekolah, tidak punya keahlian saat mereka mencapai 33 tahun, dan mendapatkan penghasilan yang lebih rendah dibandingkan dengan teman-teman seusianya (SEU, 1999) dalam Swan, et al. (2003). Masih dalam Swan, et al. (2003),

(6)

penelitian Botting (1998), menemukan bahwa 80% ibu remaja masih tinggal dengan orang tua dan setelah itu banyak dari mereka harus meninggalkan rumah dan hidup dalam kemiskinan. Ibu remaja juga banyak menjadi orang tua tunggal dan terlibat dalam konflik keluarga (Kiernan, 1995). Hal ini terjadi karena mereka seringkali melakukan trial dan error tanpa memperhitungkan konsekuensinya (Bobak, 2005).

Efek pada bayi yang dilahirkan oleh ibu remaja adalah BBLR, cenderung mendapat banyak masalah kesehatan dan keterlambatan perkembangan, mengalami pengabaian dan kekerasan, tidak berprestasi di sekolah, dan anak perempuan yang lahir dari ibu remaja cenderung akan menjadi ibu pada usia remaja juga (Hoffman, 2008). Hal ini sering terjadi karena egoisme remaja tinggi sedangkan kemampuan berpikir rasional mereka masih rendah (Sarlito, 2008). Ibu remaja juga tidak berpengalaman, memiliki pengetahuan yang kurang, dan tidak dewasa sehingga mereka tidak bisa mengenali tanda-tanda penyakit dan masalah pada bayinya (Bobak, 2005).

c. Faktor-faktor Penyebab Persalinan Pada Usia Remaja

Menurut Acharya, et al. (2010), faktor-faktor yang menyebabkan tingginya angka kehamilan dan persalinan pada remaja adalah status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, adat budaya masyarakat, dan struktur keluarga. Banyaknya kasus yang terjadi pada remaja disebabkan juga oleh orang tua yang tidak cukup waktu untuk menjelaskan masalah kesehatan reproduksi, rendahnya pengetahuan yang dimiliki remaja, informasi yang salah yang diterima oleh remaja serta adanya

(7)

pengaruh dari media massa (Hastuti, 2003). Kehamilan pada remaja juga disebabkan karena rasa ingin tahu dan rasa ingin mencoba yang besar. Dua hal tersebut biasanya tidak diimbangi oleh pengetahuan, kedewasaan serta pengalaman yang cukup (Musthofa, 2010). Hal ini diperparah dengan adanya kelemahan sistem di Indonesia dalam segi pelayanan kesehatan, pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana di Indonesia hanya dirancang untuk perempuan yang telah menikah dan hamil tetapi tidak untuk remaja (Putro, 2009).

2.2 Konsep Persalinan

2.2.1 Pengertian Persalinan

Persalinan merupakan proses untuk mendorong keluar (ekspulsi) hasil pembuahan (yaitu, janin yang viable, plasenta, dan ketuban) dari dalam uterus lewat vagina ke dunia luar. Normalnya, proses ini berlangsung pada suatu saat ketika uterus tidak dapat tumbuh lebih besar lagi, ketika janin sudah cukup matur untuk dapat hidup di luar rahim (Farrer, 2004). Sedangkan menurut Winknjosastro (2008), persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks (Sumarah, 2008).

(8)

Tanda-tanda persalinan yaitu, rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering, dan teratur. Keluar lendir bercampur darah (show) yang lebih banyak karena robekan kecil pada serviks. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya. Serviks mendatar dan pembukaan telah ada (Mochtar, 2011).

Proses dinamik dari persalinan meliputi empat komponen yang saling berkaitan yang mempengaruhi baik mulainya dan kemajuan persalinan. Empat komponen ini adalah passanger (janin), passage (pelvis ibu), power (kontraksi uterus), dan psikis (status emosi ibu) (Henderson, 2005). Bila persalinan dimulai, interaksi antara passanger, passage, power, dan psikis harus sinkron untuk terjadinya kelahiran pervaginam spontan (Wlash, 2007).

2.2.2 Tahap-tahap Persalinan

Menurut Simkin (2007), persalinan dibagi menjadi tahapan yang berbeda-beda menurut perubahan fisiologis yang terjadi.

a. Prapersalinan (kontraksi belum berkembang)

Menyebabkan pematangan, pendataran, dan gerak ke depan dari leher rahim, berakhir saat kontraksi berkembang (menjadi lebih panjang dan lebih dekat jaraknya).

b. Kala I

Persalinan Kala I didefinisikan sebagai permulaan kontraksi persalinan sejati, yang ditandai oleh perubahan serviks yang progresif dan diakhiri dengan pembukaan lengkap (10 cm). Hal ini dikenal sebagai tahap pembukaan serviks (Varney, 2007). Saat persalinan bila timbul his dan wanita tersebut mengeluarkan

(9)

lendir yang bersemu darah. Lendir yang bersemu darah ini berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar. Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada disekitar kanalis servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka. Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase (Cunningham, 2005): 1) Fase laten: berlangsungnya selama 8 jam. Selama fase ini, orientasi kontraksi uterus berlangsung bersama perlunakan dan pendataran serviks. Pada fase laten secara psikologis ibu merasa cemas, tidak pasti, takut, gembira, lega, atau siap. Beberapa ibu merasa santai dan banyak bicara, ada juga yang tegang sehingga enggan buka mulut (Danuatmaja, 2008).

2) Fase aktif: dibagi dalam 3 fase lagi, yakni fase akselerasi, fase dilatasi maksimal dan fase deselerasi. Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada primigravida Kala I berlangsung kira kira 13 jam. Dalam fase ini, pembukaan serviks 3 sampai 4 cm atau lebih, disertai adanya kontraksi uterus, dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal persalinan aktif. Secara psikologis ibu gelisah, makin sulit tenang maupun santai, makin tegang, tidak dapat berkonsentrasi, makin terpengaruh dengan kondisi yang sedang terjadi, rasa percaya diri mulai goyah, sepertinya persalinan tidak akan selesai, namun mungkin sebaliknya, ibu gembira dan bersemangat karena persalinan mulai terjadi (Danuatmaja, 2008).

(10)

c. Kala II

Kala II dimulai saat leher rahim membuka penuh dan berakhir saat bayi lahir. Sesudah pembukaan sempurna dan tahap peralihan berakhir, Kala II persalinan akan dimulai. Serangkaian peristiwa yang baru akan dimulai: bayi perlahan-lahan meninggalkan rahim, berotasi di dalam panggul, turun melalui vagina, dan lahir (Musbikin, 2006). Pada Kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Oleh karena kekuatan his dan kekuatan mengedan, janin didorong keluar sampai lahir. Pada primigravida berlangsung rata-rata 1,5 jam. Kala II dapat dibagi menjadi tiga tahap: tahap laten (istirahat), tahap aktif (penurunan), dan peralihan (penipisan dan pelahiran). Semangat yang tinggi, sedikit rasa nyeri, dan perkembangan perlahan merupakan karakterisitik dari tahap laten pada Kala I maupun Kala II. Tahap aktif ditandai dengan kontraksi yang intensif dan perkembangan yang baik. Sementara tahap peralihan baik untuk Kala I maupun Kala II ditandai dengan sensasi yang kuat dan kebingungan mengenai apa yang harus dilakukan (Simkin, 2007).

Secara psikologis Kala II persalinan dirasakan oleh ibu bersalin sebagai hal yang lebih berat beban penderitaannya dibandingkan dengan Kala I. Periode ini dapat menakutkan karena onsetnya yang begitu cepat sehingga pada saat ini banyak ibu mengatakan “Saya mau pulang”. Ibu akan kehilangan kendali atas dirinya dan akan merasa tertekan sehingga pengendalian saat ini sangat penting bagi ibu (Tjokronegoro, 2005).

(11)

d. Kala III

Kala tiga merupakan bagian paling singkat dan paling tidak menyakitkan dari semuanya. Persalinan Kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. Tahap ini berlangsung selama sepuluh sampai tiga puluh menit (Sumarah, 2008). Menurut Liu (2007), lepasnya plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda: uterus menjadi bundar, uterus terdorong keatas,karena plasenta dilepas ke segmen bawah rahim, tali pusat bertambah panjang, terjadi perdarahan.

Secara psikologis ibu merasa senang, kelelahan, atau bahkan mengalami kekecewaan yang mendalam. Ibu bisa tertawa sangat senang, berbicara, bahkan menangis sampai sikap apatis (Bobak, 2005). Ibu mulai tertarik dengan bayi dan plasenta, ibu akan menanyakan jenis kelamin bayinya dan memerlukan penjelasan mengenai kondisi plasenta, apakah lahir lengkap atau tidak (Sumarah, 2008). e. Kala IV

Menurut Sumarah, Widyastuti, & Wiyati (2008), persalinan Kala IV dimulai sejak plasenta lahir sampai dengan dua jam sesudahnya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah kontraksi uterus, memastikan bahwa plasenta telah lahir lengkap dan tidak ada yang tersisa sedikitpun dalam uterus serta benar–benar dijamin tidak terjadi perdarahan lanjut.

Pada tahap ini ibu seringkali tampak terlalu lelah untuk menunjukkan minat merawat anaknya. Tetapi sikap ini akan berubah drastis setelah ibu memiliki waktu yang cukup untuk beristirahat (Bobak, 2005). Ibu juga merasa nyeri akibat

(12)

robekan perineum. Rasa tidak nyaman ini akan bertambah jika dibutuhkan tindakan penjahitan untuk menangani robekan perineum (Sumarah, 2008).

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Menurut Henderson (2005), kemajuan dalam persalinan dipengaruhi beberapa faktor yaitu, power (kekuatan), passage (jalan lahir), passenger (penumpang yaitu janin dan plasenta), dan psikis. Bila persalinan dimulai, interaksi antara power, passage, passanger,dan psikis harus sinkron untuk terjadinya kelahiran pervaginam spontan (Wlash, 2007). Menurut Simkin (2007) dan Manuaba (2007) persalinan normal ditentukan oleh beberapa faktor utama, yaitu:

a. Power (kekuatan)

Power meliputi his (kontraksi uterus), kontraksi otot dinding perut, kontraksi diafragma pelvis, ketegangan, kontraksi ligamentum rotundum, efektivitas kekuatan mendorong dan lama persalinan. Power utama pada persalinan adalah tenaga atau kekuatan yang dihasilkan oleh kontraksi dan retraksi otot-otot rahim (Farrer, 2004). Kehamilan di usia muda juga merupakan salah satu faktor terjadinya anemia dalam kehamilan yang bisa menyebabkan gangguan pada power saat persalinan karena kekurangan hemoglobin yang membawa oksigen (Fibriana, 2007).

b. Passage (jalan lahir)

Passage terdiri atas bagian tulang panggul, serviks, vagina dan dasar panggul. Janin harus berjalan lewat rongga panggul, serviks dan vagina sebelum

(13)

dilahirkan. Untuk dapat dilahirkan, janin harus mengatasi pula tahanan dan resistensi yang ditimbulkan oleh struktur dasar panggul dan sekitarnya (Farrer 2004). Pada umur ibu kurang dari 20 tahun rahim dan panggul belum tumbuh mencapai ukuran dewasa. Akibanya apabila ibu hamil pada umur ini mungkin mengalami persalinan lama atau macet, karena ukuran kepala bayi lebih besar sehingga tidak dapat melewati panggul (Depkes, 2005).

c. Passenger (penumpang)

Passenger ada 2, yaitu janin (letak janin, posisi janin, dan presentasi janin) dan plasenta. Passenger utama lewat jalan lahir adalah janin, dan bagian janin yang paling penting (karena ukurannya paling besar) adalah kepala janin. Ukuran kepala lebih lebar daripada bahu dan kurang lebih seperempat dari panjang bayi (Farrer, 2004). Ibu remaja beresiko tinggi untuk melahirkan bayi BBLR dan prematur yang ukuran janinnya kecil (Destaria, 2011).

d. Psikologis

Psikologis meliputi psikologis ibu, emosi, persiapan intelektual, pengalaman sebelumnya, kebiasaan adat dan dan dukungan dari orang terdekat pada kehidupan ibu (Aprilia, 2009). Berdasarkan pengalaman dan penelitian, banyak ibu mengalami kecemasan karena tidak diketahuinya tentang persalinan dan bagaimana prosesnya (Notoatmodjo, 2003). Tingkat kecemasan menghadapi persalinan pada ibu primigravida lebih tinggi daripada ibu multigravida (Reta, 2007). Ibu yang mempunyai rasa cemas disebabkan oleh beberapa ketakutan

(14)

melahirkan. Takut akan peningkatan nyeri, takut akan kerusakan atau kelainan bentuk tubuhnya seperti episiotomi, ruptur, jahitan ataupun seksio sesarea, serta ibu takut akan melukai bayinya (Simkin, 2007).

Pendamping persalinan merupakan faktor pendukung dalam lancarnya persalinan, karena efek perasaan wanita terhadap persalinan yang berbeda berkaitan dengan persepsinya orang yang mendukung, dari orang terdekat dapat mempengaruhi kecemasan ibu (Henderson, 2005). Setelah melalui banyak penelitian diketahui kehadiran suami memberi dukungan kepada istri membantu proses persalinan karena membuat istri lebih tenang (Musbikin, 2007). Kurangnya dukungan suami yang intensif menjadi salah satu penyebab persalinan lama, khususnya pada ibu primigravida (Sari, 2010).

Reaksi keluarga juga berpengaruh terutama bagi remaja yang hamil diluar nikah. Reaksi utama keluarga biasanya syok, marah, malu, sedih, dan merasa bersalah. Lain halnya dengan remaja yang hamil karena menikah, biasanya keluarga akan menyambut gembira dan memberikan perhatian semenjak hamil sampai melahirkan (Bobak, 2005).

e. Penolong

Peran dari penolong persalinan adalah mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan janin. Dalam hal ini proses tergantung dari kemampuan dan kesiapan penolong dalam menghadapi proses persalinan (Aprilia, 2009). Tetapi banyak petugas kesehatan belum dibekali dengan keterampilan

(15)

melayani kebutuhan kesehatan reproduksi remaja. Keterampilan yang belum didapatkan oleh petugas kesehatan yaitu keterampilan komunikasi dan konseling sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangan remaja (Putro, 2009). Tenaga kesehatan dan situasi tempat bersalin tidak bersahabat juga berpengaruh terhadap psikologis ibu selama persalinan (Danuatmaja, 2008).

f. Pemeriksaan Ante Natal (ANC)

Remaja dianggap golongan resiko tinggi untuk persalinan dan melahirkan, sehingga idealnya kunjungan ANC idealnya ditingkatkan. Pemeriksaan kehamilan begitu penting dilakukan oleh para janin yang sedang dikandungnya. Dengan pemeriksaan kehamilan dapat diketahui perkembangan kehamilan, tingkat kesehatan kandungan, kondisi janin, dan bahkan penyakit atau kelainan pada kandungan yang diharapkan dapat ditangani secara dini (Depkes, 2008).

2.2.4 Komplikasi Persalinan Remaja

Proses persalinan selalu memiliki potensi risiko kesehatan, tetapi risiko melahirkan anak ini menjadi lebih besar bagi para wanita usia muda. Mereka lebih mungkin mengalami penyulit pada masa kehamilan dan persalinan. Wanita muda sering memiliki pengetahuan terbatas tentang kehamilan atau kurangnya informasi dalam mengakses sistem pelayanan kesehatan (Waspodo, 2005).

Menurut Reference Bureau (2000) dalam Acharya, et al. (2010), angka kesakitan dan angka kematian ibu dan bayi pada kehamilan remaja dua hingga empat kali lebih tinggi dibandingkan dengan kehamilan di usia 20-35 tahun. Oleh karena itu golongan

(16)

primigravida muda dimasukkan dalam golongan risiko tinggi. Pada umur ini belum cukup dicapai kematangan fisik, mental dan fungsi dari calon ibu (Affandi, 2005). Kehamilan pada masa remaja mempunyai risiko medis yang cukup tinggi, karena pada masa remaja alat reproduksi belum cukup matang untuk melakukan fungsinya. Rahim (uterus) akan siap melakukan fungsinya setelah wanita berumur 20 tahun, karena pada usia ini fungsi hormonal akan bekerja maksimal. Pada usia 15-19 tahun, sistem hormonal belum stabil. Dengan sistem hormonal yang belum stabil maka proses kehamilan menjadi tidak stabil, mudah terjadi anemia, perdarahan, abortus atau kematian janin (Kusmiran, 2011).

Menurut Manuaba (2007) wanita hamil pada usia muda (<20 tahun) akan memiliki beberapa risiko diantaranya adalah keguguran, persalinan prematur, BBLR, kelainan bawaan, mudah terjadi infeksi, anemia pada kehamilan, keracunan kehamilan (gestosis), dan kematian. Kehamilan usia muda dapat menyebabkan prematuritas karena kurang matangnya alat reproduksi sehat terutama rahim yang belum siap dalam suatu proses kehamilan. Selain itu, ibu yang hamil pada usia muda biasanya pengetahuannya akan gizi masih kurang, sehingga akan berakibat kekurangan berbagai zat yang diperlukan saat pertumbuhan dengan demikian akan mengakibatkan makin tingginya kelahiran prematur yang juga berpengaruh terhadap tingginya kejadian berat badan lahir rendah.

Berat lahir rendah dapat disebabkan oleh bayi prematur dan pertumbuhan janin yang terhambat. Kematian perinatal berkaitan dengan berat lahir rendah (Rajaee, et al., 2010). Hasil penelitian Sharma. et al. (2001) dalam Acharya, et al. (2010) di sebuah

(17)

rumah sakit menemukan fetal distres dan asfiksia biasa terjadi pada kehamilan dan persalinan remaja.

Kejadian anemia pada ibu remaja cukup tinggi yakni mencapai 46%, dimana penyebabnya adalah kurangnya intake zat besi (Pathak, et al., 2003). Penyebab anemia pada kehamilan dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan pentingnya gizi pada saat hamil. Sebagai contoh adalah kurangnya kesadaran akan mengkonsumsi tambahan zat besi, sebagaimana dalam tubuh berfungsi untuk meningkatkan jumlah sel darah merah, membentuk sel darah merah janin dan plasenta. Ibu yang anemia juga rentan infeksi (Wiknjosastro, 2006). Penelitian Pathak, et al. (2003) juga menemukan bahwa sejumlah besar ibu remaja menderita defisiensi vitamin A dan yodium yang menyebabkan buta senja dan penyakit Goiter. Primigravida adalah salah satu faktor risiko penyebab terjadinya preeklamsia/eklamsia. Kejadian Pregnancy Induced Hipertension (PIH) dan preeklamsia meningkat tajam pada wanita yang hamil pada usia remaja dibandingkan dengan wanita yang hamil pada usia >20 tahun (Goonewardena, 2005). Preeklamsia hampir selalu merupakan penyakit wanita nullipara. Preeklamsia/eklamsia lebih sering terjadi pada usia muda dan nulipara diduga karena adanya suatu mekanisme imunologi disamping endokrin dan genetik (Rozikhan, 2007).

Penelitian Lopoo (2011), sebaliknya menyatakan bahwa angka kejadian sepsis saat persalinan dan persalinan lama pada ibu remaja lebih rendah dibandingkan ibu dewasa. Kejadian partus kasep juga lebih tinggi pada multipara dibandingkan dengan znullipara. Adapun penyebab tertinggi kejadian persalinan lama adalah kelainan his.

(18)

Kehamilan pada remaja meningkatkan resiko kematian maternal. Menurut UNICEF (2001) dalam Swan, et al. (2003), resiko kematian karena kehamilan meningkat lima kali lipat pada wanita berumur 10-14 tahun dan dua kali lipat pada wanita berumur 15-19 dibandingkan dengan wanita yang berumur diatas 20 tahun. Setelah dilakukan penelitian tentang faktor–faktor risiko yang mempengaruhi kematian maternal, studi kasus di Kabupaten Cilacap, didapatkan bahwa faktor risiko yang terbukti berpengaruh terhadap kematian maternal adalah komplikasi kehamilan, komplikasi persalinan, komplikasi nifas, riwayat penyakit ibu, riwayat KB, dan keterlambatan rujukan (Fibriana, 2007).

Referensi

Dokumen terkait

Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian diskriptif yang menjelaskan hubungan kausalitas, dan pengujian hipotesis dengan pendekatan penelitian kuantitatif

Hasil penelitian ini adalah sebagian masyarakat Lampung Sai Batin yang ada di Desa Umbul Buah masih melakukan pernikahan adat Lampung Saibatin dan paham mengenai nilai dan

Jenis huruf yang akan digunakan bersifat tegas namun memiliki kesan bermain karena teks pada ilustrasi tersebut diutarakan oleh perasaan anak kepada sang ayah nya

Penerapannya pada sistem web Teknik Telekomunikasi Politeknik Negeri Sriwijaya akan memudahkan dosen dan mahasiswa untuk melakukan proses pembelajaran serta

Para peneliti ini menerangkan bahwa orang sering kali menemukan diri mereka dalam situasi dimana mereka membuat pernyataan yang kurang jujur guna menghindar dari melukai

 Penalaran moral dalam tahap empat; kebutuhan masyarakat harus melebihi kebutuhan pribadi. Bila seseorang bisa melanggar hukum, mungkin orang lain juga

Salah satu faktor yang mempengaruhi etos kerja adalah persepsi terhadap iklim sekolah atau pondok.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat persepsi terhadap iklim

Adapun peralatan yang digunakan oleh peneliti untuk melakukan percobaan adalah 12-bit capacitance to digital integrated circuit yang digunakan sebagai ADC converter dari